• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Tropik Tugas 4 Kel 2 PTM PJK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyakit Tropik Tugas 4 Kel 2 PTM PJK"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MATA

KULIAH PENYAKIT

TROPIK

PENYAKIT

JANTUNG

KORONER

Disusun Oleh : Kelompok 2

Astri Aditya 25010113130325

Winda Apriani 25010113140365

Luluk Safura Priyandina 25010113130273 Dewi Fajar Kharisma 25010113120136 Tri Damayanti Simanjuntak 25010113140370

Cherinita Hamida 25010113120118

Fina Khiliyatus Jannah 25010113140279

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016

BAB I PENDAHULUAN

(2)

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit di mana zat lilin yang disebut plak menumpuk di dalam arteri koroner atau dikenal dengan aterosklerosis yang membuat aliran darah yang kaya oksigen ke jantung mengalami penurunan (National Institute of Health, 2015).

Penumpukan plak di arteri dalam waktu yang cukup lama membuat plak mengeras dan mempersempit arteri koroner dan mengurangi aliran darah yang kaya oksigen ke jantung. Jika aliran darah yang kaya oksigen ke otot jantung berkurang atau diblokir, maka dapat terjadi angina (nyeri dada atau ketidaknyamanan) maupun serangan jantung. Rasa sakit juga bisa terjadi pada Anda bahu, lengan, leher, rahang, atau kembali. Serangan jantung terjadi jika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung terputus. Jika aliran darah tidak dikembalikan dengan cepat, bagian dari otot jantung mulai mati. Tanpa pengobatan yang cepat, serangan jantung dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius atau kematian (National Institute of Health, 2015).

Di Amerika, penyakit jantung adalah pembunuh No 1, yang mempengaruhi lebih dari 13 juta orang Amerika (Beckerman, 2016). Dalam beberapa dekade terakhir, kematian penyebab penyakit jantung kian meningkat khususnya pada negara berkembang. Untuk Indonesia, pada tahun 2013 penyakit jantung koroner menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26% dari seluruh jumlah kematian akibat penyakit. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan (Info-kes, 2013). WHO menyatakan penyakit kardiovaskular jantung dan pembuluh darah, terutama penyakit jantung koroner masih menduduki peringkat teratas di negara berkembang hingga tahun 2020. dr. Antono Sutandar, SpJP selaku wakil chairman Siloam Heart Institute (SHI) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil Survei Kesehatan Nasional 3 dari 1000 atau empat persen penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner (Tribunkesehatan, 2016).

(3)

bervariasi umumnya berupa nyeri dada yang dirasakan di daerah bawah tulang dada agak ke sebelah kiri dengan rasa seperti beban berat, ditusuk-tusuk, rasa terbakar yang kadang menjalar ke rahang, lengan kiri, dan ke belakang punggung. Juga disertai keringat yang banyak (Tribunkesehatan, 2016).

Berita terbaru, mengungkapkan bahwa sekitar 30 persen penderita jantung koroner mengalami gejala mirip flu. Ada gejala-gejala seperti kena flu, masuk angin dan meriang. Pasien tidak menyadari bahwa gejala tersebut menandakan sudah ada serangan jantung koroner. Hal ini membuat banyak penderita yang datang ke dokter sudah terlambat. Pertolongan atau pengobatan yang dilakukan pun lebih kepada pengobatan layaknya flu. Padahal penanganan yang salah pada serangan jantung koroner bisa menyebabkan kematian mendadak penderita.Bahkan penderita penyakit jantung koroner yang akan menjalani bypass jantung koroner tidak mengetahui jika mereka menderita penyakit jantung koroner dan mengalami serangan jantung sebelumnya (POSKOTA news.com, 2016). Terkait hal tersebut, penting mengetahui tentang penyakit jantung koroner secara baik dan jelas untuk upaya pencegahan maupun penanganan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dari Penyakit Jantung Koroner? 2. Apa etiologi saja Penyakit Jantung Koroner? 3. Bagaimana gejala dari Penyakit Jantung Koroner? 4. Bagaimana diagnosa dari Penyakit Jantung Koroner?

5. Apa saja yang menjadi faktor resiko dari Penyakit Jantung Koroner? 6. Bagaimanakah patofisiologi Penyakit Jantung Koroner?

7. Bagaimana upaya pencegahan dari Penyakit Jantung Koroner? 8. Bagaimana upaya pengobatan dari Penyakit Jantung Koroner?

1.3 Tujuan Penulisan

(4)

7. Untuk mengetahui upaya pencegahan dari Penyakit Jantung Koroner 8. Untuk mengetahui upaya pengobatan dari Penyakit Jantung Koroner

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut : 1. Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan di bidang kesehatan mengenai Penyakit Jantung Koroner (definisi, etiologi, gejala, diagnosa, faktor resiko, patofisiologi, hingga pada upaya pencegahan dan pengobatan) yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya pencegahan maupun pengendalian penyakit tersebut.

2. Bagi Penulis

Sebagai bentuk pemenuhan tugas dan untuk menambahan informasi dan pengetahuan di bidang kesehatan mengenai Penyakit Jantung Koroner (definisi, etiologi, gejala, diagnosa, faktor resiko, patofisiologi, hingga pada upaya pencegahan dan pengobatan) yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya pencegahan maupun pengendalian penyakit tersebut.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina, Krisnatuti, 1999).

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darah ke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung (Kartohoesodo, 1982).

(5)

Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan antara demand dan supplay atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor. Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi, tegangan ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh artheroskerosis yang mempersempit saluran sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung dan lain sebagainya. Manifestasi klinis dan penyakit jantung koroner ada berbagai macam, yaitu iskemia mycocard akut, gagal jantung disritmia atau gangguan irama jantung dan mati mendadak (Margaton, 1996).

2.3 Gejala Jantung Koroner

(6)

pectoris tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena terjadi secara tidak terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai dengan nyeri sangat hebat di dada, disertai dengan gejala mual, takut dan merasa sangat tidak sehat. Berbeda dengan kasus infak miokardia pada kelainan jantung yang satu ini dapat diketahui melalui penyimpanan irama jantung saat pemeriksaan melalui elektro kardiografi dan dikatikan dengan peningkatan kadar enzim jantung dalam darah, juga dalam perkembangan penyakit jantung koroner biasanya disertai kelainan kadar lemak dan trombosit darah penderita yang diikuti oleh kerusakan endoterium dinding pembuluh nadi (Krisnatuti dan Yenria, 1999).

2.4 Diagnosa Penyakit Jantung Koroner

Pengumpulan keterangan dilakukan melalui anamnesa (wawancara), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Awal mula anamnesis mulai dari keluhan sampai semua hal yang berkaitan dengan Penyakit jantung koroner ini. Keluhan yang terpenting adalah nyeri dada. Seperti apakah nyerinya, kapan dirasakan, berapa lama, di dada sebelah mana, dan apakah menjalar atau tidak. Setelah itu mengumpulkan keterangan semua penyakit jantung koroner, seperti merokok, menderita penyakit darah tinggi atau penyakit gula (diabetes), kadar kolesterol dalam darah, riwayat keluarga yang menderita penyakit ini dan faktor-faktor resiko lainnya. Lalu melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan jantung lain yang mungkin ada. Hal ini dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung koroner dibagi menjadi tes non-invasive dan invasive. Tes non-invasive yaitu melakukan tes tanpa memasukkan alat ke dalam tubuh atau melukai tubuh, seperti tes tekanan darah, mendengarkan laju, irama jantung dan suara nafas, pemeriksaan dan tes darah, EKG, dan lain-lain. Sedangkan tes invasive yaitu dengan cara penetrasi kedalam tubuh, contohnya kateterisasi jantung.

2.5 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner

Menurut Anwar dalam Sumiati dkk (2010), terdapat dua faktor PJK, faktor yang bisa diubah dan faktor yang tidak dapat diubah.

(7)

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah >140/90 mmHg atau >130/80 mmHg bila pasien mempunyai diabetes atau gagal ginjal kronik (Lewis, et.al., 2007).

Pada tahun 2003, Institute Kesehatan Nasional mendefinisikan tekanan darah sebagai berikut : a) normal bila tekanan darah <120/80 mmHg, b) prehipertensi bila tekanan darah sistol 120-139 mmHg dan tekanan diastol 80-89 mmHg, c) hipertensi tahap I bila tekanan sistol 140-159 mmHg dan tekanan diastol 90-99 mmHg, d) hipertensi tahap II bila tekanan darah ?160/100 mmHg (Lewis, et.al., 2007).

Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan [Dirjen P2PL] (2011), menyatakan bahwa risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah, dimana peningkatan tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastolik 85-89 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg. Menurut Lewis, et. al (2007), peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan kejadian atherosklerotik.

2) Merokok

Risiko penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih besar daripada yang bukan perokok. Kandungan zat racun pada rokok antara lain tar, nikotin dan karbon monoksida. Rokok akan menyebabkan penurunan kadar oksigen ke jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, penuruan kadar kolesterol HDL, peningkatan penggumpalan darah dan kerusakan endotel pembuluh darah koroner. Merokok meningkatkan risiko terkena PJK sebanyak 2-6 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Rokok menurunkan kadar level estrogen. Risiko juga sesuai dengan jumlah rokok yang dihisap, dan penggunaan rokok dengan nikotin rendah dan berfilter tidak menurunkan risiko. Sesorang yang terkena paparan kronik terhadap rokok meningkatkan terkena PJK (Lewis, et.al., 2007).

(8)

dari denyut jantung, periperal kontriksi dan peningkatan tekanan darah dan meningkatkan peningkatan kerja jantung, akibatnya terjadi peningkatan konsumsi oksigen pada miokardium. Nikotin meningkatkan adhesi platelet yang akan meningkatkan risiko pembentukan emboli (Lewis, et.al., 2007).

Karbonmonoksida sebagai produk dari pembakaran pada saat merokok, berpengaruh pada pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Selain itu juga karbonmonoksida merupakan zat kimia yang bersifat iritasi yang menyebabkan injuri pada bagian endotel pembuluh darah (Lewis, et al.2007)

3) Diabetes Mellitus

Kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Berdasarkan hasil penelitian Framingham dalam Dirhem P2PL (2011), satu dari dua orang penderita DM akan mengalami kerusakan pembuluh darah dan peningkatan risiko serangan jantung. Pada diabetes mellitus akan timbul proses penebalan membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan alirah darah ke jantung. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menjaga kadar gula darah agar tetap normal. Insiden terkena PJK meningkat 2-4 kali lebih besar pada orang yang terkena diabetes. Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami degenerasi jaringan dan disfungsi dari endotel (Lewis, et al.2011).

4) Dislipidemia

Kadar kolesterol HDL yang rendah memiliki peran yang penting dalam terjadinya PJK dan terdapat hubungan terbalik antara antara kadar HDL dan LDL. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor dari faktor lipid darah: total kolesterol plasma >200 mg/dl, nilai LDL >130 mg/dl, trigliserida >150 mg/dl, HDL <40 mg/dl pada laki-laki (Copstead & Banasik, 2005).

5) Obesitas

(9)

jantung dan terutama adanya penumpukan lemak di bagian sentral tubuh akan meningkatkan risiko PJK (Soegih, R, & Wiramihardja, K, 2009).

6) Kurang aktifitas fisik

Seseorang yang kurang aktifitas menyebabkan aliran darah di pembuluh darah kolateral dan arteri koronaria berkurang sehingga aliran darah ke jantung berkurang. Aktivitas fisik akan memperbaiki sistem kerja jantung dan pembuluh darah. Dianjurkan melakukan latihan fisik (olah raga) minimal 30 menit setiap hari selama 3-4 dalam seminggu sehingga tercapai hasil yang maksimal.

Program aktifitas fisik harus dirancang untuk meningkatkan kekuatan fisik dengan menggunakan formula FITT yaitu frequency (berapa sering), Intensity (berapa lama), Type (Isotonic) dan Time (berapa lama).

Americal College of Vardiologi (ACC) merekomendasikan seluruh warga Amerika untuk melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari (Lewis, et al., 2007).

b. Faktor yang tidak dapat diubah 1) Usia

Seperti halnya dengan penyakit lain, maka PJK akan semakin berisiko seiring bertambah usia.

2) Jenis Kelamin

Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada wanita. Estrogen bersifat protektif pada wanita, namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan laki-laki. Sebelum menopause, wanita mempunyai HDL lebih tinggi dan LDL lebih rendah dibandingkan laki-laki, setelah menopause LDL meningkat (Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’brien & Bucher, 2007).

3) Riwayat Keluarga

(10)

4) Ras

Ras kulit putih lebih sering terjadi PJK daripada ras African American pada kulit putih yang berusia pertengahan berisiko tinggi untuk terkena PJK (Lewis, et.al., 2007).

2.6 Patofisiologi PJK

PJK disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria akibat kakunya dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Arteri koroner tidak dapat memberi asupan darah menuju jantung dan kemudian menjadi lebih keras dan lebih sempit karena pembentukan plak pada dinding bagian dalam arteri koroner, plak mengalami pembesaran ukuran menyebabkan pembuluh koroner menyempit dan mengurangi darah yang lewat.

Kurangnya asupan darah ke jantung mengakibatkan kekurangan supply oksigen untuk otot jantung. Hal ini diiringi dengan munculnya nyeri dada yg terasa menembus hingga punggung atau menjalar ke pundak. Jika plak pada dinding arteri koroner tidak diatasi, otot jantung berhenti mendapat supply oksigen suatu waktu dapat terjadi serangan jantung atau infark miokard dan kerusakan permanen pada otot jantung.

Buntut panjang dari penyakit jantung koroner adalah aritmia yaitu gangguan irama jantung dan yang paling fatal adalah gagal jantung yakni ketidakmampuan jantung memompa dengan efektif darah menuju ke seluruh tubuh.

2.7 Upaya Pencegahan Penyakit Jantung Koroner a. Pencegahan primer

Harus dilakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor risiko pada setiap individu. Lemahnya perhatian terhadap faktor risiko dan penyakit, terbatasnya sarana pengobatan dan perawatan, dan tingginya biaya pengobatan merupakan hambatan yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian faktor risiko dan PJK. Beberapa stategi untuk menurunkan faktor risiko (Raharjoe, 2011):

(11)

 Mengurangi penggunaan garam dalam makanan baik secara individu maupun di tempat makan atau restoran.

 Mengurangi konsumsi gula dan lemak  Meningkatkan aktivitas olahraga

 Pemberian asuransi kesehatan ker yang melayani pemeriksaan tekanan darah, glukosa darah, dan lipid.

Prioritas pencegahan terutama dilakukan pada:

1) Pasien dengan PJK, penyakit arteri perifer dan aterosklerosis cerebrovaskular.

2) Pasien yang tanpa gejala namun tergolong risiko tinggi karena: - Banyak faktor risiko dan besarnya risiko dalam 10 tahun ≥

5% (atau dengan usia lebih dari 60 tahun) untuk mendapat penyakit kardiovaskular yang fatal.

- Peningkatan salah satu komponen faktor risiko:

cholesterol ≥ 8 mmol/l (320 mg/dl), low density lipoprotein (LDL) cholesterol ≥ 6 mmol/l (240 mg/dl), TD  180/110 mmHg.

- Pasien diabetes tipe 2 dan tipe 1 dengan mikroalbuminuria.

3) Keluarga dekat dari:

- Pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang lebih awal

- Pasien dengan risiko tinggi namun tanpa gejala.

4) Orang-orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan klinis.

Pedoman Pencegahan Primer Penyakit Jantung dan Stroke

(12)

rendah mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena PJK dan stroke.

ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk pencegahan penyakit kardiovaskular yang ditentukan dari faktor risiko yang ada (lihat Tabel 1). Usaha-usaha intervensi dengan cara nonfarmakologik dan farmakologik dan berbagai uji klinis menunjukkan hal yang bermanfaat. (Tabel 2) :

Tabel 1. Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskular dan Stroke Berdasarkan Faktor Risiko

Faktor risiko Rekomendasi

Pencarian faktor risiko Tujuan: orang dewasa harus mengetahui tingkatan dan pentingnya faktor risiko yang diperiksa secara rutin.

Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak umur 20 tahun. Riwayat keluarga dengan PJK harus secara rutin dipantau. Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik harus dievaluasi secara rutin. Tekanan darah, indeks masa tubuh, lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun. Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula darah harus tetap dipantau juga.

Estimasi faktor risiko secara umum

Seluruh orang dewasa dengan usia di atas 40 tahun harus mengetahui faktor risiko mereka untuk menderita penyakit PJK. Tujuan: menurunkan faktor risiko sebesar-besarnya.

Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada perubahan factor risiko), khususnya orang dengan usia  40 tahun atau seseorang dengan faktor risiko lebih dari 2, harus dapat menentukan faktor risiko berdasar hitungan 10 tahun faktor risiko. Faktor risiko yang dilihat adalah merokok, tekanan darah, pemeriksaan kolesterol, kadar gula darah, usia, jenis kelamin, dan diabetes. Pasien diabetes atau risiko 10 tahun > 20% dianggap sama pasien PJK (risiko PJK equivalen).

(13)

Prevensi sekunder pada individu yang sudah terbukti menderita PJK, adalah upaya untuk mencegah agar PJK itu tidak berulang lagi (lihat Tabel 3). Prevensi sekunder ini sangat perlu mengingat:

- Individu yang sudah pernah, atau sudah terbukti menderita PJK, cenderung untuk mendapat sakit jantung lagi, lebih besar kemungkinannya ketimbang orang yang belum pernah sakit jantung.

- Proses aterosklerosis yang mendasari PJK, bisa saja terjadi pada pembuluh darah organ lain di otak yang menimbulkan

cerebrovascular disease (strok), pada aorta atau arteri karotis, arteri perifer dll. Oleh sebab itu prevensi sekunder untuk PJK dapat juga merupakan prevensi primer untuk penyakit aterosklerotik lainnya.

- Prevensi sekunder belum sepenuhnya mendapat perhatian (under utilized) dari kalangan praktisi kedokteran, sebagaimana dilaporkan WHO 2004, khususnya di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah.

Tabel 2. Intervensi Faktor Risiko

Faktor Risiko dan Perubahan yang diharapkan

Merokok:

- Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok. Kontrol Tekanan Darah

€Tujuan TD < 140/90 mm Hg; < 130/80 pada gangguan ginjal atau gagal jantung, atau < 130/80 mm Hg pada diabetes.

Diet

Tujuan: Mengkonsumsi makanan yang menyehatkan. Pemberian Aspirin

(14)

€ Tujuan Primer: LDL – C <160 mg/dl jika faktor risiko ≤ 1, LDL-C <130 mg/dl jika memiliki  2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau LDL-C <100 mg/dl jika  2 faktor risiko dimiliki dan memiliki 10% risiko CHD  20% atau jika pasien juga terkena diabetes.

€ Tujuan Sekunder (jika LDL-C adalah target utama): jika trigliserid > 200 mg/dl, kemudian digunakan non-HDL-C sebagai tujuan kedua; non HDL-C <190 mg/dl untuk faktor risiko ≤ 1; non-HDL-C <160 mg/dl untuk faktor risiko ≤ 2 dan memiliki risiko CHD 10 tahun sebesar ≤ 20%; non-HDL-C < 130 mg/dl untuk diabetes atau dengan faktor risiko  2 dan risiko 10 tahun CHD > 20%. € Tujuan: aktivitas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas

sedang setiap hari dalam 1 minggu. Pengaturan Berat Badan

€ Tujuan: Mencapai dan mempertahankan berat (BMI 18,5-24,9 kg/m2). Bila BMI

 25 kg/m2, lingkar pinggang ≤ 40 inci pada pria dan ≤ 35 inci pada wanita. € Tujuan: KGD puasa (<110 mg/dl) dan HbA1c (<7%).

Atrial Fibrilasi Kronik

€ Tujuan: Mencapai sinus ritme atau jika muncul atrial fibrilasi kronik, antikoagulan dengan INR 2,0-3,0 (target 2,5).

Tabel 3. Pedoman Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner dan Penyakit Vaskular Lainnya menurut ACC/AHA 2006

Merokok

€ Tujuan: Berhenti total, tidak terpapar pada lingkungan perokok Kontrol Tekanan Darah

Tujuan:TD < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada pasien Diabetes atau Penyakit ginjal kronik

Pengelolaan Lipid

Aktivitas fisik

Pengaturan Berat Badan

(15)

Pengelolaan Diabetes

€ Tujuan: HbA1c < 7%

Penggunaan obat Antiplatelet/Anticoagulant: Aspirin, clopidogrel, warfarin sesuai indikasi.

Penggunaan Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers: bila intoleran ganti dengan ARB.

Penggunaan Β-Blockers: kecuali bila ada kontra indikasi.

Pemberian vaksinasi influenza pada pasien dengan kelainan kardiovaskular.

2.8 Upaya Pengobatan Penyakit Jantung Koroner

Tujuan pengobatan iskemia miokard adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan miokard dengan mempertahankan keseimbangan antara konsumsi oksigen miokardium dan penyediaan oksigen.

Tujuan pengobatan adalah:

Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik yang akan (i) mengurang progresif plak (ii) menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya (iii) mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Obat yang digunakan: Obat Antitrombotik: aspirin dosis rendah, antagonis reseptor ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan ticlopidine;

obat penurun kolesterol (statin); ACE-Inhibitors; Beta-blocker; Calcium channel blockers (CCBs).

Untuk memperbaiki simtom dan iskemi: obat yang digunakan yaitu nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta-blocker, CCBs.

(16)

selanjutnya pada bab pencegahan).

Cara pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii) revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.

Pengobatan Farmakologik

 Aspirin dosis rendah. Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan obat utama untuk pencegahan trombosis. Meta-analisis menunjukkan, bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada semua pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin lainnya.

Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin. AHA/ACC

guidelines update 2006 memasukkan kombinasi aspirin dan clopidogrel

harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent, lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus eluting stent, dan lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.

(17)

adalah < 100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL kolesterol < 70 mg/dl.

ACE-Inhibitor/ARB. Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi a.l., HOPE study, EUROPA study dll. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB.

 Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak respons dengan nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadai adanya infark miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.

 Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat β dilakukan dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta disfungsi bilik kiri akut.

 Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium dapat mengurangi keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau penyekat β; selain itu berguna pula pada pasien yang mempunyai kontraindikasi penggunaan penyekat β. Antagonis kalsium tidak disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi atrioventrikel.

Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina stabil menurut ESC 2006 sbb.:

1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang spesifik (cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi aspirin, atau riwayat intoleransi aspirin) (level evidence A).

(18)

(level evidence A).

3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor, seperti hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan disfungsi ventrikel kiri, atau diabetes (level evidence A).

4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah mendapat infark miokard (level evidence A).

Revaskularisasi Miokard

Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan, bedah pintas koroner (coronary artery bypass surgery = CABG),

dan tindakan intervensi perkutan (percutneous coronary intervention = PCI).

Akhir-akhir ini kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu diperkenalkannya tindakan, off pump surgery dengan invasif minimal dan drug eluting stent (DES). Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival

ataupun mencegah infark ataupun untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih, tergantung pada risiko dan keluhan pasien.

Tindakan Pembedahan CABG

Tindakan Pembedahan CABG Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibanding dengan pengobatan, pada keadaan:

 Stenosis yang signifikan ( 50%) di daerah left main (LM).

 Stenosis yang signifikan ( 70%) di daerah proximal pada 3 arteri koroner yang utama.

 Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proximal dari left anterior descending arteri koroner.

Tindakan PCI

(19)

penunjang. Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih pembuluh darah (multi-vessel)

dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian oleh tindakan ini berkisar 0.3-1%. Tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan obat medis, tidaklah menambah survival dan hal ini berbeda dibanding CABG.

Pemasangan Stent Elektif dan Drug-Eluting Stent (DES)

Pemasangan stent dapat mengurangi restenosis dan ulangan PCI dibandingkan dengan tindakan balloon angioplasty. Saat ini telah tersedia stent

dilapisi obat (drug-eluting stent = DES) seperti serolimus, paclitaxel dll. Dibandingkan dengan bare-metal stents, pemakaian DES dapat mengurangi restenosis. Studi RAVEL menunjukkan restenosis dapat dikurangi sampai 0%.

Direct stenting (pemasangan stent tanpa predilatasi dengan balon lebih dulu) merupakan tindakan yang feasible pada penderita dengan stenosis arteri koroner tertentu yaitu tanpa perkapuran, lesi tunggal, tanpa angulasi atau turtoasitas berat. Tindakan direct stenting dapat mengurangi waktu tindakan/ waktu iskemik, mengurangi radiasi, pemakaian kontras, mengurangi biaya.

Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Primer (Primary PCI)

Pasien PJK stabil dan mengalami komplikasi serangan jantung mendadak (SKA), mortalitasnya tinggi sekali (> 90%). Dengan kemajuan teknologi sekarang ini telah dapat dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan primer

(primary PCI) yaitu suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. PCI primer ialah pengobatan infark jantung akut yang terbaik saat ini, karena dapat menghentikan serangan infark jantung akut dan menurunkan mortalitas sampai di bawah 2%.

(20)

Tujuan akhir pengobatan penyakit jantung koroner adalah mengembalikan penderita ke gaya hidup produktif dan menyenangkan. Rehabilitasi jantung, seperti yang didefinisikan oleh American Heart association dan The Task Force on Cardiovascular Rehabilitation of the National Heart, Lung, and Blood Institute adalah proses memulihkan dan memelihara potensi fisik, psikologis, sosial, pendidikan, dan pekerjaan pasien. Pasien harus dibantu untuk meneruskan kembali tingkat kegiatan mereka sesuai fisik mereka dan tidak dihambat oleh tekanan psikologis.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

(21)

resiko yang antara lain tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya kolestrol, gaya hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga), diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok, konsumsi alkohol, dan faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung koroner ini dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari faktor-faktor resiko seperti pola makan yang sehat, menurunkan kolestrol, melakukan aktivitas fisik, dan olahraga secara teratur, menghindari stress kerja.

