• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE MANIA TANPA GEJALA PSIKOTIK

N/A
N/A
0046@ HASRI INDAH NUR ALFIANI

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN KASUS GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE MANIA TANPA GEJALA PSIKOTIK"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE MANIA TANPA GEJALA PSIKOTIK

DOKTER PEMBIMBING Dr. Suzy Yusna Dewi, dr., Sp.KJ (K)

DISUSUN OLEH Fenni Cokro

030.09.086

RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 25 MEI 2015 – 20 JUNI 2015

(2)

STATUS PSIKIATRI Nama: Fenni Cokro

NIM : 030.09.086

Tanda Tangan

Tanda Tangan Dokter Pembimbing:

Dr. Suzy Yusna Dewi, dr., Sp.KJ (K)

Nomor Rekam Medik : 0000-00-xx-xx

Nama Pasien : Ny. K

Nama Dokter yang Merawat : -

Tanggal Datang ke UGD : 30 Mei 2015

Rujukan/datang sendiri/keluarga : Diantar oleh keluarga

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. K

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 21 Januari 1960

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jakarta

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Berdagang

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Riwayat Perawatan

 Tanggal 2 September 2014 dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan sampai tanggal 10 Oktober 2014, karena ngeracau dan berteriak melihat setan dan mendengar bisikan bahwa dirinya seorang artis terkenal.

 Tanggal 20 Maret 2015 dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan sampai tanggal 3 April 2015 karena pasien mengamuk dan membanting barang.

==================================================================

II. RIWAYAT PSIKIATRIK Autoanamnesis

 Tanggal 30 Mei 2015, pukul 11.00 - 12.00 WIB, di UGD RSJSH

 Tanggal 1 Juni 2015, pukul 11.00 – 12.00 di ruang perawatan Psikiatri Intensive Care Unit

(3)

 Tanggal 5 Juni 2015, pukul 16.00 – 17.00 di tempat tinggal pasien beserta anaknya di daerah Kepa (Home Visit)

Alloanamnesis

Wawancara dilakukan dengan anak pasien (Tn. M, 39 tahun, buruh). Wawancara dilakukan tanggal 30 Mei 2015 pukul 11.00-12.00 WIB di UGD RSJSH, tanggal 1 Juni 2015, pukul 11.00 - 12.00 di Cafetarian belakang poli Jiwa RSJ Soeharto Heerdjan dan tanggal 5 Juni 2015 pukul 16.00 – 17.00 di tempat tinggal pasien di daerah Kepa.

A. KELUHAN UTAMA

Pasien diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak tidur sejak 3 hari yang lalu.

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG

Pasien di antar oleh keluarganya ke UGD RSJ Soeharto Heerdjan dengan keluhan tidak tidur sejak 3 hari yang lalu. Menurut pasien, dirinya tidak merasa capek sehingga tidak membutuhkan istirahat atau tidur. Perilaku ini sudah sering muncul sewaktu berusia 30an tahun, tetapi menghilang dengan sendirinya. Menurut pasien, pada waktu itu pasien tidak dapat tidur selama seminggu karena pasien merasa gelisah dan takut sesuatu yang buruk akan menimpanya. Setelah mendapat saran dari tetangga, pasien pergi ke orang pintar dan menceritakan semua ketakukan dan kegelisahan pasien, dan pasien pulang dengan membawa sebotol air untuk diminum selama 7 hari berturut-turut. Pasien mengatakan setelah itu pasien merasa lega dan tidak ada beban sehingga pasien dapat tidur dengan nyenyak.

Sehari-hari pasien biasanya bekerja sebagai pedagang, menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari dan selalu ramah dengan siapa saja. Menurut keluarga pasien, lebih kurang setahun belakangan ini, perilaku pasien mulai banyak berubah. Pasien sering berbicara sendiri dan kadang ketika tetangga datang untuk membeli barang, pasien tampak melamun dan kadang jawaban pasien terdengar ngelantur (tidak nyambung). Keluarga pasien mengira pasien sudah pikun karena faktor usia. Sehingga keluarga pasien berinisiatif untuk menutup toko sehingga pasien dapat berisitirahat di rumah saja. Pada saat itu, pasien menurut dan tidak berkomentar. Di rumah pasien tampak diam melamun kemudian sering berbicara sendiri dan pasien mengatakan mendengar suara-suara yang memanggilnya tetapi suara tersebut tidak jelas kata- katanya.

(4)

Menurut keluarga pasien, sebelum kejadian ini, pasien sebelumnya pernah pingsan karena terpeleset di kamar mandi, tetapi dari hasil pemeriksaan dokter, tidak terdapat kelainan yang berarti sehingga pasien diperbolehkan pulang ke rumah. Karena keluarga pasien takut dengan perilaku pasien dapat bertambah parah, maka keluarga pasien membawa pasien berobat ke puskesmas kemudian pasien dirujuk ke RSJ Soeharto Heerdjan dan mendapatkan pengobatan. Dan setelah mendapat pengobatan, pasien mengalami banyak perbaikan dan sudah dapat berkomunikasi seperti sedia kala.

Setelah pengobatan, pasien istirahat di rumah dan hanya melakukan aktivitas rumah tangga saja. Di awal tahun 2015 ini, pasien baru sadar jika toko dagangnya sudah dijual oleh anaknya karena terlilit oleh hutang. Pasien saat itu sangat marah sekali dan sempat mengusir anaknya dari rumah. 3 hari kemudian, sewaktu anak pasien pulang ke rumah, pasien tampak berantakan dan tidak terurus. Pasien mulai suka marah- marah tidak jelas dan sempat membanting barang yang ada disekitarnya, setelah itu pasien kabur lari dari rumahnya. Pasien dibawa kembali ke RSJ Soeharto Heerdjan untuk diperiksakan kembali. Sehingga pasien kembali di rawat di rumah sakit.

Keyakinan, ketakutan, dan pikiran yang selalu dipikirkan oleh pasien disangkal.

pasien tidak merasa tidak nyaman atau dirinya berbeda seperti biasanya. pasien tidak merasa lingkungannya berubah, namun pasien sering merasa kesepian karena pasien sering ditinggal sendirian dirumah karena semua anaknya telah bekerja dan pulang hingga larut malam.

Menurut pasien, pasien mulai merasa sulit tidur sejak 3 hari yang lalu karena menurut pasien dirinya tidak merasa capek atau lelah. Menurut keluarga pasien, pasien tampak sibuk sekali. Mulai dari pekerjaan rumah tangga, pasien dapat mengulang aktivitas tersebut lebih kurang 2 kali (pagi dan sore hari). Pada siang hari pasien ikut arisan dengan tetangganya atau ikut pengajian. Sebelumnya pasien tidak pernah melakukan aktivitas seperti ini. Menurut pasien, jika pasien aktif maka tetangga akan mengenal diri pasien seperti sosok yang baru. Sehingga pasien memlih untuk tidak tidur karena akan mengurangi jatah waktunya untuk memperbaiki diri. pasien mengatakan dirinya sangat bugar jika terus menerus beraktivitas dan di dalam pikiran pasien banyak sekali kegiatan yang ingin dilakukan sehingga terkadang pasien bingung ingin memprioritaskan yang mana terlebih dahalu. Pasien ingin dapat aktif di organisasi

(5)

2013

Oktober 2014

April, 2015

wanita di sekitar rumahnya, aktif ikut pengajian dan ingin sekali dapat membantu di pemerintahan.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA 1. Gangguan Psikiatrik

Pasien pernah di rawat di rumah sakit jiwa dikarenakan pasien suka melamun serta bicara tidak jelas. Kemudian pasien juga pernah di rawat kembali karena marah- marah dan mengamuk.

