• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)

N/A
N/A
Handa Sheira

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Dosen Koordinator : M. Budi S M.Kep Dosen Pembimbing : R. Acep Hasan M.Kep

DISUSUN OLEH :

HANDA SHEIRA NURUSABILA 2350321015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

(2)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT CORONARY ARTERY DISEASE 1. DEFINISI

Penyakit jantung coroner (PJK) atau bisa disebut Coronary Artery Disease (CAD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya plak yang menumpuk di dalam arteri coroner sehingga terjadi penyempitan atau sumbatan yang mensuplai oksigen ke otot jantung dan berimbas pada gangguan fungsi jantung (Ghani, 2016;

Putri, 2018).

CAD juga merupakan kondisi patologis arteri coroner yang ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Setyaji dkk, 2018).

Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan karena adanya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis, maupun sosial yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional jantung dan kenyamanan (Mutarobin dkk, 2019).

Jadi bisa disimpulkan bahwa CAD merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penumpukan plak pada arteri coroner yang menyebabkan penyempitan pada arteri coroner sehingga dapat menyebabkan angina pectoris, sindrom coroner akut, infark miokardium, (MI atau serangan jantung), disritmia, gagal jantung dan bahkan kematian mendadak.

2. KLASIFIKASI

Menurut Helmanu, (2015), CAD dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

A. Chronic stable angina (Angina piktoris stabil (APS))

Merupakan bentuk awal dari penyakit jantung coroner yang berkaitan dengan berkurangnya aliran darah ke jantung ditandai

(3)

dengan rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada, punggung, bahu, rahang, atau lengan tanpa disertai kerusakan sel-sel pada jantung. Stress emosi atau aktivitas fisik biasanya bisa menjadi pencetus APS, namun itu bisa dihilangkan dengan obat nitrat.

Pada penderita ini gambar EKG tidak khas, melainkan suatu kelainan.

B. Acute coronary syndrome (ACS)

Merupakan suatu sindrom klinis yang bervariasi. ACS dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Unstable angina (UA) atau angina pektoris tidak stabil (APTS)

Sifat nyeri yang timbul lebih berat dari APS atau semakin sering muncul pada saat istirahat. Nyeri pada dada pertama kalinya, angina pektoris dan prinzmental angina setelah serangan jantung (myocard infaction). Kadang akan terdapat kelainan dan kadang juga tidak pada gambaran EKG penderita.

2) Acute non ST elevasi Myocardinal infarction (NSTEMI) Ditandai keluarnya enzim CKMB, CK, Trop T dan lain-lain yang merupakan tanda terdapat kerusakan pada sel otot jantung. Tidak ada penguatan ST elevasi yang baru pada gambaan EKG.

3) Acute ST elevasi Myocardinal infarction (STEMI)

Sudah ada kelainan pada gambaran EKG berupa timbulnya Bundle branch blok yang baru atau ST elevasi baru. Kelainan ini hampir sama dengan NSTEMI

3. ETIOLOGI

Menurut Lemone, (2016) penyebab terjadinya penyakit jantung coroner pada prinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu :

(4)

A. Aterosklerosis

Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit arteri koroneria. Salah satu yang diakibatkan aterosklerosis adalah penimbunan jaringan fibrosa dan lipid didalam arteri koronaria. Sehingga mempersempit lumen pembuluh darah secara progresif. Akan membahayakan aliran darah miokardium jika lumen menyempit karena resistensi terhadap aliran darah meningkat.

B. Thrombosis

Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan berlanjut pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat dari pergoresan pembuluh darah yang terganggu dan endapan lemak.

Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek tersebut yang Bersatu dengan kepingan-kepingan darah menjadi thrombus.

Thrombosis dapat menyebabkan serangan jantung mendadak dan stroke.

4. FAKTOR RESIKO

Menurut Hemingway & Marmot (2015) faktor resiko PJK dapat dibagi dua. Pertama faktor resiko yang tidak dapat diubah (non-modifiable). Kedua faktor resiko yang dapat diubah (modifiable). Beberapa faktor resiko yang mengakibatkan CAD yaitu :

A. Faktor yang tidak dapat diubah (non-modifiable) 1) Usia

Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki biasanya resiko meningkat setelah umur 45 tahun sedangkan pada Wanita umur 55 tahun.