3.2 Saran

 Perlunya upaya kesehatan bagi penderita penyakit jantung koroner yaitu melaksanan upaya promotif, perilaku hidup sehat, upaya prventif, upaya kuratif, dan upaya rehabilitatif.

 Perlunya program alternatif yang lebih memperhatikan aspek psikologis penderita penyakit jantung koroner dengan cara mengintegrasikan dengan program pemerintah lainnya.

 Perlunya sosialisai dengan seluruh kelompok masyarakat, agar leih memahami karakteristik penderita jantung koroner serta faktor resiko dan juga karakteristik penyakit pada penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Backer Guy De, Ambrosioni Ettore, Broch-Johnsen Knut, et al. European Guidelines on Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice.Third Joint Task Force of European and Other Societies on Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice.European Society of Cardiology 2003. Lippincott Williams & Wilkins S 2- S 10.

(22)

http://www.webmd.com/heart-disease/guide/heart-disease-coronary-artery-disease [Jum'at, 01 April 2016].

Braunwald E., Antmann Elliott M., Beasley; John W., Califf Robert M., et al. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina and Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary and Recommendations.ACC/AHA Practice Guidelines. Cicrculation. 2002; 102: 1193-1209.

Califf R. M., Antman E. M., Grines C.L., Kereiakes D., Bernink P.J.L.M., Fox Daulat Manurung: Prevensi Sekunder Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Penyakit Pembuluh Darah Aterosklerotik Lainnya, dalam Upaya Memperbaiki Harapan Hidup, Mengurangi Serangan Ulang dan Meningkatkan Kualitas Hidup. Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Penyakit Dalam Pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 9 Juni 2007, Jakarta.

Fox Kim, Garcia Maria angeles Alonso, Ardissino Diego, et al. Guidelines on the Management of Stable Angina Pectoris: Full Text. The Task Force on the Management of Stable Angina Pectoris of the European Society of Cardiology. The European Society of Cardiology 2006. Eur Heart J doi: 10.1093/eurheartj/ehl001.

Guy De Backer, Ambrosioni Ettore, Borch-johnsen Knut, et al. Executive Summary European Guidelines on Cardiovascular disease prevention in clinical practice. Third Joint Task Force of European and Other Societies on Cardiovascular Disease Prevention in clinical Practice. European Society of Cardiology 2003. Published by Lippincott Williams & Wilkins. European Journal of Cardiovascular Prevention and Rehabilitation 2003, 10: S1-S10.

Hanafi BT: Perkembangan Terbaru Intervensi Koroner Perkutan Primer Sebuah Upaya Meminimalkan Mortalitas Infark Jantung Akut. Pidato pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Penyakit Dalam Pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 22 April 2006, Jakarta.

(23)

Continuing Education. Available at: htttp://www.nursece.com/

onlinecourses/933.html.

Info-Kes.com. 2013. “Penyakit Jantung Koroner (PJK)”. Akses pada

http://www.info-kes.com/2013/07/penyakit-jantung-koroner-pjk.html

[Jum'at, 01 April 2016].

K. A. A. Acute Coronary Syndromes: A Transtition in Treatment Standards.

Journal of the European Society of Cardiology July 2000; 2 (Suplement F): F2-24.

Kavey Rae-Ellen, Daniels Stephen R., Lauer Ronald M., et al. American Heart Association Guidelines for Primary Prevention of Atherosclerotic Cardiovascular Disease Beginning in Chilhood. Circulation 2003; 107: 1562. available at: http://www/circ.ahajournals.org/cgi/content/ full/107/11/1562.

Koenig W. Eur Heart J Supplements 1999: 1; T19-26.

Krisnatuti, D & Rina Yenrina. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Lab. Kateterisasi RS H. Adam Malik: Data pasien yang dilakukan angiografi di RS HAM Medan 2003- Juni 2007.

Lauer Michael. Primary Prevention of Atherosclerotic Cardiovascular Disease.

JAMA 2007; 297: 1376-1378. available at: http://jama. ama-assn.org/cgi/content/full/297/12/1376.

Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksesn, S.R., O’brien, P.G. & Bucher, L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical Problems. Sevent Edition. Volume 2. Mosby Elsevier

Libby Peter, Theroux Pierre. Pathophysiology of Coronary Artery Disease.

