LAPORAN MAGANG
PENGARUH TAKEOFF PERFORMANCE TERHADAP DRY RUNWAY DAN WET RUNWAY PADA RUNWAY DESIGNATION DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA BERDASARKAN TAKEOFF LIMITATION MANUAL (TLM) MENGGUNAKAN PESAWAT
AIRBUS A330- 341
Disusun oleh :
URFAN TABTILA NIT : 21021504
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK DIRGANTARA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KEDIRGANTARAAN YOGYAKARTA
2024
SURAT PERMOHONAN MAGANG
SURAT BALASAN PERMOHONAN MAGANG
SURAT PERNYATAAN MAGANG
PRODI S1 TEKNIK DIRGANTARA
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KEDIRGANTARAAN
LAPORAN MAGANG
PENGARUH TAKEOFF PERFORMANCE TERHADAP DRY RUNWAY DAN WET RUNWAY PADA RUNWAY DESIGNATION DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA BERDASARKAN TAKEOFF LIMITATION MANUAL (TLM) MENGGUNAKAN PESAWAT
AIRBUS A330- 341
Disusun untuk melengkapi persyaratan kelulusan Program S1 Teknik Dirgantara
Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan
URFAN TABTILA NIT : 21021504
Telah diperiksa dan disetujui
Yogyakarta, 19 Juli 2024
KEPALA PROGRAM STUDI DOSEN PEMBIMBING MAGANG
Erwan Eko Prasetiyo, S.pd.,M.Eng.
NIDN. 0504038801
Dhimas Wicaksono , S.T., M.T.
NIDN. 0501069401
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat serta hidayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan program magang di PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. selama kurang lebih tiga bulan dimulai sejak tanggal 19 Maret 2024 hingga tanggal 14 Juni 2024 dengan lancar, dan laporan magang yang berjudul “Pengaruh Takeoff Performance Terhadap Dry Runway dan Wet Runway Pada Runway Designation di Bandar Udara Internasional Soekarno- Hatta Berdasarkan Takeoff Limitation Manual (TLM) Menggunakan Pesawat Airbus A330-341” dapat terselesaikan tanpa adanya suatu halangan.
Program magang ini merupakan program MBKM yang dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta (STTKD) yang terdapat pada semester genap (enam) dan merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 Teknik Dirgantara. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. yang telah menerima saya menjadi bagian dari tim internship dan semua pihak yang telah membantu saya selama pelaksanaan magang serta membantu penyusunan laporan magang ini. Terima kasih kepada :
1. Ibu Vidyana Mandrawaty, SE., MM. selaku pimpinan Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta.
2. Bapak Erwan Eko Prasetiyo, S.Pd., M.Eng. selaku Kepala Program Studi Teknik Dirgantara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta.
3. Bapak Sabri Alimi, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing kegiatan magang Program Studi Teknik Dirgantara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraaan Yogyakarta.
4. Bapak Moh. Yoga R. Ritonga selaku Senior Manager JKTOSEGA sekaligus mentor magang saya.
5. Bu Indah, Bu Wiwi, Mas Rizal, Mas Audy, Kak Tria, Kak Nadia, Kak Rahma, Kak Tia, dan Kak Intan selaku pembimbing lapangan
JKTOSEGA.
6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mendoakan saya selama kegiatan magang berlangsung.
7. Teman-teman di Tangerang yang membantu saya.
8. Sicca Fatimatul Fortuna yang selalu mendukung dan menemani saya selama kegiatan magang.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu semua masukan, kritik dan saran akan saya terima guna untuk menjadikan laporan ini lebih baik lagi. Semoga laporan ini bisa menjadi wadah dan manfaat bagi pembaca untuk mendapatkan ilmu. Akhir kata saya mengucapkan mohon maaf atas kesalahan yang saya buat selama kegiatan magang berlangsung hingga penyusunan laporan ini.
Tangerang, 14 Juni 2024
Urfan Tabtila
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...vii
DAFTAR ISI...ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR...xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...2
1.3 Batasan Masalah...2
1.4 Tujuan Magang...2
1.5 Manfaat Magang...3
BAB II TINJAUAN UMUM MITRA KERJA...5
2.1 Sejarah Perusahaan...5
2.2 Struktur Organisasi PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk...7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...8
3.1 Kajian Pustaka... 8
3.2 Definisi TLM...8
3.3 Definisi Permukaan Landasan...9
3.4 Definisi Kecepatan pada Pesawat...13
3.5 Definisi Berat...14
3.6 Deskripsi Konfigurasi Pesawat...14
3.7 Lintasan Takeoff dan Hambatan (Obstacle)...15
3.7.1 Jalur Lintasan Takeoff...15
3.7.2 Obstacle Clearance...18
BAB IV METODE PELAKSANAAN...19
4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang...19
4.2 Bagan Alur Pengambilan Data...19
4.3 Metode Pengambilan Data...19
4.3.1 Metode Dataset...19
4.3.2 Metode Wawancara...20
4.3.3 Metode Pengamatan... 20
4.3.4 Metode Studi Pustaka...20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...21
5.1 Performance Engineer Program (PEP)...21
5.1.1 Komputasi PEP... 21
5.1.2 Metode Penghitungan PEP...22
5.1.3 Langkah – Langkah Penggunaan PEP...23
5.2 Takeoff Chart...29
5.2.1 Deskripsi Takeoff Chart...29
5.3 Pembahasan... 30
BAB VI PENUTUP...33
6.1 Kesimpulan...33
6.2 Saran... 33
DAFTAR PUSTAKA...34
LAMPIRAN...35
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Kondisi permukaan landasan terhadap performa pengereman...10 Tabel 3. 2 Konfigurasi flap dan slat pada Airbus A330...15 Tabel 3. 3 Karakteristik segmen takeoff...16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Logo Garuda Indonesia...5
Gambar 2. 2 Struktur Organisasi PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk...7
Gambar 3. 1 Clearway...11
Gambar 3. 2 Stopway...11
Gambar 3. 3. 1 Takeoff Ketika 1 mesin mengalami kegagalan...12
Gambar 3. 3. 2 Takeoff Ketika semua mesin normal...12
Gambar 3. 4 TORA, TODA, ASDA Gambar 3. 5 Slat Gambar 3. 6 Flap Gambar 3. 7 Jalur lintasan takeoff dan definisi berbagai segmen Gambar 3. 8 Jalur lintasan takeoff gross dan net Gambar 5. 1 Tampilan Interface PEP...23
Gambar 5. 2 Langkah-langkah pembuatan Takeoff Chart...24
Gambar 5. 3 Deskripsi pada Takeoff Chart...29
Gambar 5. 4 Takeoff Chart Bandar Udara Soekarno-Hatta pada kondisi Dry Runway...30
Gambar 5. 5 Takeoff Chart Bandar Udara Soekarno-Hatta pada kondisi Wet Runway...31
Gambar 5. 6 Performa Pesawat pada kondisi Dry Runway...32
Gambar 5. 7 Performa Pesawat pada kondisi Wet Runway...32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penilaian hasil magang dari mitra...35
Lampiran 2... 36
Lampiran 3 Dokumentasi meja kerja...37
Lampiran 4 Dokumentasi pembuatan TLM...37
Lampiran 5 Dokumentasi seminar laporan magang bersama dosen pembimbing magang... 38
Lampiran 6 Dokumentasi kunjungan dosen STTKD ke PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Bersama tim HR...38
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesawat terbang merupakan sebuah alat transportasi yang saat ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sejak penerbangan pertama Wright bersaudara pada tahun 1903, industri aviasi mengalami pergeseran besar. Regulasi keselamatan pesawat terbang berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, peningkatan jumlah penerbangan, dan kompleksitas operasional yang terus meningkat. (Setiani, 2015)
Keselamatan penerbangan saat ini menjadi perhatian utama di seluruh dunia.
Teknologi baru seperti otomatisasi dalam kokpit, analisis data penerbangan, dan Safety Management System (SMS) telah menurunkan tingkat kecelakaan.
Keselamatan penerbangan adalah komponen yang selalu berubah dan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan industri. Masa depan keselamatan penerbangan bergantung pada regulasi yang kuat dan berfungsi.
(Sudirman Hi. Umar, 2017)
Salah satu regulasi yang menyangkut keselamatan dan keamanan pesawat yaitu Takeoff Limitation Manual (TLM). Regulasi ini berkaitan dengan takeoff performance pada setiap jenis pesawat yang dimiliki maskapai, terutama maskapai Garuda Indonesia. Hal ini dilakukan oleh maskapai untuk menentukan performa yang optimal untuk pesawat yang akan digunakan.
Garuda Indonesia sendiri memiliki beberapa armada pesawat dengan jenis yang berbeda-beda, diantaranya yaitu :
1. Airbus A330-200 2. Airbus A330-300 3. Airbus A330-900NEO 4. Boeing 737-800NG 5. Boeing 777-300ER
Setiap jenis pesawat memiliki konfigurasi yang berbeda beda. Hal itu dikarenakan setiap pesawat memiliki spesifikasi dan perbedaan jenis mesin yang digunakan.
Untuk mendapatkan konfigurasi tiap pesawat, akan dilakukan Takeoff Analysis. Takeoff Analysis merupakan proses analisa data runway dan performa pesawat untuk menghasilkan batasan berat pesawat untuk takeoff yang disajikan dalam bentuk tabel yang dinamakan takeoff chart. Takeoff Limitation Manual adalah manual yang berisi takeoff chart untuk seluruh runway designation pada bandara destinasi dan alternate beserta penjelasan pada chart tersebut. TLM ini akan dijadikan acuan oleh penerbang/dispatcher untuk menentukan takeoff weight pada kondisi suhu dan kecepatan angin tertentu di runway tertentu. Untuk mengetahui performa pesawat digunakan sebuah software khusus dari Airbus yaitu Performance Engineering Program (PEP).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu PEP untuk mendapatkan performance chart dari TLM?
2. Bagaimana takeoff performance pesawat pada dry dan wet runway?
1.3 Batasan Masalah
Adanya Batasan masalah ini dikarenakan banyaknya konfigurasi pada pesawat. Maka Batasan yang diambil adalah :
1. Config flaps yang dipakai hanya 1.
2. Tidak menggunakan seluruh Outside Air Temperature (OAT) yang tertera pada takeoff chart.
3. Hanya menggunakan 1 runway designation pada bandara.
4. Pesawat dalam keadaan normal.
1.4 Tujuan Magang
Adapun tujuan magang yang dilaksanakan selama program berjalan antara lain :
1. Menambah pengalaman di dunia pekerjaan khususnya di bidang Operation Support terutama di unit Engineering.
2. Mengembangkan kemampuan berfikir untuk menganalisa bagaimana performa pesawat pada dalam suatu kondisi tertentu.
3. Menambah wawasan tentang takeoff analysis.
4. Memberikan gambaran tentang bagaimana dunia pekerjaan yang ada pada Operation Support.
1.5 Manfaat Magang
Selain tujuan magang yang dilaksanakan, Adapun manfaat yang didapatkan selama pelaksanaan magang, diantaranya :
A. Bagi Mahasiswa
1. Sebagai langkah awal untuk memasuki dunia pekerjaan di bidang aviasi.
2. Sebagai aplikasi dari pengetahuan yang telah diperoleh dari teori dan praktik.
3. Sebagai wadah untuk mencari ilmu dan menambah pengalaman dan memahami suatu profesi didalam dunia pekerjaan.
4. Memperoleh kesempatan kerja yang sebenarnya dengan terjun langsung ke perusahaan.
5. Sebagai langkah awal dalam penyusunan Tugas Akhir.
B. Bagi Instansi
1. Dapat mengetahui seberapa jauh kemampuan mahasiswa dalam mengikuti magang didalam industi penerbangan.
2. Sebagai bahan evaluasi terhadap mahasiswa untuk meningkatkan kualitas kurikulum selanjutnya.
3. Menjalin hubungan yang baik dengan perusahaan.
C. Bagi Perusahaan
1. Perusahaan berkesempatan untuk mengenalkan tentang
perusahaannya kepada mahasiswa.
2. Menjalin hubungan kerja sama dalam penyaluran sumber daya manusia dari Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan untuk Perusahaan.
3. Sebagai kontribusi perusahaan untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB II
TINJAUAN UMUM MITRA KERJA
2.1 1Sejarah Perusahaan
Lahirnya Garuda Indonesian Airways (GIA)
Pada 21 Desember 1949 dilaksanakan perundingan lanjutan dari hasil KMB antara pemerintah Indonesia dengan maskapai KLM mengenai berdirinya sebuah maskapai nasional. Presiden Soekarno memilih dan memutuskan “Garuda Indonesian Airways” (GIA) sebagai nama maskapai ini.
Dalam mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia, maka KLM bersedia menempatkan sementara stafnya untuk tetap bertugas sekaligus melatih para staf udara Indonesia. Karena itulah pada masa peralihan ini Direktur Utama pertama GIA merupakan orang Belanda, Dr. E. Konijneburg. Armada pertama GIA pertama pun merupakan peninggalan KLM-IIB.
Penerbangan perdana Garuda Indonesia Airways (GIA)
Sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI) oleh Belanda, yaitu tanggal 28 Desember 1949, dua buah pesawat Dakota (DC-3) berangkat dari bandar udara Kemayoran, Jakarta menuju Yogyakarta untuk menjemput Soekarno dibawa kembali ke Jakarta yang sekaligus menandai perpindahan kembali Ibukota RI ke Jakarta. Sejak saat itulah GIA terus berkembang hingga dikenal sekarang sebagai Garuda Indonesia.
1 https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporate-partners/company-profile/about/index Gambar 2. 1 Logo Garuda Indonesia
Setahun kemudian, di tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara. Pada periode tersebut, Garuda Indonesia mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, and 8 Convair 240. Armada Garuda Indonesia terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956. Tahun 1965, penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir Garuda Indonesia Masa Kini
Garuda Indonesia saat ini melayani lebih dari 60 destinasi di seluruh dunia dan berbagai lokasi eksotis di Indonesia. Sebagai maskapai pembawa bendera bangsa dan demi mempersembahkan layanan penerbangan full service terbaik, Garuda Indonesia memberikan pelayanan terbaik melalui konsep layanan “Garuda Indonesia Experience” pada seluruh touch point layanan penerbangannya yang mengadaptasi nuansa “Indonesian Hospitality” dengan menghadirkan keramahtamahan dan kekayaan budaya khas Indonesia. Adapun Garuda Indonesia sebagai mainbrand saat ini mengoperasikan sebanyak 142 pesawat.
Melalui berbagai upaya pengembangan perusahaan yang dilakukan, sepanjang tahun 2020 ini Garuda Indonesia telah berhasil mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak diantaranya adalah Garuda Indonesia meraih peringkat 5-Star On Time Perfomance Rating 2020 dari OAG Flightview yang merupakan Lembaga pemeringkatan On Time Perfomance Independent yang berkedudukan di Inggris.
Selain itu, Garuda Indonesia juga meraih “The Best Airline in Indonesia” selama 4 tahun berturut-turut sejak 2017 – 2020; “Major Airlines – Traveler’s Choice Major Airline Asia” selama 3 tahun berturut-turutsejak 2018 – 2020 dari TripAdvisor 2020 Traveler’s Choice Airlines Awards serta berhasil dinobatkan menjadi salah satu maskapai dengan penerapan protokol kesehatan terbaik di dunia versi “Safe Travel Barometer”.
2Visi dan Misi Perusahaan Company Vision
“TO BECOME A SUSTAINABLE AVIATION GROUP BY CONNECTING INDONESIA AND BEYOND WHILE DELIVERING INDONESIAN HOSPITALITY”
Company Mission
“STRENGTHENING BUSINESS FUNDAMENTAL THROUGH STRONG REVENUE GROWTH, COST LEADERSHIP IMPLEMENTATION, ORGANIZATION EFFECTIVENESS AND GROUP SYNERGY REINFORCEMENT WHILE FOCUSING ON HIGH STANDARD OF SAFETY AND CUSTOMER-ORIENTED SERVICES DELIVERED BY PROFESSIONAL
& PASSIONATE EMPLOYEES”
2.2 3Struktur Organisasi PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
2 https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporate-partners/company-profile/corporate-vision- mission/index
3 https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporate-partners/organization/index Gambar 2. 2 Struktur Organisasi PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Kajian Pustaka
Takeoff Performance merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam flight operations. Aspek ini melibatkan berbagai parameter, seperti kondisi lingkungan, jarak landasa (takeoff distance), kecepatan lepas landas (takeoff speed) dan kondisi landasan. Beberapa aspek tersebut sangat memengaruhi bagaimana kinerja pesawat untuk takeoff secara optimal dan setiap parameter tersedia didalam Takeoff Limitation Manual (TLM).
3.2 Definisi TLM
Takeoff Weight Limitation Manual (TLM), juga disebut sebagai Regulatory Takeoff Weight (RTOW) manual, merupakan bagian dari bab kinerja pada Flight Crew Operating Manual (FCOM). Buku ini berisi grafik kinerja takeoff untuk semua bandara tujuan serta bandara alternatif yang dilayani oleh jenis pesawat, baik untuk penerbangan reguler, charter, maupun penerbangan khusus.
Buku panduan ini terdiri dari tiga buku (file). Buku pertama berisi bandara tujuan, buku kedua berisi bandara alternatif, dan buku ketiga berisi bandara tujuan untuk kinerja dengan rem roda utama dan spoiler tidak berfungsi. Salinan lembaran- lembaran dari manual yang terdiri dari bagan kinerja takeoff yang relevan (untuk keberangkatan dan bandara alternatif yang dekat) didistribusikan ke seluruh bandara yang dilayani oleh tipe pesawat, untuk digunakan dalam operasi sehari- hari.
Takeoff Performance Chart dalam TLM memberikan panduan bagi awak pesawat dan staf darat dalam menentukan Maximum Takeoff Weight yang diperbolehkan untuk keberangkatan dari bandara, berdasarkan berat yang paling membatasi dan faktor koreksi. Grafik ini menyajikan “performance limited takeoff weight” untuk runway tertentu, berdasarkan kondisi lingkungan tertentu (angin, temperatur, tekanan dan ketinggian), karakteristik fisik (panjang, permukaan, dan kemiringan) serta kondisi topografi yang meliputi keberadaan rintangan (alam dan
buatan) dan kondisi medan, yang hanya berlaku untuk jenis pesawat tertentu.
Grafik Takeoff Performance untuk seluruh armada Garuda disajikan dalam bentuk tabel, tersedia untuk setiap jenis pesawat termasuk varian rating daya dorong mesin dan satuan massa yang digunakan (kilogram atau pound). Tampilan dasar dari tabel performa takeoff untuk semua tipe pesawat adalah sama, yaitu tata letak konfigurasi pengaturan dual flap dengan skala temperatur di sisi paling kiri dari tabel. Di sebelah skala temperatur terdapat performance limited weight berdasarkan (asumsi) kondisi angin, sementara itu tabel koreksi disediakan di bawah tabel badan pesawat. Angka-angka berat terbatas kinerja dalam TLM didasarkan pada dan dihitung sesuai dengan CASR 25 Sub Bagian B.
3.3 Definisi Permukaan Landasan a. Takeoff Performance Chart
Sebuah tabel yang berisi performa takeoff oleh batasan berat pesawat dari runway untuk kondisi yang spesifik
b. Dry Runway
Dry Runway adalah kondisi landasan pacu dimana tidak memiliki suatu kelembaban
c. Wet Runway
Wet Runway adalah kondisi permukaan yang terendam, tampak mengkilap, dan kedalaman air kurang dari 3mm.
d. Contaminated Runway
Contaminated Runway adalah kondisi dimana lebih dari 25% permukaan yang akan digunakan tertutup genangan air atau lumpur sedalam lebih dari 3mm atau memiliki akumulasi salju atau es. Landasan pacu yang terkontaminasi akan mengganggu kemampuan pesawat untuk berakselerasi dan menurunkan kemampuan berhenti. Jika kontaminan berada di bagian landasan pacu di mana bagian kecepatan tinggi dari putaran takeoff akan terjadi, mungkin tepat untuk mempertimbangkan landasan pacu yang terkontaminasi. (Mengacu pada FAA Advisory
Edaran 91-6B). Takeoff tidak akan dilakukan jika kedalaman genangan air atau lumpur lebih dari 13mm.
e. Slippery Runway
Ketika landasan pacu licin, performa takeoff dapat dihitung dengan mempertimbangkan efek dari berkurangnya kemampuan pengereman.
Kemampuan pengereman landasan pacu biasanya dirujuk untuk melaporkan tindakan pengereman yang dikategorikan sebagai Baik, Sedang, atau Buruk.
Performa Pengereman Kondisi Permukaan Landasan
Baik Hujan ringan, salju ringan
Sedang Hujan, salju
Air <3mm Lumpur <2mm Salju basah <3mm Salju kering <15mm
Buruk Hujan badai
Air >3mm Lumpur >2mm Salju basah >3mm Salju Kering >15mm
f. Clearway
Clearway adalah sebuah area di luar runway selebar tidak kurang dari 500 kaki, erletak di tengah-tengah garis tengah runway yang diperpanjang dan berada di bawah kendali otoritas bandara. Hal ini dinyatakan dalam istilah clearway plane, membentang dari ujung runway dengan kemiringan ke atas tidak melebihi 1,25 persen, di atasnya tidak ada objek atau medan apa pun yang menonjol. Namun, lampu ambang batas dapat menonjol di atas pesawat jika tingginya di atas ujung runway adalah 26 inci atau kurang dan jika lampu tersebut terletak di setiap sisi runway.
Tabel 3. 1 Kondisi permukaan landasan terhadap performa pengereman
g. Stopway
Stopway adalah sebuah area di luar takeoff runway, dengan lebar tidak kurang dari runway dan berada di tengah-tengah garis tengah runway yang diperpanjang, yang mampu menopang pesawat selama takeoff yang dibatalkan, tanpa menyebabkan kerusakan struktural pada pesawat, serta ditetapkan oleh otoritas bandara untuk digunakan dalam memperlambat laju pesawat selama takeoff yang dibatalkan.
h. Takeoff Distance (TOD)
Takeoff Distance atau jarak lepas landas adalah :
1. Jarak horizontal di sepanjang jalur takeoff dari awal takeoff hingga titik di mana pesawat berada 35 kaki di atas permukaan takeoff, yang memungkinkan terjadinya kegagalan mesin pada titik kritis; atau
1 sec
SWY (STOPWAY)
CWY (CLEARWAY)
---
V1 VR VLOF
---
VEF
35ft Gambar 3. 1 Clearway
Gambar 3. 2 Stopway
Gambar 3. 3. 1 Takeoff Ketika 1 mesin mengalami kegagalan
2. 115% dari jarak horizontal di sepanjang jalur takeoff dengan semua mesin beroperasi, dari awal takeoff hingga titik di mana pesawat berada 35 kaki di atas permukaan takeoff.
i. TORA
TORA adalah Takeoff Run Available – Ekuivalen dengan Panjang runway yang tersedia.
j. TODA
TODA adalah Takeoff Distance Available – Setara dengan TORA ditambah dengan clearway.
k. ASDA
ASDA adalah Accelerate-Stop Distance Available – Setara dengan TORA ditambah dengan stopway.
Actual Distance *1.15 ---
---
V1 VR VLOF
35ft
+15%
SWY (STOPWAY)
CWY (CLEARWAY)
TORA ASDA
- - - -
TODA
- - - -
Gambar 3. 3. 2 Takeoff Ketika semua mesin normal
Gambar 3. 3
3.4 Definisi Kecepatan pada Pesawat a. V1
V1 adalah kecepatan keputusan, dimana takeoff harus dilanjutkan kecuali jika manuver pemberhentian telah dilakukan.
b. VR
VR (Rotation Speed) adalah kecepatan dimana rotasi pesawat harus dimulai untuk menuju posisi takeoff. Kecepatan rotasi (VR) tidak boleh kurang dari V1.
c. V2
V2 (Takeoff Safety Speed) adalah kecepatan aman untuk melanjutkan takeoff yang dicapai pada ketinggian 35 kaki.
d. VLOF
VLOF (Lift-off Speed) adalah kecepatan dimana pesawat mulai mengudara.
e. VEF
VEF (Engine Failure Speed) adalah kecepatan dimana mesin pesawat mengalami kegagalan.
f. VMU
VMU (Minimum Unstick Speed) adalah kecepatan udara yang dikalibrasi pada dan di atas kecepatan yang dapat membuat pesawat terangkat dengan aman dari landasan, dan melanjutkan takeoff.
g. VMBE
VMBE (Maximum Brake Energy Speed) adalah suatu keadaan dimana saat takeoff dibatalkan, rem harus menyerap dan membuang panas yang sesuai dengan energi kinetik pesawat pada titik kecepatan V1
Gambar 3. 4 TORA, TODA, ASDA
h. VTIRE
VTIRE (Maximum Tire Speed) adalah kecepatan maksimal yang dapat diterima oleh roda.
3.5 Definisi Berat
a. Maximum Allowable Takeoff Weight
Adalah berat maksimal yang dapat diterima oleh pesawat Ketika takeoff.
Berat ini termasuk bobot pesawat, bahan bakar, penumpang, dan bagasi.
b. Runway Limited Weight
Adalah berat maksimal yang dapat diterima oleh struktural runway pada bandara.
3.6 Deskripsi Konfigurasi Pesawat
Pesawat modern memanfaatkan high-lift devices seperti slats dan flaps untuk mengubah bentuk sayap dan kinerja aerodinamisnya. Fungsi utama flap trailing edge adalah untuk meningkatkan camber (kelengkungan) dan permukaan sayap yang memungkinkannya menghasilkan lebih banyak daya angkat dengan mengurangi gaya hambat. Sebaliknya, tujuan dari leading edge-high-lift device seperti slats bukanlah untuk meningkatkan lift coefficient untuk sudut serang tertentu. Tujuannya adalah untuk menunda pemisahan aliran udara hingga sudut serang yang lebih tinggi tercapai dan dengan cara ini membantu sayap mencapai lift coefficient maksimum yang lebih tinggi daripada yang seharusnya.
Pilot menggunakan tuas flap untuk memilih secara bersamaan pengaturan slat dan flap. Hal ini merupakan suatu cara yang umum untuk mengacu pada
"pengaturan flap" dan "konfigurasi pesawat" secara bergantian. Sebagai contoh,
Gambar 3. 6 Slat Gambar 3. 5 Flap
pada pesawat Airbus A330, ada lima posisi tuas flap sesuai dengan posisi permukaan.
3.7 Lintasan Takeoff dan Hambatan (Obstacle)
Untuk memperhitungkan rintangan di sekitar dan batasan gradien ketinggian, lintasan takeoff harus menjadi subjek analisis.
3.7.1 Jalur Lintasan Takeoff
Pesawat berakselerasi hingga ke VEF di mana mesin kritis dianggap tidak beroperasi dan tetap melaju selama sisa takeoff. Selain itu, kecepatan V2 harus dicapai sebelum pesawat mencapai ketinggian 35 kaki di atas tanah. Titik ini adalah titik transisi ke segmen pertama jalur lintasan takeoff yang akan berlangsung hingga titik di mana pesawat berada pada ketinggian 1500 kaki di atas permukaan takeoff .
Tabel 3. 2 Konfigurasi flap dan slat pada Airbus A330
Lever Position Slats Flaps Indication Flight Phases
0 0º 0º Cruise/Hold
1 16º 0º 1 Hold/Approach
8º 1+F
Takeoff
2 20º 14º 2 Approach
3 23º 22º 3 Approach/Landing
Full 23º 32º Full Landing
Jalur penerbangan takeoff dapat dibagi menjadi beberapa segmen.
Setiap segmen memiliki karakteristik perubahan yang berbeda dalam konfigurasi, daya dorong, dan kecepatan. Selain itu, konfigurasi, berat, dan daya dorong pesawat harus sesuai dengan kondisi paling kritis yang berlaku di segmen tersebut.
Tabel diatas merangkum berbagai ketentuan dan status pesawat selama empat segmen takeoff, yaitu climb gradient minimum yang diperlukan satu mesin tidak beroperasi, konfigurasi flap/slat, rating mesin, speed reference, konfigurasi landing gear. Daya Dorong Takeoff Maksimum (TOGA) disertifikasi untuk digunakan selama
Gambar 3. 7 Jalur lintasan takeoff dan definisi berbagai segmen
Tabel 3. 3 Karakteristik segmen takeoff
maksimum 10 menit jika terjadi kegagalan mesin saat takeoff, dan maksimum 5 menit dengan semua mesin beroperasi. Daya Dorong Kontinu Maksimum (Maximum Continuous Thrust/MCT) yang tidak dibatasi waktu hanya dapat dipilih setelah konfigurasi en-route tercapai (yaitu saat pesawat dalam konfigurasi bersih pada kecepatan green dot speed). Dengan demikian, konfigurasi en-route (akhir segmen ketiga) harus dicapai dalam waktu maksimum 10 menit setelah takeoff, sehingga memungkinkan penentuan ketinggian akselerasi maksimum.
Panjang runway yang dibutuhkan pesawat untuk takeoff bergantung pada beberapa hal, termasuk berat pesawat, pengaturan flap, dan kondisi lingkungan. Jarak takeoff tertentu yang diperlukan mungkin kurang dari panjang runway yang tersedia. Dalam hal ini, daya dorong yang lebih rendah dapat digunakan. Pengaturan daya dorong yang lebih rendah meningkatkan usia mesin dan mengurangi biaya perawatan.
Daya dorong takeoff yang dikeluarkan dari mesin bernilai konstan hingga suhu lingkungan tertentu. Pada suhu ini, mesin bekerja pada batas suhu turbin yang ditampilkan sebagai batas EGT yang sesuai.
Karena batas suhu turbin tidak dapat dilampaui, maka setiap peningkatan suhu sekitar akan menghasilkan daya dorong yang lebih kecil. Prosedur temperatur fleksibel mengetahui bahwa temperatur sekitar yang melebihi nilai rata-rata menghasilkan daya dorong yang lebih sedikit. Jika daya dorong yang lebih rendah dari nilai rata-rata dihitung untuk takeoff tertentu, daya dorong tersebut dapat ditentukan berdasarkan tempat yang bertepatan dengan batas EGT.
Temperatur lingkungan palsu ini adalah temperatur FLEX. Ketika daya dorong FLEX (FLX) dipilih saat takeoff, kontrol mesin menghasilkan daya dorong tersebut
3.7.2 Obstacle Clearance
Biasanya runway memiliki rintangan (obstacle) di sekitarnya yang harus diperhitungkan sebelum takeoff untuk memastikan bahwa pesawat dapat melewati rintangan tersebut. Margin vertikal harus dipertimbangkan antara pesawat dan setiap rintangan di jalur penerbangan takeoff. Margin ini berdasarkan pengurangan gradien pendakian mengarah pada definisi Gross Flight Path dan Net Flight Path. Gross Flight Path adalah jalur yang sebenarnya dilalui Ketika takeoff. Net Flight Path adalah Gross Flight Path dikurangi pengurangan yang diwajibkan.
Gambar 3. 8 Jalur lintasan takeoff gross dan net
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang
Pelaksanaan kegiatan magang yang kami laksanakan yaitu secara berkelompok, dengan rincian sebagai berikut :
Tempat : Garuda Sentra Operasi, PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
Alamat : Garuda Manajemen Building, Area Perkantoran Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang 15111
Waktu : 18 Maret 2024 – 14 Juni 2024
4.2 Bagan Alur Pengambilan Data
4.3 Metode Pengambilan Data
Data yang diambil untuk bahan penelitian ini adalah sebagai dasar untuk membahas suatu pokok permasalahan yang ada. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
4.3.1 Metode Dataset
Metoode ini dilakukan untuk mengambil data yang sudah ada pada perusahaan yang nantinya akan dikelola kembali menjadi sebuah informasi yang baru.
4.3.2 Metode Wawancara
Metode pengambilan data selajutnya adalah dengan melakukan metode wawancara, yaitu pengambilan data dengan cara interview atau bertanya langsung kepada mentor atau pembimbing lapangan.
4.3.3 Metode Pengamatan
Metode ini dilakukan dengan cara mengamati langsung data yang tertera pada software untuk selanjutnya digunakan untuk dijadikan acuan.
4.3.4 Metode Studi Pustaka
Teknik pengambilan data ini dilakukan dengan cara mencari sumber yang ada pada buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Performance Engineer Program (PEP)
PEP adalah bagian dari Performance Program Manual (PPM) untuk Microsoft Windows® yang menjalankan sebuah kalkulasi untuk menghitung aircraft performance yang dimiliki oleh Airbus. Software ini juga termasuk dalam OCTOPUS (Operational and Certified Takeoff and Landing Performance Uniersal Software). Program yang tersedia dari PEP diantaranya adalah sebagai berikut :
Flight Manual (FM)
Memungkinkan berbagai parameter regulasi untuk dihitung seperti jarak takeoff atau gradien segmen kedua serta jarak landing yang diperlukan.
Takeoff Landing Optimizations (TLO)
Digunakan untuk menghitung berat takeoff maksimum yang diizinkan untuk studi kasus atau runway tertentu dan kecepatan yang berkaitan dengan mempertimbangkan Batasan regulasi (kegagalan 1 mesin) dan berat landing maksimum dan parameter terkait.
5.1.1 Komputasi PEP
Beberapa penggunaan PEP :
a. Pre-Flight : PEP dapat digunakan untuk menghitung aircraft performance berdasarkan regulasi
b. Flight
Takeoff : PEP dapat menghasilkan berat maksimum takeoff yang diizinkan dan kecepatan terkait sebagai fungsi karakteristik runway dan kondisi sekitar dengan mempertimbangkan persyaratan regulasi satu mesin mengalami kegagalan. PEP juga digunakan untuk menghitung suhu fleksibel untuk prosedur takeoff yang lebih hemat bahan bakar. Program takeoff
digunakan untuk menghasilkan takeoff chart untuk runway tertentu.
Climb, Cruise, Descent, Holding : PEP dapat digunakan untuk menghitung aircraft performance untuk setiap fase penerbangan dalam kondisi tertentu.
Landing : PEP dapat digunakan untuk menghitung bobot landing yang dioptimalkan atau panjang pendaratan sebagai fungsi karakteristik runway dan kondisi dibawah batasan peraturan. Untuk fase landing, PEP juga dapat digunakan untuk menghitung dan memvisualisasikan jalur pendaratan dan parameter terkait.
Whole Flight : PEP dapat digunakan untuk mendefinisikan dan memvisualisasikan profil penerbangan yang menunjukkan semua fase dari keseluruhan misi, termasuk penerbangan alternatif.
After Flight : PEP membantu untuk menetapkan dan memantau tingkat performa pesawat dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan.
Noise : PEP secara opsional dapat digunakan untuk mempelajari tingkat kebisingan yang sesuai dengan prosedur takeoff dan landing.
5.1.2 Metode Penghitungan PEP
Modul OCTOPUS ini memungkinkan untuk menghitung berat yang optimal saat takeoff atau landing serta parameter performa terkait untuk karakteristik runway tertentu dengan mempertimbangkan persyaratan regulasi.
Mode Optimisasi
Saat menghitung optimasi pendaratan atau lepas landas, pengguna dapat memilih di antara dua mode optimasi, yaitu first principle method dan polynomial method.
a. First Principle Method
Metode ini didasarkan pada resolusi persamaan klasik. Ini adalah metode yang paling akurat tetapi paling lama. Untuk kedua jenis komputasi (pendaratan dan lepas landas), komputasi Flight Manual dibuat dengan integrasi persamaan.
b. Polynomial Method
Metode ini merupakan mode turunan dari metode sebelumnya.
Lebih cepat tetapi lebih konservatif. Tujuan dari metode ini adalah untuk mengurangi waktu komputasi. Untuk melakukannya, batasan Flight Manual telah diperhalus dengan polynomial.
5.1.3 Langkah – Langkah Penggunaan PEP
Untuk mendapatkan takeoff chart yang digunakan dalam menentukan takeoff performance, berikut langkah - langkah penggunaan PEP.
Gambar 5. 1 Tampilan Interface PEP
1. Klik TLO pada tampilan di pojok kiri atas.
2. Pilih takeoff chart pada menu Computation Type.
Gambar 5. 2 Langkah-langkah pembuatan Takeoff Chart
3. Pilih jenis pesawat pada menu Aircraft Type.
4. Ganti regulasi menjadi FAA dan klik Ok.
5. Pilih bandar udara yang akan digunakan pada menu Runway.
6. Pilih menu Load.
7. Pilih bandar udara dan runway designation yang ingin digunakan, kemudian tekan tombol “>” dan klik Ok.
8. Klik Run.
9. Akan muncul task manager untuk mengkalkulasi perhitungan performa pesawat secara otomatis, tunggu hingga selesai.
10. Jika perhitungan selesai, maka akan muncul menu disamping, klik file post script dan nantinya akan muncul takeoff chart.
5.2 Takeoff Chart
Tujuan dari fungsi ini adalah untuk menghitung berat takeoff maksimum dan parameter performa terkait untuk runway yang diberikan, yang merupakan fungsi dari temperatur, QNH, angin, atau parameter lainnya. Fungsi ini juga memungkinkan untuk mendapatkan performa takeoff sebagai fungsi dari Bobot yang diberikan tergantung pada parameter lainnya. Hasilnya disajikan pada grafik yang ditujukan untuk awak pesawat. Takeoff Chart ini dihasilkan dari perhitungan yang telah dilakukan oleh PEP.
5.2.1 Deskripsi Takeoff Chart
Bagan terdiri dari beberapa bagian yang akan dijelaskan di bawah ini, tata letak ini berlaku untuk bagan berat takeoff dan temperatur.
Gambar 5. 3 Deskripsi pada Takeoff Chart
5.3 Pembahasan
Pembahasan dibawah ini akan menjelaskan takeoff chart dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta menggunakan pesawat Airbus A330-341 pada Runway 07L. OAT yang akan digunakan adalah 31ºC pada CONF 1+F dengan kondisi angin 0 KT.
Gambar 5. 4 Takeoff Chart Bandar Udara Soekarno-Hatta pada kondisi Dry Runway
Kedua Takeoff Chart diatas merupakan performa pesawat saat takeoff pada kondisi Dry Runway dan Wet Runway. Performa tersebut didapatkan pada saat kondisi pesawat dalam keadaan normal. Berikut adalah sampel perbandingan pada
Gambar 5. 5 Takeoff Chart Bandar Udara Soekarno-Hatta pada kondisi Wet Runway
Dry Runway dan Wet Runway.
Dari sampel diatas didapatkan sebuah performa yang berbeda pada kondisi runway kering dan basah. Kode angka 1 merupakan Maximum Takeoff Weight (MTOW) atau berat maksimal yang dapat diterima pesawat pada saat takeoff dalam satuan ton. Kode angka 2 merupakan kecepatan V1, VR, dan V2 pada pesawat.
Kode angka 3 merupakan Batasan Takeoff.
Diketahui pada sampel 1 MTOW yang didapatkan adalah 235.9 ton, kecepatan V1, VR, dan V2 adalah 160 KT, 164 KT, dan 168 KT. Untuk Batasan takeoff adalah 2/3 dimana Batasan tersebut adalah segmen kedua dan Panjang runway. Dan pada sampel 2 MTOW yang didapatkan adalah 235.8 ton, kecepatan V1, VR, dan V2 adalah 152 KT, 164 KT dan 168 KT. Batasan pada sampel 2 adalah 3/3 yaitu hanya Panjang runway.
Pada kedua sampel tersebut diperoleh hasil bahwa performa pesawat pada kondisi runway kering dan basah berbeda. Perbedaan pada MTOW yang dihasilkan tidak terlalu besar. Namun pada kecepatan V1 diperoleh perbedaan yang cukup signifikan. Dan pada batasan pada sampel 1 memiliki 2 batasan yang berbeda sedangkan pada sampel 2 memiliki 2 batasan yang sama.
1 2
3 Sampel 1
Sampel 2
Gambar 5. 6 Performa Pesawat pada kondisi Dry Runway
Gambar 5. 7 Performa Pesawat pada kondisi Wet Runway
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada data diatas dapat disimpulkan bahwa takeoff performance pada kondisi dry runway dan wet runway berbeda. Hal ini dikarenakan faktor permukaan landasan yang berpengaruh pada kinerja pesawat terbang saat takeoff. Pada saat kondisi landasan kering, maka mesin dan ban pesawat akan bekerja secara normal.
Pada kondisi landasan basah, maka permukaan landasan akan terkontaminasi oleh genangan air. Dan bila terjadinya RTO (Rejected Takeoff) pesawat akan bekerja secara maksimal untuk menghentikan laju pesawat. Oleh karena itu kecepatan V1 pada wet runway cenderung lebih kecil daripada dry runway. Hal ini dilakukan agar keputusan pilot dalam melanjutkan atau membatalkan takeoff bisa lebih akurat.
6.2 Saran
Selama pembuatan laporan ini ada kendala yang penulis hadapi. Harapan untuk kedepannya adalah semoga bisa untuk bisa memanage waktu dengan lebih baik lagi. Dan untuk laporan ini sendiri penulis berharap agar bisa lebih sempurna lagi baik dalam segi tata tulis maupun koreksi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Airbus. (2002). Flight Operations Support & Line Assistance . In getting to grips with aircraft performance.
Boeing. (n.d.). Performance Engineer Operation Course Notes. In Flight Operation Engineering (p. Volume 1).
Maaz, A. (2021, January 6). Stack Exchange. Retrieved from Aviation:
https://aviation.stackexchange.com/questions/34489/what-is-the-point-of-having- lots-of-different-flaps-settings
Maaz, A. (2022, September 4). Aircraft Takeoff Performance: A Five-Step Guide.
Retrieved from Simple Flying: https://simpleflying.com/aircraft-takeoff- performance-guide/
Primadi Candra Susanto, Y. K. (2019). AVIASI Jurnal Ilmiah Kedirgantaraan.
IMPLEMENTASI REGULASI INTERNATIONAL CIVIL AVIATION
ORGANIZATION (ICAO) PADA PENERBANGAN INDONESIA, Volume 16 No.1.
Setiani, B. (2015). PRINSIP-PRINSIP POKOK PENGELOLAAN JASA. Jurnal Ilmiah WIDYA , Volume 3 No.2.
Sudirman Hi. Umar, H. N. (2017). EVALUASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN. Jurnal Manajemen Dirgantara, Vol 10 No 1.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penilaian hasil magang dari mitra
Lampiran 2
Lampiran 3 Dokumentasi meja kerja
Lampiran 4 Dokumentasi pembuatan TLM
Lampiran 5 Dokumentasi seminar laporan magang bersama dosen pembimbing magang
Lampiran 6 Dokumentasi kunjungan dosen STTKD ke PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Bersama tim HR