• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN POST NATAL CARE

N/A
N/A
Satrio Ismail

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN POST NATAL CARE"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN POST NATAL CARE

Disusun oleh:

SATRIO ISMAIL PO713201221125

DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MAKASSAR

2023-2024 CI Lahan

(...)

CI Institusi

(...)

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi

Masa nifas (puerperium) dimulai 2 jam setelah plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari) kemudian (Rini & Kumala, 2017). Puerperium berasal dari kata puer yang berarti anak yang dilahirkan dari orang yang akan melahirkan.

Jadi, masa nifas mengacu pada masa setelah kelahiran bayi, khususnya masa pemulihan sejak selesainya persalinan hingga kondisi rahim kembali seperti sebelum hamil. (Rini & Kumala, 2017)

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah lepasnya plasenta dan berakhir pada saat organ rahim kembali ke keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung sekitar 6 minggu (Sulistyawati, 2017).

Masa nifas ini dapat dibagi menjadi tiga tahap yakni :

1. Immidiate post partum. Masa setelah post partum sampai 24 jam setelah melahirkan (24 jam)

2. Early post partum. Masa setelah hari pertamasampai dengan minggu pertama post partum

3. Late post partum. Masa minggu pertama post partum sampai dengan minggu keempat post partum

Sedangkan masa nifas menurut Kemenkes RI (2015) terbagi menjadi tiga periode yaitu:

1. Periode pasca salin segera (immediate postpartum) 0-24 jam.

Masa 2 jam setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.

Oleh sebab itu, tenaga kesehatan harus dengan teratur melakukan pemerikasan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.

2. Periode pasca salin awal (early post partum) 24 jam – 1 minggu.

Pada periode ini tenaga kesehatan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.

(3)

3. Periode pasca salin lanjut (late postpartum) 1 mingu – 6 minggu

Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaaan sehari-hari serta konseling KB.

B. Etiologi

Menurut Kartia 2017, Berikut etiologi persalinan normal : 1) Teori Penurunan Kadar Hormon Progesteron

Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin di chorioamnion.

2) Teori Rangsangan Estrogen

Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen memungkinkan sintesa prostaglandin pada decidua dan selaput ketuban sehingga menyebabkan kontraksi uterus (miometrium).

3) Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi Braxton Hiks

Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi berlangsung lama dengan persiapan semakin meningkatnya reseptor oksitosin.

Oksitosin adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada fundus dan korpus uteri, ia makin berkurang jumlahnya di segmen bawah rahim dan praktis tidak banyak dijumpai pada serviks uteri.

4) Teori Ketegangan

Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot – otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter.

5) Teori Fetal Membran

Meningkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified yang menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid bekerja untuk pembentukan prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium.

6) Teori Plasenta Sudah Tua

Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada plasenta menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan terjadi penurunan produksi hormone.

(4)

7) Teori Tekanan Serviks

Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf sehingga serviks menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum yang mengakibatkan SAR (Segemen Atas Rahim) dan SBR (Segemen Bawah Rahim) bekerja berlawanan sehingga terjadi kontraksi dan retraksi (Oktarina M, 2016).

C. Adaptasi Fisiologis Ibu Nifas

Menurut Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

1 Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.

Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.

2 Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab akan perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.

3 Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya.

Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.

Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya. (Asih, 2016)

(5)

D. Patofisiologi

Menurut sumber dari Nuraif & Kusuma 2015 pada kasus post partus spontan akan terjadi trauma pada jalan lahir, sehingga dapat menyebabkan terganggunya aktivitas, aktivitas yang terganggu dapat menurunkan gerakan peristaltic pada usus yang berakibat konstipasi. Pengeluaran janin dengan cara episiotomi menyebabkan terputusnya jaringan pada perineum sehingga merangsang area sensorik untuk mengeluarkan hormone bradikinin, histamin dan seritinus yang kemudian diteruskan oleh medulla spinalis ke batang otak, diteruskan ke thalamus sehingga merangsang nyeri di korteks serebri, kemudian timbul gangguan rasa nyaman yang mengakibatkan nyeri akut.