Circulation 2005; 111: 3481-3488. Available at http://circ.

ahajournals.org/cgi/content/full/111/25/3481.

Makover Michael E, Ebrahim Shah. What is The Best Strategy for Reducing Deaths from Heart Disease? April 2005. Volume 2, Issue 4, e 98. Available at www.plosmedicine.org.

(24)

Morrow D.A., Gers B.J., Braunwald E.: Chronic Coronary Artery Disease in Braunwald Heart disease A Text Book of Cardiovascular Medicine,

Elsevier 7th Edition 2005, 1281-1342.

National Institute of Health. 2015. “What Is Cononary Heart Disease?”. U.S. Department of Health & Human Services. Akses pada http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/cad{01 April 2016]. New Approaches to Managing Multiple Risk Factors in Cardiovascular Disease.

A Satelilite symposium held during the ESC Congress 2003.

Pearson Thomas A., Blair Steven N., Daniels Stephen R., et al. AHA Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular disease and Stroke: 2002 Update: Consensus Panel Guideline to Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients without Coronary or Other Atherosclerotic Vascular Disease.Circulation 2002; 106; 388-391. Available at

http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/106/3/388.

Penyakit Jantung dan Stroke Serta Pencegahannya. Yayasan Jantung Indonesia. Available at, http://id.inaheart.or.id/?p=49.

Penyakit Jantung Koroner, Si Perenggut Nyawa. http://www.info-sehat.com/content.php?s_id=132.

POSKOTA news.com. 2016. “Waspada Gejala Jantung Koroner Bisa Mirip Flu”. Akses pada http://poskotanews.com/2016/03/30/waspada-gejala-jantung-koroner-bisa-mirip-flu/[Sabtu, 02 April 2016]

Rahman, AM. Angina Pektoris Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

Ramrakha Punit, Hill Jonathan; Atherosclerosis Pathophysiology, Chapter 4

Coronary Artery Disease. Oxford Handbook of Cardiology, 1st Edition, 2006 Oxford University Press, New York, 112-19.

Ross R. Nature 1993; 362: 801-809.

(25)

KARIADI SEMARANG BULAN JANUARI 2011 – JANUARI 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Smith Sidney C., Allen Jerilyn, Blair Steven N., et al. AHA/ACC Guidelines for Secondary Prevention for Patients With Coronary and Other Atherosclerotic Vascular Disease: 2006 Update: Endorsed by the National Heart Lung, and Blood Institute. Circulation 2006; 113;

2363-2372. Available at

http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/113/19/2363.

Smith Sidney C., Feldman Ted E., Hirshfield John W., et al. ACC/AHA/SCAI 2005 Guideline Update for Percutaneus Coronary Intervention-Summary Article. A report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guideline (ACC/AHA/SCAI Writing Committee to Update the 2001 Guidelines for Percutaneus Coronary Intervention) Circulation 2006; 113: Available at: http://www.

circulationaha.org.

Sumiati, dkk. 2010. Penanganan Stress Pada Penyakit Jantung Koroner.

Jakarta: CV. Trans Info Medika.Tribunkesehatan. 2016. “Penyakit Jantung Koroner Penyebab Kematian Terbesar di Negara Berkembang Hingga Tahun 2020”. Akses pada

http://www.tribunnews.com/kesehatan/2016/03/30/penyakit-jantung- koroner-penyebab-kematian-terbesar-di-negara-berkembang-hingga-tahun-2020 [Jum'at, 01 April 2016].

Gambar

Tabel 1. Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Tabel 2. Intervensi Faktor Risiko
Tabel 3. Pedoman Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada perlakuan tanpa N, aplikasi asam humat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat tajuk basah dan kering, akar kering, dan serapan N meningkat secara

Sari (Dimsum Putri Resto Banjarmasin) belum cukup baik dikarenakan fasilitas ruang kerja dan peralatan penunjang yang belum memadai, hubungan dengan pimpinan dan

b) Keaktifan mahasiswa dalam belajar adalah pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan dosen,

Kabupaten Ngawi memiliki beberapa obyek wisata diantaranya Musium Trinel, Tawun Poll, Pondok DAM, Kebun Teh Jamus, Monument Soerjo, Air Terjun Pengantin, dan

Begitu juga dengan ketuntasan klasikal pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 76,66% meningkat menjadi 96,66%.Dari hasil pembahasan dan hasil refleksi pada siklus I dan

Tandem parallel parking both upstream stall and downstream stall, in which two cars were parked with additional parking space between them, the additional parking

Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetepkan