• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 1.3.1 Ringkasan Studi EHRA

N/A
N/A
akun jail

Academic year: 2024

Membagikan "Lampiran 1.3.1 Ringkasan Studi EHRA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LamRingkasan Studi EHRA Kabupaten Malang

Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau dapat juga disebut sebagai Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan, merupakan sebuah studi partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas, serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data hasil Studi EHRA ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi, termasuk advokasi di tingkat Kabupaten/Kota sampai Kelurahan/Desa. Selain itu, data hasil Studi EHRA dapat digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk Penetapan Area Berisiko dan Penyusunan Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK)

Secara umum, Kabupaten/Kota dipandang perlu untuk melakukan Studi EHRA, karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat;

2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas, di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat Kelurahan/Desa, serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai instansi/kantor/badan yang berbeda;

3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang;

4. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kabupaten dan Kecamatan, serta dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Kelurahan/Desa;

5. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif;

6. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat Kelurahan/Desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi, maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders Kelurahan/Desa.

Fokus dari Studi EHRA adalah Fasilitas Sanitasi dan Perilaku Masyarakat. Fasilitas Sanitasi yang diteliti mencakup: (1) Sumber air minum, (2) Layanan pembuangan sampah, (3) Jamban, dan (4) Saluran pembuangan air limbah rumah tangga.

Sedangkan, Perilaku Masyarakat yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM, yaitu: (1) Buang air besar, (2) Cuci tangan pakai sabun, (3) Pengelolaan air minum rumah tangga, (4) Pengelolaan sampah

(2)

dengan 3R, dan (5) Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan).

Instrumen EHRA terdiri dari Lembar Pertanyaan, Lembar Pengamatan, dan Lembar Spot Check. Sebagian besar

pertanyaan dalam kuesioner mengacu pada

kejadian/perilaku/situasi yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

Sedangkan pertanyaan-pertanyaan lainnya mengacu pada kejadian/perilaku/situasi yang terjadi pada saat wawancara dilakukan, sehari-hari/kebiasaan, seminggu terakhir, dan satu bulan terakhir. Khusus untuk pertanyaan tentang perilaku pengelolaan sampah rumah tangga, pertanyaan mengacu pada perilaku seminggu terakhir yang dihitung dari hari wawancara dilakukan. Sementara pertanyaan tentang kejadian penyakit diare, pertanyaan mengacu pada kejadian diare dalam sebulan terakhir yang dihitung dari hari wawancara dilakukan.

Untuk quality control, petugas spot check mendatangi 5%

dari rumah yang telah disurvei atau sekitar 2 responden dari 40 responden tiap Kelurahan/Desa. Petugas spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan.

Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh Tim EHRA. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali .

Desa/Kelurahan Area Studi dalam populasi mempunyai karakteristik geografi dan demografi yang variatif (heterogen).

Oleh karena itu, agar keanekaragaman karakteristik tersebut menjadi bermakna (signifikan) bagi analisa studinya dan agar tidak terambil hanya dari kelompok tertentu saja, maka Desa/Kelurahan yang menjadi area studi harus dilakukan Stratifikasi terlebih dulu sebelum diambil sampelnya secara random (Stratified Random Sampling).

Penetapan Strata dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan Studi EHRA.

Kriteria utama penetapan Strata tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap Kabupaten/Kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan.

(3)

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau Desa/Kelurahan.

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu

ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Rekapitulasi hasil stratifikasi Desa/Kelurahan di wilayah Kabupaten Malang menghasilkan kategori strata berdasarkan kriteria utama stratifikasi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Program PPSP adalah Strata 0 sejumlah 47 Desa/Kelurahan atau 12%, Strata 1 238 Desa Kelurahan (61%), Starata 2 93 Desa Kelurahan (24%), Strata 3 ada 12 Desa (3%) dan strata 4 berjumlah 0 (0%).

Rincian jumlah Desa/Kelurahan sebagai target area Studi EHRA 2016 dan jumlah responden sebagaimana berikut:

Strata Jumlah Desa/Kelurah

an

Persenta se

Jumlah Desa/Kel.

target area survey

Jumlah responden

(@ 40 tiap Desa/Kel.) Strata

4 0 0% 0 0

Strata

3 12 3% 1 40

Strata

2 93 24% 10 400

Strata

1 238 61% 24 960

Strata

0 47 12% 5 200

Jumlah 390 100% 40 1600

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Permasalahan persampahan yang ada di Kabupaten Malang adalah pengelolaan sampah rumah tangga, keterbatasan sarana dan prasarana persampahan, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk pengelolaan sampah. Hal ini seringkali menyebabkan masyarakat membuang sampah sembarangan dan membakar sampah.

(4)

Hasil survey EHRA untuk Kabupaten Malang tentang pengelolaan sampah di rumah responden menunjukkan bahwa 45.6% (729 responden) menyatakan bahwa sampah rumah tangga di bakar dan sebanyak 30.8% (495 responden) menyatakan bahwa sampah rumah tangga dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Sedangkan tentang pemilahan sampah diperoleh hasil bahwa 95.6% responden tidak melakukan praktik pemilahan sampah rumah tangga sebelum dibuan, sedangkan sisanya, yaitu 4.4% responden melakukan pemilahan sampah rumah tangga sebelum dibuang.

Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja

Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan Lumpur Tinja di Kabupaten Malang bahwa 96.3% responden menyatakan bahwa tempat buang air besar adalah di jamban pribadi, responden yang menyatakan tempat buang air besar di sungai/pantai/laut, yaitu sebanyak 7.6% responden.

Tempat penyaluran buangan akhir tinja menunjukan 57%

responden menyatakan septic tank adalah tempat penyaluran buangan akhir tinja dan 33.7% responden menyatakan cubluk/lobang tanah adalah tempat penyaluran buangan akhir tinja dan penyaluran buangan akhir tinja adalah di sungai/danau/pantai, yaitu sebanyak 4.5%. dari responden yang menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja adalah tangki septik, ternyata 82.9% diantaranya tidak pernah melakukan pengosongan tangki septik dan 6.8% menyatakan tidak tahu. Selain itu, terlihat bahwa hanya 4.6% responden menyatakan terakhir melakukan pengosongan tangki septik lebih dari 10 tahun yang lalu. Sedangkan bagi 156 responden yang melakukan pengosongan tangki septik, terlihat bahwa 33.3% (52 dari 156 responden) menyatakan bahwa pengosongan dilakukan oleh layanan sedot tinja dan 16.7% (26 dari 156 responden) menyatakan bahwa pengosongan dilakukan dengan membayar tukang. Terlihat juga bahwa 49.4% (77 dari 156 responden) menyatakan bahwa tidak tahu siapa yang melakukan pengosongan tangki septik.

Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai kejadian banjir/genangan pada skala Kabupaten Malang bahwa 94.1%

menyatakan tidak pernah terkena banjir sekali dalam setahun sebanyak 2.4% dan 3.3% menyatakan mengalami banjir

(5)

beberapa kali dalam setahun. Dari hasil survei ini juga dapat dilihat bahwa terdapat 94 responden yang pernah terkena banjir.

Ternyata dari jumlah responden tersebut, 57 responden diantaranya (60.6%) menyatakan mengalami banjir secara rutin dan sisanya menyatakan mengalami banjir tidak rutin, yaitu sebanyak 39.4%.

Selain itu, diperoleh hasil bahwa dari 94 responden yang mengalami banjir secara rutin, 15 responden diantaranya menyatakan bahwa banjir tidak hanya terjadi di halaman tetapi juga memasuki rumah 15 responden tersebut, sebagian besar (53.3%) menyatakan air banjir akan mengering antara 1 – 3 jam dan 26.7% menyatakan air banjir mengering kurang dari 1 jam.

Sedangkan responden yang menyatakan air banjir akan mengering dalam waktu setengah hari sebanyak 13.3%. Lokasi air biasa tergenang di halaman rumah sebanyak 68.3%.

Untuk kepemilikan SPAL, terlihat bahwa bahwa 80.9%

responden sudah mempunyai sarana pengolahan air limbah selain tinja dan hanya 19.1% responden yang tidak mempunyai SPAL. Akibat yang sering muncul dari tidak adanya SPAL adalah halaman atau bagian depan rumah pada umumnya ada genangan air. Berdasar hasil pengamatan survei ini, terlihat bahwa hanya 6.5% responden yang menunjukkan terdapat genangan air di halaman atau bagian depan rumahnya yang disebabkan karena tidak adanya SPAL dan 93.5% menunjukkan tidak terdapat genangan air di halaman atau bagian depan rumahnya.

Berdasar hasil pengamatan survei EHRA, diperoleh informasi bahwa terdapat 82.1% responden yang menunjukkan bahwa air dapat mengalir di saluran rumahnya. Sedangkan sisanya menunjukkan air tidak mengalir di saluran rumahnya (0.8%), saluran kering/tidak dapat dipakai (3.7%), dan tidak ada saluran (13.4%).

Berdasar tabel area berisiko dari hasil survei EHRA, diperoleh informasi bahwa persentase pencemaran karena SPAL adalah 59.9% dinyatakan tidak aman.

Tabel area berisiko genangan air 88.9% menunjukkan bahwa tidak ada genangan air di rumah atau di lingkungan sekitar rumah responden dan hanya 11.1% yang menyatakan ada genangan air.

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak.

Terlihat bahwa sebagian besar responden menggunakan sumber air minum dan memasak yang berasal dari air ledeng PDAM dan

(6)

berasal dari air sumur gali terlindungi. Dimana untuk keperluan minum, 40.3% responden menggunakan air ledeng PDAM dan 24.8% menggunakan air sumur gali terlindungi. Sedangkan untuk memasak, 41.3% responden menggunakan air ledeng PDAM dan 25.8% menggunakan air sumur gali terlindungi.

Sumber Air yang diperoleh bahwa 77.9% sumber air terlindungi, 87.9% penggunaan sumber air tidak terlindungi dinyatakan aman, dan 92.5% menyatakan tidak pernah mengalami kelangkaan air.

Perilaku Higiene dan Sanitasi

Persentase waktu melakukan CTPS adalah 72.6%

responden melakukan CTPS setelah buang air besar (BAB);

17.1% responden melakukan setelah menceboki pantat anak;

18% responden melakukan sebelum menyiapkan masakan;

62.6% responden melakukan sebelum makan; dan 18.8%

responden melakukan setelah memegang hewan.

Responden tidak melakukan BABs, yaitu sebesar 73.9%.

Sisanya, yaitu 26.1% masih melakukan BABs. Sebagian besar lantai dan dinding jamban di rumah responden bebas dari tinja (89.9%), bebas dari kecoa dan lalat (86.4%), dan penggelontor dinyatakan berfungsi (97.4%). Sebagian besar jamban/dekat jamban di rumah responden tersedia sabun (80.4%) dan wadah penyimpanan dan penanganan air dinyatakan tidak tercemar (96.6%).

Indeks Risiko Sanitasi (IRS)

Risiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku higiene dan sanitasi. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi yang didasarkan pada hasil analisis studi EHRA.

Manfaat penghitungan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area berisiko sanitasi. Terdapat 5 komponen IRS, yaitu terdiri dari: (1) Sumber Air; (2) Air Limbah Domestik; (3) Persampahan; (4) Genangan Air;

dan (5) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk seluruh Desa/Kelurahan di Kabupaten Malang. Gambar 3.21 menunjukkan IRS untuk total Kabupaten Malang tahun 2016.

Terlihat bahwa indeks risiko tertinggi berada pada komponen Persampahan, yaitu menunjukkan nilai 79. Tertinggi berikutnya adalah komponen Air Limbah Domestik, yaitu menunjukkan nilai

(7)

58. Indeks risiko terendah adalah untuk komponen Genangan Air, yaitu menunjukkan nilai 11.

Jika dirinci berdasar Desa/Kelurahan yang menjadi sampel dalam survei EHRA tahun 2016 ini, terlihat bahwa Desa/Kelurahan Pandanrejo Kecamatan Wagir mempunyai IRS tertinggi, yaitu dengan total nilai 289. Sedangkan Desa/Kelurahan Tegalsari Kecamatan Kepanjen mempunyai IRS terendah, yaitu dengan total nilai 87. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran IRS Kabupaten Malang 2016.

Berdasarkan hasil IRS tersebut, maka dapat dikatakan bahwa prioritas masalah yang mendesak adalah :

a. Persampahan.

Masih minimnya masyarakat yang menjadi penerima layanan sampah sehingga diperlukan suatu upaya dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sendiri dalam hal pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampah di rumah, pengumpulan sampah dari rumah, pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPS, serta pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPA

Mayoritas masyarakat melakukan pembakaran yang akan menyebabkan polusi udara. Untuk itu perlu di lakukan kegiatan sosialisasi mengenai hal tersebut

Di samping membakar sampah, masyarakat terutama di pedesaan yang mempunyai lahan kosong yang luas atau rumah dekat dengan sungai, juga membuang sampah di lahan kosong atau sungai, sehingga hal ini dapat mencemari tanah dan sumber air, serta menimbulkan masalah tersumbatnya saluran karena sampah. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi pengolahan sampah menjadi kompos.

Masih minimnya masyarakat yang memanfaatkan sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan yang lebih intensif

(8)

mengenai pengelolaan sampah dengan metode 3 R (Reuse, Reduce, Recycle)

b. Air limbah domestik

Masih di temuinya masyarakat yang BAB di sembarang tempat terutama di daerah aliran sungai. Untuk itu diperlukan suatu upaya pemicuan untuk mengubah perilaku mereka agar tidak melakukan BABs.

Masih banyaknya jamban keluarga model cubluk yang bisa mencemari sumber air bila jaraknya < 10 meter dari sumber air. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan jamban yang sehat.

c. Perilaku Hidup Bersih Sehat

Sangat minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di 5 waktu penting. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya CTPS di 5 waktu penting.

Belum optimalnya media promosi untuk gerakan PHBS di masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Data ini diperoleh dari 8 pernyataan dengan jumlah responden sebanyak 24 siswa dan menyatakan bahwa kemampuan pengelola perpustakaan yang memiliki dua pekerjaan dalam

Berdasarkan diagram tersebut dapat diperoleh informasi bahwa mayoritas responden menyatakan banyak mendapat manfaat dari dampak belajar di UT terhadap kemampuan berkomunikasi

Berdasarkan hasil pembelajaran yang diperoleh pada siklus 1, terlihat secara klasikal terjadi peningkatan keterampilan menulis ringkasan siswa dibandingkan pada pra

Hasil tabel silang antara variabel Kejadian Insomnia dengan Konsentrasi Belajar pada Mahasiswa Semester V diperoleh hasil : paling banyak responden mengalami insomnia

Alasan yang diberikan oleh 5 orang responden yang menyatakan puas adalah karena muncul semangat atau motivasi dari dalam diri mereka untuk bekerja setiap harinya, secara

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Magister Manajemen Program

1) Analisis univariat menunjukkan Dari 66 responden (100%) terdapat 39 balita (59,1%) yang tidak mengalami kejadian diare dan 27 balita (40,9%) mengalami kejadian diare. 2)

Hasil dari analisis ini bisa memudahkan cara identifikasi sumber bencana secara sistematis sehingga diperoleh suatu strategi penanganan banjir dengan teknik