LAPORAN
MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA (MBKM)
MATA KULIAH PENJAMINAN MUTU
UMKM KACANG NGINTIP DI DESA TITI PAYUNG, KECAMATAN AIR PUTIH, KABUPATEN BATU BARA
OLEH : Dwita Umami
01.01.20.177
JURUSAN PERTANIAN
PRODI PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan mata kuliah Penjaminan Mutu dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Adapun pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2023 hingga 31 Agustus 2023 di BPP Air Putih, Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas terselesainya laporan ini kepada Dr. Gusti Setiavani, STP., MP. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah yang telah memberikan bimbingannya selama MBKM.
Demikian Penyusunan laporan ini, semoga membawa manfaat bagi yang membaca.
Air Putih. 20 Agustus 2023
Dwita Umami
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR GAMBAR...iii
DAFTAR TABEL...iv
I. PENDAHULUAN...1
A. Latar belakang...1
B. Tujuan...2
C. Manfaat...2
II. TINJAUAN PUSTAKA...3
A. Penjaminan Mutu...3
III. METODE PELAKSANAAN...11
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan...11
B. Metode Pelaksanaan...11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...12
A. Hasil...12
B. Pembahasan...12
V. PENUTUP...23
A. Kesimpulan...23
B. SARAN...23
LAMPIRAN...25
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Struktur Organisasi Usaha...13 2. Diagram Alir Pembuatan Kacang Intip...14 3. Diagram Alir Pengolahan Data 15...15
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Spesifikasi Produk Kacang Intip... 15
2. Kondisi rumah produksi keripik pisang... 16
3. Kondisi GMP rumah produksi... 16
4. Identifikasi Bahaya Produksi... 18
5. Batas krisis yang ditetapkan pada CCP... 21
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN sejak tanggal 31 Desember 2015, tuntutan konsumen terhadap standar mutu dan keamanan pangan produk hasil pertanian sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Produk hasil pertanian yang memenuhi standar mutu dan keamanan pangan akan mampu bersaing dipasar domestic maupun internasional. Dalam upaya mewujudkan system jaminan mutu di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan standarisasi melalui peraturan pemerintah No.102 tahun 2000 tentang “Standarisasi Nasional”
yang selanjutnya PP dimaksud dijabarkan di sektor pertanian melalui keputusan- keputusan Menteri Pertanian nomor 170 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional di sektor pertanian. Dalam keputusan ini juga memuat tentang kebijakan system jaminan mutu di sektor pertanian. Penerapan jaminan mutu merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan jaminan mutu yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat. Sertifikat tersebut merupakan alat bukti penerapan sistem manajemen mutu dan menjadi jaminan terhadap dapat diterimanya suatu produk pertanian baik dipasar domestik, regional maupun internasional.
Penjaminan mutu merupakan tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan guna memberikan kepercayaan bahwa produk memenuhi mutu tertentu. Sistem jaminan mutu hasil pangan yang selanjutnya akan disebut sistem jaminan mutu adalah tatanan dan upaya untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu sesuai standar atau persyaratan teknis minimal. Salah satu bentuk penyelenggaraan keamanan pangan yaitu melalui pemberian jaminan Keamanan dan Mutu Pangan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk mengonsumsi produk pangan yang aman bagi kesehatan dan keselamatan jiwanya. Untuk menjamin Pangan yang tersedia aman dikonsumsi maka penyelenggaraan Keamanan Pangan harus diterapkan di sepanjang Rantai Pangan, mulai dari tahap produksi (budidaya), pemanenan, pengolahan, penyimpanan, distribusi, peredaran hingga sampai di tangan konsumen.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakkan keselamatan manusia. Penerapan jaminan mutu merupakan jalan penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan jaminan mutu yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat. Sertifikat tersebut merupakan alat bukti penerapan system jaminan mutu dan menjadi jaminan terhadap dapat diterimanya produk pertanian baik dipasar domestic, regional maupun internasional.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yaitu :
