• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN “PEMBUATAN AKTIVATOR”

N/A
N/A
Nur Laelatun Ni'mah

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN “PEMBUATAN AKTIVATOR”"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN

“PEMBUATAN AKTIVATOR”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. Nur Laelatun Ni’mah (20025010039)

2. Diva Nuri Latifah (20025010193)

3. Abu Aizhar Raihan Ardhian (21025010205) 4. Ahmad Naufal Rusyda (21025010215)

5. Eliza Madinah (2399100150)

6. Abdillah Shafarizqinas Gautama (2125010211) 7. Nur Afni Dwi Septiama (2399100039)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA 2023

(2)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sistem pertanian berkelanjutan merupakan pergerakan pertanian dengan menggunakan prinsip ekologi, ekonomi dan berkelanjutan. Sistem pertanian berkelanjutan harus mempertimbangkan nilai ekonomi yakni kesejahteraan petani dalam berbudidaya. serta nilai ekologi yakni pada hubungan timbal balik antara pertanian dengan lingkungan yang baik sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman, serta keberlanjutan yang dimaksud yakni dengan dapat menjaga ekosistem sehingga dapat terjaga lingkungan hingga keberlangsungan ekosistem yang terjaga.

Sistem pertanian berkelanjutan merupakan mata kuliah bidang pertanian yang memaparkan bagaimana sistem yang digunakan agar tersedianya bahan dan hasil produksi secara terus menerus dengan memperhatikan unsur sosial dan ekonomi. Tersedianya bahan dan hasil produksi secara terus menerus memungkinkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Pertanian yang berkelanjutan juga bertujuan agar kebutuhan pangan serta gizi dapat terpenuhi secara cukup. Pada mata kuliah ini dijelaskan bagaimana memanfaatkan sumber daya tersedia yang sering tidak digunakan agar menjadi suatu bahan pendukung kegiatan pertanian yang dapat menambah kualitas maupun hasil pertanian.

Sampah merupakan merupakan barang yang sudah tidak terpakai yang dibuang oleh pemilik. Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup yang berasal dari sisa makluk hidup yang mudah terurai secara alami tanpa tercampur tangan manusia. Sampah organik yang masih dapat dikelola dengan prosedur yang baik sehingga dapat bermanfaat dengan dilakukan fermentasi yakni penguraian bahan organik agar dapat diserap tanaman. Sampah organik jika tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan penyakit dan menimbulkan kerugian pada manusia, serta bau yang ditimbulkan pada pembusukan sampah organik dapat mengganggu manusia.

(3)

Pembuatan aktivator ini didasarkan karena tersedianya banyak kotoran ternak yang kurang atau bahkan tidak diolah. Serta terdapat kekhawatiran dalam menggunakan aktivator kimia dalam kegiatan pertanian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Tersedianya bahan baku aktivator di alam dapat dimanfaatkan pelaku usaha pertanian untuk dapat memanfaatkannya menjadi suatu bahan pendukung yang bermanfaat. Kotoran sapi menjadi salah satu limbah yang dapat digunakan dalam pembuatan aktivator ini.

Kotoran sapi yang tidak diolah oleh pemilik peternakan dapat digunakan sebagai aktivator dengan beberapa bahan tambahan lain. Digunakannya kotoran sapi dalam pembuatan aktivator dikarenakan dalam kotoran sapi terdapat kandungan unsur nutrisi tambahan untuk tanaman budidaya. Diharapkan Aktivator alami ini dapat membantu peningkatan kualitas tanaman dan usaha pertanian dan menjadikannya berkelanjutan.

Larutan aktivator merupakan larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar kotoran sapi, kelinci maupun kotoran kambing. Fermentasi juga dapat dilakukan dengan daun daun kering seperti daun lamtoro dan daunan atau sampah organik sehingga dapat memanfaatkan sampah organik yang tersedia.

Larutan aktivator mengandung unsur hara mikro dan unsur hara makro juga dengan mikro organisme yang membantu dalam proses fermentasi pengurai bahan organik yang bermanfaat bagi pembuatan kompos, serta dapat sebagai perangsang pertumbuhan dan juga sebagai agensia nabati yang membantu dalam pengendalian hama.

1.2. Tujuan

Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah diharapkan praktikan dapat mengetahui dan memahami pembuatan aktivator alami dari limbah yang tersedia di sekitar dan dapat membuat aktivator yang berkualitas dan cepat.

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Aktivator adalah zat atau senyawa kimia yang yang berfungsi sebagai reagen pengaktif. Aktivator mempengaruhi proses pengomposan proses pengomposan melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik, kedua yaitu meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme tersebut (Yuniwati, 2019). Zat aktivator memiliki sifat yang dapat mengikat air sehingga air yang masih tertinggal pada pori-pori karbon saat proses karbonisasi akan terlepas dan membuka permukaan karbon yang tertutup oleh air. Pori-pori ini akan semakin besar jika dilakukan pemanasan setelah penambahan aktivator. Hal ini terjadi karena senyawa pengotor yang berada di dalam pori menjadi lebih mudah terserap . Semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula daya serapnya. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai zat aktivator diantaranya adalah NaCl, CaCl2, Ca(OH), MgCL2, HNO3, HCl, Ca3(PO4)2, KOH, ZnCl2, H3PO4, dan sbagainya (Fanani & Ulfindrayani, 2019).

Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan pupuk organik yang umum digunakan. Penggunaan secara berkesinambungan akan banyak membantu dalam membangun kesuburan tanah, terutama apabila dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang (Sutanto, 2002 dalam Agung, 2017). Kotoran sapi mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Penambahan kapur juga mempengaruhi ketersediaan Mg dalam tanah. Keberadaan kapur dalam tanah memiliki asosiasi dengan keberadaan kalsium dan magnesium tanah. Secara umum pemberian kapur ke tanah dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik tanah. Bila ditinjau dari sudut kimia, maka tujuan pengapuran adalah menetralkan kemasaman tanah (Salem dkk., 2018).

(5)

Urin Sapi ini dapat digunakan sebagai pupuk organik cairyang sangat berguna bagi pertanian. Pupuk Organik Cair, adalah jenis pupukyang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah danmembawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah. Nutrisi alami belum banyak dimanfaatkan atau digunakan olehmasyarakat secara luas, sedangkan untuk pupuk telah lama digunakan petani.Pupuk atau nutrisi ini berasal dari kotoran hewan, seperti ayam, kambing,kerbau, kuda, babi, dan sapi. Kotoran tersebut dapat berupa padat dan cair(urin ternak) dengan kandungan zat hara yang berlainan. Pupuk kandang cair jarang digunakan, padahal kandungan haranya lebih banyak. Hal inidisebabkan untuk menampung urin ternak lebih susah dan repot serta secara estetika kurang baik (bau) (Riandhana 2022).

(6)

III. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum “Pembuatan Aktivator” dilakukan pada 6 - 20 Oktober 2023 di Rumah Kompos, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah ember 15 liter, botol aqua, kantong plastik, dan pengaduk.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah kotoran sapi, urine sapi, daun lamtoro, EM4, dan air.

3.3. Cara Kerja

1. Menyiapkan wadah/ember ukuran 15 liter

2. Memasukkan 1,5 kg daun lamtoro segar ke dalam wadah

3. Memasukkan 1 kg kotoran sapi dan 750 ml urine sapi ke dalam wadah 4. Menambahkan aktivatorase (EM4) sebanyak 125 ml dan menambahkan

air sebanyak 10 liter

5. Mengaduk hingga rata dan menutup wadah

6. Melakukan pengadukan setiap hari sebanyak 2 kali selama 14 hari kedepan

7. Melakukan pengamatan setiap harinya dan melakukan dokumentasi

(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan

No Tanggal Aroma Warna Kekentalan Buih pH Gambar

1 7/10/2023 Menyengat Coklat Cair Banyak -

2 8/10/2023 menyengat coklat cair banyak -

3 9/10/2023 Menyengat Coklat Cair Banyak -

4 10/10/2023 Menyengat coklat cair banyak -

(8)

5 11/10/2023 Menyengat Coklat Cair Banyak -

6 12/10/2023 Menyengat Coklat

kehijauan Cair Banyak -

7 13/10/2023 Tidak terlalu menyengat

Coklat

kehijauan Cair Banyak

(9)

8 14/10/2023 Tidak terlalu menyengat

Coklat kehijauan

Cair Sedikit -

9 15/10/2023 tidak terlalu menyengat

coklat kehijauan

cair banyak -

10 16/10/2023 tidak terlalu menyengat

coklat kehijauan

cair banyak -

11 17/10/2023 tidak terlalu

menyengat coklat

kehijauan cair banyak -

(10)

12 18/10/2023 tidak terlalu menyengat

coklat kehijauan

cair banyak -

13 19/10/2023 tidak terlalu menyengat

coklat kehijauan

cair banyak -

14 20/10/2023 tidak berbau

coklat kehijauan

cair sedikit 5,5

4.2. Pembahasan

Larutan aktivator merupakan larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar kotoran sapi, atau dari berbagai sumber daya yang tersedia seperti kotoran kelinci, kambing. Menurut Taijon dkk. (2022) larutan aktivator atau yang biasa disebut dengan aktivator mampu mempercepat proses pengomposan. Proses

(11)

pengomposan yang terjadi secara alami akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu 2-3 bulan bahkan ada yang 6-12 bulan, tetapi proses pengomposan ini dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Pembuatan aktivator dalam praktikum ini menggunakan bahan berupa lamtoro, kotoran sapi dan cairan EM4. Menurut Purwanto (2007) bahwa dari 100 gr bahan basah daun lamtoro didapatkan bahan kering sebesar 85% yang mengandung protein 20 - 25%, nitrogen bebas 20-30%, lemak 5-10%, energi 3,89%, tanin 1,5-2,5%, kalsium 0,8-1,8%, dan fosfor sebesar 0,23-0,27%. Sementara menurut Parnata (2014) kotoran sapi merupakan kotoroan ternak yang baik digunakan sebagai pupuk karena kotoran sapi mengandung N 1,1%, P 2,5%, K 0,5%, Ca 3,0%, Mg 0,66%.

Praktikum pembuatan aktivator dilakukan selama 14 hari. Selama proses pembuatan, aktivator berada dalam keadaan kedap udara atau anaerob.

Selain itu, pengadukan dilakukan setiap hari. Hal tersebut betujuan untuk memperlancar fermentasi aktivator yang dibuat. Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun anaerob yang mampu mengubah senyawa kimia menjadi senyawa organik. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada bahan organik yang sesuai, hal ini dapat menyebabkan perubahan senyawa tersebut (Marlina, 2016).

Indriani (2011) juga menyatakan dalam proses fermentasi bahan organik, mikroorganisme akan bekerja dengan baik bila kondisi sesuai. Proses fermentasi akan berlangsung dalam kondisi anaerob, pH rendah (3-4), kadar garam dan gula tinggi, kandungan air sedang 30-40%, kandungan antioksidan dari tanaman rempah dan obat, serta adanya mikroorganisme fermentasi.

Parameter pengamatan yang diamati dalam praktikum ini adalah keadaan aroma, warna, buih, kekentalan, suhu, dan pH. Pengamatan aroma, warna, buih, dan kekentalan dilakukan setiap hari. Sementara parameter suhu dan pH dilakukan seminggu sekali. Hasil pengamatan parameter kimia, pH, menunjukkan bahwa pada minggu pertama pH yang dihasilkan adalah 5,42 dan

(12)

minggu kedua sebesar 5,5. pH merupakan salah satu faktor yang kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan (Arliawan, 2021). Pengukuran suhu dilakukan pada hari ke-7 setelah pembuatan sehingga pH yang dihasilkan cenderung masam. Haq dkk. (2015) menjelaskan bahwa pada tahap awal dekomposisi akan terbentuk asam-asam organik sehingga pH akan cenderung turun. mikroorganisme lain sehingga pH akan kembali netral sampai kompos menjadi matang. Sementara pada pengukuran kedua, dekomposisi dan fermentasi telah terjadi sehingga pH menjadi sedikit meningkat.

Hasil pengamatan fisik aktivator menunjukkan bahwa pada hari pertama sampai hari kelima pengamatan, keadaan aroma masih sangat menyengat.

Umumnya dalam proses pembuatan aktivator yang dilakukan dengan proses pemeraman secara anaerobik memiliki bau yang tidak sedap karena mengandung gas-gas penyebab bau yang menyengat. Menurut Saridewi (2019), gas-gas tersebut merupakan produk samping dari proses peruraian bahan organik secara anaerobik oleh mikroorganisme. Sementara pada hari ke-6 sampai ke-11 pembuatan, aroma yang dihasilkan sudah tidak terlalu menyengat.

Sampai pada pengamatan hari ke-12, 13, dan 14, larutan aktivator sudah tidak menghasilkan bau yang menyengat. Aroma yang tidak menyengat ini merupakan indikator bahwa aktivator telah matang. Sesuai dengan pernyataan Hidayati (2018) aktivator yang sudah matang ditandai dengan hilangnya bau menyengat seperti awal pembuatan aktivator.

Selain aroma, pengamatan warna aktivator penting untuk dilakukan karena merupakan dapat menunjukan tingkat kematangan suatu aktivator. Pada hari ke-1 sampai ke-5, warna aktivator masih menunjukkan warna hijau karena pengaruh warna daun lamtoro dan kotoran sapi yang masih segar. Pada hari ke- 6 sampai 14 pengamatan, warna aktivator mulai menggelap menjadi hijau kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivator telah matang. Sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Haq dkk. (2015) bahwa aktivator yang matang

(13)

memiliki warna coklat hitam sampai hitam atau cenderung gelap dari warna awal pembuatan. Dengan adanya parameter warna aktivator yang mencapai coklat hitam sampai hitam ini dapat menjadi tanda bahwa proses dekomposisi aktivator sudah selesai dan sudah dapat dikatakan matang.

(14)

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah:

1. Hasil pengamatan parameter akhir adalah aroma tidak menyengat, warna hijau kecoklatan, pH 5,5, buih banyak, dan cair.

2. Hasil pengamatan parameter akhir menunjukkan bahwa aktivator telah matang.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Arliawan, A., Salim, A. T. A., Susanto, F., Muharram, A. D., Fachrudin, M. R., Falah, M. N., ... & Sukma, D. P. (2021). Penerapan IPTEK dan Konsep Bisnis Start-Up dalam Pengolahan Sampah Organik menjadi Pupuk di Lingkungan Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. DIKEMAS (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat), 5(2).

Fanani, N., & Ulfindrayani, I. F. (2019). Sintesis dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Limbah organik dengan cara fermentasi menggunakan EM4.

Jurnal Teknologi, 5(2), 172-181.

Fanani, N., & Ulfindrayani, I. F. (2019, September). Sintesis dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Limbah bambu Menggunakan Aktivator Asam Pospat (H3PO4). In Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan (Vol. 1, No. 1, pp. 741-746).

Haq, A. S., Nugroho, W. A., & Lutfi, M. (2014). Pengaruh perbedaan sudut rak segitiga (600, 900 dan 1200) pada pengomposan sludge biogas terhadap sifat fisik dan kimia kompos. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 2(3).

Hidayati, Y. A., Kurnani, Tb. B. A., Marlina, E. T., & Harlia, E. 2018. Kualitas pupuk cair hasil pengolahan feses sapi potong menggunakan saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak, 11(2), 104-107.

Indriani H.Y. (2011). Pembuatan Pupuk Kilat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Listiana, I., Bursan, R., Widyastuti, R. A. D., Rahmat, A., & Jimad, H. (2021).

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Dalam Pembuatan Arang Sekam di Pekon Bulurejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu. Intervensi Komunitas, 3(1), 1-5.

(16)

Marlina, S. (2016). Analisis N dan P pupuk organik cair kombinasi daun lamtoro limbah tahu dan feses sapi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Parnata. (2014). Mengenal Lebih Dekat Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Purwanto, I. (2007). Mengenal Lebih Dekat Leguminose. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Riandhana, T. (2022). Penyuluhan Pemanfaatan Kotoran Dan Urine Sapi Sebagai Pupuk Kandang Dalam Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Pada Sekolah Peternakan Rakyat (Spr) Anutapura Desa Bulubete Kabupaten Sigi. Maslahat: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1).

Salem, R., Noor, R., & Jumar, J. (2018). Penggunaan Aktivator Em4, Promi Dan Stardec Untuk Sapi terhadap Kualitas Kompos dari Sampah Daun Kering di Tpst Undip (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Saridewi, T. N. (2019). Aplikasi Probiotik Pediococcus Pentosaceus Dan Kotoran Kambing Untuk Pembuatan Kompos Dari Limbah Padat Kulit Kopi. In Seminar Nasional Sains dan Teknologi Informasi (SENSASI) (Vol. 2, No. 1).

Toijon, R. R., Wahyudi, R., & Putranto, R. (2022). Pemantauan kematangan kompos dari sampah organik berdasarkan karakteristik fisik. Jurnal Teknologi Infrastruktur, 1(2), 13-26.

Yulianto, A., Zaman, B., & Purwono, P. (2017). Pengaruh Penambahan Pupuk Organik Kotoran

Yuniwati, M., & Padulemba, A. (2019). Optimasi kondisi proses pembuatan kompos dari sampah.

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi Hara Makro dan Mikro dalam Larutan Pupuk Siap Pakai untuk Produksi Sayuran Daun.. UNSUR

Beberapa mamfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation

Gatara merupakan pupuk yang dibuat dari bahan ekstrak tanaman dan bahan mineral organik yang mengandung unsur hara makro dan mikro, dan diperkaya dengan hormon serta senyawa

Ferre Soil adalah pupuk organik yang mengandung hara makro N, P, K. organik dan mikro

Pupuk organik cair (POC) merupakan pupuk organik yang berbentuk cairan atau larutan yang mengandung unsur hara tertentu yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, bahan

Pupuk organik mengandung unsur hara makro yang rendah tetapi juga mengandung unsur mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman

Bonggol atau batang pisang merupkan bahan organik yang memiliki beberapa kandungan unsur hara baik makro maupun mikro, beberapa diantaranya adalah unsur hara makro

Pada umumnya pupuk organik ini mengandung bahan organik dalam jumlah yang cukup tinggi serta unsur hara makro N, P, K, yang rendah tetapi juga mengandung unsur hara makro