2. Riwayat Gangguan Medik

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Kecelakaan (-), Trauma kepala (-), Kejang (-), Alergi (-)

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak pernah menggunakan obat- obatan terlarang sebelumnya.

4. Riwayat Gangguan Sebelummnya

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI 1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien merupakan anak tunggal. Pasien mengatakan tidak tahu mengenai riwayat kehamilan dan persalinan ibunya sebab orangtuanya sudah lama meninggal dan keluarga pasien berkata tidak pernah menanyakan hal tersebut.

2. Riwayat Pendidikan

Pasien menempuh SD selama 6 tahun, dan SMP 3 tahun. Selanjutnya pasien tidak meneruskan sekolah karena alasan kesulitan biaya.

3. Riwayat Pekerjaan

(6)

Pasien mengatakan bahwa ia sejak dulu adalah seorang pedagang di sebuah pasar.

4. Kehidupan Beragama

Pasien beragama Islam dan melakukan ibadah sholat lima waktu. Pasien mengatakan bahwa pasien berusaha untuk membaca kitab suci setiap hari, berdoa, dan mengikuti pengajian jika memungkinkan.

5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan

Pasien menikah satu kali. Suami pasien baru saja meninggal, yang membuat status perkawinannya saat ini menjadi janda. Hubungan pasien dengan tetangga maupun saudara-saudara baik. Pasien masih mengikuti kegiatan dengan orang- orang di sekitar tempat tinggalnya (bertamu, mengikuti pengajian). Hubungan dengan tetangga tidak ada masalah.

6. Riwayat Hukum

Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan.

E. RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak tunggal. Suami pasien sudah wafat, yang menyebabkan status pasien sekarang adalah janda. Pasien memiliki dua orang anak. Keduanya dalam keadaan sehat. Pasien mengatakan bahwa ia juga mengalami trauma akibat rumahnya mengalami kebakaran beberapa tahun silam.

(7)

F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG

Suami pasien sudah wafat. Ia hidup dengan bantuan dana dari anak pertama dan keduanya. Aktivitas sehari-hari pasien hanya sebagai berdagang.

G. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN KEHIDUPANNYA

Pasien menilai dan menyadari dirinya sakit, namun tidak tahu pada bagian apa/bagian tubuh mana yang bermasalah. Pasien mengetahui ia berobat di RSJSH. Persepsi lingkungan terhadap dirinya, ia dianggap stress dan selalu cemas.

==================================================================

III. STATUS MENTAL (Tanggal 30 Mei 2015 pukul 11.00 WIB) A. DESKRIPSI UMUM

1. Penampilan

Pasien seorang perempuan usia 50 tahun, tampak sesuai usianya, bertubuh kurus.

Pada saat wawancara pasien mengenakan baju terusan berwarna kemerahan dan

(8)

kerudung berwarna merah muda, menggunakan alas kaki sandal jepit. Kebersihan dan kerapihan diri cukup.

2. Kesadaran

a. Kesadaran sensorium/neurologik : compos mentis b. Kesadaran psikiatrik : tampak terganggu.

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

a. Sebelum wawancara : pasien sedang datang UGD RSJSH ditangani oleh dokter jaga UGD

b. Selama wawancara : pasien duduk didepan pemeriksa, melakukan kontak mata. Pasien duduk agak gelisah dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik. Pasien kadang tampak termenung, sebelum melanjutkan percakapan. Sesekali pasien tampak meremas tangannya.

c. Sesudah wawancara : Pasien beristirahat kembali di bed pasien 4. Sikap Terhadap Pemeriksa: kooperatif, tampak bersahabat

5. Pembicaraan

a. Cara berbicara : Pembicaraan spontan, lancar dan keras.

b. Gangguan berbicara : Atikulasi jelas B. ALAM PERASAAN (EMOSI)

1. Mood : euthym

2. Afek ekspresi afektif

a. Arus : cepat

b. Stabilisasi : stabil

c. Kedalaman : normal

d. Skala diferensiasi : normal e. Keserasian : serasi f. Pengendalian impuls : cukup

g. Ekspresi : ada

h. Dramatisasi : ada

i. Empati : dapat dirasakan

C. GANGGUAN PERSEPSI 1. Halusinasi : tidak ada

2. Ilusi : tidak ada

3. Depersonalisasi : tidak ada 4. Derealisasi : tidak ada

D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)

1. Taraf Pendidikan : Sesuai dengan tingkat pendidikan (tamat SMP) 2. Pengetahuan Umum : Baik (mengetahui nama presiden saat ini)

3. Kecerdasan : Rata-rata

4. Konsentrasi : Baik (Pasien dapat mengeja namanya dari depan kebelakang dan sebaliknya)

5. Orientasi

a. Waktu : Baik (dapat mengetahui waktu wawancara).

b. Tempat: Baik (pasien mengetahui ia berada di rumah sakit).

c. Orang : Baik (pasien mengetahui ia diantar oleh siapa ke rumah sakit).

(9)

d. Situasi : Baik (Pasien mengetahui situasi di sekitar RSJSH).

6. Daya Ingat

a. Jangka panjang : Baik (pasien dapat mengingat tanggal lahirnya)

b. Jangka pendek : Baik (pasien dapat mengingat ia naik kendaraan apa untuk ke rumah sakit).

c. Segera : Baik (Pasien dapat mengulang tiga nama benda yang disebutkan pewawancara)

7. Pikiran Abstraktif : Baik (pasien dapat mendeskripsikan perbedaan dan persamaan bola dengan jeruk)

8. Visuospasial : Baik (pasien mampu menggambar jam) 9. Bakat Kreatif : Tidak dapat terlihat

10. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik (pasien makan, mandi, dan berpakaian sendiri)

E. PROSES PIKIR 1. Arus Pikir

a. Produktivitas : berpikir cepat, banyak bicara b. Kontinuitas : flight of ideas, asosiasi baik c. Hendaya bahasa : Tidak ada

2. Isi Pikir

a. Preokupasi : tidak ada b. Waham : tidak ada

c. Obsesi : Tidak ada

d. Fobia : Tidak ada

e. Gagasan rujukan : Tidak ada f. Gagasan pengaruh : Tidak ada F. PENGENDALIAN IMPULS

Baik, selama wawancara pasien bersemangat dan tidak menunjukkan gejala yang agresif.

G. DAYA NILAI

1. Daya nilai sosial :

Baik (pasien mengetahui bahwa mencuri itu berdosa) 2. Uji daya nilai :

Baik (pasien akan mengembalikan dompet ke kantor polisi apabila menemukan dompet yang terjatuh di jalanan)

3. Daya nilai realitas : Buruk

H. TILIKAN

Derajat 2 : mempunyai sedikit pemahaman terhadap penyakit tetapi juga sekaligus menyangkal pada waktu yang bersamaan

I. RELIABILITAS

(10)

Taraf dapat dipercaya

==================================================================

IV. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS INTERNUS

Keadaan Umum : baik, tampak tidak sakit Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 171/101 mmHg Frekuensi Nadi : 127x/menit Frekuensi Napas : 20x/menit Suhu Badan : 36,3 C

Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, kering (+).

