• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ASCITES PERMAGNA DI RUANG LONTARA 3 RSUP Dr WAHIDIN SUDIROHUSODO

N/A
N/A
enjhellicha

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ASCITES PERMAGNA DI RUANG LONTARA 3 RSUP Dr WAHIDIN SUDIROHUSODO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ASCITES PERMAGNA DI RUANG LONTARA 3 RSUP Dr WAHIDIN SUDIROHUSODO

Oleh :

ENJHEL LITHA MASEHI NIM : A1C1231029

CI INSTITUSI CI LAHAN

(Indargairi, S.Kep.,Ns.,M.Kep) (Ita Armita, S.Kep.,Ns )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ASCITES PERMAGNA DI RUANG LONTARA 3 RSUP Dr WAHIDIN SUDIROHUSODO

LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINIS

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.Pada dasarnya penimbunan cairan di peritoneum apat terjadi melalui 2mekanisme dasar yakni transudasi (contoh: sirosis hati dan hipertensi) daneksudasi. (Sudoyo Aru, dkk. 200: 2).Asites adalah penimbunana cairan secara abnormal di rongga peritoneum,asites dapat disebabakan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunancairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui mekanisme dasar yaknitransudasi dan eksudasi, asites ada hubunganya dengan sirosis hati danhipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. (!

lmu Penyakit"alam).

Asites adalah penumpukan cairan patoligis dalam rongga abdominal, laki-laki dewasa yang sehat tidak mempunyai atau terdapat sedikit cairan intraperitorial, tetapi pada $anita terdapat sebanyak 20 ml tergantung padasiklus menstruasi. (Silvia. A. Pirice, 200&).Kesimpulan, asites adalah penumpukan cairan secara abnormal di rongga peritoneum (rongga perut) yang dapat disebabkan oleh beberapa penyakitseperti sirosis hati dan hipertensi.

B. ETIOLOGI

Penyebab dari penyakit ini adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.

Faktor lain yang berperanan adalah retensi natrium dan air dengan peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Karena cairan asites juga mengandung 10 sampai 30 gr protein dalam setiap liter cairan, terjadi pengurangan lebih lanjut pada albumin serum, yang akan mempercepat penimbunan cairan kembali. Parasentesis hanya dilakukan bila asites menyebabkan gangguan pernapasan yang nyata atau untuk tujuan diagnostik.

Beberapa penderita asites juga mengalami efusi pleura, khususnya pada hemotoraks

(3)

kanan. Cairan diduga masuk ke dada melalui robekan yang terdapat pada pars tendinosa diafragma karena peningkatan tekanan abdominal.

C. PATOFISIOLOGI

Pembentukan asites pada sinosis hati ditentukan oleh 2 faktor yang sangat penting yakni faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan dirongga perut. Sedangkan faktor sistemik bertanggung jawab terhadap perubahan- perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular dan ginjal yang menimbulkan retensi air dan garam. Dengan terjadinya asites, volume intravaskuler cenderung menimbun dan ginjal akan melepaskan rennin. Rennin akan meningkatkan sekresi harmon aldosteron oleh kelenjar adrenal yang selanjutnya membuat ginjal menahan natrium dan air dalam upaya untuk mengembalikan volume intravaskuler kepada keadaan yang normal.

D. KLASIFIKASI 1. Faktor Lokal

Adalah aliran sinusoid hati dan sistem kapiler pembuluh darah usus. Pada sebagian besar pasien sinosis hati terjadi peningkatan tahanan perifer aliran porta akibat kerusakan pasca sinusoid berarti baik aliran sinusoid maupun kapiler pembuluh darah usus akan mengalami peningkatan hidrostatik akan menunjukkan reaksi dan prekapiler v.

mesenterika secara fungsional mampu menerima perubahan tekanan tersebut dan dapat menahan proses transudasi, sebaliknya sinosis hati yang merupakan sistem vena dengan tekanan rendah, tidak mempunyai mekanisme yang memadai untuk menahan peningkatan tekanan hidrostatik dan mencegah terjadinya transudasi. Sebagian kecil sirosis hati yang kerusakan utamanya terletak pada presinusoid, asites lebih lambat karena sistem sinusoid belum terganggu pada pemilihan penyakitnya. Transudat yang dihasilkan disinusoid hati akan disalurkan keduktus torasikus melalui pembuluh limfatik regional. Asites akan timbul bila jumlah transudat lebih banyak dari pada kemampuan sistem limfatikus.

2. Faktor Sistemik

Faktor utama sebagai pencetus timbulnya retensi air dan garam oleh ginjal adalah vasodilatasi arteri perifer. Vasodilatasi sirkulasi splanknik terjadi segera setelah shunt

(4)

(pintas) partosistemik terbentuk, sebagai konsekuensi perubahan struktur parenkin yang menandai sirosis hati. Mula-mula akan terjadi peningkatan tahanan sistem porta dan diikuti dengan terbentuknya pintas portosistemik baik intra maupun ekstra hati. Apabila perubahan struktur parenkin semakin berlanjut, vasodilatasi juga akan semakin berat sehingga tidak saja sirkulasi splanknik tetapi ditempat lain misalnya kulit, otot dan paru.