Pembuluh darah yang rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan terjadi juga perdarahan dan proteksi pada luka kurang, dapat terjadi invasi bakteri sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi. Pengeluaran janin dapat memicu terjadinya trauma kandung kemih sehingga terjadilah edema dan memar di uretra, mengakibatkan penurunan sensitivitas berdapak pada sensasi kandung kemih sehingga muncul masalah keperawatan gangguan eliminasi urin (Nurarif & Kusumua, 2015).

Laktasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan peningkatan prolaktin, sehingga terjadi pembentukan asi, tetapi terkadang terjadi juga aliran darah dipayudara berurai dari uterus (involusi) dan retensi darah di pembuluh payudara maka akan terjadi bengkak dan penyempitan pada duktus intiverus.

Sehingga asi tidak keluar dan muncul masalah keperawatan menyusui tidak efektif (Nurarif & Kusumua, 2015).

(6)

Penurunan progesterone &

estrogen Kontraksi uterus

E. Pathway

Janin keluar Post partum nifas

Edema

&

memar di uretra

Jaringan terputus

Proteksi kurang

Merangsang area sensorik

Invasi bakteri

Sensasi kandung kemih

Non

Risisko Perdarahan Nyeri Akut

Gangguan rasa nyaman

Penurunan progesterone &

estrogen Pengeluaran plasenta Kadar

hormone progesterone

menurun

Estrogen merangsang

Reseptor oksitosin serta

kontraksi Braxton hiks

ketegangan Tekanan serviks

Fetal membran

Plasenta sudah tua

Trauma jalan lahir

Gangguan

aktivitas Trauma

kandungan episiotomi

Penurunan peristaltik

Penurunan sensitivitas Konstipasi

Gangguan eliminasi

Resiko infeksi

Adekuat

Perdarahan Lochea

(7)

F. Perubahan Fisiologis Masa Nifas a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.

Lokhea mengadung darah dan sisa jaringan desidua yang necrotic dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.

Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.

Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi (Sulistyawati, 2015).

Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya:

a.) Lokhea rubra/merah

Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa nifas. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.

b.) Lokhea sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 masa nifas.

c.) Lokhea serosa

Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14 masa nifas.

d.) Lokhea alba/putih

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama minggu ke 2-6 masa nifas (Sulistyawati, 2015).

(8)

Lokhea yang menetap pada awal periode masa nifas menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta.

Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan lokhea purulenta. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut dengan lokhea statis (Sulistyawati, 2015).

2) Uterus

Involusi uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic(layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana tinggi fundus uteri (TFU) (Sulistyawati, 2015).

Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat dengan berat 1000 gram. Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari dibawah pusat. Pada 1 minggu postpartum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. Pada 2 minggu postpartum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat 350 gram.

Pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan berat 50 gram. Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan miometrium yang bersifat proteolysis (Sulistyawati, 2015).

3) Perubahan Serviks dan Segmen Bawah Uterus

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai, dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri berbentuk cincin.

Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh

(9)

darah. Setelah minggu pertama serviks mendapatkan kembali tonusnya (Sulistyawati, 2015).

4) Vulva, Vagina, dan Perineum

Menurut Sulistyawati (2015), berkurangnya sirkulasi progesteron membantu pemulihan otot panggul, perineum, vagina, dan vulva kearah elastisitas dari ligamentum otot rahim.

Merupakan proses yang bertahap akan berguna jika ibu melakukan ambulansi dini dan senam serviks.

Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk suatu lorong luas berdinding licin yang berangsur- angsur mengecil ukurannya tetapi jarang kembali ke bentuk nullipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Hymen muncul kembali sebagai kepingan-kepingan kecil jaringan yang setelah mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi caruncule mirtiformis. Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae (Sulistyawati, 2015).

b. Fisiologis Laktasi

Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuro-endokrin.