Kepala : Normocephali

Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak ... langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem -/-.

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret -/-Telinga : Normotia, membran timpani intak +/+, nyeri tarik -/-.

Mulut : Bibir merah, sariawan (-), trismus (-), halitosis (+), candidiasis (-).

Lidah : Normoglosia, warna merah muda, kotor (-), tremor (-), deviasi(-) Gigi geligi : Baik

Uvula : Letak di tengah, hiperemis (-) Tonsil :T1/T1, tidak hiperemis

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis

Leher : KGB supra klavikular tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba .membesar, trakea letak normal

Thorax Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, efloresensi dinding dada (-), pulsasi abnormal (-), gerak napas simetris, irama teratur, retraksi suprasternal (-).

Palpasi : Tidak dilakukan.

Perkusi : Tidak dilakukan.

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Tidak dilakukan.

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : S1 normal,S2 normal,reguler, murmur (-), gallop (-)

B. STATUS NEUROLOGIK

1. Saraf kranialis (I–XII) : Baik 2. Tanda rangsang meningeal : Tidak ada 3. Refleks fisiologis : (+) normal 4. Refleks patologis : Tidak ada

5. Motorik : Baik

(11)

6. Sensorik : Baik

7. Fungsi luhur : Baik

8. Gangguan khusus : Tidak ada

9. Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), tonus otot (N), tremor (-), distonia (-)

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien seorang wanita berusia 55 tahun datang ke UGD RSJSH diantar oleh keluarganya karena pasien sudah tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien merasa dirinya tidak capek atau lelah. Pasien merasa jika tidur itu akan menghabiskan waktunya untuk memperbaiki sosok dirinya. Pasien juga mengatakan aktif ikut dalam kegiatan sosial dan aktif melakukan kegiatan rumah tangga. Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami kejadian serupa dikarenakan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan. Akhir tahun 2014, pasien datang berobat karena pasien banyak melamun dan bicara tidak jelas. Awal tahun 2015, pasien datang karena mengamuk dan membanting barang. Setelah menjalani pengobatan, maka perilaku pasien banyak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Dari pemeriksaan Psikiatri ditemukan psikomotor pasien aktif, mood euthym, afek luas dan appropriate, sulit memulai konsentrasi, mempertahankan konsentrasi, dan mudah teralihkan (distraktibilitas). Pasien tidak mengalami gangguan pengendalian diri. Tilikannya derajat 2.

=================================================================

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK

Aksis I: Gangguan Klinis dan Kondisi Klinis yang Menjadi Fokus Perhatian Khusus

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini dapat digolongkan kedalam:

1. Gangguan kejiwaan karena adanya :

 Ganguan fungsi / hendaya (disabilitas): gangguan dalam fungsi sosial seperti gangguan hubungan intrapersonal (pasien tampak aktif di lingkungan sekitarnya).

 Distress / penderitaan: impulsif, marah-marah apabila keinginannya tidak dipenuhi dan mudah terdistraksi.

2. Gangguan jiwa ini sebagai GMNO, karena:

(12)

- Tidak ada gangguan jiwa yang disebabkan oleh penyakit organik.

- Tidak ada penurunan kesadaran biologis.

- Tidak ada gangguan kognitif (orientasi dan memori).

- Tidak ada gangguan akibat penyalahgunaan obat atau riwayat konsumsi NAPZA.

3. Gangguan jiwa ini tidak disebabkan pengaruh zat psikoaktif

 Tidak ada gangguan akibat penyalahgunaan obat dan zat psikoaktif yang berefek pada episode saat ini (menurut pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan NAPZA).

4. Gangguan non-psikotik, karena tidak adanya hendaya dalam menilai realita.

Menurut PPDGJ III, gangguan yang dialami pasien ini adalah gangguan afektif bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik karena memenuhi kriteria seperti:

o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1); dan

o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau

Aksis II: Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental

Tidak ada gangguan kepribadian karena tidak terdapat ciri patologik dari kepribadian.

Tidak ada retardasi mental karena pasien mampu menempuh sekolah sampai lulus SMP

Aksis III: Kondisi Medis Umum

Tidak ada kelainan fisik dan cacat bawaan yang ditemukan.

Aksis IV: Problem Psikososisal dan Lingkungan

 Masalah keluarga (sering merasa kesepian karena ditinggal oleh anaknya bekerja hingga larut malam).

Aksis V: Penilaian Fungsi Secara Global

Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien dan observasi, maka skala Global Assesment of Functioning (GAF) ditentukan berikut ini:

GAF current : 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas social ringan)

GAF saat masuk RS : 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas social ringan)

GAF HLPY : 90-81 (gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa)

==================================================================

(13)

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik

Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis Aksis III : Tidak ada (none)

Aksis IV : Masalah perumahan

Aksis V : GAF current : 80-71

GAF saat masuk rumah sakit : 80-71

GAF HLPY : 90-81

==================================================================

VIII. PROGNOSIS

A. Quo ad vitam: dubia ad bonam (gangguan afektif bipolar episodik manik tanpa gejala psikotik tidak menyebabkan kematian, tidak ada tanda-tanda pasien menderita.gangguan organik atau penyakit lain).

B. Quo ad functionam: dubia ad bonam (pasien masih dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dengan gangguan yang masih dalam tahap bisa ditanggulangi)

C. Quo ad sanactionam: dubia ad bonam (gejala yang timbul dapat minimal asalkan pasien mengonsumsi obat dan melakukan terapi relaksasi)

IX. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologik : - Tidak didapatkan kelainan organik B. Psikologi/psikiatri :

- Preokupasi tentang bencana atau musibah yang akan dialami - Tilikan derajat 2

C. Sosial/keluarga :

- Jika gejala muncul, didapatkan hendaya dalam aktivitas sehari-hari

==================================================================

X. TERAPI Terapi Farmakologi

Pada Gangguan Afektif Bipolar (manic depressive disorder) dengan serangan-serangan episode mania/depresi : Lithium Carbonate sebagai obat profilaksis terhadap serangan sindrom mania/depresi, dapat mengurangi frekuensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan.

Depakote Na Dosis : 3 x 250 mg Efek Terapi :

– Efektif pada subtipe Bipolar – Efektif utk gejala psikotiktif

– Efek samping Gangguan kognitif kurang dari lithium Efek samping :

– Efek sedasi

(14)

– -Rambut rontok – -Peningkatan BB – -tremor

– -Gangguan GI – -thrombositopenia

– -Hepatoksisitas ,pancreatitis (jarang) – -Polycystic Ovarian Syndrome

– -Harus monitor kadar obat dlm plasma Psikoedukasi

Dilakukan psikoedukasi pada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang dialami pasien, gejala yang mungkin terjadi, rencana tatalaksana yang mungkin diberikan, pilihan obat, efek samping pengobatan, dan prognosis penyakit.

Psikoterapi

 Psikoterapi suportif

- Ventilasi : pasien diberikan kesempatan untuk meluahkan isi hatinya

- Sugesti : menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan hilang

- Reassurance : meyakinkan pasien bahwa dia sanggup mengatasi masalahnya.

 Psikoterapi edukatif

- Memotivasi pasien untuk berobat teratur

- Menasehati pasien supaya lebih banyak mendekati lingkungan secara perlahan-lahan

- Memberi edukasi untuk membantu pasien agar dapat mengerti keadaan yang sekarang dan mengatasi permasalahan yang ada dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya

TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini ialah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya

(15)

disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah difahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Sebagian besar dari gangguan ini cenderung berulang, dan timbulnya episode tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau situasi yang menegangkan.

Hubungan antara etiologi, gejala, proses biokimia yang mendasarinya, respon terhadap terapi dan akibat dari gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) belim cukup difahami. dengan baik untuk memungkinkan klasifikasinya disepakati secara universal.

Kriteria utama untuk klasifikasi gangguan afektif dipilih berdasarkan alasan praktis, yaitu untuk memungkinkan gangguan klinis yang lazim ditemukan mudah diidentifikasi. Episode tunggal dibedakan dari gangguan bipolar dan gangguan yang multiple lainnya oleh karena sebagian besar dari pasien hanya mengalami satu episode penyakit dan keparahan ditonjolkan oleh karena implikasinya bagi terapi dan penyediaan pelayanan yang berbeda tingkatannya.

Pembedaan antara kelas keparahan yang berbeda masih merupakan masalah ; ketiga kelas yaitu ringan, sedang, dan berat ditentukan di sini oleh karena banyak klinisi menginginkannya.

Istilah ‘mania’ dan ‘depresi berat’ digunakan dalam klasifikasi ini untuk menunjukkan kedua ujung yang berlawanan dalam spectrum afektif ; ‘hipomania’ digunakan untuk menunjukkan suatu keadaan pertengahan tanpa waham, halusinasi atau kekacauan menyeluruh dari aktivitas normal, yang sering (meskipun tidak semata-mata) dijumpai pada pasien yang berkembang ke arah mania atau dalam penyembuhan dari mania.

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV), dua gangguan mood utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Kedua gangguan ini seringkali dinamakan gangguan afektif tetapi patolgi utama dalam gangguan ini adalah mood, yaitu keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek yaitu ekspresif eksternal dari isi emosional saat itu. Pasien yang menderita hanya episode depresif dikatakan mengalami gangguan depresif berat. Pasien dengan episode manik dan depresif dan pasien dengan episode manik saja dikatakan menderita gangguan bipolar I. Gangguan bipolar II ditandai oleh adanya episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode hipomania, yaitu episode gejala manik yang tidak memenuhi criteria lengkap untuk episode manik yang ditemukan pada gangguan bipolar I.

(16)

Suasana perasaan/ mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal mengalami berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya ; mereka merasa mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya. Gangguan mood/ suasana perasaan adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood meninggi (elevated) (yaitu mania), menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang melonacat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood terdepresi (yaitu depresi), merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya). Perubahan ini hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

KLASIFIKASI DAN PEDOMAN DIAGNOSIS

Menurut ICD-X (International Classification of Disease and Related Health Problem) dan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) : F30 – F39 Gangguan Suasana Perasaan/ Mood [ Afektif]

F30 Episode manik F30.0 Hipomania

F30.1 Mania tanpa gejala psikotik F30.2 Mania dengan gejala psikotik F30.8 Episode manik lain

F30.9 Episode manik, tidak ditentukan F31 Gangguan Afektif Bipolar

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang hipomanik

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik tanpa gejala psikotik F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik dengan gejala psikotik F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi ringan atau sedang .30 Tanpa gejala somatik

(17)

.31 Dengan gejala somatik

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat tanpa gejala psikotik F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat dengan gejala psikotik F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang campuran

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang dalam remisi F31.8 Gangguan Afektif Bipolar lain

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar, tidak ditentukan F32 Episode Depresif

F32.0 Episode depresif ringan .00 Tanpa gejala somatik .01 Dengan gejala somatik F32.1 Episode depresif sedang .10 Tanpa gejala somatik .11 Dengan gejala somatik

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik F32.8 Episode depresif lain

F32.9 Episode depresif, tidak ditentukan

F33 Gangguan Depresif Rekuren

F34 Gangguan Mood [Afektif] Persisten F38 Gangguan Mood [Afektif] lain

F39 Gangguan Mood [Afektif] tidak ditentukan

Menurut DSM- IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) : Gangguan Mood

(18)

Tuliskan keadaan sekarang gangguan depresif berat atau gangguan bipolar I pada digit kelima :

1 ringan 2 sedang

3 parah, tanpa ciri psikotik 4 parah, dengan ciri psikotik 5 dalam remisi parsial 6 dalam remisi penuh 0 tidak ditentukan Gangguan Depresif

296.xx Gangguan depresif berat .2x episode tunggal

.3x rekuren

300.4 Gangguan distimik 311 Gangguan deperesif YTT Gangguan Bipolar

296.xx Gangguan bipolar I .0x episode manik tunggal .40 episode terakhir hipomanik .4x episode terakhir manik .6x episode terakhir campuran .5x episode terakhir terdepresi .7 episode terakhir tidak ditentukan 296.89 Gangguan bipolar II

301.13 Gangguan siklotimik 296.80 Gangguan bipolar YTT

293.83 Gangguan mood karena kondisi medis umum

Gangguan mood akibat zat (lihat gangguan berhubungan zat untuk kode spesifik zat

(19)

296.90 Gangguan mood YTT

PEDOMAN DIAGNOSIS : (PPDGJ- III) F30 EPISODE MANIK :

• Saat ini dalam keadaan manik, tetapi belum pernah mengalami afektif sebelum atau sesudahnya.

• Terdapat 3 gradasi : F30.0 Hipomania

– Suasana perasaan berada antara siklotimia dan mania – Pedoman diagnosis

(1) Suasana perasaan yang meningkat ringan dan menetap sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut , disertai perasaan sejahtera yang mencolok.

(2) Peningkatan aktivitas, berupa : – Bercakap-cakap, bergaul dan akrab berlebih – Peningkatan energi seksual

– Pengurangan kebutuhan tidur

(3) Tidak terdapat kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh masyarakat

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

• Suasana meninggi tidak sepadan dengan individu, sampai mengganggu fungsi pekerjaan dan hubungan sosial

• Serangan pertama paling sering antara 15 – 30 tahun

• Pedoman diagnosis

1)Suasana perasaan yang meningkat tidak sepadan dengan keadaan individu sampai hampir tak kendali

2)Aktivitas meningkat, berupa :

• Pembicaraan cepat dan banyak

• Berkurangnya kebutuhan tidur

• Tidak dapat memusatkan perhatian

(20)

• Harga diri melambung

• Pemikiran serba hebat

• Terlalu optimistik

(3). Berlangsung satu minggu atau lebih

(4) Hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosialnya terganggu F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik

• Gambaran klinis lebih berat dari Mania tanpa gejala psikotik, dan disertai waham atau halusinasi

• Aktivitas fisik yang berlebihan tadi dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan;

pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi yang dapat mengancam dirinya

F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

PENGERTIAN GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

• Harus pernah mengalami gangguan afektif sebelumnya ( hipomanik, manik, depresif, atau campuran )

• Biasanya terdapat penyembuhan sempurna antar dua episode

• Rata-rata episode manik berlangsung 4 bulan dan depresif 6 bulan

PENGGOLONGAN DIAGNOSIS 1. Pedoman Umum

• Semua jenis gangguan afektif bipolar harus pernah ada sekurang- kurangnya satu episode afektif.

• Penggolongan tipe tergantung pada jenis afektif pada episode saat ini.

2. Berbagai tipe Gangguan Afektif Bipolar

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomania

• Episode saat ini sesuai dengan Hipomania

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

(21)

• Episode saat ini memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik

• Episode saat ini memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik.

F31.3 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Ringan atau Sedang

• Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan atau sedang.

F31.4 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik

• Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik.

F31.5 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat dengan Psikotik

• Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat dengan gejala psikotik.

F31.6 Gangguan Bipolar, Episode Kini Campuran

• Episode saat ini menunjukkan gejala manik, hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat serta telah berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu.

F31.7 Gangguan Bipolar, Episode Kini dalam Remisi

• Sekurang-kurangnya pernah dua episode afektif dan saat ini tidak terdapat gejala afektif yang nyata.

F32 EPISODE DEPRESIF PENGERTIAN UMUM

• Mengalami suasana perasaaan yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.

• Terdapat tiga variasi episode : ringan, sedang, dan berat.

• Penegakan diagnosis dibutuhkan waktu paling sedikit 2 minggu.

• Kelompok diagnosis ini hanya untuk episode afektif yang pertama saja.

PENGGOLONGAN DIAGNOSIS

(22)

F32.0 Episode Depresif Ringan

( 1 ) Sekurang-kurangnya dua gejala depresif yang khas (gejala A) :

• Perasaan depresif

• Kehilangan minat dan kesenangan

• Mudah menjadi lelah ( 2 ) Sekurang-kurangnya dua dari gejala B :

• Konsentrasi dan perhatian berkurang

• Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

• Rasa bersalah dan tak berguna

• Masa depan suram dan pesimis

• Gagasan atau perbuatan membahayakan diri

• Tidur terganggu

• Nafsu makan berkurang (3) Telah berlangsung paling sedikit dua minggu (4) Tidak boleh ada gejala yang berat

(5) Masih dapat meneruskan pekerjaan dan kegiatan sosial.

F32.1 Episode Depresif Sedang (1) Paling sedikit dua dari gejala A (2) Paling sedikit tiga dari gejala B (3) Paling sedikit dua minggu

(4) Mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik (1) Tiga dari gejala A

(2) Paling sedikit empat dari gejala B dan intensitas berat.

(23)

(3) Paling sedikit telah berlangsung dua minggu atau gejala amat berat dan onset sangat cepat.

(4) Tidak mungkin melakukan pekerjaan dan kegiatan sosial.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Sama seperti F32.2 disertai dengan waham, halusinasi, atau stupor depresif.

EPIDEMIOLOGI

Gangguan depresif berat merupakan suatu gangguan yang sering dengan prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan sebesar 25 persen pada wanita. Gangguan bipolar I lebih jarang daripada gangguan depresif berat, dengan prevalensi seumur hidup adalah 2 persen. Perbedaan lain antara gangguan bipolar I dan gangguan depresif berat adalah sebagian besar pasien gangguan bipolar I akhirnya dating berobat ke dokter dan mendapatkan pengobatan tetapi pada gangguan depresif berat hanya separuh pasien yang mendapatkan terapi spesifik.

Jenis Kelamin

Prevalensi gangguan depresif berat terjadi dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Sedangkan gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama antara laki-laki dan wanita.

Usia

Pada umumnya onset gangguan bipolar I adalah lebih awal daripada onset gangguan depresif berat. Usia onset untuk gangguan biplar I terentang dari masa anak-anak (seawalnya usia 5 atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun. Pada gangguan depresif berat rata-rata usia onsetnya adalah 40 tahun. Saat ini insidens gangguan depresif berat meningkat pada orang yang berusi kurang dari 20 tahun, hal ini dihubungkan dengan meningkatnya penggunaan alcohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut.

Ras

Tidak ada perbedaan prevalensi gangguan mood pada satu ras ke ras lainnya.

(24)

Status Perkawinan

Pada umumnya, gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau berpisah.

Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultural

Insidens gangguan bipolar I yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang tinggi. Contohnya gangguan bipolar I sering terjadi pada kelompok orang yang tidak lulus perguruan tinggi daripada yang lulus. Sedangkan pada gangguan depresif berat lebih sering terjadi di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan.

ETIOLOGI

Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Namun faktor penyebab dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial.

Perbedaan tersebut adalah buatan karena ketiga bidang tersebut dapat saling berinteraksi dan mempengaruhi antara mereka sendiri.

Faktor biologis

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi kimiawi, yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. jika neurotransmitter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood. Kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenic.

Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin, serotonin dan dopamin merupakan neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Di samping itu, bukti-bukti mengarahkan juga pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.

(25)

NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian dasar antara regulasi turun (down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresen klinik kemungkinan merupakan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi dari reseptor tersebut mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan.

SEROTONIN. Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering dihubungkan dengan depresi. Ini dibuktikan dengan efek besar yang telah diberikan oleh Serotonin- Specific Reuptake Inhibition dalam pengobatan depresi, Penurunan serotonin dapat menimbulkan depresi. Pada pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresen jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin di trombosit.

DOPAMIN. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Pada penggunaan obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat- obat yang meningkatkan konsentrasi dopamine seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang hubungan dopamine dan depresi adalah disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamine tipe 1 (D1) yang ditemukan pada depresi.

Obat-obatan yang mempengaruhi siste neurotransmitter seperti kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamine dan serotonin. Calcium channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu reguasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.

Faktor neurokimiawi lain. Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.

(26)

Regulasi neuroendokrin. Hipotalamus adalah pusat regulasi sumbu neurohormonal dan hipotalamus sendiri menerima banyak masukan neuroal yang menggunakan neurotransmitter amin biogenik. Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin merupakan hasil dari fungsi abnormal neuron yang mengandung amin biogenik. Sumbu neuroendkrin yang utama yang menarik perhatian di dalam gangguan mood adalah sumbu adrenal, tiroid dan horman pertumbuhan. Kelainan neuroendokrin lainnya adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhdap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dan penurunan kadar testosterone pada laki-laki.

SUMBU ADRENAL. Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi adalah suatu pengamatan yang paling tua dalam psikiatri biologi. Pada sumbu adrenal, hormone adrenokortikotropik (ACTH) mengstmulas pelepasan kortisol dari korteks adrenal. Kortisol memberikan umpan balik (feedback) melalui 2 mekanisme : mekanisme umpan balik cepat melalui reseptor kortisol di hipokampus yang menurunkan pelepasan ACTH; dan mekanisme umpan balik lambat memlaui reseptor hipofisis dan adrenal. Penelitian menemukan bahwa pasien yang mengalami depresi memiliki gangguan fungsi pada loop umpan balik cepatnya, yang menyatakan bahwa pasien depresi mungkin memiliki fungsi reseptor kortisol yang abnormal di hipokampus. Karena ditemukan hiperkortisolemia dapat merusak neuron hipokampus, suatu siklus yang melibatkan stress, stimulasi pelepasan kortisol dan ketidakmampuan untuk menghentikan pelepasan kortisol dapat menyebabkan bertambahnya kerusakan hipokampus. Pada Dexamethasone suppression test, 50% dari pasien yang mengalami depresi gagal memiliki respon supresi kortisol (nonsupresi kortisol) yang normal terhadap dosis tunggal dexamethasone.

SUMBU TIROID. Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood.

Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan ganggua mood khususnya gangguan bipolar I memiliki antibody antitiroid yang dapat dideteksi.

HORMON PERTUMBUHAN. Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan pelepasan hormone pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang normal.

Pasien depresi memiliki penumpulan stimulasi pelepasan hormone pertumbuhan yang diinduksi tidur. Peneliti juga menemukan bahwa pasien dengan depresi memiliki penumpulan

(27)

respon terhadap peningkatan sekresi hormone pertumbuhan yang diinduksi clonidine (Catapres).

Kelainan tidur. Gangguan tidur seperti insomnia awal dan terminal, terbangun berulang kali (multiple awakening) dan hipersomnia, adalah gejala yang klasik dan sering ditemukan pada depresi, dan perasaan menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan yang sering ditemukan antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur delta yang abnormal.

Pembangkitan (kindling). Pembangkitan adalah proses elektrofisiologi di mana stimulasi sub- ambang (subtreshold) yang berulang dari suatu neuron akhirnya menciptakan suatu potensial aksi. Stimulasi sub-amabng di suatu daerah otak dapat menyebabkan kejang. Pengamatan klinis bahwa obat antikonvulsan berguna dalam pengobatan gangguan mood telah menimbulkan teori bahwa patofisologi gangguan mood mungkin melibatkan pembangkitan di lobus temporalis.

Irama sirkadian. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis inernal.

Regulasi neuroimun. Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi dan pada orang yang berdukacita berat. Disregulasi sumbu kortisol dan regulasi hipotalamik yang abnormal mungkin mempengaruhi status imun.

Pencitraan otak. Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood, terdapat sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama laki-laki memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat.

Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nucleus kaudatus dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.

Pertimbangan neuroanatomis. Gejala gangguan mood dan temuan penelitian biologis mendukung hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patologis di sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbic terutama pada

(28)

hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual pada pasien degan depresi. Postur ang membungkuk, terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lainnya.

Faktor Psikososial

Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan

Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar. Satu teori yang diajukan untuk pengamatan tersebut adalah stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada dalam resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

Faktor Kepribadian Komorbid

Tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia,apa pun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi depresi pada keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadiannya tertentu, seperti dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian tipe antisosial, paranoid, dan lainnya. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa adanya gangguan kepribadian tertentu adalah berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar kemudian. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik adalah berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar.

Faktor Psikoanalitik dan Psikosomatik

(29)

Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan obyek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan obyek yang hilang. Freud membedakan melakolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien depresi menunjukkan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungannya perasaan bersalah dan mencela diri sendiri.

E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.

Heinz Kohut, menyatakan bahwa respon tertentu di dalam lingkungan diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan dan kelengkapan perasaan.

Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)

Pada orang yang depresi, dapat ditemukan keadaan ketidakberdayaan. Depresi dapat membaik apabila pasien yang terdepresi mampu mengendalikan diri dan penguasaan lingkungan. Dorongan yang menyenangkan dan positif sangat berperan dalam usaha mengatasi depresi.

Teori kognitif

Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru yang sering adalah melibatkan distorsi negatif pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif tersebut selanjutnya mengakibatkan perasaan depresi.

GAMBARAN KLINIS

Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan mood, satu untuk depresi dan satu untuk mania. Episode depresif dapat terjadi pada gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.

beberapa pasien dengan gangguan bipolar I memiliki keadaan campuran dengan cirri mania dan depresif

Episode Depresif

(30)

Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa, dalam kesedihan, atau tidak berguna. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu rasa nyeri emosional yang menderita sekali. Pasien terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis, suatu gejala yang menghilang saat mereka membaik.

Hampir semua pasien terdepresi (97%) mengeluh adanya penurunan energy yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas, sekolah dan pekerjaan, dan penurunan motivasi untuk mengambil proyek baru. 80% pasien mengeluh sulit tidur, khususnya terbangun pada dini hari (yaitu, insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari, selama mana mereka mungkin merenungkan masalahnya.

Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Tetapi beberapa pasien mengalami peningkatan nafsu makan, penambahan berat badan, dan tidur yang bertambah. Pasien tersebut diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai cirri atipikal dan juga dikenal sebagai memiliki disforia histeroid. Pada kenyataannya, kecemasan merupakan gejala yang sering pada depresi, yang mengenai sebanyak 90% pasien depresi. Gejala vegetatif lainnya adalah menstruasi yang tidak normal dan penurunan minat dan kinerja di dalam aktivitas seksual.

Kecemasan (termasuk serangan panik), penyalahgunaan alcohol, dan keluhan somatic (seperti konstipasi dan nyeri kepala) seringkali mempersulit pengobatan depresi. Kira-kira 50% dari semua apsien menggambarkan suatu variasi diurnal dari gejalanya, dengan suatu peningkatan keparahan di pagi hari dan gejala meringan di malam hari. Gejala kognitif adalah laporan subjektif yang berupa ketidakmampuan berkonsentrasi (84% pasien di dalam suatu penelitian) dan gangguan dalam berpikir (67% pasien pada penelitian lain)

Depresi pada anak-anak dan remaja

Prestasi akademik yang buruk, penyalahgunaan zat, perilaku antisocial, promiskuitas seksual, membolos, dan melarikan diri mungkin merupakan gejala depresi pada remaja.

Depresi pada lanjut usia

Depresi lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada populasi umum. Sejumlah penelitian telah melaporkan data yang menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia mungkin berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang

(31)

menyertai, dan isolasi social. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia jarang didiagnosis dan jarang diobati. Jarang dikenalinya depresi pada lanjut usia mungkin karena pengamatan bahwa depresi lebih sering tampak dengan gejala somatic pada usia lanjut daripada kelompok usia yang lebih muda.

Episode Manik

Suatu mood yang meningkat, meluap-luap, atau lekas marah merupakan tanda dari episode manik. Selain itu, mood mungkin mudah tersinggung, khususnya jika rencana pasien yang sangat ambisius terancam. Seringkali, seorang pasien menunjukan suatu perubahan mood yang utama dari euphoria awal pada perjalanan penyakit menjadi lekas marah di kemudian waktu.

Berjudi patologis, suatu kecenderungan untuk menanggalkan pakaian di tempat-tempat ramai, berpakaian dan mengenakan perhiasan dengan warna-warna yang terang dan dengan kombinasi yang tidak sesuai, dan tidak memeprhatikan perincian-perincian yang kecil (seperti lupa meletakkan gagang telepon pada tempatnya) juga merupakan gejala gangguan.

Pasien seringkali terokupasi oleh gagasan agama, politik, financial, seksual, atau penyiksaan yang dapat berkembang menjadi system waham yang kompleks. Kadang-kadang, pasien manic menjadi teregresi dan bermain dengan urin dan fesesnya.

Mania pada Remaja

Seringkali salah di diagnosis sebagai gangguan kepribadian antisocial atau skizofrenia.

Gejala mania pada remaja mungkin berupa psikosis, penyalahgunaan alcohol atau zat lain, usaha bunuh diri, masalah akademik, pemikiran filosofis, gejala gangguan obsesif-kompulsif, keluhan somatic multiple, mudah tersinggung yang nyata yang menyebabkan perkelahian, dan perilaku antisocial lainnya.

Gangguan Penyerta

Kecemasan. Pada gangguan kecemasan, DSM-IV menyatakan adanya gangguan ansietas- depresif-campuran (mixed anxiety-depressive disorder). Gejala yang penting dari kecemasan dapat dan seringkali timbul bersama-sama dengan gejala yang penting dari depresi. Pasien dari kedua jenis tersebut mungkin merupakan suatu kelompok pasien dengan gangguan ansietas-depresi campuran

(32)

Ketergantungan alcohol. Ketergantungan alcohol seringkali menyertai gangguan mood. Baik pasien gangguan depresif berat dan pasien gangguan bipolar I kemungkinan memenuhi criteria diagnostic untuk gangguan pengguna alcohol

Gangguan hubungan dengan zat lainnya. Pada tiap pasien individual penyalahgunaan zat mungkin terlibat didalam pencetusan episode penyakit, atau sebaliknya, penyalahgunaan zat mungkin merupakan usaha pasien untuk mengobati sendiri penyakitnya. Walaupun pasien manic jarang menggunakan sedative untuk meredam euforianya. Pasien depresi seringkali menggunakan stimulant, seperti kokain dan amfetamin, untuk menghilangkan depresinya.

Kondisi medis. Depresi seringkali menyertai kondisi medis, khususnya pada lanjut usia. Jika depresi dan kondisi medis terjadi bersama-sama, klinisi harus mencoba untuk menemukan apakah kondisi medis dasar berhubungan secara patologis dengan depresi atau apakah tiap obat yang digunakkan pasien untuk mengobati kondisi medis menyebabkan depresi.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Episode Depresif

a. Deskripsi umum

 Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada pasien lanjut usia.

 Pasien depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan, dan pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.

b. Mood, afek, dan perasaan

 Depresi merupakan gejala penentu.

 Penarikan sosial dan penurunan aktivitas secara menyeluruh.

c. Bicara

 Kecepatan dan volume bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata tunggal, dan menunjukkan respon yang melambat terhadap pertanyaan.

(33)

d. Gangguan persepsi

 Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita episode depresif berat dengan ciri psikotik.

 Waham sesuai mood (mood congruent) pada seorang pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar, dan penyakit somatik terminal.

 Waham tidak sesuai mood (mood incongruent) pada seorang pasien terdepresi adalah waham kebesaran berupa tenaga, pengetahuan, dan harga diri yang melambung.

 Halusinasi juga terjadi pada episode depresif berat dengan ciri psikotik tetapi relatif jarang.

e. Pikiran

 Memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya sendiri.

 Isi pikiran mereka seringkali melibatkan perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian.

 Kira-kira 10% dari semua pasien depresi memiliki gejala jelas gangguan berpikir (penghambatan pikiran dan kemiskinan isi pikiran).

f. Sensorium dan kognisi

 Orientasi

Pasien yang paling terdepresi berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki cukup energi atau minat untuk menjawab pertanyaan tentang hal tersebut selama suatu wawancara.

 Daya ingat

Kira-kira 50% - 70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu gangguan kognitif yang seringkali dinamakan pseudodemensia depresif. Pasien seringkali mengeluh gangguan konsentrasi dan mudah lupa.

g. Pengendalian impuls

 Kira-kira 10% - 15% dari semua pasien terdepresi melakukan bunuh diri, dan

kira-kira memiliki gagasan bunuh diri.

 Pasien terdepresi dengan ciri psikotik kadang-kadang berpikiran membunuh orang lain yang terlibat di dalam sistem wahamnya.

(34)

 Pasien terdepresi yang paling parah seringkali tidak memiliki motivasi atau energi untuk bertindak di dalam cara yang impulsif atau menyerang.

 Pasien dengan gangguan depresif berada pada resiko yang meninggi untuk melakukan bunuh diri saat mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri.

h. Pertimbangan dan tilikan

 Pertimbangan

Meninjau kembali tindakan mereka belum lama berselang dan perilaku mereka selama wawancara.

 Tilikan

Tilikan pasien terdepresi terhadap gangguannya seringkali berlebihan, mereka terlalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidupnya.

i. Reliabilitas

 Semua informasi yang didapatkan dari pasien terdepresi terlalu menonjolkan hal yang buruk dan menekan yang baik.

j. Skala penilaian objektif untuk depresi

 Zung

Zung Self Rating Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20 nomor. Skor normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau lebih.

Skala memberikan petunjuk global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresif pasien, termasuk ekspresi afektif dari depresi.

 Raskin

Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti yang diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensi: laporan verbal, pengungkapan perilaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3 sampai 13: normal adalah 3, dan terdepresi adalah 7 atau lebih.

 Hamilton

Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif yang digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total adalah 0 sampai 76.

Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai

(35)

jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaan tidur, dan gejala depresi lainnya.

Episode Manik a. Deskripsi umum

 Tereksitasi, banyak bicara, kadang-kadang menggelikan, dan sering hiperaktif.

 Suatu waktu mereka jelas psikotik dan terdisorganisasi, memerlukan pengikatan fisik dan penyuntikan intramuskular obat sedatif.

b. Mood, afek, dan perasaan

 Biasanya euforik tetapi juga dapat lekas marah.

 Memiliki toleransi frustasi yang rendah.

 Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah menjadi depresi di dalam beberapa menit atau jam.

c. Bicara

 Pasien manik tidak dapat disela saat mereka berbicara, dan mereka seringkali rewel dan pengganggu bagi orang-orang disekitarnya.

 Saat mania menjadi lebih kuat, pembicaraan menjadi lebih lantang, lebih cepat, dan sulit untuk dimengerti.

 Saat keadaan teraktivasi meningkat, pembicaraan menjadi penuh gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata-kata, dan hal-hal yang tidak relevan.

 Saat tingkat aktivitas lebih meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar.

Kemampuan untuk berkonsentrasi menghilang, menyebabkan gagasan yang meloncat-loncat (flight of ideas), gado-gado kata (word salad), dan neologisme.

 Pada kegembiraan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat dibedakan dari orang skizofrenik.

d. Gangguan persepsi

 Waham ditemukan pada 75% dari semua pasien manik.

 Waham manik sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan, atau kekuatan yang luar biasa.

 Waham dan halusinasi yang aneh dan tidak sesuai mood juga ditemukan pada mania.

e. Pikiran

 Isi pikiran pasien manik termasuk tema kepercayaan diri dan kebesaran diri.

 Pasien manik seringkali mudah dialihkan perhatiannya.

 Fungsi kognitif keadaan manik ditandai oleh aliran gagasan yang tidak terkendali dan dipercepat.

f. Sensorium dan kognisi

 Defisit kognitif yang dilaporkan dapat diinterpretasikan sebagai pencerminan disfungsi kortikal yang difus, walaupun pemeriksaan selanjutnya mungkin mampu untuk melokalisasi bidang yang abnormal.

(36)

 Secara kasar, orientasi dan daya ingat adalah intak, walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat (mania delirium).

g. Pengendalian impuls

 Kira-kira 75% dari semua pasien manik adalah senang menyerang atau mengancam.

h. Pertimbangan dan tilikan

 Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik.

 Mereka mungkin melanggar peraturan dengan kartu kredit, aktivitas seksual, dan finansial, kadang-kadang melibatkan keluarganya di dalam kejatuhan finansial.

 Pasien manik memiliki sedikit tilikan terhadap gangguan yang dideritanya.

i. Reabilitas

 Informasi dari pasien manik tidak dapat dipercaya.

DIAGNOSA BANDING

F06.31 Ganggguan bipolar organik.

Diagnosis ganggguan bipolar organik atau gangguan mood karena kondisi medis umum untuk episode yang menjadi konsekuensi fisiologis secara langsung dari suatu kondisi medis tertentu umum (misalnya, multiple sclerosis, stroke, hipotiroidisme). Penentuan ini didasarkan pada riwayat, temuan laboratorium dan pemeriksaan fisik.

F1X.56 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.

Jelas bahwa ada penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan, atau paparan toksin) yang dinilai menjadi penyebab gangguan afektif.

Gejala seperti yang terlihat dalam episode manik, hipomanik atau campuran mungkin bagian dari intoksikasi atau gejala putus zat dari penyalahgunaan obat dan harus didiagnosis sebagai Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.(misalnya, suasana gembira

(37)

yang terjadi hanya dalam keracunan dengan kokain akan didiagnosis sebagai gangguan mood akibat peggunaan kokain.

Dapat dipicu oleh pengobatan antidepresan seperti obat-obatan antidepressan, terapi electrokonvunsif, atau terapi cahaya.

F34.0 Siklotimia

Ketidakstabilan menetap suasana perasaan meliputi banyak periode depresi ringan dan elasi ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Banyak penelitian mendapatkan bahwa gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Walaupun gangguan mood sering dianggap ringan berbeda dengan skizofrenia, tetapi tidak seluruhnya benar ; gangguan mood banyak meminta korban pada yang menderitanya. Kesimpulan umum lain dari penelitian adalah bahwa stressor kehidupan seringkali mendahului episode pertama gangguan mood dibandingkan episode selanjutnya. Temuan tersebut telah diinterpretasikan sebagai menyatakan bahwa stress psikososial mungkin memainkan peranan di dalam penyebab awal gangguan mood dan bahwa, walaupun episode pertama dapat menyembuhkan, perubahan yang berlangsung lama di dalam biologi otak menempatkan pasien berada pada risiko benar untuk mengalami episode selanjutnya.

Gangguan Depresif Berat :

Onset : kira-kira 50% dari pasien di dalam episode pertama gangguan depresif berat mengalami gejala depresif yang bermakna sebelum episode pertama yang diidentifikasikan.

Identifikasi awal dan terapi awal dapat mencegah perkembangan episode depresif yang lengkap. Episode depresif pertama terjadi sebelum usia 40 tahun pada kira-kira 50% pasien.

Onset yang lanjut berhubungan dengan ada tidaknya riwayat keluarga gangguan mood, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan alcohol.

(38)

Durasi : Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan; sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. Saat perjalanan penyakit berkembang, pasien cenderung menderita episode yang lebih sering yang berlangsung lama.

Perkembangan Episode Manik : kira-kira 5-10% pasien dengan diagnosis awal gangguan depresif berat menderita suatu episode manik 6-10 tahun setelah episode depresif awal. Usia rata-rata untuk pergantian tersebut adalah 32 tahun dan keadaan ini sering terjadi setelah 2 – 4 episode depresif.

Prognosis : Bukan suatu gangguan yang ringan dan cenderung kronis serta mengalami relaps.

Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Persentase pasien yang sembuh setelah perawatan di rumah sakit menurun dengan berjalannya waktu dan pada waktu lima tahun pasca perawatan di rumah sakit, 10-15 % pasien tidak pulih. Kira-kira 25% pasien mengalami suatu rekurensi dalam 6 bulan pertama setelah pulang dari rumah sakit, kira-kira 30 – 50%

dalam 2 tahun pertama, dan kira-kira 50-75 % dalam 5 tahun. Insidens relaps jauh lebih rendah daripada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresif. Pada umumnya, saat pasien mengalami lebih banyak episode depresif, waktu antara episode memendek, dan keparahan masing-masing meningkat.

Gangguan Bipolar I

Perjalanan penyakit : Paling sering dimulai dengan depresi (75% pada wanita, 67% pada laki-laki), dan merupakan gangguan yang rekuren. Sebagian besar pasien mengalami episode depresif maupun manik, walaupun 10-20% hanya mengalami episode manik. Episode manik biasanya memiliki onset yang cepat (jam atau hari), tetapi dapat berkembang lebih dari satu minggu.

Prognosis : Lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40- 50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode manik kedua dalam waktu 2 tahun setelah episode pertama. Penelitian follow-up empat tahun pada pasien dengan gangguan bipolar I menemukan bahwa status pekerjaan pramorbid yang buruk, ketergantungan alkohol, ciri psikotik, ciri depresif, dan jenis kelamin laki-laki semuanya adalah faktor yang mengarah pada prognosis buruk. Durasi episode manik yang singkat, usia onset yang lanjut, sedikit

(39)

pikiran bunuh diri, dan sedikit masalah psikiatrik dan medis yang bersama-sama mengarah pada prognosis yang baik. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40% menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki dari 2 sampai 30 epiosde manik, walaupun angka rata-rata adalah sekitar 9. Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10 episode.

Pada follow jangka panjang, 15% adalah sehat, 45% sehat tetapi memiliki relaps berganda, 30% remisi parsial, 10% sakit kronis.

PENATALAKSANAAN Penentuan Kegawatdaruratan

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.

a) Rawat Inap

i. Berbahaya untuk diri sendiri

Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan.

Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.

ii. Berbahaya bagi orang lain

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.

iii. Hendaya Berat

Gambar

Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens

Referensi

Dokumen terkait

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu

Episode depresi berat dapat ditegakkan dengan tiga gejala utama harus ada, ditambah minimal empat dari gejala lainnya dan beberapa harus berinteraksi berat,

Gangguan (afektif) bipolar merupakan gangguan yang tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat

 Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

Pada pasien didapatkan gejala-gejala yang memenuhi kriteria diagnosis gangguan psikotik yang bersifat akut dan sementara tanpa gejala skizofrenia yaitu berupa

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan ataupun sedang Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik.. 

Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan Gangguan

PRESENTASI KASUS PSIKOTIK I SEORANG PRIA USIA 55 TAHUN DENGAN GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK F31.2 Oleh: Farhandika Mursyid S572208005