LAPORAN KASUS
SEPSIS NEONATAL
Oleh :
Harniza Mauludi 2014730039
Pembimbing:
Dr. Johnwan Usman, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus
“Sepsis Neonatal” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan kasus ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Johnwan Usman, Sp.A sebagai dokter pembimbing.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus ini yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 18/1/2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sepsis pada BBL (Bayi Baru Lahir) masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Di negara berkembang, hampir sebagian besar yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis.
Hal yang sama ditemukan di negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif BBL. Disamping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip child health reasercher project special report : reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Disamping tetanus neonatorum, case fatality rate ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi.
Angka kejadian atau insidens sepsis pada negara yang berkembang masih tinggi (1.8 – 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1 – 5 pasien / 1000 kelahiran) pada bayi laki-laki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada BKB / BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (< 1000g) kejadian sepsis terjadi pada 26 / 1000 kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yang angka kejadiaannya antara 8 – 9 / 1000 kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menyelesaikan salah satu tugas kepaniteraan klinik stase pediatri, dan juga untuk mengetahui serta mempelajari lebih jauh mengenai kasus sepsis pneonatal hingga penatalaksanaan yang tepat pada pasien di lapangan.
BAB II STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. J
Ruang Perawatan : Perinatologi
TTL : Jakarta, 8/1/2019 pukul 16.35
Usia : 0 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung Rawa, Johar
Tanggal MRS : 8/1/2019
No. RM : 01012189
Dokter yang merawat : dr. Johnwan Usman, Sp.A B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
OS lahir dengan SC indikasi sungsang, aterm, amnion jernih Riwayat Kelahiran/Persalinan :
Partus : 8/1/2019 16.35
Persalinan : SC , indikasi Sungsang
Usia gestasi : 37 minggu
BBL : 2900 gr
PBL : 47 cm
Amnion : normal, jernih
Diagnosis lahir : NCB SMK
APGAR : 1” nilai 9, 10”nilai 10
Riwayat Penyakit Sekarang:
Tanggal 8 januari 2019 pukul 16.35 WIB SC dengan indikasi sungsang dari ibu G1P1A0. Ibu dengan usia tahun, ibu rutin ANC ke puskesmas. Selama hamil, ibu sudah USG 2 x. Riwayat KPD (-). Selama hamil ibu tidak mengalami hipertensi gestasional. Ibu tidak pernah dirawat selama hamil namun sering batuk pilek, berobat ke puskesmas, tidak minum obat warung.
Riwayat minum jamu saat hamil (-), trauma (-), diabetes (-),
Bayi lahir secara SC, lahir segera menangis. Ketuban jernih, jumlah agak banyak. Denyut jantung normal, refleks +, usaha bernapas +, berwarna kemerahan. Berat badan lahir 2900 gr, panjang badan 47 cm. Bayi dirawat di perinatologi dengan petekie didaerah perut bawah dan ekstremitas bawah.
Penanganan Pasca Lahir :
Tidak diketahui Pola Makan :
ASI Eksklusif
Susu Formula Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B0 Riwayat antopometri :
BB : 2900 gram
PB : 47 cm
Riwayat kelahiran yang lalu : 1. Kelahiran pertama, anak pertama C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit ringan
Tanda vital :
Nadi = 142x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan = 55x/menit
Suhu = 36,4o C
Status Generalis :
Kepala : Normocephal, nyeri (-), luka (-) Wajah: Simetris kanan-kiri, sianosis (-)
Rambut : Hitam, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
Mata : Cekung (-/-), kering(-/-), Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+).
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (-/-) Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Mulut : bibir kering (-), perdarahan gusi (-), lidah kotor dan tremor (-), stomatitis (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil (T0/T0), permukaan licin.
Leher : Pembesaran KGB (-/-), Pembesaran kelenjar tiroid (-/-).
Thorax Pulmo
Inspeksi: Retraksi dinding dada (+/+), pergerakan simetris kanan kiri Palpasi: VF terdengar simetris pada kedua lapang paru
Perkusi: Sonor
Auskultasi: vesikuler (+/+) wheezing (-/-) ronkhi (-/-) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-) Abdomen
Inspeksi: datar (+), distensi (-) Auskultasi : Bising usus (-)
Palpasi: nyeri tekan abdomen (-), Hepatosplenomegali (-), massa (-) Perkusi: Timpani
Ekstremitas Atas Bawah
Sianosis : - -
Akral : hangat hangat
Edema : -/- -/-
CRT : < 2 s < 2 s
Status Antropometri BB : 2900 gram PB : 47 cm LK: 32 cm
LILA : 10 cm LD : 30 cm LP: 30 cm
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. RESUME
By. Ny. Juliyana lahir secara SC indikasi sungsang dengan BBL 2900 PB 47 cm. usia kehamilan 37 minggu, NCB SMK, petekie regio iliaca bilateral + ekstremitas bilateral.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit ringan, kesadaran composmentis, nadi: 136x/menit, pernapasan: 55x/menit, suhu: 36,7oC, tangis kuat, kemerahan.
Hasil lab hematologi didapatkan trombosit 28 103/µL , netrofil batang 70%, netrofil segmen 13%, retikulosit absolut 198 (3.80 %), CRP kuantitatif 15 mg/L, masa perdarahan 7.30 menit, masa pembekuan 8.00 menit
F. ASSESSMENT :
Petekie
Trombositopenia
G. DIAGNOSA :
Diagnosa Klinis : Sepsis Neonatal
Diagnosa Imunisasi : Imunisasi belum lengkap
H. TERAPI
ASI 2-4 cc/kgbb/hari
Ampicilln 2x150 mg
Getamycin 15mg/ 36 jam
I. Follow Up
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SEPSIS NEONATAL
A. DEFINISI
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, pada masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga kurang usia satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa muncul seperti sepsis neonatal.
Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis peanyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus. Insidensnya berkisar 1 – 8 di antara 1000 kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500 g. Mortalitas akibat sepsis neonatal adalah sekitar 13 – 25 %.
B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian atau insidens sepsis pada negara yang berkembang masih tinggi (1.8 – 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1 – 5 pasien / 1000 kelahiran) pada bayi laki-laki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada BKB / BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (< 1000g) kejadian sepsis terjadi pada 26 / 1000 kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yang angka kejadiaannya antara 8 – 9 / 1000 kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.
C. ETIOLOGI
Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus merupakan patogen penyebab yang paling sering muncul sebagai penyebab sepsis awitan dini, dimana S. aureus, Streptococcus pneumonia dan Streptococcus pyogenes menjadi patogen penyebab tersering sepsis neonatorum awitan lambat. Di Indonesia sendiri, menurut data RSCM/FKUI pada tahun 1975-1980 patogen penyebab sepsis tersering yaitu Salmonella sp, Klebsiella sp. Pada tahun 1985-1990 Pseudomonas Sp, Klebsiella Sp, E. Coli. Tahun 1995-2003 Acinetobacter Sp, Enterobacter Sp, Pseudomonas Sp, Serratia Sp, E. Coli.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis) :
Early onset sepsis (EOS), timbul dalam 3 hari pertama, berupa gangguan multisistem dengan gejala pernapasan yang menonjol; ditandai dengan awitan tiba-tiba dan cepat berkembang menjadi syok septik dengan mortalitas tinggi.
Late onset sepsis (LOS), timbul setelah umur 3 hari, lebih sering di atas 1 minggu. Pada sepsis awitan lambat, biasanya ditemukan fokus infeksi dan sering disertai dengan meningitis.
E. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.
Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek antara mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis, melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis neonatorum. Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan seluler untuk menimbulkan respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme penyebabnya, sedangkan tahapan- tahapan pada respon sepsis neonatorum sama dan tidak tergantung penyebab.
Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi.
Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) α, interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin, dan komplemen.
Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel.
Berbagai jenis bakteri, virus, protozoa, dan mycoplasma dapat menyerang neonatus. Neonatus imatur, bayi berat lahir sangat rendah yang telah berhasil hidup
namun harus dirawat lama di NICU mempunyai risiko berkelanjutan terhadap infeksi ini.
F. DIAGNOSIS
Gambaran klinis sepsis neonatal tidak spesifik. Pada sepsis awitan dini, janin yang terkena infeksi mungkin mengalami takikardi, lahir dengan asfiksia, dan memerlukan resusitasi karena nilai agpar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak gambaran hipo/hipertermia, hipoglikemia atau kadang2 hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ.
Anamnesis
Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini
Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang higienis
Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah
Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur meconium
Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk aktivitas berkurang atau iritabel/rewel, muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang
Pemeriksaan fisis Keadaan Umum
Suhu tubuh tidak normal (lebih sering hipotermia)
Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang
Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik
Iritabel atau rewel
Gastroenterologi
Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb > 2 g%, hipotensi, perlu tranfusi darah atau operasi gastrointestinal
Hepar
Bilirubin total > 3 mg%
Kulit
Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, ruam, sklerema, ikterik.
Kardiopulmonal
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 40 mmHg). Terjadi henti jantung. Denyut jantung < 50 / > 220 / menit. pH darah < 7.2 pada PaCO2 normal
Takipnu (frekuensi napas > 90 x / menit), distres respirasi (napas cuping hidung, merintih, retraksi), PaCO2 > 65 mmHg, PaO2 < 40 mmHg, memerlukan ventilasi mekanik, FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik.
Neurologis
Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku kuduk sesuai dengan meningitis.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, neutropeni, peningkatan rasio netrofil imatur/total (I/T) lebih dari 0,2.
Peningkatan protein fase akut (C-reactive protein / CRP), peningkatan lgM.
Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram pada sampel darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman.
Analisis gas darah: hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat.
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah leukosit terutama PMN, jumlah leukosit ≥ 20/mL (umur kurang dari 7 hari) atau
≥10/mL (umur lebih 7 hari), peningkatan kadar protein, penurunan kadar
glukosa serta ditemukan kuman pada pengecatan Gram. Gambaran ini sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada sepsis awitan lambat.
Gangguan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
Peningkatan kadar bilirubin.
Radiologis
Foto toraks dilakukan jika ada gejala distres pernapasan. Pada foto toraks dapat
ditemukan :
Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi pleura.
Pneumonia karena infeksi intrapartum, berupa infiltrasi dan destruksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis segmental atau lobaris, gambaran retikulogranular difus (seperti penyakit membran hialin) dan efusi pleura.
Pada pneumonia karena infeksi pascanatal, gambarannya sesuai dengan pola kuman setempat.
Jika ditemukan gejala neurologis, dapat dilakukan CT scan kepala, dapat ditemukan obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau abses. Pada ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulitis.
G. TATA LAKSANA
Dugaan sepsis
Dasar melakukan pengobatan adalah daftar tabel temuan (Tabel 1) yang berhubungan dengan sepsis. Pada dugaan sepsis pengobatan ditujukan pada temuan khusus (misalnya kejang) serta dilakukan pemantauan.
Kecurigaan besar sepsis a. Antibiotik
Antibiotik awal diberikan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri sefotaksim, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan. Pada sepsis nosokomial, pemberian antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat. Jika disertai dengan meningitis, terapi antibiotik diberikan dengan dosis meningitis selama 14 hari untuk kuman Gram positif dan 21 hari untuk kuman Gram Neonatal negatif. Lanjutan terapi dilakukan berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas, gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial (misalnya CRP).
b. Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia.
Pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik.
c. Kardiovaskular
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan pemantauan tekanan darah (bila tersedia fasilitas) dan perfusi jaringan untuk medeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfusi dapat diberikan volume ekspander (NaCl fisiologis, darah atau albumin, tergantukebutuhan) sebanyak 10 ml/kgBB dalam waktu setengah jam, dapat diulang 1-2 kali. Jangan lupa untuk melakukan monitor keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan obat-obat inotropik seperti dopamin atau dobutamin.
d. Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.
Tunjangan nutrisi adekuat Manajemen khusus
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang terjadi (misal: kejang, gangguan metabolik, hematologi, respirasi, gastrointestinal, kardiorespirasi, hiperbilirubin).
Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian imunoglobulin, antibodi monoklonal atau transfusi tukar (bila fasilitas memungkinkan).
Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis dan laboratorium setelah pemberian antibiotik adekuat.
e. Bedah
Pada kasus tertentu, seperti hidrosefalus dengan akumulasi progesif dan enterokolitis nekrotikan, diperlukan tindakan bedah.
f. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)
Pengelolaan bersama dengan sub bagian Neurologi anak, Pediatri Sosial, bagian Mata, Bedah Syaraf dan Rehabilitasi anak.
g. Tumbuh Kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis, terutama jika disertai dengan meningitis, adalah gangguan tumbuh kembang berupa gejala sisa neurologis seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan kelainan tingkah laku.
Langkah Preventif
Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi intrauterin.
Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
Perawatan antenatal yang baik.
Mencegah aborsi yang berulang, cacat bawaan.
Mencegah persalinan prematur.
Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman.
Melakukan resusitas dengan benar.
Melakukan tindakan pencegahan infeksi : cuci tangan
Melakukan identifikasi awal terhadap faktor resiko sepsis pengelolaan yang efektif.
REFERENSI :
Aminullah, Asril. 2015. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
Jurnal Pediatri. 2016. Penanganan Terkini Sepsis Neonatal. Diakses pada tanggal 4/7/2018 (https://jurnalpediatri.com/2016/03/22/penanganan-terkini-sepsis- neonatorum/)
Pusponegoro, Titut S. 2000. Jurnal Sari Pediatri : Sepsis pada Neonatus (Sepsis
Neonatal). Diakses pada tanggal 4/7/2018
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/1038/968