Vasodilatasi arteri perifer akan menyebabkan tahanan perifer menurun. Tubuh akan menafsirkan seolah-olah terjadi penurunan volume efektif darah arteri. Reaksi yang dikeluarkan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonus saraf simpatik, adrenergik. Hasil akhirnya adalah aktivitasi terhadap 3 sistem vasokonstriktor yakni sistem rennin-angiotensin aldosteron, arginin vasopresin dan saraf simpatik-aktivitasi sistem arginin vasopresin akan menyebabkan retensi air, sistem aldosteron akan menyebabkan retensi garam sedangkan sistem saraf simpatik dan angiotensin akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerusus dan meningkatkan reabsopsi garam pada tubulus proksimal. Proses pembentukan asites menurut hipotesis ini justru tergantung pada gangguan fungsi hepatoselular yang menyertai pasien sirosis hati.

Kerusakan sirosis hati menyebabkan aktivitas antinamuretik meningkat atau namuretik menurun, sehingga terjadi retensi air dan garam.

E. MANIFESTASI KLINIK

Asites lanjut sangat mudah dikenali pada inspeksi, akan tampak perut membuncit pada umumnya gizi kurang dan otot atrofit. Pada saat pasien tidur terlentang, pembesaran perut akan Nampak mencolok kesamping kanan atau kiri seperti perut kodong letak umbilicus tergeser kekaudal mendekati simfisis pubis, sering di jumpai hemia umbilicus kiri tekanan antara abdomen yang meningggi sedangkan otot-otot atrofit sehingga kekuatannya berkuran.

1. Tidak mau makan dan sulit tidur 2. Kenaikan tekanan darah

3. Hernia umbilikalis karena tekanan intraabdomen yang meninggi sedangkan otot-otot atrofi sehingga kekuatannya berkurang

4. Gizi kurang dan kelelahan 5. Perut membuncit

(5)

F. KOMPLIKASI

1. Gagal ginjal fungsional 2. Gangguan elektrolit 3. Ensefalopati hepatic

4. Gangguan keseimbangan asam basa

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan laboratorium dan antropemetrik 2. USG

3. Pemeriksaan shifting dullness atau dengan mendeteksi gelombang cairan

H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN 1. MEDIS

a. Istirahat dan diet rendah garam b. Diuretik

c. Perawatan kulit

d. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah e. Terapi parasentesis

2. KEPERAWATAN

a. Pengkajian

b. Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary c. Kaji tingkat toleransi aktivitas dan derajat kelelahan

d. Kaji perubahan ini dibagi pasien serta keluarga e. Kaji tingkat kesadaran

(6)

I. PATHWAY SESUAI TEORI

Penurunan sirkulasi darah ke ginjal Peningkatan hormone

aldosterone dan renin Penyimpanan Ha dan H2O

meningkat Kelebihan volume cairan Penekanan Diafragma

Sirkulasi volume darah keseluruh tubuh

menurun Asites

Menekan Hepar Bendungan inflamasi di

vena porta

Penumpukan cairan Nyeri

Tekanan hidrostatik kapiler meningkat Penurunan tekanan osmotic

koloid

Penurunan serum albumin

Tahanan aliran ke vena meningkat Penurunan kemampuan

pembentukan albumin

Kerusakan Pada Liver

Alcohol Virus

(7)

Ketidakefektifan pola napas Resiko ketidakefektifan perfusi

ginjal

Resiko ketidakefektifan

perfusi ginjal Penekanan ruang paru

Sirkulasi darah ke ginjal

(8)

KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian

a. Identitas

Umur, nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan b. Riwayat kesehatan

1) keluhan utama:

sulit untuk bernapas (sesak) dan sulit berakti%itas 2) Penyakit sekarang :

bagian perut membesar, mual, muntah,sesak napas, sulit berakti%itas, lemah, nyeri-)

3) Penyakit dahulu :

pernah ada menderita penyakit yang sama 4) Penyakit keluarga:

adanya angota keluarga yang pernahmengalami penyakit yang sama c. Pemeriksaan fisik

1) System pernapasan:

sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan dinding dada, perkusi, auskultasi suara napas, nyeri dada

2) System kardiovaskuler

terjadi kegagalan sirkulasi, nadi bias cepat, lambat, penurunan tekanan darah 3) System integument

kulit tampak ikterik, tugor kulit kembali ˃3 detik, kulit teraba agak kering, kulit diperut menjadi kelihatan agak tipis

4) System perkemihan

produksi urine bias menurun, kadang-kadang bias kurang dari 30%/jam 2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan natriumdan intake cairan yang tidak adekuat

b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites

c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tugor kulit yang kurang baik dan asites

(9)

3. Intervensi Keperawatan

a. Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan natriumdan intake cairan yang tidak adekuat

1) Tujuan:

setelah dilakukan tindakan kepera$atan dalam $aktu -69 jam dinas masalah volume cairan (kelebihan) dapat teratasi

2) Kriteria:

asites di perut berkuranglingkar perut menjadi normalintake dan output berimbang

3) intervensi:

a) kaji intake dan output cairan tiap hari

R : mengevaluasi intake dan output sudah berimbang b) observasi lingkar perut tiap hari

R : mengevaluasi ukuran asites perut klien c) berikan diet yang rendah garam

R : natrium dapat berubah menjadi cairan

d) jelaskan alasannya harus diberi diet rendah garam

R : biar klien tau alasan dari diberikannya diet rendah garam e) kolaborasi dalam pemberian obat diuretic

R : mengurangi edema dan asites

b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites 1) Tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x8 jam dinas masalah resiko tinggi pola napas tidak efektif dapat teratasi

2) kriteria:

respirasi :1—20x/menit tanda-tanda sesak napas tidak ada TTV normal 3) intervensi:

a) kaji pola napas klien

R : mengevaluasi pola napas yang tidak efektif b) observasi TTV

R : mengevaluasi respirasi klien cepat/lambat

(10)

c) auskultasi suara napas dan jantung R: mengetahui suara napas dan jantung d) latih teknik napas dalam

R : mengurangi rasa sesak

e) kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian O2

R: apabila klien makin sesak kita dapat mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya

c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengantugor kulit yan kurang baik dan asites

1) tujuan:

setelah dilakukan tindakan kepera$atan dalam $aktu -69 jam dinas masalah resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit belum terjadi

2) kriteria:

tugor kulit baiklingkar perut normaltidak ada tanda#tanda kerusakan integritas kulit

3) intervensi:

a) kaji keadaan kulit klien

R : mengevaluasi ada tanda#tanda kerusakan integritas kulit b) observasi keadaan asites klien

R : asites diperut semakin besar akan merusak integritas kulit c) tinggikan ekstrimitas bagian bawah

R : mengurangi edema pada bagian ekstrimitas bawah d) beri tahu klien untuk mika miki

R : biar tidak terjadi kerusakan integritas kulit e) kolaborasi dengan tim kesehatan lain

R : memudahkan tindakan keperwatan selanjutnya 4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap pelaksanaan dalam proses keperawatan. Dalam implementasi terdapat susunan dan tatanan pelaksanaan yang akan mengatur kegiatan pelaksanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan intervensi

(11)

keperawatan yang sudah ditetapkan. Implementasi keperawatan ini juga mengacu pada kemampuan perawat baik secara praktik maupun intelektual (Lingga, 2019).

5. Evaluasi Keperawatan

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah 66 ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap, 2019).

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Aprillia, Tubagus, V., & Loho, E. (2017). Profil CT-Scan Non-kontras pada Penderita Nefrolitiasis di Bagian Radiologi FK Unsrat / SMF Radiologi RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou. Jurnal E-Clinic (ECl), 5, 2–6.

Aslim, O., Utomo, N. B., Prasidja, N., Prasetyo, R. B., Aslim, O., Utomo, N. B., Prasidja, N., & Prasetyo, R. B. (2014). Original Article Dari Dua Sentimeter Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Tahun 2011-2014 Treatment of Kidney Stone With Stone Burden More Than Two Centimeters in Gatot Soebroto Indonesia Army Central Hospital in 2011-2014.

Egziabher, T. B. G., & Edwards, S. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : POST OPERASI NEFROLITOTOMI DEXTRA HARI KE-II DI RUANG EDELWAIS RSUD

BANYUMAS. Africa’s Potential for the Ecological Intensification of Agriculture, 53(9), 1689–1699.

Fildayanti, W. (2019). Election of Open Stone Surgery (Oss) As Treatment To Case on Staghorn Stone. Jurnal Medical

Profession (MedPro), 1(1), 16.

Fauzi, A., & Putra, M. M. A. (2016). Nefrolitiasis. Majority, 5(2), 69–73.

Fikriani, H., & Wardhana Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran JlRaya Bandung Sumedang Km, Y. W. (2018). Alternatif Pengobatan Batu Ginjal Dengan Seledri. 16, 531–539.

(13)

Hadibrata, E., Tjahjo, M. D., Fadli, M. Y., Priyono, A. H., Spesialis, D., Urologi, B., Kedokteran, F., Lampung, U., Umum, D., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2020).

Referensi

Dokumen terkait

Adenoma koreteks benigna merupakan tumor berbentuk nodulus berwarna kuning kelabu dengan diameter biasanya kurang dari 20 mm, yang terletak dalam korteks ginjal. Tumor ini

 Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab  Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan..

Patofisiologi Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.Banyak mikroorganisme