1. Mahasiswa dapat terjun langsung ke lapangan untuk melaksanakan kegiatan praktikum.
2. Mahasiswa dapat meningkatkan skill dan pengetahuan yang sebelumnya belum didapatkan.
3. Mahasiswa dapat memahami pentingnya penjaminan mutu bagi suatu produk pertanian.
4. Mahasiswa mengetahui kelebihan produk yang memiliki label sertifikasi.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari dilaksanakan Merdeka Belajar kampus Merdeka (MBKM) yaitu :
1. Mahasiswa lebih terlatih bersosialisasi dilapangan secara langsung.
2. Mahasiswa memperoleh kesempatan untuk mengetahui proses dalam penjaminan mutu.
3. Mahasiswa dapat secara langsung melihat proses pengolahan produk pertanian oleh oknum UMKM.
4. Mahasiswa dapat berfikir lebih kritis mengenai pentingnya sertifikasi suatu produk untuk mendorong jaminan produk.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penjaminan Mutu
1. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu konsepsi manajemen mutu untuk memberikan jaminan keamanan dari produk pangan dengan menerapkan SNI. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali krisis.
Bryan 1990, Sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin keamanan produk pangan dalam industry pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluru (komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keaman produk pangan.
Bagi industri pengolahan pangan HACCP memiliki beberapa kegunaan yaitu : 1. Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan.
2. Mencegah penutupan pabrik.
3. Meningkatkan jaminan keamanan produk.
4. Pembenahan dan pembersihan pabrik.
5. Mencegah kehilangan pembeli atau pasar.
6. Meningkatkan kepercayaan konsumen.
7. Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk.
Pendekatan HACCP dalam industry pangan yang terutama diarahkan terhadap produk pangan (makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab penyakit dan keracunan, yaitu makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya mikrobiologi kimia dan fisika.
Untuk memahami HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya kesamaan pandanagan dalam memahami defenisi atau istilah yang dipakai dalam system HACCP sebagai berikut :
1. Bahaya (Hazard), sifat – sifat bahan biologi, kimia dan fisika yang dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi konsumen.
2. Titik kendali (Control Point), setiap titik, tahap atau prosedur pada system produksi makanan yang dapat mengendalikan factor bahaya biologis/mikrobiologi, kimia dan fisika.
3. Titik kendali krisis (Critical Control Point), setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.
4. Batas krisis (Limits Critical), batas antara keadaan dapat diterima atau tidak dapat diterima.
5. Resiko, kemungkinan menimbulkan bahaya.
6. Penggolongan resiko, Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin terdapat pada makanan.
7. Pemantauan (Monitoring), Pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti agar dapat digunakan dalam verifikasi.
8. Pemantauan kontinyu, Pengumpukan dan pencatatan data secara berkelanjutan.
9. Tindakan koreksi (Corrective Action), Prosedur atau tatacara Tindakan yang harus dilakukan jika ternjadi penyimpangan pada CCP.
10. Tim HACCP, Sekelompok orang yang ahli dalam penyusunan HACCP.
11. Validasi rancangan HACCP, Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk memastikan semua rancangan sudah benar.
12. Validasi, Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan bahwa system HACCP sudah sesuai.
Secara teorotis ada 7 (tujuh) prisip dasar penting dalam penerapan HACCP pada industry pangan yang direkomendasikan oleh NACMCP (National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali krisis (CCP) didalam proses produksi.
3. Penetapan batas krisis (Critical Limits) terhadap setiap CCPyang telah teridentifikasi.
4. Penyusunana prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan Tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan (diviasi) pada batas krisisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan atau penyimpanan data (record keeping)
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
2. Good Handling Practice (GHP)
Good Handling Practice (GHP) merupakan suatu pedoman yang menjelaskan cara penangan pasca panen hasil pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. GHP merupakan suatu prosedur yang digunakan dalam ruang lingkup pasca panen yang berfungsi untuk memelihara produk dengan maksud terhindar dari kecacatan produk, terkontaminasi bahaya dan seterusnya (Thaheer, 2005).
GHP memiliki peran dalam mengamankan hasil dari berkurangnya jumlah maupun mutu sehingga hasil yang diperoleh dapat memenuhi SNI atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM). Berbagai inovasi teknologi telah diterapkan pada beberapa tahapan pasca panen dengan tujuan agar produk yang dihasilkan dapat terhindar dari berbagai kontaminasi yang dapat mengurangi kualitas produk.
Penerapan GHP juga menekankan bahwa segala sesuatu harus dilakukan untuk mencegah terjadinya proses kontaminasi bakteri dan bahan kimia berbahaya lainnya. GHP mencegah kontaminasi yang dimulai dari ladang agar tidak belanjut hingga ke tangan konsumen.
Tujuan utama Good Handling Practice adalah untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan daya saing dari hasil pertanian. Adapun terdapat tujuan lain pelaksanaan GHP sebagai berikut :
1. Mempertahankan mutu serta menekan terjadinya kehilangan atau kerusakan hasil panen.
2. Memperpanjang daya simpan produk.
3. Mempertahankan kesegaran produk.
4. Meningkatkan daya guna produk.
5. Meningkatkan nilai tambah produk.
6. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan sarana.
7. Meningkatkan daya saing produk.
8. Meningkatkan nilai produk secara ekonomis.
9. Dapat memberikan keuntungan optimum dan mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan.
Pedoman Good Handling Practice (GHP) sebagai berikut :
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia no.
44/PERMENTAN/OT.140.10/2009 tentang pedoman penangan pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang baik (Good Handling Practice) menyebutkan bahwa ruang lingkup pedoman GHP meiliputi panen, pasca panen, standarisasi mutu, lokasi, bangunan, peralatan & mesin, bahan perlakuan, wadah & pembungkus, tenaga kerja, keamanan & keselamatan kerja (K3), pengelolaan lingkungan, pencatatan, pengawasan & penelurusuran balik, sertifikasi, serta pembinaan dan pengawasan.
Penilaian Good Handling Practice (GHP) :
Penilaian GHP akan dilakukan setelah adanya bimbingan dan pembinaan dalam penerapan GHP. Bimbingan dan pembinaan di tingkat pelaku usaha dilaksanakan oleh pihak yang berkompeten dalam pembinaan jaminan mutu dan dilakukan secara terus menerus agar dapat melaksanakan ruang lingkup yang tertera pada pedoman pelaksanaan GHP menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 44/Permentan/OT.140/10/2009 secara konsisten dan berkesinambungan. Apabila usaha yang telah mendapatkan bimbingan dan pembinaan tersebut telah menerapkan seluruh pedoman pelaksanaan GHP, maka akan dilaksanakan penilaian untuk menentukan kelayakan usaha pasca panennya tersebut. Dari hasil penilaian GHP terhadap kelayakan usaha pasca panenya tersebut, maka pelaku usaha dapat diketahui berhak atau tidak berhaknya untuk memperoleh sertifikat GHP. Sertifikat GHP yang diperoleh tersebut nantinya akan sangat bermanfaat dalam pelaksanaan kegiatan usaha pasca panen karena produk yang dihasilkan oleh usaha yang telah memiliki sertifikat GHP mendapatkan pengakuan untuk jaminan mutu dan keamanan pangan baik oleh pasar domestik
maupun pasar luar negeri sehingga pada akhirnya produk tersebut akan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
3. Good Manufacturing Practice (GMP)
Good Manufacturing Practice (GMP) merupakan pedoman secara umum dalam melaksanakan kegiatan pengolahan hasil pertanian secara baik dan benar sehingga menghasilkan produk olahan yang memenuhi standar mutu olahan yang aman untuk dikonsumsi masyarakat. Di Indonesia ada beberapa jenis GMP atau CPB (Cara Produksi yang Baik) sebagai berikut :
1. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), merupakan standar cara mengontrol produksi obat yang baik dan benar.
2. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPMB), merupakan standar GMP yang mengawasi produksi makanan atau kuliner.
3. Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB), merupakan mengontrol produksi pembuatan kosmetik untuk menghasilkan kosmetik yang berkualitas.
4. Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), merupakan pengawasan bagian produksi obat trasional yang efektif.
Beberapa Tujuan dan Manfaat dari Good Manufacturing Practice (GMP) bagi konsumen :
1. Keselamatan pelanggan, penerapan GMP dapat menjamin keselamatan konsumen yang mengkonsumsi sebuah produk pangan karena proses produksi dilakukan sesuai standar GMP.
2. Meningkatkan pemahaman konsumen terhadap produk, dengan GMP konsumen dapat mengetahui informasi sebuah produk seperti: tanggal produksi, komposisi bahan, kadaluarsa serta informasi lainnya.
Beberapa Tujuan dan Manfaat dari Good manufacturing practice (GMP) bagi produsen :
1. Menjaga pangsa pasar, dengan penerapan GMP maka suatu produk akan memiliki nilai lebih dimata konsumen sehingga membuat produk tersebut menjadi produk terpercaya di kalangan pasar.
2. Mempertahankan kepercayaan pelanggan, Ketika suatu produk terjamin kualitasnya maka konsumen dapat merasakan manfaatnya sehingga konsumen akan terus berulang untuk membeli Kembali produk tersebut.
3. Mencapai tujuan bisnis, dengan memiliki kepercayaan konsumen maka akan dengan mudh untuk mencapai tujuan sebuah perusahaan.
4. Mengurangi biaya operasional, Dengan regulasi yang mengatur produksi makanan dan minuman, pelaku usaha dapat mengeliminasi pengeluaran yang boros. Korporasi dapat mengurangi biaya-biaya yang tidak termasuk dalam CPMB.
5. Mendukung implementasi GMP yang efektif, perusahaan yang menggunakan GMP tentunya akan menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk ikut serta menggunakan standar GMP dalam melakukan produksi.
Good Manufacturing Practice (GMP) untuk makanan dan minuman sudah diatur oleh undang-undang. Mengacu pada SK MENKES No.23/MENKES- I/1978. Adapun susunan strukturnya sebagai berikut :
Lokasi pabrik
Bangunan
Fasilitas sanitasi
Sarana produksi
Bahan
Produk akhir
Laboraturium
Kebersihan pegawai
Wadah kemasan
Label
Penyimpanan
Pemeliharaan sarana pengelolaan dan kegiatan sanitasi
Kualitas pengiriman
Jadi, Good Manufacturing Practice adalah suatu tata cara dalam sistem manajemen standar negara dalam hal prosedur memproduksi makanan atau minuman dengan kualitas yang baik dan juga siap untuk dipasarkan. Dengan
menerapkan Good Manufacturing Practice, maka perusahaan akan siap untuk bersaing di dalam dunia bisnis yang ketat. Standar yang digunakan untuk mengatur Good Manufacturing Practice adalah CPOB, GPMB, CKPN dan juga CPOTB.
4. Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM)
Usaha Menengah Kecil Mikro merupakan istilah umum dalam dunia ekonomi yang merujuk kepada usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai kriteria yang ditetapkan oleh UU No. 20 Tahun 2008. UMKM dapat berupa bisni yang dijalankan individu, rumah tangga atau badan usaha dalam skala kecil. Penggolongan UMKM digolongkan berdasarkan omzet pendapatan pertahun, jumlah kekayaan asset, serta jumlah pegawai. UMKM diatur dan dikelompokkan dengan PP Nomor 7 Tahun 2021.
Usaha mikro adalah usahapa produktif milik perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Usaha kecil adalah usaha ekonominproduktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha menengah.
Berdasarkan modal usaha yang termasuk kriteria usaha mikroadalah yang memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha kecil memiliki modal lebih dari Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan tempat usaha. Usaha menengah memiliki modal usaha lebih dari Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan tempat usaha.
Berdasarkan hasil penjualan tahunan, kriteria usaha mikro ialah yang memiliki hasil penjualan pertahun paling banyak sampai dengan Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Usaha kecil ialah yang memiliki hasil penjualan pertahun lebih dari Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Sedangkan usaha menengah memiliki hasil penjualan pertahun lebih dari Rp.15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).
III. METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dilaksanakan dari tanggal 11 Mei 2023 s.d 31 Agustus 2023 di BPP Air Putih, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara
D. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan wawancara UMKM di awali dengan pencarian informasi mengenai keberadaan pelaku UMKM di Kabupaten Aceh Barat Daya yang berhubungan dengan pengolahan hasil pertanian dalam bentuk olahan pangan. Kegiatan wawancara UMKM dilakukan dengan cara berkunjung ke lokasi rumah produksi UMKM dan melakukan bincang wawancara seputar bisnis UMKM tersebut serta melakukan identifikasi terhadap produk yang dipasarkan mengenai cara produksi produk, sertifikat perizinan dagang, labelling produk, label halal serta pemasaran.
UMKM yang didatangi merupakan pelaku usaha yang bergerak dibidang pangan dengan memproduksi hasil pertanian pisang yang diolah menjadi keripik pisang original dan keripik pisang sale. UMKM ini berdiri dengan tujuan untuk membantu petani pisang menyalurkan hasil panen yang mana pada awalnya petani pisang selalu mendapat rugi akibat hasil panen terbuang akibat tidak laku terjual dan membusuk.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Profil Usaha Keripik Pisang
Nama : Nurul
Umur : 33 Tahun
Jenis Usaha : Karina Kacang Intp
Alamat : Desa Titi Payung, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara
E. Pembahasan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan istilah yang digunakan dalam kegiatan ekonomi yang merujuk kepada usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. Karina kacang intip merupakan UMKM yang memproduksi kacang intip yang telah berdiri sejak tahun 2020. Usaha ini berdiri sebagai usaha rumahan yang hanya memproduksi dengan skala kecil tergantung permintaan konsume.
Awal mula usaha ini didirikan karena produsen sendiri hobi dalam mengolah makanan dan juga disaat covid melanda usaha ini dapat membantu prekonomian.
Kemudian muncul ide untuk mengolah kacang tanah ini menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual yang tinggi. Produksi keripik pisang dilakukan setiap hari dalam satu hari membuat kacang intip ini sabanyak 10kg.
Alat dan bahan dalam pembuatan kacang intip ini sangat sedderhana, yaitu :
Kacang Tanah
Minyak goreng
Tepung Terigu
Gula pasir
Margarin/Mentega
Air
Langkah - langkah pembuatan keripik pisang :
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Sangrai kacanng tanah
Membuat adonan dengan mencampur tepung terigu dan margarin, tambahkan air secukupnya dengan perlahan. Uleni sampai adonan kalis tidak lengket ditangan.
Giling adonan menggunakan ampia, kemudian potong persegi ukuran sesuai selera. Isi dengan kacang tanah yang sudah disangrai mulai dari bagian ujung.
Rekatkan dengan sedikit air agar tidak terbuka.
Panaskan minyak kemudian masukan 2-3 sendok gula dibiarkan sampai menjadi karamel, menggunakan api kecil. Kemudian masukan adonan kacang intip tadi, goreng sambil diaduk hingga rata. Biarkan sampai matang dan berubah warna menjadi kecoklatan dan mengkilat, kemudian angkat dan tiriskan.
Selanjutnya pengemasan kacang intip
Struktur Organisasi
Gambar 1. Struktur Organisasi Usaha
1) Bagian Produksi, bertugas membantu pemilik untuk melaksanakan kegiatan produksi produk mulai dari mempersiapkan alat dan bahan, pengadonan kulit, pencetakan dan penggorengan
2) Bagian Pengemasan, bertugas membantu pemilik untuk melaksanakan kegiatan pengemasan produk kacang intip yang sudah di goreng. Pengemasan juga termasuk kegiatan pemberian stiker label produk.
3) Bagian pemasaran, bertugas membantu pemilik mendata permintaan konsumen dan pengiriman produk terhadap konsumen.
Pemilik Usaha (Owner)
Bagian Produksi
Bagian Pemasaran Bagian
Pengemasan
Analisis penerapan HACCP pada usaha keripik pisang : 1. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini Teknik pengumpulan data menggunakan cara survey lapangan dan wawancara terhadap pemilik usaha secara langsung. Hasil data yang didapatkan antara lain yaitu, asal mula usaha di bangun, naik turunnya usaha, jumlah karyawan, cara pemasaran dan lainnya. Selanjutnya mengetahui alat dan bahan serta cara pembuatan kacang intip. Berikut diagram alir pembuatan kacang intip.
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kacang Intip 2. Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian ini dibuat berdasarkan model Analisa tahapan HACCP sebagai berikut :
Tahapan awal melakukan identifikasi, dari permasalahan yang sudah identifikasi selanjutnya dapat merumuskan masalah dan menetapkan tujuan penelitian. Lalu melakukan studi Pustaka agar penelitian dapat dilakukan dengan baik dan benar.
Tahapan kedua pengumpulan data yang dilakukan dengan pengumpulan data primer dan skunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan secara langsung yang berupa aspek dalam Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP), data identifikasi bahaya atau Critical Control Point (CCP) pada proses produksi, serta kondisi
Persiapan Alat dan Bahan
pengadonan Tepung
Pencetakan penggulungan
kacang penggorengan pengemasan dan pelabelan sangrai Kacang
Tanah
awal tata letak fasilitas pabrik. Sedangkan data sekunder yaitu profil Perusahaan, proses produksi, dan deskripsi produk.
Tahapan ketiga yaitu pengolahan data dengan melakukan analisis Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP), dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Untuk analisis HACCP meliputi deskripsi produk, identifikasi rencana penggunaan, penyusunan bagan alir, konfirmasi bagan alir di lapangan, identifikasi bahaya, penentuan CCP, penentuan batas-batas kritis (critical limits).
Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Data 3. Analisa Data
Tahapan Analisa data merupakan proses dari aktivitas penerapan HACCP di usaha keripik pisang tersebut.
1) Daftar Bahaya dan Mengendalikan Bahaya
Deskripsi produk keripik pisang pada tabel berikut.
Tabel.1 Spesifikasi Produk Kacang Intip
Spesifikasi Keterangan
Nama Produk Kacang intip
Bahan Baku Kacang Tanah
Pengolahan Pengadonan tepung, sangrai kacang tanah, pencetakan, penggulungan,
penggorengan, pengemasan
Jenis Kemasan Plastik standing pouch
Karakteristik Produk Fisik : Padat
Kimia : Biologi :
Umur Simpan 1 Bulan
Distribusi Swalayan, Grosir, Toko-Toko Sanitation standart
operating procedure (SSOP)
Penerapan HACCP : 1. Identifikasi potensi bahaya 2. Penentuan Critical control point 3. Menentukan batas krisis
4. Menentukan prosedur untuk setiap CCP
Good Manufacturing Practice (GMP)
Terdekat
Penggunaan Produk Langsung konsumsi
Konsumen Semua umur
Adapun kondisi pada rumah produksi kacang intip ini dinilai berdasarkan Sanitation Standart Operation Procedure (SSOP) pada tabel berikut :
Tabel.2 Kondisi rumah produksi keripik pisang
NO. Aspek SSOP Penyimpangan
1. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan (Produk Kacang Intip)
a. Penggulungan kacang tanpa sarung tangan
2. Pencegahan kontaminasi silang a. Tempat produksi higenis dan terjada
3. Kebersihan pekerja a. Fasilitas kebersihan pekerja terjaga 4. Pengendalian kesehatan a. Tidak ada pengawasan terhadap
Kesehatan karyawan
Kondisi rumah produksi Kacang Intip dilihat berdasarkan Good Manufacturing Practice (Sonaru, 2014) ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Tabel.3 Kondisi GMP rumah produksi
NO. Aspek GMP Penyimpangan Kategori
1. Lokasi Rumah produksi jadi satu
dengan rumah produsen
Akses jalan bisa dilalui kendaraan roda 2 dan 4 2. Bangunan Bangunan berdiri dengan
kokoh
3. Fasilitas Sanitasi Pembuangan sampah dekat dengan lokasi produksi 4. Pengawasan proses Pemilik selalu terlibat dan
mengawasi setiap kegiatan produksi
5. Karyawan Karyawan tidak
menggunakan masker dan sarung tangan dalam proses produksi
6. Label atau keterangan produk
Usaha ini sudah memiliki label dan sudah PIRT,
mempunyai keterangan produk pada kemasannya.
7. Penyimpanan Penyimpanan dikemas
didalam kemasan plastik standing pouch sesuai dengan kemasannya 8. Pemeliharaan dan
program sanitasi
Ruangan selalu terjaga dan tetap higenis
9. Dokumentasi dan pencatatan
Memiliki dokumentasi serta pencatatan yang lengkap disetiap proses kegiatan produksi
10. Pelatihan Karyawan sudah
mendapatkan pelatihan khusus mengenai GMP Keterangan :
Minor : Tingkat penyimpangan yang kurang serius dan tidak menyebabkan resiko terhadap keamanan pangan produk.
Mayor : Tingkat penyimpangan yang dapat serius dan dapat menyebabkan resiko terhadap keamanan produk
Serius : Tingkat penyimpangan yang serius dan dapat menyebabkan resiko terhadap keamanan pangan produk dan harus ditinjak lanjuti.
2. Menetapkan titik kendali krisis (Critical Control Point)
Beberapa aspek GMP yang di nilai pada aktifitas sebelumnya memiliki penyimpangan serius yang dapat menyebabkan resiko terhadap kualitas keamanan produk pangan. Aspek tersebut meliputi fasilitas sanitasi, karyawan dan pememliharaan dan program sanitasi. Perbaikan terhadap kondisi ketiga aspek tersebut perlu segera ditindak lanjuti. Setelah itu, pengamatan dilakukan pada pelaksanaan pemenuhan standar kemanan pangan, dengan Hazard Analysis and Critical Control Process (HACCP).
HACCP dilakukan pada system produksi keripik pisang dengan hasil analisis sebagai berikut :
a. Identifikasi penggunaan konsumen kacang intip adalah dari kalangan anak- anak hingga orang tua.
b. Penyusunan bagan alir (flow chart) yang dibuat berdasarkan pengamatan terhadap proses produksi kacang intip dapat dilihat pada peta proses operasi atau Operation Process Chart (OPC) dari produk kacang intip yang disajikan pada bagan alir dibawah ini dan label dibawah untuk jumlah operasi kerja pada produk kacang intip.
c. Konfirmasi bagan merupakan pengecekan ulang antara diagram alir yang sudah dibuat denga proses produksi yang terjadi sesungguhnya.
d. Identifikasi bahaya yang digunakan untuk member gambaran mengenai potensi bahaya yang mungkin dapat terjadi dari keseluruhan system produksi. Prediksi bahaya dirangkum dalam table berikut.
Tabel 4. Identifikasi Bahaya Produksi
No. Tahapan proses Potensi bahaya Keterangan 1. Membuat
Adonan Kulit Kacang Intip
Biologis :
Kontaminasi tangan
pekerja yang
mengandung bakteri Stapylococus
Aureus Fisik : Debu Kimia : -
- Karyawan tidak menggunakan sarung tangan dan masker
2. Pengsangrai Biologi : - -
Sangrai Kacang Tanah
Membuat Adonan
Pencetakan
Penggulungan kulit adonan dengan kacang Penggorengan
Pengemasan
Kacang Tanah Fisika : - Kimia : - 3. Pencetakan dan
pemotongan Kulit Kacang
Intip
Biologi :
Kontaminasi tangan
pekerja yang
menggandung bakteri
Staphylococus Aureus
Fisika : Kimia : -
- Pencetakan dan pemotongan kulit kacang intip tanpa menggunakan sarung tangan
4. Penggorengan Biologi :
Fisika : proses penggorengan didalam ruangan Kimia :
-
Bakteri Staphylococus Aureus merupakan salah satu bakteri pathogen oportunistik yang bisa menyebabkan beragam penyakit pada manusia dan hewan.
Misalnya, saja penyakit bakteremia, endocarditis, serta penyakit kulit. Jika dilihat bahwa mikroskop akan berbentuk seperti sekelompok anggur. Terdapat lebih dari 30 jenis bakteri Staphylococus Aureus, namun bakteri Staphylococus Aureus adalah tipe yang paling sering menyebabkan penyakit infeksi.
Identifikasi penentuan titik kendali kritis atau critical control point pada proses pembuatan tempe dilakukan mulai dari perebusan kacang kedelai sehingga penyimpanan. CCP dapat ditentukan dengan menggunakan pohon keputusan.
Berdasarkan identifikasi CCP, didapatkan tiga proses yang memiliki CCP yaitu proses Pengadonan kulit kacang intip, pencetakan dan penggulunga. Berikut ini adalah pejelasan prose yang mempunyai potensi bahaya.
a. Pengadonan Kulit Kacang Intip
Proses ini memiliki potensi bahaya rendah yang diakibatkan karena pekerja melakukan proses pengadonan kulit kacang intip tidak menggunakan sarung tangan dan masker. Yang mana proses itu dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap adonan yang akan diolah menajdi kulit kacang intip. Dalam kegiatan ini perlu ditingkatkan dalam kedisiplinan menggunakan APD seperti sarung tangan dan masker.
b. Pencetakan dan Penggulungan
Dalam proses ini menimbulkan bahaya yang rendah dikarenakan pekerja saat mencetak dan melakukan penggulungan terhadap kacang tidak menggunakan sarung tangan, proses ini dapat menimbulkan bakteri bakteri yang ditangan akan melekat pada produk olahan tersebut.
Proses yang merupakan CCP harus dievaluasi agar menghilangkan bahaya yang akan terjadi. Pada produksi kacang intip ini masih terdapat beberapa proses pengerjaan yang dapat menimbulkan terjadinya resiko terhadap olahan pangan.
Resiko yang dapat terjadi diantara lain, yaitu tercemarnya olahan pangan dikarenakan karyawan yang tidak higenis.
3. Menetapkan batas/limit kritis untuk setiap titik kendali kritis
Berdasarkan identifikasi bahaya dan titik kendali kritis pada produksi kacang intip maka batas kritis untuk mencegah bahaya biologis, fisik dan kimiawi pada proses pengolahan pangan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel.5 Batas krisis yang ditetapkan pada CCP
Jenis Bahaya CCP Batas krisis
Bahaya fisik berupa debu, sehingga dapat menyebabkan bakteri
Ruangan produksi yang menjadi satu dengan dapur
Pemindahan ruang menjadi ruangan khusus produksi
Bahaya biologis berupa tercemarnya olahan
pangan dengan
Stapylococcus Aureus atau mikroba dari keadaan sekitar yang tidak bersih dan bercampurnya keringat manusia dengan olahan pangan
Pada tahap pengadonan, pencetakan dan juga penggulungan kulit pada kacang tanah
Penggunaan sarung tangan sehingga olahan produk tetap terjaga.
4. Menetapkan pemantauan untuk setiap CCP
Berikut merupakan rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan terhadap kondisi kerja:
a. Rekomendasi terkait ruangan produksi yang dibuat khusus untuk produksi tidak gabung dengan tempat lainnya.
b. Rekomendasi terkait higenis karyawan. Karyawan sebaiknya menggunakan sarung tangan untuk melindungi olahan pangan dari cemaran bakteri yang tidak diinginkan.
V. PENUTUP A. Kesimpulan
Penerapan GHP, GMP dan HACCP dapaat meningkatakan kepercayaan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk.
Setiap potensi bahaya yang akan terjadi dalam suatu proses selalu memiliki solusi dalam pemulihan suatu bahaya.
UMKM KARINA Kacang Intip Sudah memiliki Sertifikat PIRT F. SARAN
Rumah produksi kacang intip dibangun hanya khusus untuk produksi kacang intip
Kacang intip dapat dipasarkan melalui media online
Penerapan penggunaan APD bisa lebih di tertibkan kepada karyawan produksi untuk menjaga ke-steril-an produk pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Lasima, W., M. Syamsun, D. Kadarisman. 2012. Tingkat Penerapan Manajemen Mutu pada UMKM Pembenihan Udang di Jawa Timur. Manajemen IKM, 7(2): 143-151
Ahyari, Agus. 1998. Pengendalian Produksi. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2002. Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Jakarta
BSN. 2007. Standar Mutu Keripik Pisang SNI No. 01-4315-2001. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Haryanto, dkk. 2013. Penyusunan Draf Standard Operating Procedure (SOP) Pengolahan Keripik Pisang (Studi Kasus Di Salah Satu Industri Rumah Tangga Keripik Pisang Bandar Lampung). Lampung: Universitas Lampung.
Kadarisman, D. (1999). ISO (9000 dan 14000) Sertifikasi Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi. IPB dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.
Rukamana, Lisa Kiswuri. 2012. Pengendalian Mutu Dan Perancangan Konsep HACCP Di Usaha Kecil Menengah Dalam Pembuatan Keripik Pisang
“Barokah”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Tampai, dkk. 2017. Pelaksanaan Quality Control Pada Produksi Air Bersh Di PT Air Manado.Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Wardani, A, K. 2015. Efektivitas Pelaksanaan Quality Control Pada Bagian Produksi PT Indohamafish Di Pengabengan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Widiati, Ari. 2019. Peran Kemasan (Packing) Dalam Meningkatkan Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Di “Mas Pack” Terminal Kemasan Pontianak. Pontianak: Institut Agama Islam Negeri Pontianak.
LAMPIRAN