• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS TUBERKULOSIS PARU PRIMER KASUS BARU DI DESA

N/A
N/A
Muhammad Nafi

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN KASUS TUBERKULOSIS PARU PRIMER KASUS BARU DI DESA "

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU PRIMER KASUS BARU DI DESA CITALEM

Oleh :

dr. Muhammad Nafi

Dokter Pembimbing:

dr. Hj. Elis Carmanah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA PERIODE II MEI 2023 – NOVEMBER 2023 PUSKESMAS CITALEM

KABUPATEN BANDUNG BARAT 2023

(2)

BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 37 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Desa Citalem Agama : Islam

Status Marital : Menikah Pendidikan : SD

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 24 Juni 2023 pukul 11.00 WIB Keluhan utama

Pasien datang ke puskesmas citalem dengan keluhan batuk berdahak sejak 6 bulan sebelum ke puskesmas

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki berusia 37 tahun datang ke puskesmas citalem dengan keluhan batuk sejak 6 bulan yang lalu, batuk disertai dahak kehijauan, terkadang ada darah. Keluhan batuk juga disertai dengan demam di malam hari dan sesak. Pasien menyangkal keluhan lain seperti flu, mual, muntah dan keringat di malam hari.

Pasien mengaku nafsu makannya turun semenjak sakit, sehingga BB nya turun dan pasien juga sering merasa lemas. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mempunyai keluhan serupa sebelumnya. Pasien juga tidak mempunyai riwayat sakit hipertensi, asma dan DM. Pasien menyangkal adanya Riwayat alergi makanan maupun obat.

(3)

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien memliki 2 anak yang tinggal Bersama dengan pasien saat ini, Anak ke 2 dari pasien mempunyai riwayat batuk sejak 2 bulan sebelum berobat ke puskesmas 4. Riwayat Sosial

Pasien tinggal satu rumah bersama istri dan kedua anaknya, pasien tinggal di daerah padat penduduk, ventilasi rumah sudah baik dan sumber air dari sumur. Pasien merupakan perokok aktif sejak sekolah. Pasien tidak minum kopi dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai kebiasaan membuang ludah sembarangan dan tidak memakai masker saat bertemu dengan keluarga maupun orang lain. Pasien sehari hari bekerja sebagai buruh bangunan dan di lingkungan kerjanya tidak ada yang mempunyai keluhan serupa.

5. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien sebelumnya sudah berobat ke klinik dan diberikan obat antibiotik, namun keluhan tidak berkurang

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis (GCS E4 M6 V5) Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/mnt

Respirasi : 25 x/mnt

Suhu : 36,5 0C

BB : 55 kg (sebelumnya 67 kg

TB : 168 cm

BMI : 19.5 kg/m2

Mata : Konjungtiva pucat: -/-, sklera ikterik: -/-

(4)

Thorak :

- Jantung : BJ I & BJ II reguler murni, suara BJ tambahan (-) - Pulmo :

Inspeksi :bentuk simetris, ukuran dinding dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi intracosta (-)

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, Fremitus raba : D/S sama, Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Suara tambahan rhonki basah (+/+) pada Apex Paru, Suara tambahan wheezing (-/-), Suara gesek pleura (-/-)

Abdomen : bising usus (+), nyeri pada ulu hati (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai bawah (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada tanggal 24 Juni 2023 dilakukan pemeriksaan sputum pagi dan sewaktu, kemudian pada tanggal 30 Juni 2023 diketahu hasil pemeriksaan sputum pagi dan sewaktu pasien postif

DIAGNOSIS

Tuberkulosis paru primer kasus baru

RENCANA TATALAKSANA 1. Farmakologi

a. Paracetamol tablet 3 x 500 mg b. fixed dose combination:

i. Isoniazid 1x 75 mg ii. Rifampisin 1x 150 mg iii. Ethambutol 1x 275 mg iv. Pirazinamid 1x 400 mg c. Curcuma tablet 2 x 20 mg

(5)

2. Non-Farmakologi

a. Meminta pasien agar teratur minum obat dan memberi tahu bahaya dari putus obat, serta meminta keluarga pasien untuk mengawasi keteraturan pasien minum obat

b. Memberitahu pasien kemungkinan efek samping obat

c. Mengedukasi pasien agar tetap memakai masker saat bertemu orang lain dan saat keluar rumah

d. Meminta pasien agar tidak membuang ludah sembarangan

e. Mengedukasi keluarga pasien untuk mengkonsummsi terapi pencegahan

PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam Ad Sanationam : dubia ad bonam Ad Fungtionam : dubia ad bonam

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TUBERKULOSIS PARU

2.1. Definisi

Menurut Depkes RI, dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya

2.2. Etiologi

Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB: Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular antar manusia melalui rute udara.

Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui percik renik atau droplet nucleus yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru batuk, bersin, atau bicara. Percik renik, yang merupakan partikel kecil berdiameter 1 sampai 5 mikrometer, dapat menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik ini memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru, dimana bakteri kemudian bereplikasi.

(7)

2.3. Epidemiologi

Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan kasus TBC terbanyak di dunia.

Berdasarkan Global TB Report 2021, diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323 (48%). Masih ada sekitar 52%

kasus TBC yang belum ditemukan. Pada tahun 2022 data per bulan September untuk cakupan penemuan dan pengobatan TBC sebesar 39% dan angka keberhasilan pengobatan TBC sebesar 74%. Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030 dengan target insiden rate 65/100.000 penduduk dengan angka kematian 6/100.000 penduduk.

Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan minim ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama.

Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili dengan cepat, namun bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Kontak dekat dalam waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan risiko penularan.

Apabila terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang menjadi penyakit TB aktif bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu dengan sistem imun yang normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit TB dan hanya 10% dari kasus akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus terjadi segera setelah terinfeksi dan setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko paling tinggi terdapat pada dua tahun pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah dari kasus terjadi.

Kelompok dengan risiko tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.

Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB aktif dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50- 60% orang dengan HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif. Hal ini juga dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun mengalami penekanan seperti pada kasus silikosis, diabetes melitus, dan penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam jangka panjang.

(8)

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :

a. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.

b. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang.

c. Perokok

d. Konsumsi alkohol tinggi

e. Anak usia dibawah 5 tahun dan lansia

f. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius.

g. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh:

lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang) h. Petugas kesehatan

2.5. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:

1.

Batuk lebih dari 2 minggu

2.

Batuk berdahak

3.

Batuk berdahak dapat bercampur darah

4.

Dapat disertai nyeri dada

5.

Sesak napas

Dengan gejala lain meliputi : 1. Malaise

2. Penurunan berat badan 3. Menurunnya nafsu makan

(9)

4. Menggigil 5. Demam

6. Berkeringat di malam hari 2.6. Diagnosis

Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain), pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO. Pada wilayah dengan laboratorium yang terpantau mutunya melalui sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru BTA positif ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari satu spesimen. Pada daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya, maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen dengan BTA positif

(10)

Gambar 1. Alur diagnosis TB 2.7. Patofisiologi

Setelah inhalasi, droplet terbawa menuju percabangan trakea-bronkial dan menempel dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus, di mana droplet tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian akan memproduksi sebuah respon nonspesifik terhadap bakteri. Infeksi bergantung pada kapasitas virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag alveolus yang mencernanya. Apabila baketri dapat bertahan melewati mekanisme pertahanan awal ini, bakteri dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.

Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam sekali di dalam makrofag. Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun eksotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi. Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon imun

Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke organ lain.

Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki resistensi terhadap replikasi basili ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan hampir selalu mudah terinfeksi oleh Mycobacteria. Organisme akan dideposit di bagian atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ tersebut sangat menunjang pertumbuhan bakteri Mycobacteria. Pada beberapa kasus, bakteri dapat berkembang dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun seluler spesifik yang dapat membatasi multiplikasinya. Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke organ lain.

Infeksi primer terjadi pada paparan pertama terhadap tuberkel basili. Hal ini biasanya terjadi pada masa anak, oleh karenanya sering diartikan sebagai TB anak. Namun, infeksi ini dapat terjadi pada usia berapapun pada individu yang belum pernah terpapar M.TB sebelumnya. Droplet yang mengandung basili yang terhirup dan menempati alveolus terminal pada paru, biasanya terletak di bagian bawah lobus superior atau bagian atas lobus inferior paru. Basili kemudian mengalami terfagosistosis oleh makrofag; produk mikobakterial mampu menghambat kemampuan bakterisid yang dimiliki makrofag alveolus, sehingga bakteri dapat melakukan replikasi di dalam makrofag. Makrofag dan monosit lain bereaksi terhadap kemokin yang dihasilkan dan bermigrasi menuju fokus infeksi dan memproduksi respon imun. Area inflamasi ini kemudian disebut sebagai Ghon focus. Basili dan antigen kemudian bermigrasi keluar dari Ghon focus melalui jalur limfatik

(11)

menuju Limfe nodus hilus dan membentuk kompleks (Ghon) primer. Respon inflamasinya menghasilkan gambaran tipikal nekrosis kaseosa. Di dalam nodus limfe, limfosit T akan membentuk suatu respon imun spesifik dan mengaktivasi makrofag untuk menghambat pertumbuhan basili yang terfagositosis. Fokus primer ini mengandung 1,000–10,000 basili yang kemudian terus melakukan replikasi. Area inflamasi di dalam fokus primer akan digantikan dengan jaringan fibrotik dan kalsifikasi, yang didalamnya terdapat makrofag yang mengandung basili terisolasi yang akan mati jika sistem imun host adekuat. Beberapa basili tetap dorman di dalam fokus primer untuk beberapa bulan atau tahun, hal ini dikenal dengan “kuman laten”.

Infeksi primer biasanya bersifat asimtomatik dan akan menunjukkan hasil tuberkulin positif dalam 4-6 minggu setelah infeksi. Dalam beberapa kasus, respon imun tidak cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan bakteri dan basili akan menyebar dari sistem limfatik ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan penyakit TB aktif dalam beberapa bulan. TB primer progresif pada parenkim paru menyebabkan membesarnya fokus primer, sehingga dapat ditemukan banyak area menunjukkan gambaran nekrosis kaseosa dan dapat ditemukan kavitas, menghasilkan gambaran klinis yang serupa dengan TB post primer.

2.8. Tatalaksana

Prinsip Pengobatan TB, Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

2. Diberikan dalam dosis yang tepat

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

(12)

Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :

1. Tahap awal Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.

Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

2. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

Gambar 2. Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama Untuk Dewasa

Selain mengkonsumsi obat-obatan, pada pasien TB juga diperlukan pencegahan agara pasien dapat sembuh serta untuk memutus rantai transimisi penyebaran meliputi :

1. Modifikasi lingkungan

a. Membuka jendela kamar dan pintu rumah, menjemur kasur yang dipakai penderita TB Paru secara satu minggu sekali.

b. Membersihkan tempat-tempat lembab c. Menjaga PHBS

(13)

d. mengingatkan penderita tidak membuang dahak di sembarang tempat e. mengingatkan ketika batuk penderita harus menutup mulutnya dengan

tangan

2. Konsumsi obat, kontrol secara rutin dan meminta keluarga berperan sebagai PMO (Pengawas Menelan Obat) di rumah.

3. Pemberian TPT pada keluarga pasien dengan hasil pemeriksaan tidak menunjang untuk di diagnosis TB

2.9. Terapi Pencegahan TB

Penularan penyakit TB dimana bakteri sangat cepat di tularkan melalui udara dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Bakteri ini akan menularkan pada orang terdekat dengan pasien terinfeksi TB, ketika pasien TB tidak menutup mulutnya waktu batuk, bersin atau meludah di sembarang tempat. Pada saat daya tahan tubuh dalam kondisi baik, maka bakteri yang masuk kedalam tubuh akan dapat di cegah oleh sistem kekebalan imun yang ada di dalam tubuh. Sehingga tidak akan terinfeksi penyakit TB.

Namun, pada saat daya tahan tubuh dalam kondisi sedang kurang sehat, maka bakteri TB akan dapat berkembang biak dengan cepat dan dapat terinfeksi oleh penyakit TB.

Oleh karena itu, orang yang terkena TB dengan kondisi laten tetap harus minum obat untuk pencegahan agar bakteri TB ini tidak berkembang biak. Yang perlu di berikan obat pencegahan TPT(Terapi Pencegahan TBC) adalah orang tidak sakit TBC, tapi memiliki kondisi seperti berikut :

a. Kontak erat dengan penderita TBC dan tinggal satu rumah.

b. Orang pengidap HIV/AIDS (ODHA), yang dimana virus HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan imun tubuh sehingga ODHA yang lemah akan berisiko tertular infeksi TBC.

c. Orang yang berisiko terkena, seperti pasien kanker, pasien perawatan dialisis, pasien transpantasi organ, Warga Binaan Pemasyarakatan(WBP), perugas kesehatan yang kontak dengan penderita TBC, pasien yang mengidap DM(Diabetes Melitus).

(14)

Tersedia 4 macam pilihan untuk TPT(Terapi Pencegahan TBC) yang ada di Indonesia, seperti :

a. 1 Macam Obat Isoniazid(INH) di minum setiap hari selama 6 bulan.

b. 2 Macam Obat INH dan Rifampisin, di minum setiap hari selama 3 bulan.

c. 2 Macam Obat INH dan Rifapentine, di minum seadminggu sekali selama 3 bulan.

d. 2 Macam Obat LFX dan E, yang di minum setiap hari selama 6 bulan bagi anak yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC RO.

Gambar 3. Panduan Terapi Pencegahan TBC

2.10. Prognosis TB

Prognosis pasien tuberkulosis paru dengan pemberian obat antituberkulosis atau OAT yang efektif pada umumnya bisa sembuh secara sempurna. Namun, pasien lanjut usia, pasien anak, pasien dengan kondisi imunosupresi, dan pasien dengan tuberkulosis yang resisten obat cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk. Pasien tuberkulosis yang sudah sembuh secara sempurna juga dapat mengalami rekurensi atau kekambuhan jika tidak menjaga perilaku hidup bersih dan sehat, serta harus tetap menjaga pencetus atau faktor resiko yang dapat menyebabkan pasien kembali tertular tuberkulosis.

Keberhasilan pengobatan tergantung pada stadium penyakit pada saat didiagnosis, dengan fasilitas diagnostik modern, pasien didiagnosis sejak dini bersamaan dengan OAT yang sangat efektif, sehingga jumlah pasien dengan perubahan radiologis lanjut akan turun.

Pada pasien HIV-positif, prognosis juga bergantung pada tahap infeksi HIV dan Jumlah CD Status gizi yang baik dan kontrol dari setiap morbiditas membantu meminimalkan kemungkinan kekambuhan.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian yang dilakukan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Samarinda mengenai analisis laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja

Penularan TB paru terjadi dari individu ke individu lainnya melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang menyebar di udara saat seorang penderita TB paru bersin,