• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Gagal Jantung Kongestif (CHF)

N/A
N/A
Cheylin Augustyn

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Pendahuluan Gagal Jantung Kongestif (CHF)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

OLEH

Nama : Early J. Nenosaban Nim : PO. 530321118932 Kelas : TK.II PPN

Mengetahui;

Dosen Pembimbing

Era Dorihi Kale, MKep,Sp. Kep. MB NIP.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG JURUSAN KEPERAWATAN PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHUN AJARAN 2020

(2)

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Gagal jantung kongestive atau congestive heart failuren(CHF) merupakan kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Istilah gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan. Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

B. Etiologi

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2. Arterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat) Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun

3. Hipertensi pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung

4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

(3)

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yangmasuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.

6. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal:

demam),hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

C. Faktor resiko

a. Faktor resiko mayor meliputi: usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV, infark miokard, obesitas diabetes.

b. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik, albuminuria, anemia, stress, gaya hidup yang buruk

c. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas

d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.

e. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.

f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

(4)

1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer

3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium

4. Pada anak dan bayi

a. Takikardi/denyut jantung > 160kali per menit pada anak umur dbawah 12 bulan; >120 kali/menit pada umur 12 bulan-5tahun

b. Hepatomegali, peningkatan tekanan vena jugularis dan eddema perifer (tanda kongestif)

c. Irama derap dengan crakles/rongki pada basal paru)

d. Pada bayi-napas cepat (atauberkeringat,terutama saat diberi makanan;pada anak yanglebih tua-edemaa kedua tungkai,tangan atau muka, atau pelebaran vena leher

e. Telapak tangan sangat pucat terjadi bila gagal jantung disebabkan oleh anemia.

E. Patofisiologi

Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : 1. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)

a. Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)

Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal. Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edem

b. Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)

Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah

(5)

terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya. jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah

2. Mekanisme neurohormonal

Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin. Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik.

3. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS.

Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor.

Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air diginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat.

Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif

4. Cardiac remodeling

merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial

(6)

F. Pathway

Disfungsi miokardium

beban tekanan berlebihan

Beban sistole berlebihan

Beban volume berlebihan

Kontraktilitas berkurang

Beban sistole meningkat

Perlod

meningkat CHF kanan

Hambatan pengosongan ventrikel

Beban jantung meningkat

CHF kiri

Gagal pompa ventrikel kiri

Foward failure

Cardiac output menurun

Backward failure LVED meningkat

Tekanan vena pulmonal meningkat

Tekanan kapiler paru meningkat

Odema paru

Cairan masuk kedalam alveoli

Gangguan pertukaran gas

Ketidakefetifan bersihan jalan napas suplai darah kejaringan

Renal flow menurun

Glomerular filtration rate

Retensi H2O dan Na

Kelebihan volume cairan Nutrisi

Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat

Fatique Metabolisme

sel

Lemah

CHF

Defisit pengetahuan

(7)

si

G. Penatalaksanaan 1. Non farmakologi

a. CHF Kronik

1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas

2) Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema 3) Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium

4) Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari) 5) Olahraga secara teratur

b. CHF akut

1) Oksigenasi (ventilasi mekanik) 2) Pembatasan cairan (1,5 liter/hari) 2. Farmakologi

Tujuan : Untuk mengurangi afterload dan preload a. first line drugs;diuretic

Tujuan : Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah : thiazide diurestics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluarn cairan), kalium-sparing diuretic

b. Second line drugs;ACE inhibitor

Tujuan : membantu meningkatan COP dan menurunkan kerja jantung.

Obatnya adalah :

1) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan unutk kegagalan diastic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi.

Intoleransi aktivitas

(8)

2) Hidralazin : menururnkan afterload pada disfungsi sitolik 3) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk

disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

4) Calsium Chanel Blocker : untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisisan ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik)

5) Beta Blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi diatolic untuk mengurangi HR,

mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertofi ventrikel kiri

3. Pendidikan kesehatan

a. Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penanganannya.

b. Monitoring difokuskan pada : monitoring BB setiap hari dan intake natrium.

c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang,jeruk, dan lain-lain d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi

dengan bantuan terapi.

H. Pemeriksaan penunjang

1. EKG (elektrokardiogram): untek mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung

EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis iskemia san kerusakan polamungkin terlihat. Disritmia misalnya takhikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persistensi 6 minggu atau lebih setelah imfrak miokrad menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2. Echokardiogram : menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilaikeadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.

3. Foto rontgen dada : untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan diparu-paru atau penyakit paru lainnya

4. Tes darah BNP : untuk mengukur kadar hormon BNP

(9)

(Brype nattruretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat

5. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

6. Skan jantung : tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan pergerakan dinding

7. Katerisasi jantung : tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas

8. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktivitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung

9. Oksimetri nadi

Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis

I. Komplikasi

1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri

2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat keorgan vital (jantung dan otak)

3. Episode trombolitik. Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.

4. Efusi perikardial dan tamponade jantung 5. Aritmia

Aritmia atau gangguan irama jantung dapat dideritaa oleh pasien gagal jantung kongestif. Aritmia ini dapat tejafdi karena gangguan aliran listrik jantung yang berfungsi mengatur irama dan detak jantung. Jika penderita gagal jantung konggestif kemudian menderita aritmia, maka ia akan berisiko tinggi terkena strokependerita juga rentang mengalami tromoeboli, yaitu sumbatan pada pembuluh darah akibat bekuan darah yangterlepas.

6. Hanti jantung mendadak

(10)

Salah satu komplikasi berbahaya yang perlu diwaspadaipada gagaljantung kongestif adalah henti jantung mendadak. Ketika fungsi jantung terganggu dan tidak tertangan, lama kelamaan kinerja jantung akan mengalam penurunan drastis dan berisiko mengnalami henti jantung mendadak. Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini dapat terjadi pada gagal jantung kongestif , diantaranya karena jantung tidak mendapat cukup oksigen, terjadi gangguan saraf yang mengatur fungsi jantung, atau akibat perubahan bentuk jantung.

(11)

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF 1. pengkajian

Menurut doenges (2010) asuhan keperawatan yang penting dilakukan pada klien CHF meliputi :

a) Pengkajian primer

 Airway : penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksan mengenai adanya obstruksi jalan nafas dan adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adaanya suara napas tambahan seperti snorning

 Breathing : frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi,wheezing, ronchi, dan kaji adanya trauma pada dada

 Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output, nkulit, nadi.

 Disability : nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.

b) Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan terhadap tanda tanda dan gejala kelebihan cairan sistemik dan pulmonal.

 Pernafasan : auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas

 Jantung : auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal

 Tingkat kesadaran : kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan kesadaran

 Perifer : kaji adanya sianosis perifer

 Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular dan distensi vena jugular

c) Data subjektif

(12)

 Data subjektif

 Dispnea, batuk

 Ortopnea

 Berat badan bertambah

 Edema kaki

 Pusing, bingung,cepat lelah

 Nyeri angina, atau abdominal

 Cemas

 Pengetahuan tentang penyakitnya

 Mekanisme koping yang dipakai

 Data objektif

 Gawat napas,dispnea,banyak memakai otot otot bantu pernapasan

 Distensi vena jugularis

 Ekstremitas teraba dingin

 Perubahan nadi

 BB bertambah

 Tingkat kesadaran

 Bunyi jantung irama gallop 2.Diagnosa keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurang ventilasi,perfusi

2. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan kurangnya volume sekuncup,syok kardigenik,insufisiensi katup, hipertensi

3. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan suplai oksigen tidak mencukupi kebutuhan

4. Cemas yang berhubungan dengan ancaman kematian, perubahan status kesehatan, perubahan peran, status sosio ekonomi

5. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kontraktilitas jantung terganggu 6. Perfusi jaringan kurang yang berhubungan dengan kurang darah dalam

sirkulasi,imobilisasi,edem paru

7. Gangguan nutrisi ( kurang dari kebutuhan tubuh) yang berhubungan dengan anoreksia,, ketidakseimbangan natrium

8. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilisasi, edema gastrointestinal

(13)

9. Defisit pengetahuan ( tentang sifat penyakit, pengobatan) yang berhubungan dengan tidak ada informasi, tidak responsi terhadap informasi

 Hasil yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan, pasien:

 Menunjukan kecepatan pernapasan yang normal tanpa bantuan oksigen, tidak bingung

 Menunjukan toleransi terhadap kegiatan ( nadi dan tekanan darah stabil)

 Melakukan aktivitas sehari hari tanpa lelah

 Memakai mekanisme koping yang efektif

 BB stabil

 Integritas kulit utuh

 Feses lunak

 Menjelaskan sifat penyakitnya, gejala yang memerlukan bantuan medis 3. Intervensi keperawatan

1. Oksigenasi. Pasien kekurangan oksigen karena pertukaran gas terganggu akibat edema paru,pemberian oksigen sebanyak 2-6 liter permenit dapat mengurangi dispnea dan kelelahan. Nilai gas darah arteri perlu dipantau.posisi fowler juga dapat membantu ekspansi paru

2. Memperbaiki kegiatan dan istirahat. Istirahat dan kegiatan dapat diatur sehingga kebutuhan oksigen tidak suplai oksigen dan mengurangi beban pada jantung.kegiatan kegiatan seperti aktivitas hidup sehari hari dapat disesuaikan pada dispnea dan kelelahan yang dialami pasien. Pasien juga mengalami ortopnea dan cenderung untuk duduk dikursi dari pada berbaring ditempat tidur. Kedua kaki pasien ditinggikan untuk mengurangi edema pitting. Ditempat tidur posisi yang enak untuk pasien ini adalah fowler untuk ekspansi paru. Pemberian obat sedatif dengan sangat hati hati karena dapat menyembunyikan tanda tanda memberatnya kegagalan jantung.imobilisasi ditempat tidur karena pemberian obat sedatif dapat mengakibatkan trombosis vena dan embolus,

3. Ambulasi. Dilakukan secara perlahan untuk mencegah overloading jantung.

Peningkatan kegiatan dilakukan secara bertahap mulai dari duduk ditempat tidur, dikursi, dan jalan jalan dikamar, jarak jalanpun diatur agar tidak memberi tambahan

(14)

beban jantung. Selesai setiap kegiatan, perlu dipantau tanda tanda dispnea, kelelahan, dan kecepatan nadi meningkat. Apabila tanda tanda ini timbul pasien perlu istirahat baring dan diberi oksige. Tujuan program istirahat/kegiatan perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarganya.

4. Mengurangi rasa cemas. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaan cemasnya dan apa yang dapat menimbulkan rasa cemas tersebut. Bersama klien coba mengidentifikasi kekuatan dan mekanisme koping yang dapat dipakainya. Keluarga dan kelompok pendukung dapat pula membantu pasien menangani rasa cemas

5. Mempertahankan keseimbangan cairan. Pembatasan cairan sudah tidak dilaksanakan asal pasien dapat membatasi asupan garam dan natrium, serta mendapat obat digitalis dan diuretik, akan tetapi apabila dokter menginginkan untuk membatasi cairan, perawat dengan pasien perlu membuat rencana jumlah pembagian cairan yang diprogramkan dokter selama 24 jam.

6. Mempertahankan integritas kulit. Bokong yang edema cepat sekali menimbulkan ulkus dekubitus. Posisi pasien perlu diubah 2-3 jam untuk mengurangi tekanan pada bokong

7. Mempertahankan nutrisi yang adekuat.makanan harus lunak, rendah kalori, rendah garam dan serat, dan tidak menimbulkan gas, pasien diberi vitamin sebagai tambahan.

Pasien mengalami anoreksia karena gastrointestinal yang juga mengalami edema, ditambah adanya dispnea dan kelelahan.dianjurkan pasien makan sedikit sedikit, tetapi sering untuk mencegah atau mengurangi distensi abdomen

8. Asupan natrium. Asupan garam perlu dikurangi untuk mengendalikan edema.

Banyaknya garam dalam diet yang normal adalah 3-10g/ hari. Natrium yang diberikan kepada pasien yang juga menerimaa obat diuretik tidak boleh kurang dari 3g/hari karena perlu dihindari hiponatremia.tujuan modifikasi diet harus dijelaskan kepada pasien dan keluarganya.

9. Memperbaiki eliminasi. Mengejan keras ketika defekasi akan memberi beban tambahan pada jantung. Feses dapat dibuat lembut dengan pemberian obat susu magnesia metamucil, dan colace. Pemakaian pispot kursi dapat juga membantu pasien yang tidak mau memakai pispot sorong, pasien perlu dibantu turun dari tempat tidur apabila mau memakai pispot kursi

10. Penyuluhan kesehatan.tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah mencegah terulangnya serangan kegagalan jantung, perlu diterapkan sifat penyakitnya, faktor

(15)

faktor pencetus, modifikasi diet, efek dan efek samping dari obat, program kegiatan/istirahat, dan tanda tanda yang perlu dilaporkan kepada dokternya.

4. Evaluasi

Selama evaluasi perawat harus membandingkan tingkah pasien dengan apa yang dinyatakan dalam hasil yang diharapkan misalnya :

1. Kecepatan pernapasannya normal, tidak memerlukan terapi oksigen, dan tidak tampak bingung

2. Dapat menoleransi kegiatan hidup sehari hari tanpa membebani jantung 3. Dapat menggunakan mekanisme koping yang efektif

4. Mempertahankan BB pada nilai sebelumnya timbulnya edema 5. Tidak ada dekubitus

6. Menerima modifikasi diet 7. Feses lunak

8. Dapat menjelaskan sifat penyakitnya, efek dan efek samping dari obat obatnya, program istirahat/kegiatan.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Arif muttaqin. 2009.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.

Jakarta : Salemba medika

Baughman,Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Untuk Brunner Dan Suddarth, Jakarta : EGC

Mary Baradero .2008.Klien Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperwatan.Jakarta:

EGC

Puruhito.2013,Buku Ajar Primer: Ilmu Bedah Toraks, Kardiak,Dan Vaskular.surabaya : AUP

Referensi

Dokumen terkait

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup

Congestive Heart Failure (CHF) atatu gagal jantung kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

Pendahuluan : Gagal jantung kongestif (CHF) dan sindrom metabolik (MetS) merupakan masalah kardiovaskular utama di berbagai negara maju maupun berkembang. Sampai sekarang,

Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga janttung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk

Menurut Arif masjoer 2001 Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen.

Gagal jantung kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi dikarenakan adanya