(5)

2) Jenis kelamin

Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria disbanding Wanita. Adanya hormon estrogen pada Perempuan yang bersifat protektif membuat resiko terserang penyakit jantung lebih rendah, namun setelah menopause sama rentannya dengan pria (Puput, 2019).

3) Ras

Orang Amerika-afrika lebih rentang terhadap aterosklerosis disbanding orang kulit putih.

4) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang menderita CAD, meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis premature. Riwayat keturunan mempunyai resiko lebih besar untuk terkena CAD dibandingkan yang tidak mempunyai riwayat CAD dalam keluarga (Andarmoyo, 2014).

B. Faktor yang dapat diubah (modifiable) 1) Hiperlipidemia

Peningkatan lipid serum yang meliputi : kolesterol >

200 mg/dl, trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL <

35 mg/dl.

2) Hipertensi

Peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolic.

Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg.

Peningkatan tekanan darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung, akibatnya timbul hipertrofi ventrikel sebagai konpensasi untuk meningkatkan kontraksi. Ventrikel semakin lama tidak mampu lagi mengkompensasi tekanan darah yang terlalu tinggi hingga akhirnya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan jantung semakin terancam oleh aterosklerosis coroner.

(6)

3) Merokok

Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam darah. Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin daripada dengan oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung berkurang karena telah didominasi oleh karbondioksida. Sedangkan nikotin yang ada dalam darah akan merangsang pelepasan katekolamin. Katekolamin ini menyebabkan kontriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke jantung berkurang.

Merokok juga dapat meningkatkan adhesi trombiosit yang mengakibatkan terbentuknya thrombus. Resiko perokok untuk memperparah penyakit jantung coroner jauh lebih tinggi daripada mereka yang bukan perokok (AHA, 2017)

4) Diabetes melitus

Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agresi trombosit. Hal ini akan memicu terbentuknya thrombus.

Pasien diabetes melitus juga berarti mengalami kelainan dalam metabolisme termasuk lemak karena terjadinya toleransi terhadap glukosa.

5) Obesitas

Obesitas adalah jika berat badan lebih 30% dari berat badan standar. Obesitas akan meningkatkan kinerja jantung dan kebutuhan oksigen. Obesitas juga bisa meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Penyakit jantung coroner resikonya akan meningkat jika berat badan sudah tidak ideal.

6) Inaktifitas fisik

Inaktifitas fisik akan meningkankan resiko aterosklerosis. Dengan Latihan fisik akan meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolysis.

(7)

7) Stress dan pola tingkah laku

Stress akan merangsang hiperaktivitas HPA yang mempercepat terjadinya CAD. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah dan merangsang kemotaksis (Januzzi dkk, 2014).

5. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, (2001) dalam Nurhidayat S. (2011) :

A. Nyeri dada

Dada terasa tidak nyaman (digambarkan sebagai rasa terbakar, berat, mati rasa, dapat menjalar kepundak kiri, leher, lengan, punggung atau rahang).

B. Sesak nafas

Keluhan ini timbul sebagai tanda mulainya gagal jantung Dimana jantungnya tidak mampu memompa darah ke paru-paru sehingga oksigen di paru-paru juga berkurang.

C. Pusing

Pusing juga merupakan salah satu tanda Dimana jantung tidak bisa memompa darah ke otak sehingga suplai oksigen ke otak berkurang.

D. Denyut jantung lebih cepat E. Mual

F. Berdebar-debar

G. Kelemahan yang luar biasa 6. PATOFISIOLOGI

Menurut LeMone, Priscilla, dkk tahun (2019), penyakit jantung coroner biasanya disebabkan oleh faktor resiko yang tidak bisa diubah (umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) dan faktor resiko yang bisa diubah (hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktivitas fisik). Paling

(8)

utama penyebab penyakit jantung coroner adalah aterosklerosis.

Aterosklerosis disebabkan oleh faktor pemicu yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan jaringan fibrosa dan lipoprotein menumpuk di dinding arteri. Pada aliran darah lemak diangkut dengan menempel pada protein yang disebut apoprotein. Keadaan hiperlipidemia dapat merukan endothelium arteri. Mekanisme potensial lain cedera pembuluh darah mencakup kelebihan tekanan darah dalam system arteri. Kerusakan endotel itu sendiri dapat meningkatkan perlekatan dan agregasi trombosit serta menarik leukosit ke area tersebut. Hal ini mengakibatkan low densitiy lipoprotein (LDL) atau biasanya disebut dengan lemak jahat yang ada didalam darah. Semakin banyak LDL yang menumpuk maka akan mengalami proses oksidasi.

Plak dapat mengurangi ukuran lumen yang terdapat pada arteri yang terangsang dan menganggu aliran darah. Plak juga dapat menyebabkan ulkus penyebab terbentuknya thrombus, thrombus akan terbentuk pada permukaan plak, dan penimbunan lipid terus menerus yang dapat menyumbat pembuluh darah (LeMone, Priscilla, dkk, 2019).

Lesi yang kaya lipid biasanya tidak stabil dan cenderung robek serta terbuka. Apabila fibrosa pembungkus plak pecak (rupture plak), maka akan menyebabkan debris lipid terhanyut dalam aliran darah dan dapat menyumbat arteri serta kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Akibatya otot jantung pada daerah tersebut mengalami gangguan aliran darah dan bisa menimbulkan aliran oksigen ke otot jantung berkurang. Peristiwa tersebut mengakibatkan sel miokardium menjadi iskemik sehingga hipoksia.

Mengakibatkan pada miokardium berpindah ke metabolism anaerobic yang menghasilkan asam laktat sehingga merangsang ujung saraf otot dan menyebabkan nyeri (LeMone, Priscilla, dkk, 2019).

(9)

Jaringan menjadi iskemik dan akhirnya mati (infark) disebabkan karena suplai darah ke area miokardium terganggu.

Ketika sel miokardium mati, sel hancur dan melepaskan beberapa iso enzim jantung kedalam sirkulasi. Kenaikan kadar kreatinin kinase (creatinine kinase), serum dan troponin spesifik jantung adalah indicator infark miokardium (LeMone, Priscilla, dkk, 2019).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Nurhidayat, (2011) pemeriksaan penunjang pada PJK yaitu :

A. Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan LDL (> 130 mg/dl), HDL (pria < 40 mg/dl, Wanita < 50 mg/dl), kolesterol total (>200 mg/dl), dan trigliserida (> 150 mg/dl), CK (pria > 5-35 Ug/ml, Wanita >5- 25 ug/ml), CKMB (>10U/L), troponin ( >0,16 Ug/L), SGPT (pria > 42 U/L, Wanita 32 U/L), SGOT (prian> 37 U/L, Wanita

> 31 U/L).

B. Elektrokardiogram

Terjadinya perubahan segmen ST yang diakibatkan oleh plakk aterosklerosis maka memicu terjadinya repolarisasi dini pada daerah yang terkena infark atau iskemik. Hal tersebut mengakibatkan oklusi arteri coroner yang menggambarkan ST elevasi pada jantung sehinggan disebut STEMI. Penurunan oksigen di jaringan jantung juga menghasilkan perubahan EKG termasuk depresi segmen ST. Dimana gelombang T mengalami peningkatan dan amplitude gelombang ST atau T yang menyamai atau melebihi amplitude gelombang QRS (sari, 2019).

C. Foto rontgen dada

Foto rontgen dada dapat melihat ada tidaknya pembesaran pada jantung (kardiomegali), menilai ukuran jantung dan dapat melihat gambaran paru. Tidak dapat melihat kelainan pada

(10)

coroner. Dari ukuran jantung yang terlihat pada foto rontgen dapat digunakan untuk penilaian seorang apakah sudah mengalami PJK lanjut (National Heart, Lung and Bood Institude, 2013).

D. Echocardiography

Untuk melihat jantung berkontraksi serta melihat bagian area mana saja yang berkontraksi lemah akibat suplai darahnya berhenti (sumbatan arteri coroner).

E. Treadmill

Dengan menggunakan treadmill dapat diduga apakah seorang menderita PJK. Memang Tingkat akurasinya hanay 84%

pada laki-laki dan 72% pada Perempuan.

F. Kateterisasi jantung

Pemeriksaan kateterisasi jantung dilakukan dengan memasukan semacam selang seukuran lidi yang disebut kateter.

Selang ini lansung dimasukan ke pembuluh nadi (arteri).

Kemudian cairan kontras disuntikan sehingga akan mengisi pembuluh darah coroner. Kemudian dapat dilihat adanya penyempitan atau bahkan penyumbatan. Hasil kateterisasi ini akan dapat ditentukan untuk penanganan lebih lanjut, yaitu cukup menggunakakn obat saja atau intervensi yang dikenal dengan balon.

G. Angiography

Cara langsung memeriksa keadaan jantung yaitu dengan sinar x terhadap arteri coroner yang dimasukan zat pewarna (dye) yang bisa direkam dengan sinar x. karena jantung terus bergerak (berdenyut) maka dilakukan pengambilan gambar dengan video.

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada CAD menurut LeMone, Priscilla, dkk (2019) terbagi menjadi 3 cara yaitu pengobatan farmakologi,

(11)

nonfarmakologi, dan revaskularisasi miokardium. Perlu diketahui bahwa tidak ada satupun cara pengobatan sifatnya menyembuhkan.

Dengan kata lain diperlukan modifikasi gaya hidup agar dapat mengatasi faktor penyebab yang memicu terjadinya penyakit.

Penatalaksanaan yang perlu dilakukan meliputi : A. Pengobatan farmakologi

1) Nitrat

Nitrat digunakan untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina. Nitrat mengurangi kerja miokardium dan kebutuhan oksigen melalui dilatasi vena dan arteri sehingga mengurangi preload dan afterload. Selain itu juga dapat memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan mendilatasi pembuluh darah kolateral dan mengurangi stenosis.

2) Aspirin

Aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) seringkali diprogramkan untuk mengurangi resiko agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.

3) Penyekat beta (beta bloker)

Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan epinefrin. Mencegah angina dengan menurunkan frekuensi jantung, kontraktilitas miokardium dan tekanan darah sehingga menurunkan kebutuhan oksigen miokardium.

4) Antagonis kalsium

Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan suplai darah dan oksigen miokardium, selain itu juga merupakan vasodilator coroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai oksigen.

(12)

5) Anti kolesterol

Statin dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar 30% yang terjadi pada pasien angina.

Statin juga dapat berperan sebagai anti trombotik, anti inflamasi dll.

B. Pengobatan nonfarmakologi

1) Memodifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan

2) Mengontrol faktor resiko yang menyebabkan terjadinya PJK seperti pola makan dll

3) Mengelola stress dengan melakukan teknik distraksi dengan cara mendengarkan music dan relaksasi dengan cara nafas dalam

4) Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung C. Pengobatan revaskularisasi miokardium

Hambatan aliran darah akibat lesi aterosklerosis pada arteri coroner bisa diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran dan bagian yang tersumbat dengan suatu cangkok pintas atau dengan cara meningkatkan aliran di dalam pembuluh yang mengalami sakit melalui pemisahan mekanik serta kompresi atau pemakaian obat yang dapat merilisiskan lesi.

Cangkok pintas ini disebut dengan coronary artery bypass grafting (CABG). Pembedahan untuk penyakit jantung coroner melibatkan pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan antara aorta dan arteri coroner melewati obstruksi.

Kemudian memungkinkan darah untuk mengaliri bagian iskemik jantung.

Apabila kateterisasi jantung ditemukan adanya penyempitan yang cukup signifikan misalnya sekitar 80% maka dokter jantung biasanya menawarkan dilakukannya balonisasi dan pemasangan stent. Percutaneous transluminal coronary

(13)

angioplasty (PTCA) merupakan istilah dari bahan balon arteri coroner yang digunakan para kedokteran (Nurhidayat S, 2011).

9. KOMPLIKASI A. Gagal jantung

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti pada system sirkulasi miokardium. Gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan Dimana jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan (Wicaksono, 2019).

B. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi pada ventrikel kiri yang di sebabkan oleh infark miokardium mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas (Nurhidayat S, 2011).

C. Edema paru

Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada paru baik dalam alveoli atau dirongga intersitial.

Paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka terjadi hipoksia berat (Wicaksono, 2019).

D. Pericarditis akut

Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa disebut dengan peradangan pada pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiri dan dapat terjaid manifestasi dari penyakit sistemik. Efek yang ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi perikardinal yang memicu tamponade jantung (Wicaksono, 2019).

(14)

10. PENCEGAHAN

Menurut Brunner & Suddarth (2015) yaitu : A. Pencegahan primordial

Merupakan upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap PJK pada suatu wilayah Dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi resiko PJK.

B. Pencegahan primer

Merupakan upaya awal pencegahan PJK. Dilakukan dengan pendekatan komuntas berupa penyuluhan faktor-faktor resiko PJK terutama pada kelompok usia tinggi. Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses arterosklerosis secara dini, dengan demikian sasarannya adalah kelompok usia muda.

C. Pencegahan sekunder

Merupakan upaya pencegahan PJK yang pernah terjadi untuk berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahap ini diperlukan perubahan pola hidup dan kepatuhan berbobat bagi mereka yang pernah menderita PJK. Upaya ini bertujuan untuk mempertahankan nilai prognostic yang lebih baik dan menurunkan mortalitas.

D. Pencegahan tersier

Merupakan upaya mencegah komplikasi yang lebih berat atau kematian.

(15)

11. PATHWAY

(16)
(17)
(18)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN

A. Identitas pasien

Usia > 40 tahun beresiko terkena penyakit jantung coroner (PJK) dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada Perempuan.

B. Keluhan utama

Keluhan yang paling sering muncul adalah nyeri dada, jantung berdebar-debar bahkan sampai sesak nafas.

C. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang dikaji mulai dari keluhan yang dirasakan pasien, sebelum masuk rumah sakit, ketika mendapatkan perawatan di rumah sakit sampai dilakukannya pengkajian. Pada pasien penyakit jantung coroner biasanya didapatkan adanya keluhan seperti nyeri dada. Keluhan nyeri dikaji menggunakan PQRST sebagai berikut :

1) Provocative : nyeri timbul pada saat pasien beraktivitas 2) Quality : nyeri yang dirasakan seperti ditekan, rasa

terbakar, ditindih benda berat seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.

3) Region : nyeri dirasakan di dada dan bisa menyebar ke bahu

4) Severity : skala nyeri diukur dengan rentang nyeri 1- 10 atau bisa dilihat dengan ekspresi wajah

5) Timing : nyeri tibul secara tiba-tiba dengan durasi <

30 menit

D. Riwayat penyakit dahulu

Dalam hal ini perlu dikaji atau ditanyakan pada klien tentang penyakit apa saja yang pernah diderita seperti nyeri dada, hipertensi, DM dan hiperlipidemia dan sudah berapa lama

(19)

menderita penyakit yang dideritanya, tanyakan apakah pernah masuk rumah sakit sebelumnya.

E. Riwayat penyakit keluarga

Untuk mengetahui riwayat penyakit keluarga tanyakan pada pasien mengenai riwayat penyakit yang dialami keluarganya.

Seperti penyakit keturunan (diabetes melitus, hipertensi, asma, jantung) dan penyakit menular (TBC, hepatitis).

F. Riwayat psikososial

Pada pasien penyakit jantung coroner didapatkan perubahan ego yaitu pasrah dengan keadaan, merasa tidak berdaya, takut akan perubahan gaya hidup dan fungsi peran, ketakutan akan kematian, menjalani operasi dan komplikasi yang timbul.

Kondisi ini ditandai dengan menghindari kontak mata, insomnia, sangat kelemahan, perubahan tekanan darah dan pola nafas, cemas dan gelisah.

G. Pola kebiasaan sehari-hari 1) Nutrisi

Pada pasien penyakit jantung coroner mengalami nafsu makan menurun dan porsi makan menjadi berkurang (Nurhidayat, 2011).

2) Istirahat

Pola tidur dapat terganggu, tergantung bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakannya.

3) Eliminasi

BAK : normal seperti biasanya berkemih sehari 4-6x dengan konsistensi cair.

BAB : normal seperti biasanya sehari 1-2x dengan konsistensi padat.

4) Hygiene

Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang.

(20)

5) Aktivitas

Aktivitas yang dilakukan sehari-hari berkurang bahkan berhenti melakukan aktivitas yang berat.

H. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum

Kesadaran klien juga diaamati apakah composmentis, apatis, delirium, somnolen, sopor, semi koma atau koma.

2) Tanda-tanda vital

Pasien mengalami peningkatan pada tekanan darah, nadi dan respirasinya. Tekanan darah berkisar antara 124/91 sampai 137/97 mmHg. Respirasi sekitar 16-20x/menit nadi 100-112x/menit. Terjadi perubahan sesuai dengan aktivitas dan rasa nyeri yang timbul.

3) Kepala dan muka

Inspeksi : bentuk kepala bulat/lonjong, wajah simetris/tidak, rambut bersih/tidak, muka edema/tidak, lesi pada muka ada/tidak, ekspresi wajah meringis/menangis/tersenyuum.

Palpasi : rambut romtok/tidak, benjolan pada kepala ada/tidak.

4) Mata

Inspeksi : mata kanan dan kiri simetris/ tidak, mata juling ada/tidak, konjungtiva merah muda/anemis, sklera ikterik/putih, pupil kanan dan kiri isokor (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis (mengecil)/ midriasis (melebar)

Palpasi : nyeri/tidak, peningkatan tekanan intraokuler pada kedua bola mata/tidak

5) Telinga

Inspeksi : telinga kanan dan kiri simetris//tidak, menggunakan alat pendengaran/tidak, warna telinga dengan

(21)

daerah merata/tidak, lesi ada/tidak, pendarahan ada/tidak, serumen ada/tidak

6) Hidung

Inspeksi : keberadaan septum nasal tepat ditengah/tidak, secret ada/tidak

Palpasi : fraktur ada/tidak, nyeri ada/tidak 7) Mulut

Inspeksi : bibir ada kelainan kongenital (bibir sumbing)/tidak, warna bibir hitam/merah muda, mukosa bibir lembab/kering, sianosis/tidak, odema/tidak, lesi/tidak, stomatitis ada/tidak, gigi berlubang/tidak, warna gigi putih/kuning, lidah bersih/kotor

Palpasi : nyeri tekan ada/tidak pada bibir 8) Leher

Inspeksi : luka/tidak

Palpasi : ada pembesaran vena jugularis/tidak, ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak

9) Payudara dan ketiak

Inspeksi : payudara kanan dan kiri simetris/tidak, ketiak bersih/tidak, ada luka/tidak

Palpasi : ada nyeri saat ditekan pada ketiak/tidak 10) Thorak

a) Paru-paru

Inspeksi : dada simetris/tidak, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi naik/turun, irama normal/abnormal, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan/tidak), warna kulit merata/tidak, lesi/tidak, edema, pembengkakan/penonjolan, respirasi mengalami peningkatan.

(22)

Palpasi : getaran vocal fremitus kanan dan kiri sama/tidak, ada fraktur pada costae/tidak.

Perkusi : normalnya berbunyi sonor

Auskultasi : normalnya terdengar vesikuler pada kedua paru dan ada suara tambahan/tidak

b) Jantung

Inspeksi : ictus kordis tampak/tidak Palpasi : teraba atau tidaknya ICS Perkusi : normalnya terdengar pekak Auskultasi : S3/S4 murmur

11) Abdomen

Inspeksi : luka/tidak, jaringan parut ada/tidak, umbilicus menonjol/tidak, warna kult merata/tidak

Auskultasi : bising usus normal atau tidak (5-20x/menit) Palpasi : nyeri tekan pada abdomen/tidak

Perkusi : suara timpani atau hipertimpani 12) Integumen

Inspeksi warna kulit hitam/sawo matang, lembab/tidak, amati turgor kulit baik/menurun

Palpasi : akral hangat/dingin, CRT pada jari normalnya < 2 detik

13) Ekstermitas

Inspeksi : tonus otot kuat/tidak, jari-jari lengkap/tidak, fraktur/tidak

Palpasi : oedema/tidak 14) Genetalia

Inspeksi : terpasang kateter/tidak

(23)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan CAD yaitu :

A. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia akibat ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen ke miokardium) ditandai dengan klien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, sulit tidur, tekanan darah dan nadi meningkat (D.0077).

B. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardium ditandai dengan dispneu, terdengar suara jantung S3 dan atau S4 dan EF menurun (D.0008).

C. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena ditandai dengan CRT>3detik, akral dingin, turgor kulit menurun (D.0009).

D. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi ditandai dengan keluhan sesak, pola nafas abnormal (D.0005)

E. Hipervolemia berhubungan dengan peningkatan natrium dan air (D.0022).

F. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen ke miokard (D.0056)

G. Ansietas berhubungan dengan rasa ketakutan akan ancaman dan perubahan kesehatan atau kematian (D.0080)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnose Keperawatan

(SDKI)

Tujuan & Kriteria Hasil (SLKI)

Intervensi (SIKI)

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia akibat ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

….x24 jam nyeri berkurang dengan

Manajemen Nyeri (1082338) Observasi :

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau berat nyeri, dan faktor pencetus

(24)

ke miokardium) ditandai dengan klien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, sulit tidur, tekanan darah dan nadi meningkat (D.0077).

kriteria hasil sebagai berikut

Kriteria Hasil : Tingkat nyeri (L.08066)

1. Keluhan nyeri menurun

2. Tidak terlihat meringis

3. Ekspresi tenang 4. Tidak gelisah 5. Tidak ada

kesulitan tidur 6. Tidak mual

muntah

7. frekuensi nadi membaik (60-100 x/menit)

8. pola nafas membaik (12- 20x/menit) 9. tekanan darah

membaik (systole 80-120 mmhg, diastole 60-80 mmHg)

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respons nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor yang dapat

memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan

tentang nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons nyeri

7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 8. Monitor efek samping penggunaan

analgetic.

Terapeutik :

1. Berikan Teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis TENS, hiposis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Kebisingan, pencahayaan dan suhu ruangan)

3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

4. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi :

1. Anjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri

2. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

(25)

3. Ajarkan Teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

4. Jelaskan strategi meredakan nyeri 5. Anjurkan menggunakan analgetic

secara tepat Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian analgetik Pemberian Analgetik (1.08243) Observasi :

1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis lokasi, pencetus, intensitas, Pereda, frekuensi, kualitas dan durasi)

2. Identifikasi riwayat alergi obat

3. Identifikasi kesesuaian jenis analgetic (narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan Tingkat keparahan nyeri

4. Monitor efektifitas analgesic

5. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik

Terapeutik :

1. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien 2. Diskusikan jenis analgesic yang disukai

untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu pertimbangkan penggunaan infus kontinu

3. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi :

(26)

1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardium ditandai dengan dispneu, terdengar suara jantung S3 dan atau S4 dan EF menurun (D.0008).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut :

Kriteria Hasil : Curah Jantung (L.02008)

1. Takikardia menurun (60- 100x/menit) 2. Gambaran EKG

normal

3. Lemah menurun 4. Dispneu menurun

(RR 12-

20x/menir) 5. Tekanan darah

membaik (systole 80-120 mmHg)

Perawatan Jantung (1.02075).

Observasi :

1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan jantung (dispneu, kelelahan, edema)

2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (peningkatan BB, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi, dan kulit pucat)

3. Monitor tekanan darah 4. Monitor keluhan nyeri dada 5. Monitor EKG 12 bagian 6. Monitor aritmia

7. Monitor nilai elektrolit

8. Monitor tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan setelah aktivitas Terapeutik :

1. Posisikan klien semifowler/fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman

2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis Batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak) 3. Berikan dukungan emosional dan

spiritual

(27)

4. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi :

1. Ajarkan klien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena ditandai dengan CRT>3detik, akral dingin, turgor kulit menurun (D.0009).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan intervensi selama …x24 jam diharapkan perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut :

Kriteria Hasil : Perfusi Perifer (L.02011).

1. Denyut nadi perifer meningkat (60-100x/menit) 2. Sianosis menurun 3. Edema perifer

menurun

4. CRT membaik <

2 detik

5. Akral membaik (hangat, kering, merah)

Perawatan Sirkulasi (1.02079) Observasi :

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu)

2. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas

Terapeutik :

1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi

2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ektermitas dengan keterbatasan perfusi 3. Hindari penekanan dan pemasangan

torniquet pada area yang cedera 4. Lakukan pencegahan infeksi 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku 6. Lakukan hidrasi

Edukasi :

1. Anjurkan mengkonsumsi obat penurun tekanan darah secara teratur

2. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Rasa sakit

(28)

yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.

Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien (Oktafiani, 2019).

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Oktafiani, 2019).

(29)

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). Health Care Reseacrh : Coronary Heart Disease Brunner & Suddart. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta : ECG Ghani, Lannywati et al. 2016. “Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung Koroner Di

Indonesia. “ : 153-64.

Hemingway H; Marmot M; Britton A;Shipley M; Malik M; Hnatkova K. (2015).

Changes in heart rate variability over time in middle-aged men and women in the general population (from the Whitehall II Cohort Study). Amerika Serikat:

Am J Cardiol.Mei 12, 2020. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17659940/

Herman SI, Syukri, M. Efrida., 2015, Artikel Penelitian Hubungan Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RS Dr. M Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas;4(2). Pp. 369-375.

Katz MJ, Ness, S.M., 2015, Coronary Artery Disease. American Heart Journal;169(1):162-9.

LeMone, Burke & Bauldoff. 2016. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa.

Jakarta:EGC

LeMone, Priscilla, dkk. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Kardiovaskular Edisi 5. Jakarta EGC

Mamat. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol HDL di Indonesia. Thesis. FKM Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat UI. Jakarta.

Mutorobin. Et al. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Coronary Artery Disease Pre Coronary Artery Bypass Grafting. Jurnal Kesehatan. 13(1) : 9-21.

Nurhidayat, Saiful. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Ponorogo: UMPO Press.

R. Putri Alin K. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Ny. Y Dengan Ansietas dan Management Layanan Kemitraan Lintas Sector di Wilayah Kerja Puuskesmas Andalas Kota Padang. Padang: Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Setyaji, D. Y. et al. (2018). Aktivitas Fisik dengan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 14(3) : 115-121

(30)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnosis. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Wicaksono, Saputro Mukti. 2019. Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Ponorogo. Ponorogo: Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan Prodi DIII Keperawatan.

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit Jantung koroner atau discbut juga dengan PJK ialah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau

Penyakit kardiovaskular yang menyerang arteri koroner jantung sering disebut Penyakit Jantung Koroner (PJK).Pembuluh darah koroner merupakan pembuluh darah yang

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menilai sensitivitas barorefleks pra dan pasca PTCA pada penderita penyakit jantung koroner (PJK) yang menjalani tindakan

Relationship between neutrophil to lymphocyte ratio (nlr) and gensini score in patients with coronary artery disease (cad) at Mataram City General hospital: a cross sectional

Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme

Hipertensi heart disease adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh hipertensi. Hipertensi yang tak terkontrol dalam waktu yang lama menimbulkan hypertrophy pada ventrikel kiri (LVH)

Abbreviations AGI:Augmentation index; AT: Adipose tissue; BMI: Body mass index; FPG: Fasting plasma glucose; HDL: High density lipoprotein; CAD: Coronary artery disease; CURES:

Number and migratory activity of circulating endothelial progenitor cells inversely correlate with risk factors for coronary artery disease.. Circulating endothelial progenitor cells