Rangsangan sentuhan pada payudara (bayi menghisap) akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel myoepithel. Proses ini disebut sebagai “refleks prolaktin”. Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mammae melalui ductus ke sinus lactiferous. Hisapan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hypofise posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan kontraksi sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveolus mammae dan ductus lactiferous. Kontraksi sel-sel myoepithel ini mendorong ASI keluar dari alveoli melalui ductus lactiferous menuju sinus lactiferous tempat ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI didalam sinus tertekan keluar ke mulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan let down refleks atau “pelepasan”. Pada akhirnya, let down

(10)

dapat dipacu tanpa rangsangan hisapan. Pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya. (Sulistyawati, 2015)

G. Menifestasi Klinis

Manifestasi klinis post partum antara lain sebagai berikut (Putri, 2019):

1. Organ reproduksi kembali pada posisi normal sebagaimana sebelum kehamilan.

2. Perubahan psikologis lain yang terjadi sepanjang kehamilan dan masa nifas

3. Mulai menyusui

4. Penyembuhan ibu dari stress yang dialami selama kehamilan dan persalinan diartikan sebagai tanggung jawab untuk melindungi serta mengurus bayinya.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik dilakukan umutk pemantauan janin terhadap kesehatan janin seperti pemantauan EKG, JDL dengan diferensial, elektrolit, hemoglobin/ hematokrit, golongan darah, urinalisis, amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi, pemeriksaan sinar X sesuai indikasi, dan ltrasound sesuai pesananan (Jitowiyono &

Kristiyanasari, dlm Rahmadenti, 2020).

I. Penatalaksanaan

Menurut Rahmadenti (2020), penatalaksanaan sebagai berikut:

1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan) 2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring

kanan kiri

(11)

3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.

4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk

5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

Penatalaksanaan Manual Plasenta menurut Wahyuningsih (2019), yaitu:

1. Setelah 15 menit pemberian Oxsitosin 10 IU IM, plasenta belum lepas, ilangi pemberian Oxsitosin 10 IU IM, tunggu 15 menit

2. Bila sudah 15 menit belum ada tanda-tanda pelepasan, tidak ada perdarahan pasang infus segera rujuk

3. Bila ada perdarahan lakukan plasenta manual

J. Komplikasi

Perempuan tidak diidentifikasi sebagai “beresiko tinggi” dapat mengembangkan komplikasi obstetric. Kebanyakan komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor resiko (Rahmadenti, 2020).

Berikut komplikasi yang mungkin terjadi pada persalinan normal :

1. Perdarahan post partum

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir termasuk juga retensio plasenta ( Wahyuningsih et al, 2019).

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan post partum dibagi menjadi :

1.) Perdarahan Post Partum Dini (early postpartum hemorrhage), perdarahan post pasrtum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.

2.) Perdarahan pada Masa Nifas (late postpartum hemorrhae), perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada

(12)

masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III (Oktarina M, 2016).

Perdarahan setelah 24 jam biasanya antara 5-15 hari postpartum.

(Wahyuningsih et al, 2019)

2. Retensio plasenta

Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir (Rahmadenti, 2020).

Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis yaitu :

1.) Plasenta adhesiva, adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

2.) Plasenta akreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium.

3.) Plasenta inkreta, adlah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan miometrium.

4.) Plasenta pekreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

5.) Plasenta inkarserata, adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri (Rahmadenti, 2020).

3. Sub involusi Uteri

Sub involusi uteri adalah keadaan dimana proses involusi rahim tidak berjalan sebagai mestinya. Penyebab terjadinya subinvolusi uteri adalah terjadi infeksi pada endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya terdapat bekuan darah, atau mioma uteri. (Rahmadenti, 2020)

(13)

4. Flegmasi Alba Dolens

Flegmasi alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerpuralis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis. Vena femoralis yang terinfeksi dan disertai pembentukan trombosis dapat menimbulkan gejala klinis sebagai berikut: Terjadi pembengkakan pada tungkai. Berwarna putih. Terasa sangat nyeri. Tampak bendungan pembuluh darah. Temperatur badan dapat meningkat. (Rahmadenti, 2020)

5. Keadaan abnormal pada payudara a. Bendungan ASI

Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI. Tidak dikosongkan seluruh puting susu. Keluhan : mamae bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. Penanganan mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol sementara menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang. (Rahmadenti, 2020) b. Mastitis dan abses mamae

Terjadinya bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi mamae. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi mamae adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka puting susu infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada mamae terjadi pemadatan mamae, dan terjadi perubahan warna kulit mamae. (Rahmadenti, 2020)

6. Gangguan Psikologis Post Partum

Postpartum Blues (PBB) sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai sindrom gangguan efek ringan yang sering tamaok dalam minggu pertama setelah persalinan.

(Wahyuningsih et al, 2019)

(14)

Postpartum blues biasanya dimulai pada beberapa hari setelah kelahiran dan berakhir setelah 10-14 hari. Factor yang menyebabkan timbulnya postpartum blues antara lain factor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim nonadrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. Ketidaknyamana fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada emosional seperti payudara.

( Sulistyawati 2015)

K. Pengkajian Keperawatan

Menurut pengkajian dari Kartika Rahmadenti (2020) : a. Identitas dan penanggung jawab

Terdiri dari nama, usia, alamat, nomor rekam medic, diagnosa, tanggal masuk rumah sakit, dan sebagainya terkait klien dan penanggung jawab (Mansyur & Dahlan; Rahmadenti 2020).

b. Riwayat kesehatan 1.) Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan klien dibawa kerumah sakit dan penanganan pertama yang dilakukan. Keluhan utama yang biasa dirasakan klien post partum adalah nyeri seperti di tusuk-tusuk/ di iris – iris, panas, perih, mules dan sakit pada jahitan perineum.

2.) Riwayat kesehatan sekarang

Apa yang menyebabkan klien mengalami gangguan nyeri. Hal tersebut dapat diuraikan dengan metode PQRST:

P = Paliatif/propokatif

Yaitu segala sesuatu yang memperberat dan memperingan keluhan. Pada postpartum spontan biasanya klien mengeluh nyeri dirasakan bertambah apabila klien banyak bergerak dan diraskan berkurang apabila klien istirahat atau berbaring.

(15)

Q = Quality/quantity

Yaitu dengan memperhatikan bagaimana rasanya dan kelihatannya. Pada postpartum spontan denganepisiotomi biasanya klien mengeluh nyeri pada luka jahitan yangsangat perih seperti diiris iris pisau.

R = Region/radiasi

Yaitu menunjukkan lokasi nyeri, dan penyebaranya. Pada postpartum spontan dengan episiotomy biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka jahitan pada derah perineum biasanya tidak ada penyebaran ke daerah lain.

S = severity, scale

Yaitu menunjukkan dampak dari keluhan nyeri yang dirasakan klien, dan besar gangguannya yang di ukur dengan skala nyeri 0-5.

T = Timing

Yaitu menunjukan waktu terjadinya dan frekuensinya kejadian keluhan tersebut.

3.) Riwayat kesehatan dahulu

Meliputi tentang penyakit sebelumnya seperti Gastritis, Hipertensi, Diabetus Mellitus ataupun Jantung.

4.) Riwayat kesehatan keluarga

Mengidentidikasi apakah di keluarga ada riwayat penyakit menular atau turunan atau keduanya.

c. Riwayat Ginekologi dan Obstetric a) Riwayat ginekologi

1.) Riwayat menstruasi, meliputi tentang menarche, berapa lama haid, siklus menstruasi, masalah haid yang biasanya dialami selama siklus menstruasi dan HPHT.

(16)

2.) Riwayat perkawinan, meliputi tentang usia ibu dan ayah sewaktu menikah, lama perkawinan, perkawinan keberapa dan jumlah anak yang sudah dimiliki.

3.) Riwayat kontrasepsi, meliputi apakah melaksanakan keluarga berencana, jenis kontrasepsi yang dipakai, lama penggunaanya, masalah yang terjadi, rencana kontrasespsi yang akan digunakan serta alasan mengapa memilih kontrasespsi.

b) Riwayat obstetric

1.) Riwayat kehamilan, mencakup riwayat kehamilan yang dahulu dan riwayat kehamilan sekarang yang menguraikan tentang pemeriksaan kehamilan, riwayat imunisasi, riwayat pemakaian obat selama kehamilan serta keluhan selama kehamilan.\

2.) Riwayat persalinan, meliputi tentang riwayat persalinan dahulu yang berisi tanggal lahir anak, usia,

3.) Riwayat nifas, menjelaskan tentang riwayat nifas dahulu, riwayat nifas sekarang.

d. Aktivitas sehari-hari

Dalam aktifitas sehari-hari dikaji pola aktivitas, selama dirumah dan selama dirumah sakit, antara lain yaitu:

a) Pola nutrisi

1.) Makan : meliputi frekuensi dan jenis makanan, porsi makan yang dihabiskan, cara dan keluhan saat makan. Pada klien postpartum terdapat peningkatan nafsu makan dan sering merasa lapar karena banyak mengeluarkan energi pada prosespersalinan.

2.) Minum : meliputi jenis dan jumlah minuman yang dihabiskan, cara dan keluhan saat minum. Padaklien postpartum terdapat peningkatan pemasukancairan.

b) Pola eliminasi

(17)

1.) Buang Air Besar (BAB) : Frekuensi BAB, waktu, konsistensi feses, warna feses, cara dan keluhan saat BAB. Pada klien postpartum BAB terjadi 2-3 hari kemudian.

2.) Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi BAK, warna kuning jernih, jumlah, cara dan keluhan saat BAK. Pada klien postpartum hari pertama BAK sering sakit atau sering terjadi kesulitan kencing.

3.) Pola istirahat dan tidur

Kaji kuantitas, kualitas dan keluhan mengenai tidur siang dan malam. Pada klien postpartum terkadang pola istirahat terganggu karena rasa nyeri padaperineum.

4.) Personal Hygiene

Kaji frekuensi mandi, gosok gigi, keramas dan menggunting kuku, ganti pakaian dan cara melakukannya. Pada klien postpartum personal hygiene tidak terawat dikarenakan rasa kelelahan sehabis proses melahirkan

5.) Pola aktivitas

Kaji kegiatan mobilisasi. Pada klien postpartum jarang terjadi gangguan aktivitas dan jika terjadi gangguan aktivitas lebih biasanya terjadi pada klien dengan episiotomi.

e. Pemeriksaan fisik

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus (Whyuningsih, 2019).

a) Keadaan umum, meliputi tentang kesadaran, nilai glasgow coma scale (GCS) yang berisi penilaian eye, movement, verbal.

Mencakup juga penampilan ibu seperti baik, kotor, lusuh.

b) Tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi.

c) Antropometri, meliputi tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat badan saat hamil dan berat badan setelah melahirkan.

d) Pemeriksaan Fisik Head to Toe

(18)

Kepala, Wajah, Mata, Telinga, Hidung, Mulut, Leher, Dada, Abdomen, Genetalia, Anus, Ekstremitas

f. Data psikologis

a) Adaptasi psikologis post partum

Klien telah berada pada tahap taking in, fase dimana yang berlangsung pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, periode ketergantungan dimana klien masih membutuhkan bantuan keluarga atau perawat untuk mendekatkan bayinya saat klien ingin menyusui.

b) Konsep diri

Gambaran diri kaji klien bagaimana dengan perubahan badanya selama kehamilan dan setelah persalinan. Peran diri care, perawatan luka perineum, perawatan luka dirumah, senam nifas, KB dan lain lain.

g. Data sosial

Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga, masyarakat dan lingkungan saat sakit.

h. kebutuhan Bounding Attachment mengidentifikasi kebutuhan klien terhadap interaksi dengan bayi secara nyata, baik fisik, emosi, maupun sensori.

i. Kebutuhan pemenuhan seksual

Mengidentifikasi kebutuhan klien terhadap pemenuhan seksual pada masa postpartum/nifas.

j. Data spiritual

Menghidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimism kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah.

k. Pengetahuan tentang perawatan diri

Mengidentifikasi pengetahuan tentang perawatan diri; breast l. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2015).

1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin 2. Pemantauan EKG

(19)

3. JDL dengan diferensial

4. Pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, elektrolit 5. Golongan darah

6. Urinalisis 7. Ultrasonogafi m. Analisa data

Melakukan interprestasi data data senjang yang dapat membantu mengidentidikasi masalah keperawatan.

L. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko perdarahan (D.0012) d.d komplikasi pasca partum (SDKI;

Fisiologis; Sirkulasi; hal 96)

2. Nyeri akut D.0077 b.d agen pencedera fisik d.d tanpak meringis, mengeluh nyeri (SDKI; Psikologis; Nyeri dan Kenyamanan; hal 172) 3. Gangguan eliminasi urin (D.0040) b.d Efek tindakan medis dan diasnotik d.d distensi kandung kemih (SDKI; Fisikologis; Eliminasi;

hal 96)

4. Risiko infeksi (D.0142) d.d kemerahan dan bengkak diarea genital (SDKI; Lingkungan; Keamanan dan proteksi; hal 304)

M. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah

1 DS:

 Klien mengeluh darahnya tetap banyak di pembalutnya

 Klien merasa tidak nyaman

 Klien merasa cemas DO:

 Perdahan melebihi 500 cc

 Darah merah tua/kecoklatan

 Perdarahan hingga 15 hari pasca partum

Risiko perdarahan

(20)

 Payudara bengkak

 berkeringat berlebih

 Menangis/merintih

2 DS:

 Mengeluh nyeri

 Skala nyeri >3

 Mengeluh kedinginan atau kepanasan

DO:

 Tampak meringis

 Bersikap protektif

 Gelisah

 Frekuensi nadi meningkat

 Sulit tidur

 Tekanan darah menurun

 Nafsu makan berubah

 Berfokus pada diri sendiri

Agen pencedera fisik

Nyeri akut

3 DS:

 Desakan berkemih

 Klien berkata urine menetes

 Mengeluh ingin buang air kecil

 Mengompol DO:

 Ditensi kandung kemih

 Berkemih tidak tuntas

 Volume residu urin meningkat

Efek tindakan medis dan diasnotik

Gangguan eliminasi urin

4 DS:

 Klien merasa gatal

 Klien mengeluh tidak nyaman

 Klien tampak gelisah DO:

 Terlihat kemerahan dan

Risiko Infeksi

(21)

timbul benjolan kecil

 Luka episiotomi

 Keluar cairan berlebih

 Berbau tidak sedap

N. Rencana Keperawatan

N o

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)

Intervensi (SIKI) Rasional

1 Risiko perdarahan (D.0012) d.d komplikasi pasca partum (SDKI;

Fisiologis;

Sirkulasi; hal 96)

Tujuan:

Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam diharapkan Risiko perdarahan dapat teratasi dengan kriteria hasil : Tingkat perdarahan (L.02017)

Pencegahan perdarahan (I.02067)

Observasi:

 Monitor tanda dan gejala perdarahan

 Monitor nilai hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah

Observasi:

 Agar dapat mengetahui tanda dan gejala

perdarahan yang dialami klien sehingga bisa dilakukan penanganan yang tepat

 Agar dapat mengetahui nilai hemoglobin klien Terapeutik:

 Pengukuran suhu rektal dapat membuat klien merasa tidak nyaman mengingat pasca melahirkan klien mungkin mengalami nyeri disekitar perineum Edukasi:

 Agar klien dan keluarga mengetahui tanda dan gejala perdarahan

 Agar dapat dilakukan Terapeutik:

 Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi:

 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

 Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

(22)

Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu

 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

penanganan yang tepat dan cepat pada klien Kolaborasi:

 Jika tanda perdarahan terjadi, pemberian obat pengontrol perdarahan perlu dipertimbangkan

 Pelunak tinja bisa diperlukan jika klien mengejan saat BAB sehingga berisiko perdarahan

2 Nyeri akut D.0077 b.d agen pencedera fisik d.d tanpak meringis, mengeluh nyeri (SDKI;

Psikologis;

Nyeri dan Kenyamanan;

hal 172)

Tujuan:

Setelah dilakukan intervensi selama 1 jam diharapkan Nyeri akut dapat teratasi dengan Kriteria hasil:

Tingkat Nyeri (L.08066)

 Meringis menurun(5)

 Meringis menurun (5)

 Uterus teraba membulat cukup menurun (3)

Manajemen nyeri (I.08238) Observasi :

 identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

 identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

Terapeutik :

 berikan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya terapi music, aromaterapi)

Edukasi :

 jelaskan penyebab,

Observasi:

 Mengidentifikasi berguna mengetahui bagaimana nyeri yang dirasakan sehingga dapat dilakukan penanganan yang sesuai

 Agar perawat mengetahui bagaimana respon nyeri klien menurut pengaruh budaya mereka

Tarapeutik:

 Teknik nonfarmakologis berguna untuk

mengurangi rasa nyeri

Edukasi:

 Memberikan informasi

(23)

periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu

mengenai penyebab nyeri dapat mengurangi rasa cemas klien

 Memberikan informasi kepada klien dan keluarga mengenai cara meredakan nyeri yang tepat

Kolaborasi:

 Jika nyeri tidak berkurang, pemberian analgetic dapat

dipertimbangkan untuk meredakan nyeri

3 Gangguan eliminasi urin (D.0040) b.d Efek tindakan medis dan diasnotik d.d distensi kandung kemih (SDKI;

Fisikologis;

Eliminasi; hal 96)

Tujuan:

Setelah dilakukan intervensi selama 30 menit diharapkan gangguan eliminasi urine dapat teratasi dengan

kriteria hasil : Eliminasi urine (04034)

 Sensasi berkemih meningkat (5)

 Distensi kandung kemih cukup menurun (5)

 Frekuensi BAK membaik (5)

Manajemen eliminasi urine (I.04152)

Observasi:

 Monitor eliminasi urine (misalnya

frekuensi,konsistensi, aroma, volume dan warna)

Terapeutik:

 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

Edukasi:

 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

Observasi

 Monitor eliminasi urine guna mengetahui apakah urine normal atau bermasalah

Terapeutik:

 Guna mengetahui waktu dan haluaran berkemih klien sehingga dapat dilakukan penanganan yang sesuai

Edukasi:

 Menambah informasi terkait tanda dan gejala

(24)

 Karakteristik urine membaik (5)

 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih

 Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

ISK sehingga dapat ditangani dengan cepat

 Menambah informasi mengenai tanda dan waktu berkemih yang tepat

 Terapi modalitas berguna untuk menguatkan otot- otot berkemih

Kolaborasi:

 Jika gangguan eliminasi urine tidak berkurang, pemberian supositoria uretra dapat

dipertimbangkan

O. Evaluasi Secara Teoritis

No Diagnosa

Keperawatan

Evaluasi SOAP

1 Resiko perdarahan S: klien mengatakan tidak terjadi pengeluaran darah yang berlebihan ataupun nyeri di area genital

O: tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100 kali/menit, pengeluaran darah pasca persalinan sebanyak 450 cc tidal lebih dari 500 cc

A: masalah risiko perdarahan teratasi

P: mempertahankan intervensi dan observasi

2 Nyeri akut S: klien mengatakan sekitar perineum nya masih terasa sedikit nyeri, nyeri skala 6

O: klien tampak meringis sesekali A: masalah nyeri akut teratasi sebagian P: melanjutkan intervensi keperawatan

3 Gangguan eliminasi S: klien mengatakan bisa ke toilet sendiri tanpa bantuan

(25)

urine keluarga

O: klien berjalan ke toilet tanpa bantuan keluarga, fekuensi BAK 6-8 kali sehari

A: masalah gangguan eliminasi urine teratasi P: intervensi diberhentikan

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arma, N.(2015).Bahan Ajar Obstetri Fisiologi.

https://books.google.co.id/books?

id=Gwo2DwAAQBAJ&lpg=PR1&q=asuhan keperawatan antenatali ntranataldanbayibarulahirfisiologis dan patologis&hl=id&pg=PR5#v

=onepage&q&f=false

Dewi A.V.Y. 2020. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3. Media Sains Indonesia. Bandung-Jawa Barat

Fatimah. (2017). BUKU AJAR ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN.

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2009.00753.x

Heryani, R. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Ibu Menyusui. CV. Trans Info Media.

Ppni, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:

Dpp Ppni.

Ppni, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indoensia. Jakarta:

Dpp Ppni.

Ppni, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dpp Ppni.

Rahmadante K. 2020. Asuhan keperawatan Pada Klien Post Partum Spontan dengan Nyeri Akut Atas Indikasi Episiotomi di Ruangan Cempaka RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya. Universitas Bhakti Kencana. Bandung

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.

Wahyuningsih, S. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum.

https://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=cBKfDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=asuhan+

keperawatan+postpartum&ots=vKhhFotwZ &sig=lmN6U17mGyG TN0dkUGag6VtBcUQ&redir_esc=y#v=onepage& q=asuhankepera watanpostpartum&f=false

(27)

Wayan, N. (2017). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.

WHO. (2019). Maternal Mortality.

https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/maternal-mortality

Referensi

Dokumen terkait

Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai