• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN INDONESIA PDF

N/A
N/A
Yusrani, S.Pd.

Academic year: 2024

Membagikan "LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN INDONESIA PDF"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN INDONESIA

Mata Kuliah: Landasan Ilmiah ilmu Pendidikan Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ibrahim Gultom, M.Pd.

OLEH :

AGHNA ELFIANA DALIMUNTHE DAMASTI SIMANJUNTAK

ERAYANA MUNTHE

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami sampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kami nikmat sehat dan nikmat kesempatan, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini sebagai hasil Tugas tentang “Landasan Politik Pendidikan” sebagai kepentingan perkuliahan Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan di Pascasajana Universitas Negeri Medan yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Ibrahim Gultom, M. Pd.

Makalah ini disusun berdasarkan beberapa sumber referensi yang relevan. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ibrahim Gultom, M. Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan yang telah memberikan arahan kepada kami dalam pembuatan makalah ini.

Kata maaf kami sampaikan apabila dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi penyusunan maupun tata bahasa yang digunakan. Semoga dengan adanya makalah ini kami dan para pembaca, khususnya para Mahasiswa Program Studi Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Medan dapat mengetahui mengenai landasan hukum pendidikan yang nanti akan diaplikasikan dalam proses pembelajaran agar mencapai tujuan yang diinginkan. Di samping itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan kita semua.

Medan, 8 November 2023

Kelompok 2

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...1

1.3 Tujuan Pembahasan...1

1.4 Manfaat Pembahasan...2

BAB II PEMBAHASAN...3

2.1 PENGERTIAN LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN...3

2.2 LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN DI INDONESIA...4

2.2.1 Pendidikan pada Masa Penjajahan Belanda...5

2.2.2 Pendidikan pada Masa Penjajahan Inggris...7

2.2.3 Pendidikan pada Masa Penjajahan Jepang...7

2.2.4 Kebijakan pendidikan di era orde lama ditahun 1954...8

2.2.5 Kebijakan politik pendidikan nasional di era orde baru...9

2.2.6 Kebijakan politik pendidikan nasional di era reformasi...9

2.3 MASALAH DAN CARA MENGATASI PENERAPAN LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI...12

BAB III PENUTUP...15

3.1 Simpulan...15

3.2 Implikasi...15

3.3 Saran...16

DAFTAR PUSTAKA...17

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan.

organis, harmonis, dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.

Pendidikan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya.

Pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu mengandung unsur-unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek-aspek kependidikan.

Politik pendidikan nasional perlu ditata dalam suatu organisasi yang efesien dan dikelola oleh yang profesional.

Konsep pendidikan di Indonesia memerlukan landasan politik yang kuat dalam prakteknya. Makalah ini dapat membantu mengetahui tentang defenisi landasan politik pendidikan, norma-norma dasar yang digunakan sebagai landasan politik pendidikan di Indonesia dan peranan landasan politik dalam sistem pendidikan di Indonesia.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud landasan politik pendidikan?

2. Bagaimana Landasan politik pendidikan di Indonesia?

3. Bagaimana menyikapi berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia ? I.3 Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui definisi landasan politik pendididikan.

2. Untuk mengetahui landasan politik di Indonesia.

3. Menjelaskan implikasi dalam pengembangan konsep pendidikan Indonesia.

(5)

I.4 Manfaat Pembahasan

Pembahasan makalah ini bermanfaat secara teoritis dan praktis. Bagi mahasiswa pascasarjana, secara teoritis pembahasan ini bermanfaat menambah wawasan mengenai landasan politik dalam pendidikan.

Secara praktis pembahasan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penyelenggara pendidikan seperti guru atau dosen, karena akan mendorong untuk lebih keatif dan inovatif dalam menciptakan suatu proses pembelajaran bagi siswa. Dengan cara memahami landasan politik pada pendidikan memberikan pandangan bagi guru sebagai agen perubahan demi terciptanya pendidikan yang berkarakter dan menghasilkan output atau siswa yang berkompeten dan berkarakter.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

II.1 PENGERTIAN LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan.

organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.

Selanjutnya Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama.

Politik berasal dari kata politea yang diperkenal oleh Plato (347 SM) dengan makna segala hal mengenai negara kemudian dikembangkan oleh Aristoteles (322 SM) yang bermakna suatu seni untuk mengurus dan mengatur negara. Politik dipahami sebagai kegiatan suatu sistem negara yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian politik menurut BN Marbun (dalam MissNovy, 2012:http://missnovy.edublogs.org) adalah:

a. Politik sebagai segala hal mengurus negara

b. Politik sebagai aneka macam kegiatan dalam suatu negara menyangkut pengambilan keputusan yang menyangkut tujuan negara maupun pelaksanaannya

c. Politik sebagai suatu kebijakan

d. Politik sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu

Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan politik merupakan suatu cara atau seni yang dipakai untuk mencapai tujuan bersama, berdasarkan keputusan dan kebijakan yang telah diambil bersama.

Politik pendidikan adalah suatu kebijakan dalam dunia pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003. Ranah politik dan kekuasaan harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan

(7)

mencerahkan peradaban bangsa ini. Tokoh liberalisme pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan peradaban bangsa ini. Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin, Paulo Freire (dalam Dwkurniosaputro, 2009:http://dwikurniasaputro.wordpress.com) pernah menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara. Bangsa yang politik pendidikannya buruk maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus. Landasan politik pendidikan berfungsi untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam hal penyelenggaraan pendidikan.

Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SD sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tak memiliki ruang belajar sama sekali.

Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah.

Dengan kondisi tersebut, bagaimana mungkin bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM)-nya sudah lebih maju. Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang memberikan seluas- luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945.

II.2 LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dalam usia 78 tahun kemerdekaan Indonesia, dunia pendidikan kita tampaknya masih terpasung kepentingan politik praktis dan ambiguitas kekuasaan. Padahal, politik dan kekuasaan suatu negara memegang kunci keberhasilan pendidikan.

(8)

Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Ranah politik dan kekuasaan harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan peradaban bangsa ini.

Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara.

Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus. Pertanyaannya kini, bagaimanakah realitas politik pendidikan kita saat ini?

Semenjak kemerdekaan sampai dengan era reformasi perjalanan politik pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu di era orde lama, pada tahun 1954, di era orade baru, dan sat ini di era reformasi.

Landasan politik pendidikan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Praktik pendidikan di Indonesia berubah-ubah seiring dengan perubahan kebijakan politik yang diambil pemerintah di berbagai masa kepemerintahannya. Dimulai dari pelaksanaan pendidikan pada masa penjajahan hingga kini pada era reformasi. Berikut ini implikasi landasan politik terhadap pendidikan di Indonesia dari masa ke masa:

II.2.1 Pendidikan pada Masa Penjajahan Belanda

Pendidikan pada masa penjajahan Bangsa Belanda dipetakan dalam 2 periode besar yaitu pada masa VOC dan masa pemerintahan Hindia Belanda. Pendidikan pada masa VOC (sebuah kongsi perusahaan dagang) tidak lepas dari kepentingan komersial dan memiliki ciri khas profil guru umumnya adalah guru agama (Kristen) dan dikendalikan oleh kalangan gereja.

Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Pendidikan Dasar

Dibagi dalam 3 kelas berdasarkan peringkatnya. Kelas 1 (tertinggi) diberikan pelajaran membaca dan menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 tidak ada pelajaran berhitung. Kelas tiga fokus pada alfabet dan mengeja kata – kata. Contoh sekolahnya adalah Bataviasche School dan Burgerschool.

(9)

2) Sekolah Latin

Dilakukan dengan sistem in de kost di rumah pendeta.

3) Sekolah Seminari

Sekolah untuk mendidik calon – calon pendeta, dibagi dalam 4 kelas berjenjang yaitu kelas 1 belajar membaca, menulis, agama dan bahasa Belanda, Melayu dan Portugis.

Kelas 2 pelajarannya ditambah dengan bahasa Latin. Kelas 3 ditambah bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Sedangkan kelas 4 materinya pendalaman oleh kepala sekolah. Sistem pendidikannya model asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari. Ditutup tahun 1755.

4) Akademi Pelayaran

Untuk mendidik calon perwira pelayaran dengan masa studi 6 tahun. Materinya meliputi pelajaran matematika, bahasa latin, bahasa melayu, Malabar dan Persia, pelajaran navigasi, menulis, menggambar, agama, ketrampilan naik kuda, anggar, dan dansa. Ditutup tahun 1755.

5) Sekolah China

Didirikan untuk keturunan China yang miskin, ditutup karena ada peristiwa de chineezenmoord (pembunuhan China)

6) Pendidikan Islam

Pendidikan untuk komunitas muslim dan VOC tidak ikut campur mengurusinya.

Pendidikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda relatif lebih maju dengan prinsip – prinsip sebagai berikut:

1. Tidak memihak pada satu agama tertentu.

2. Membuat anak didik mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung colonial 3. Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan kelas sosial.

4. Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.

5. Penyerahan pengelolaan pendidikan pada negara bukan lagi pada lembaga keagamaan (gereja).

Contoh Sekolahnya adalah sekolah artileri di Jatinegara, sekolah pelayaran di Semarang, sekolah bidan di Jakarta dan Sekolah Tari di Cirebon. Gubernur Jendral Daendels adalah tokoh pertama yang menginstruksikan para bupati agar mengusahakan pendidikan bagi

(10)

pribumi yang dilanjutkan oleh gubernur Jendral Janssens. Pada masa Gubernur Jendral Van Deventer, pemerintah Hindia Belanda menerapkan politik Etis dengan prinsip:

1. Bahasa Belanda diupayakan sebagai bahasa pengantar pendidikan.

2. rendah bagi pribumi disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Pemerintah Hindia Belanda masih menerapkan sekolah berdasarkan strat fikasi social yang terbagi menjadi 3 golongan sebagai berikut:Golongan Eropa, Golongan Bumiputera, Golongan timur asing.

Untuk golongan pribumi stratifikasi sosialnya adalah Aristokrat, ulama dan rakyat biasa.

Contoh sekolahnya adalah sebagai berikut: Sekolah dengan pengantar bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan bahasa pengantar bahasa daerah ( IS, VS, Vgs), sekolah Lanjutan (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan Kejuruan. Pendidikan pada masa ini diprioritaskan bagi anak kolonial dan bangsawan,sedangkan anak bumi putera hanya mengecap pendidikan seadanya ,karena dipersiapkan untuk menjadi pegawai pemerintah rendahan. Akhirnya terjadi kekalahan militer dan politik dari kerajaan Inggris sehingga Hindia Belanda dikelola oleh Inggris dibawah Gubernur Jendral Raffles selama 5 tahun.

II.2.2 Pendidikan pada Masa Penjajahan Inggris

Inggris tidak menaruh perhatian besar pada pendidikan tapi mereka berminat melakukan eksplorasi ilmiah sehingga muncullah karya fenomenal seperti:

1) History Of Java Karya Raffles 2) Sejarah Sumatra

3) Kamus Melayu dan Pelajaran bahasa Melayu karya Marsden

4) Java Government Gazettes tentang ilmu pengetahuan daerah dan penduduk 5) Kajian Botani oleh Horsfield

6) Kajian kepemilikan Tanah oleh Colin McKenzie II.2.3 Pendidikan pada Masa Penjajahan Jepang

Jepang memulai penjajahan di Indonesia dengan konsep Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dan Semboyan Asia Untuk Bangsa Asia. Jepang mengelola pendidikan di Indonesia saat itu dengan motif untuk mendukung kemenangan politik.Kebijakan Pendidikannya diterapkan dengan cara:

1. Penghapusan semua penggunaan bahasa Belanda dan menggantinya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.

(11)

2. Dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kasta.

3. Mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal.

4. Menutup sekolah – sekolah Belanda.

5. Melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan

Sedangkan sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang yaitu:

1. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko) dengan masa studi 6 tahun.

2. Pendidikan lanjutan yang terdiri dari Shoto Chu Gakko (SMP) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (SMA) dengan lama studi 3 tahun.

3. Pendidikan Kejuruan.

4. Pendidikan Tinggi

Selain itu Jepang juga melatih guru – guru untuk dengan materi – materi yaitu:

1. Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu

2. Nipon Seisyin (Latihan Kemiliteran semangat Jepang) 3. Bahasa, sejarah dan adat istiadat Jepang.

4. Ilmu bumi dengan perspektif geopolitik.

5. Olahraga dan nyanyian Jepang

Selain itu untuk pembinaan kesiswaan Jepang mewajibkan siswa untuk melakukan:

1) Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo setiap hari.

2) Mengibarkan bendera Jepang Hinomura.

3) Menghormati kaisar Jepang Tenno Heika.

4) Dai toa bersumpah setia dengan cita – cita Asia Timur Raya.

5) Bahasa Jepang wajib dipelajari.

6) Penggunaan bahasa Indonesia.

7) Latihan fisik militer

II.2.4 Kebijakan pendidikan di era orde lama ditahun 1954.

Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis.

Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua

(12)

kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.

II.2.5 Kebijakan politik pendidikan nasional di era orde baru

Dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan ditahun 1989. Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi.

Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga menjadi kader-kader yang

‘yes man’, selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif, yang ada hanyalah birokrat yang “sendikho dhawuh”. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme.

Orang-orang atau cendekia yang idealis, kritis, dan inovatif tiba-tiba memble ketika masuk pada jalur birokrasi.

Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu sebab kuatnya intervensi kekuasaan sangat mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa orba, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. (Mu’arif, 2008:13)

Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati.

Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam, ya serba seragam.

II.2.6 Kebijakan politik pendidikan nasional di era reformasi

Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional N0 20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top- down diubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up.

(13)

Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah.

Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini.

Kebijakan politik yang paling di sorot pada masa ini adalah kebijakan- kebijakan tentang otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti- ganti.

1. Otonomi Daerah dalam bidang pendidikan

Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan cita- cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.

Desentralisasi bidang pendidikan dimulai dengan keluarnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang Peribangan Keuangan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari TK sampai dengan SMA menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi.

Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, signal-signal adanya banyak masalah baru sudah tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling lempar tanggung jawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya. Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar-lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemda karena besarnya dana yang diperlukan untuk itu. Sementara, di lain pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.

(14)

2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan angin segar bagi dunia pendidikan dasar dan menengah. KTSP dimaknai sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Ini berarti satuan pendidikan tertantang untuk menterjemahkan standar isi yang ditentukan oleh Depdiknas.

Bahkan diharapkan sekolah mampu mengembangkan lebih jauh standar isi tersebut.

Meskipun sekolah diberi kelonggaran untuk menyusun kurikulum, namun tetap harus memperhatikan rambu-rambu panduan KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hal ini diharapkan agar selalu ada sinkronisasi antara standar isi dan masing-masing KTSP.

Dalam prakteknya, peluang ini juga akan menghadapi kendala yang tidak ringan, Pertama, belum semua guru atau bahkan kepala sekolah mempunyai kemampuan untuk menyusun kurikulum. Kedua, semua komite sekolah atau bahkan orang Depdiknas belum memahami tatacara penyusunan sebuah kurikulum yang baik. Ketiga, kebingungan pelaksana dalam menerjemahkan KTSP.

Sudah sering dikemukakan oleh berbagai kalangan, ketidaklogisan KTSP terjadi karena seolah diberikan kebebasan untuk mengolaborasikan kurikulum inti yang dibuat Depdiknas, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah dengan melalui Ujian Nasional (UN) justru yang paling menentukan kelulusan siswa.

3. Ujian Nasional

Kebijakan pemerintah melaksanakan Ujian Nasional selalu menghadirkan pro dan kontra. Bagi yang sependapat UN merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah di negeri ini. Sementara bagi yang kontra, UN justru akan membebani siswa dalam belajar. Bahkan menjadi hantu yang menakutkan dan kemungkinan besar justru mematikan potensi anak.

Lepas dari setuju tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan, kenapa UN dijadikan alat vonis penentuan kelulusan? Adilkan suka duka siswa dalam belajar selama tiga tahun hanya ditentukan nasibnya selama tiga hari pelaksanaan UN?

Kontroversi mengenai ujian nasional (UN) kebijakan ini dengan jelas menggambarkan betapa lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini.

Visi adalah sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi kalau suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata untuk mengejar target, di mana visi

(15)

pendidikan kita yang mencerdaskan itu ? Inilah yang membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Sasaran apa yang hendak dicapai?

Kita menghadapi persoalan sangat mendasar dalam konteks kebijakan ini. Apakah dengan adanya Ujian Nasional ini mutu pendidikan kita bisa ditingkatkan? Sayang sekali pertanyaan ini selalu luput dari perhatian.

Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh Ujian Nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini kita sering menjadikannya sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan kita semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji seperti korupsi, manipulasi anggaran, dan kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.

II.3 MASALAH DAN CARA MENGATASI PENERAPAN LANDASAN POLITIK PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI

Mencermati tuntutan abad ke-21 dankondisi politik pendidikan saat ini, berikut ditawarkan sejumlah strategi untuk memperbaiki praktek-praktek politik pendidikan Indonesia agar lebih meng-Indonesia.

 Politik pendidikan Indonesia harus berpijak pada bumi dan budaya nusantara, yaitu mengacu pada ideologi Pancasila, Konstitusi UUD 45, persatuan dan kesatuan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, kekayaan, karakteristik, dan kebutuhan Indonesia.

Penyelenggaraan pendidikan nasional harus fokus menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang berjati diri Indonesia, mampu mengelola kekayaan apa saja yang ada di bumi Indonesia, baik kekayaan natural, sosial, maupun kultural.

Karakteristik Indonesia yang agraris dan maritim membutuhkan generasi muda yang mampu mengelola pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan. Indonesia harus mampu mencukupi kebutuhannya sendiri, misalnya kebutuhan pangan, minuman, sandang, obatobatan, energi, dan ini semua memerlukan teknolog-teknolog yang mampu: (1) mengelola pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan untuk memenuhi kebutuhan sendiri Indonesia;

(2) mengambil dan mengolah sumber daya natural/alam, misalnya tambang/mineral, minyak, gas bumi, dan batu bara; (3) mengelola berbagai sektor sekunder dan sub-sub sektornya, misalnya perindustrian, manufaktur, permesinan, dan peralatan rumah tangga; dan (4) mengelola berbagai sektor tersier dan subsub

(16)

sektornya, misalnya bank, transportasi, dan distribusi; dan berbagai sektor kuarter dan sub-sub sektornya, yang ragamnya sangat banyak.

 Pendidikan Indonesia dalam abad ke-21 menghadapi lingkungan strategis yang sangat kompleks, turbulen, labil, dan sulit diramalkan, yaitu regulasi, kemajuan ekonomi, dinamika politik, dinamika sosial-kultural, kemajemukan/kebhinnekaan, tuntutan desentralisasi, kemajuan ilmu dan teknologi, dan tuntutan global.

Menanggapi keragaman dinamika lingkungan strategis tersebut, politik pendidikan Indonesia harus mampu menyaring (memilah dan memilih) nilai-nilai yang selaras dengan ideologi Pancasila, Konstitusi UUD 45, karakteristik, kekayaan, kebutuhan, dan budaya Indonesia. Jangan sampai pendidikan Indonesia terpeleset ke lembah destruksif, hanyut ke dalam nilai-nilai posesifme-materialisme-pragmatisme yang ekspansif dan serakah, dan jangan terperosok ke dalam jurang dehumanisasi dan objektivikasi pendidikan yang jelas-jelas merusak hakikat pendidikan, yaitu membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.

 Penyelenggaraan pendidikan nasional harus mampu memberikan bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar dalam: (1) mengembangkan kualitas dasar (daya pikir, daya hati, daya fisik); (2) mengembangkan kualitas instrumental (ilmu, teknologi, seni, dan olah raga) yang berpijak pada bumi dan budaya Indonesia, selaras dengan kekayaan, karakteristik, dan kebutuhan Indonesia; (3) mengembangkan kualitas ke-Indonesia-an yang berpijak pada Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika); dan (4) mengembangkan kualitas global, yaitu manusia yang digdaya dalam menghadapi persaingan global.

 Pembangunan pendidikan harus bertitiktolak dari proses humanisasi, proses ditingkatkannya harkat-martabat manusia, tumbuhnya harga diri, kemandirian, serta terjaganya kebahagiaan rakyat.” (Swasono, 2012).

 Pengelolaan pendidikan dibenahi termasuk pengelolaan kesenjangan pendidikan.

Integrasi pengelolaan pendidikan antara pemerintah pusat dan daerah dibenahi melalui integrasi dan sinkronisasi kebijakan, perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, implementasi, koordinasi, dan pengendalian pendidikan. Selain itu, keselarasan dan kompatibilitan pengelolaan pendidikan antar jenjang pemerintahan diupayakan melalui pembenahan musyawarah perencanaan pembangunan pendidikan dan koordinasi serta sinkronisasi yang dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dan penggunaan jaringan teknologi informasi dan

(17)

komunikasi (egovernment). Pengelolaan kesenjangan pendidikan, baik dari segi pemerataan maupun mutu, dilakukan melalui intervensi-intervensi secara struktural, kultural, dan figural. Secara struktural, pengelolaan kesenjangan pendidikan dilakukan melalui kebijakan, perencanaan, dan penganggaran pendidikan yang lebih pro kemiskinan dan pro daerah tertinggal, terpencil, terpencar, dan terisolir. Sebenarnya, Pemerintah sudah memberikan dana alokasi khusus untuk daerah-daerah tertinggal namun penggunaannya kurang luwes karena hanya untuk infrastruktur. Padahal, rendahnya angka partisipasi pendidikan disebabkan oleh banyak faktor, bukan hanya karena kekurangan infrastruktur (prasarana). Kemiskinan, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan, kesulitan geografis, dan sebagainya membutuhkan solusi yang sesuai.

Intervensiintervensi kultural dilakukan melalui pengubahan kebiasaan-kebiasaan perilaku masyarakat yang tidak pro terhadap pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anaknya untuk keluar dari kesengsaraan. Intervensiintervensi secara figural dilakukan melalui advokasi-advokasi pendidikan untuk mengubah pola pikir (mind set), pola hati (heart set), pola keterampilan (skill set), dan pola tindak/perilaku (action set).

(18)

BAB III PENUTUP

III.1 Simpulan

Politik pendidikan adalah suatu kebijakan dalam dunia pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah- langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.

Kebijakan pendidikan tidak terlepas dari kekuasaan, sesuai yang dikemukakan oleh pakar pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara, Romo Mangun, Paoulu Fiere Dan Amarta Sen, kekuasaanlah yang mempreteli hak-hak kebebasan manusia untuk mengecap pendidikan.

Dengan demikian kebijakan pendidikan haruslah didasarkan pada ilmu politik normative (ilmu yang mengkaji atau mengevaluasi masyarakat yang ada maupun yang akan lahir) yang dalam masyarakat Indonesia berarti mewajibkan pendidikan berdasarkan nilai-nilai moral pancasila. Kebijakan pendidikan harus berdassarkan teori dan kenyataan dilapangan agar dapat menjadi masukan untuk kebijakan pendidikan berikutnya.

III.2 Implikasi

Landasan politik pendidikan yang kuat dan terimplementasi dengan baik akan membentuk generasi muda yang lebih terdidik, berdaya saing, dan berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa dan negara.

Peningkatan kualitas pendidikan akan memberikan dampak jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan perkembangan sosial di Indonesia.

(19)

Dengan memahami dan mengatasi masalah-masalah dalam sistem pendidikan, Indonesia dapat bergerak menuju masa depan yang lebih cerah dan berkualitas bagi generasi mendatang.

III.3 Saran.

Bagi para pemegang hak untuk mengambil kebijakn khususnya kebijakan politik kiranya dapat memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: Pendidikan merupakan Hak asasi Manusia, Culture budaya bangsa kita, Letak geografis bangsa kita, Keadaan psikologis peserta didik kita, Profesionalisme pendidik kita. Sehingga apapun yang menjadi hasil perumusan dari kebijakan pendidikan semua masalah-masalah tersebut dapat terjawab.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan. 2013. LANDASAN PENDIDIKAN/PS. Bandung : Pustaka Setia.

Pidarta, Made. 2009. LANDASAN KEPENDIDIKAN : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta.

https://agustinafatmawati96.wordpress.com/2013/06/04/landasan-politik-dalam- pendidikan/

https://www.academia.edu/6831612/LANDASAN_POLITIK_PENDIDIKAN_Pendidikan https://www.studocu.com/id/document/universitas-negeri-jakarta/landasan-

pendidikan/landasan-politik/44245595

https://rimatrian.blogspot.com/2014/12/landasan-politik-pendidikan.html

https://media.neliti.com/media/publications/114488-ID-pengaruh-politik-dalam-bidang- pendidikan.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, karenanya visi otonomi daerah di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang

22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang tercermin dari alokasi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu bentuk

Desentralisasi dan otonomi daerah sebagai perwujudan demokrasi, Good Governance, adalah landasan pemerintahan yang tidak dapat ditawar lagi.. Check and Balance antara

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,

Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang tercermin dari alokasi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu bentuk

Sebagai bentuk konkret dari pengoperasian otonomi beserta konsep organisasi publik dan pengabdian bagi kepentingan publik, sehingga harus bertanggungjawab kepada publik selaku pihak