• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Laporan Penelitian Dosen Muda Dampak Kebijakan Manajemen ... - Unud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Laporan Penelitian Dosen Muda Dampak Kebijakan Manajemen ... - Unud"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

TIM PENELITI

1. Ica Rika Candraningrat, SE., MM 2. Ni Made Purnami, SE., MM

DIBIAYAI DARI DANA DIPA UNIVERSITAS UDAYANA TA-2012

DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN NOMOR : : 25.105/UN.14/LPPM/KONTRAK/2012

TANGGAL:16 MEI 2012

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2012

DAMPAK KEBIJAKAN MANAJEMEN TERHADAP KINERJA LPD di PROPINSI BALI (Suatu Pendekatan

Balanced Scorecard)

(2)

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

1. Judul Penelitian : Dampak Kebijakan Manajemen Terhadap Kinerja LPD di Propinsi Bali (Suatu Pendekatan Balanced Scorecard)

2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Ica Rika Candraningrat, SE.,MM

b. Jenis Kelamin : P

c. Pangkat/Golongan/NIP. : Penata Muda Tk I / III b d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

e. Fakultas/Jurusan / Program Studi : Ekonomi/Manajemen

f. Universitas : Udayana

g. Bidang Ilmu yang diteliti : Manajemen Keuangan

3. Jumlah Tim Peneliti : 2 orang

4. Lokasi Penelitian : Propinsi Bali

5. Bila penelitian ini merupakan peningkatan kerjasama kelembagaan, sebutkan.

a. Nama Instansi : -

b. Alamat : -

6. Jangka Waktu Penelitian : 6 (enam) bulan

7. Biaya yang Diperlukan : Rp. 7.500.000,-(Tujuh juta lima ratus ribu rupiah)

Denpasar, 31 Oktober 2012 Mengetahui, Ketua Peneliti,

Dekan Fakultas / Puslit / Puska

(Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS) (Ica Rika Candraningrat, SE., MM) NIP. 19610827 198601 1 001 NIP. 19740907 200812 2 003

Menyetujui :

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

(Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT.) NIP 19640717 198903 1 001

(3)

RINGKASAN PENELITIAN

DAMPAK KEBIJAKAN MANAJEMEN TERHADAP

KINERJA LPD DI PROPINSI BALI (SUATU PENDEKATAN BALANCED SCORECARD) ICA RIKA CANDRANINGRAT

JURUSAN MANAJEMEN, FAKULTAS EKONOMI, UNIVERSITAS UDAYANA

Kehadiran LPD merupakan salah satu alat kebijakan strategis untuk menjangkau kelompok masyarakat pedesaan, yang diharapkan mampu menjadi salah satu motor penggerak pembangunan di pedesaan dan sekaligus sebagai bagian dari upaya pelestarian adat dan budaya dengan kontribusi di sektor perekonomian. Selama ini penilaian kinerja yang diterapkan LPD hanya terfokus pada perspektif keuangan yaitu berbagai rasio keuangan yang telah ditentukan yaitu CAEL. Diharapkan selain dari segi keuangan penilaian kinerja sebaiknya juga diukur dari segi non keuangan. Penilaian kinerja perusahaan dengan memanfaatkan informasi keuangan sebagai indikator utama telah digunakan secara luas, tetapi mempunyai keterbatasan karena hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu dan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek. Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil mengenai keadaan perusahaan karena tidak memperhatikan hal-hal lain di luar sisi finansial. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem penilaian kinerja perusahaan yang tidak hanya mempertimbangkan ukuran keuangan saja tetapi juga ukuran-ukuran non keuangan. Ukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah balanced scorecard yang tidak hanya sekedar sebagai alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk transformasi strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi yang mencakup empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat jangka panjang.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana Dampak Kebijakan Manajemen terhadap Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Propinsi Bali dilihat dari empat perspektif balanced scorecard yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan dalam mengaplikasikan dan lebih memantapkan teori-teori yang ada dilapangan khususnya mengenai penilaian kinerja LPD, khususnya mengenai penerapan konsep balanced scorecard secara optimal sehingga

(4)

bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pihak manajemen LPD di Propinsi Bali dalam mengelola dan mempertahankan kinerja secara optimal sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal dalam rangka pengembangan kelembagaan dan pembangunan daerah.

Populasi dalam penelitian ini adalah LPD di Propinsi Bali. Teknik pemilihan dan penentuan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriteria LPD memiliki semua data yang diperlukan secara lengkap atau memiliki semua data yang berkaitan dengan variabel yang diteliti. Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengamati, mencatat, serta mempelajari uraian-uraian laporan keuangan gabungan LPD di tahun 2010 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli, mengingat data yang lengkap ada dibulan tersebut. Metode Kuisioner yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara memberikan pertanyaan tertulis kepada responden dimana dalam penelitian ini yang dimaksud reponden adalah karyawan dan nasabah LPD.

Penilaian kinerja perspektif keuangan LPD yang dinilai dengan rasio CAEL yaitu aspek permodalan, aktiva produktif, rentabilitas, dan likuiditas menunjukkan bahwa kondisi dalam keadaan sehat. Kinerja perusahaan dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bagi LPD yang diukur melalui tingkat kepuasan karyawan secara keseluruhan menunjukkan hasil yang cukup puas. Kinerja perusahaan dari perspektif pelanggan yang dinilai dengan menggunakan tolak ukur Indeks Pelanggan (IKP) adalah cukup puas. Kinerja perusahaan dari segi perspektif proses bisnis internal di LPD yang diukur melalui pengamatan permohonan kredit yang secara keseluruhan menunjukkan hasil yang berjalan dengan baik.

(5)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan tuntunanNya, penelitian ini dapat berjalan sesuai rencana. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu kewajiban dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi dan sebagai kontribusi terhadap bidang ilmu manajemen keuangan.

Dengan selesainya penelitian ini, ijinkanlah saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

1. Bapak Prof. Dr.dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku Rektor Universitas Udayana

2. Bapak Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana 3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Universitas Udayana

4. Ibu Prof. Dr. Luh Putu Wiagustini, SE., MSi, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan tuntunan dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dorongan, semangat serta sebagai motivator dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penelitian ini masih jauh dari harapan para pembaca, karena berbagai keterbatasan yang ada pada penulis.

Untuk itu penulis mohon kepada semua pihak untuk memberikan masukan sehingga hasil penelitian ini lebih bermanfaat bagi semua kalangan.

Denpasar, Oktober 2012

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ……….. ……… ii

RINGKASAN / SUMMARY . ………....……….. iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ...….……….……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN ……...……… vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penilaian Kinerja ... 7

2.2 Pengertian Balanced Scorecard ... 7

2.3 Penilaian kinerja Perspektif Keuangan ... 9

2.4 Penilaian Kinerja Perspektif Pelanggan ... 13

2.5 Penilaian Kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan. ... 15

2.6 Penilaian Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal... ... 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Data Penelitian ... 19

3.2 Identifikasi Variabel... 19

3.3 Definisi Operasional Variabel ... 19

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 20

3.4.1 Jenis data menurut sifat ... 20

3.4.2 Jenis data menurut sumber data ... 21

3.5 Metode Pengumpulan Data

...

21

3.5.1 Uji validitas

... ...

22

3.5.2 Uji reliabilitas

... ...

22

3.6 Teknik Analisis Data ...

...

22

(7)

3.6.1 Penilaian kinerja perspektif keuangan ... ...

22

3.6.2 Penilaian kinerja perspektif pelanggan ...

...

27

3.6.3 Penilaian kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

... ...

30

3.6.4 Penilaian kinerja perspektif proses bisnis internal ... ...

33

3.7 Manfaat Penelitian

...

33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan... 35

4.1.1 Uji Validitas danUji Reliabilitas ... 35

4.1.2 Penilaian Kinerja Perspektif Keuangan ... 36

4.1.3 Penilaian kinerja perspektif pelanggan ... 40

4.1.4 Penilaian kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ... 44

4.1.5 Penilaian kinerja perspektif proses bisnis internal.... ... 47 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 50

5.2 Saran ... 50 DAFTAR RUJUKAN

Lampiran

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1 Perkembangan jumlah LPD dari bulan Juni 1985 sampai dengan

bulan Juni 2010 ... 3 1.2 Perkembangan tingkat kesehatan LPD, Periode Desember 2006

s/d Juni 2010 ... 4 1.3 Perkembangan Kekayaan, Pinjaman yang diberikan, Dana

pihak III dan Modal LPD Periode Desember 2006 s/d Juni 2010 ... ...5

2.1 Metode Penilaian Kesehatan

...

10

4.1 Hasil Pengujian Validitas Instrumen untuk Menilai Kepuasan

Pelanggan dan Kepuasan Karyawan

... ...

35

4.2 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen untuk Menilai Kepuasan

Pelanggan dan Kepuasan Karyawan

... ...

36

4.3 Hasil Perhitungan Penilaian Capital Adequacy Ratio LPD se Bali

Bulan Januari – Juli 2010

... ...

37

4.4 Hasil Perhitungan Penilaian Kualitas Aktiva Produktif LPD se Bali

Bulan Januari – Juli 2010

... ...

38

4.5 Hasil Perhitungan Penilaian Rentabilitas LPD Se Bali Bulan Januari-

Juli 2010

... ...

39

4.6 Hasil Perhitungan Penilaian Likuiditas LPD Se Bali Bulan Januari-

Juli 2010

... ...

40

4.7 Tingkat (Bobot) Kepentingan dan Skor Nyata Rata-Rata Tiap Dimensi

... ...

41

(9)

4.8 Perhitungan Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) Nyata ... ...

41

4.9 Perhitungan Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) Nyata Tertinggi

yang Mungkin Dicapai

... ...

42

4.10 Perhitungan Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) Nyata Terendah

yang Mungkin Dicapai

... ...

42

4.11 Rentang Nilai dan Kriteria Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) ... ...43 4.12 Hasil Pengolahan Data Kepuasan Pelanggan

... ...

43

4.13 Tingkat (Bobot) Kepentingan dan Skor Nyata Rata-Rata Tiap

Dimensi Kepuasan Karyawan

... ...

44

4.14 Perhitungan Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) Nyata ... ...

45

4.15 Perhitungan Indeks Kepuasan Karyaawan (IKK) Tertinggi Yang

Mungkin Dicapai

... ...

45

4.16 Perhitungan Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) Terendah Yang

Mungkin Dicapai

... ...

46

4.17 Rentang Nilai Dan Kriteria Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) ... ...46 4.18 Hasil Pengolahan Data Kepuasan Karyawan

... ...

46

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

(10)

Pembentukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Propinsi Bali tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali No. 972 Tahun 1984, yang ditetapkan tanggal 1 November 1984. Lembaga ini bertujuan untuk membantu masyarakat untuk memperoleh dana, baik untuk modal usaha maupun kegiatan lainnya. Landasan Operasional LPD berpijak pada awig-awig desa adat yang mengedepankan ikatan kekeluargaan dan semangat gotong royong antar warga desa adat (Ramantha, 2006:47). Bentuk LPD pada saat ini serta kerangka pengaturan dan pengawasannya semula diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 dan sekarang diganti menjadi Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut, LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk karma desa. Usaha pokok LPD adalah menghimpun dana dalam bentuk tabungan dan deposito yang kemudian dapat disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit. Kehadiran LPD merupakan salah satu alat kebijakan strategis untuk menjangkau kelompok masyarakat pedesaan, yang diharapkan mampu menjadi salah satu motor penggerak pembangunan di pedesaan, sekaligus sebagai bagian dari upaya pelestarian adat dan budaya dengan kontribusi di sektor perekonomian. LPD diawasi oleh desa adat, dan dikelola oleh pengurus dengan meminjamkan sumber dana potensial dari masyarakat untuk kegiatan yang bersifat produktif seperti: pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Masyarakat yang dimaksud disini adalah masyarakat desa adat dan banjar setempat yang disebut oleh Arsyad (2006) sebagai suatu sistem sosial yang merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesuksessan LPD.

Peranan LPD semakin berkembang, hal ini tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat.

Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat tidaklah mudah, sebab dewasa ini banyak dijumpai lembaga-lembaga keuangan yang tidak sehat, namun keberadaan LPD di Bali terbukti tetap mampu bertahan dalam menghadapi persaingan. Untuk menghadapi persaingan, diperlukan strategi-strategi yang tepat, kompetitif dan komprehensif, maka hal yang pertama kali harus dilakukan adalah melakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan (Erlinda dan Setio, 2006:4).

Penilaian kinerja aktivitas operasional, sangat penting untuk menilai efektivitas strategi yang diterapkan dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan. Penilaian kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan (Srimindarti, 2004:2). Sebagian besar sistem penilaian kinerja hanya diukur dari perspektif keuangan saja (financial perspective), sehingga perusahaan yang menghasilkan tingkat

(11)

keuntungan yang tinggi akan dianggap sukses karena memiliki kinerja keuangan yang baik (Hasani dkk, 2003:4). Kinerja yang baik saat ini mungkin diciptakan dengan pengorbanan kepentingan-kepentingan jangka panjang. Penilaian kinerja tradisional yang hanya berfokus pada pengukuran finansial cenderung menyebabkan manajemen perusahaan hanya memfokuskan pengerahan sumber daya organisasi untuk tujuan jangka pendek. Penilaian kinerja tradisional tidak dapat menggambarkan visi, misi, dan tujuan perusahaan secara keseluruhan seperti kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan dan komitmen karyawan yang akan mempengaruhi kinerja keuangan untuk jangka panjang.

Penilaian kinerja perusahaan dengan memanfaatkan informasi keuangan sebagai indikator utama telah digunakan secara luas, tetapi mempunyai keterbatasan yaitu hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu dan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek. Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil mengenai keadaan perusahaan karena tidak memperhatikan hal-hal lain di luar sisi finansial misalnya sisi pelanggan yang merupakan fokus penting bagi perusahaan dan sisi karyawan, padahal dua hal tersebut merupakan roda penggerak bagi kegiatan perusahaan (Kaplan dan Norton, 1996). Oleh karena itu diperlukan suatu sistem penilaian kinerja perusahaan yang tidak hanya mempertimbangkan ukuran keuangan saja tetapi juga ukuran- ukuran non keuangan untuk menunjukkan posisi perusahaan saat ini dan masa yang akan datang. Mulyadi (2005:4) menyatakan bahwa perspektif non keuangan meliputi perspektif pelanggan (customer perspective), perspektif proses bisnis internal (internal business process perspective) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).

Bertitik tolak dari keadaan tersebut, diperlukan ukuran yang mencakup penilaian kinerja perusahaan dengan memadukan secara komperehensif ukuran dari aspek keuangan maupun non keuangan. Ukuran ini disebut balanced scorecard yang merupakan suatu ukuran yang cukup komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang mana keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan bersifat jangka panjang (Mulyadi, 1999). Balanced Scorecard tidak hanya sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk transformasi strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi yang mencakup empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat jangka panjang.

Yosi Pasla dalam Kaplan dan Norton (2000:17) menyatakan bahwa balanced scorecard bukan merupakan suatu pengukuran baru, berbagai perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai kerangka kerja proses manajemen perusahaan. Balanced scorecard

(12)

menyediakan para manajer suatu informasi yang dibutuhkan dalam perusahaan untuk memenangkan persaingan global yang semakin kompleks (Vibis, 2007:3). Pengukuran kinerja dengan balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh dan memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis (Suhendra, 2004:11). Mengukur kinerja perusahaan pada empat perspektif yang seimbang (balanced): perspektif keuangan (financial perspective), perspektif pelanggan (customer perspective), perspektif proses bisnis internal (internal business process perspective) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).

Dalam kurun waktu 25 (dua puluh lima) tahun Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi perkembangan usahanya. Adapun perkembangan jumlah LPD dari bulan Juni 1985 sampai dengan bulan Juni 2010, ditunjukkan pada grafik 1,

Grafik 1.1. Perkembangan jumlah LPD dari bulan Juni 1985 sampai dengan bulan Juni 2010

Sumber : Bank Pembangunan Daerah Bali

Jumlah LPD yang terbentuk selama 25 tahun adalah 1.403 LPD dimana dari keseluruhan jumlah tersebut 95 persen desa pekraman di Bali telah memiliki LPD. Ditinjau dari sisi kinerja, ternyata tidak semua LPD yang terbentuk menunjukkan hasil kerja yang memadai. Dari waktu ke waktu, menunjukkan adanya perubahan hasil penilaian kesehatan LPD dan juga terdapat LPD yang tidak beroperasi atau macet. Pada periode bulan Juni 2010, jumlah LPD macet/tidak beroperasi sebanyak 37 LPD (2,6%). Terhadap jumlah LPD yang beroperasi, sebagian besar LPD (74%) menunjukkan kategori sehat; sebesar 9,2% kategori cukup sehat dan LPD kurang sehat (6,9%) serta LPD tidak sehat (9,9%) sebagaimana terlihat pada Tabel 1. berikut:

Tabel 1.1. Perkembangan Tingkat Kesehatan LPD, Periode bulan Desember 2006 s/d Juni 2010

No Keterangan Desember Desember Desember Desember Juni

Th 2006 Th 2007 Th 2008 Th 2009 Th 2010

1 Kesehatan LPD

a. Sehat 964 75.9% 994 76.8% 1,000 76.9% 1,012 76.4% 1,011 74.0%

- 500 1,000 1,500

Series1 8 24 341 849 930 1,304 1,328 1,356 1,356 1,379 1,403 Juni 1985 Des 1985 Des 1990 Des 1995 Des 2000 Des 2005 Des 2006 Des 2007 Des 2008 Des 2009 Juni 2010

(13)

b. CukupSehat 175 13.8% 129 10.0% 141 10.9% 147 11.1%

126 9.2%

c. KurangSehat 64 5.0% 70 5.4% 49 3.8% 57 4.3%

94 6.9%

d. TidakSehat 68 5.4% 102 7.9% 110 8.5% 108 8.2%

135 9.9%

Sumber data: diolah dari Laporan LPD

Perkembangan volume usaha LPD menunjukkan kemampuan LPD untuk berperan dalam mendukung pembangunan perekonomian masyarakat dan pembangunan Desa Pakraman. Perkembangan volume usaha LPD di Bali sebagaimana tersaji dalam Tabel 2.

Dari LPD yang beroperasi, menunjukkan volume usaha yang meningkat bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Total kekayaan (aset) pada periode bulan Juni 2010 mencapai Rp.4,6 triyun lebih. Bila dibandingkan dengan periode 6 bulan sebelumnya, peningkatan kekayaan LPD mencapai 10,4%; penghimpunan dana pihak III (tabungan dan deposito masyarakat) mengalami peningkatan sebesar 11,1 %; pinjaman yang diberikan mengalami peningkatan 15,0%. Demikian juga terhadap jumlah rekening tabungan dan deposito serta rekening pinjaman yang diberikan LPD (pinjaman) dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Jumlah rekening tabungan dan deposito periode Juni 2010 mencapai 1,37 juta rekening atau meningkat 3,3% dibandingkan dengan periode 6 bulan sebelumnya.

Jumlah rekening pinjaman periode Juni 2010 mencapai 415 ribu rekening atau mengalami peningkatan 2,6% dibandingkan dengan 6 bulan sebelumnya.

Tabel 1.2. Perkembangan Kekayaan, Pinjaman yang diberikan, Dana Pihak III dan Modal LPD periode Desember 2006 s/d Juni 2010

No Keterangan Desember Desember Desember Desember Juni

Th 2006 Th 2007 Th 2008 Th 2009 Th 2010

1 Assets (Rp. M) 2,011.25 2,618.33 3,396.90 4,228.71 4,666.80

2 Antar Bank Aktiva 416.42 720.49 921.91 911.73 850.13

3 Pinjaman yang diberikan:

a. Outstanding (Rp. M) 1,495.98 1,768.75 2,308.74 3,120.53 3,589.90 b. JmlDebitur (orang) 352,603 359,507 372,092 404,804 415,444

c. NPL 12.50% 11.50% 10.02% 10.25% 10,21%

4 Dana Pihak III :

a. Tabungan (Rp.M) 790.91 1,077.78 1,463.13 1,796.92 1,958.01 JmlPenabung (org) 1,026,403 1,111,533 1,153,233 1,241,411 1,277,968 b. Deposito (Rp. M) 737.68 968.76 1,262.10 1,614.58 1,831.90

JmlDeposan (org) 65,929 81,936 83,467 88,874 96,608

c. Pinjaman yg diterima

(Rp.M) 19.26 18.71 17.8 23.61 31.99

5 Modal (Rp. M) 344.56 420 502.75 603.1 724.57

(14)

6 Laba / (rugi) (Rp.M) 118.83 131.13 151.13 188.35 120.29 Sumber data: diolah dari Laporan LPD

Selama ini penilaian kinerja yang diterapkan LPD hanya terfokus pada perspektif keuangan yaitu menggunakan sistem anggaran (budget), membandingkan dan menghitung selisih antara anggaran yang telah ditetapkan dengan realisasinya, mengukur dan menggunakan berbagai rasio keuangan yang telah ditentukan. Diharapkan selain dari segi keuangan penilaian kinerja sebaiknya juga diukur dari segi non keuangan. Perspektif non keuangan selama ini belum mendapat perhatian khusus pada penilaian kinerja LPD seperti: perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perspektif pelanggan merupakan aspek penting dalam pengukuran kinerja karena kepercayaan pelanggan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha. Pengukuran kinerja pelanggan dapat diukur dengan tolok ukur rotasi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan.

Perspektif proses bisnis internal merupakan efisiensi proses kerja atau pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan, semakin baik dan singkat prosesnya, maka kepuasan pelanggan akan tercapai. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang dinilai dari kepuasan karyawan, retensi karyawan dan produktifitas karyawan, selama ini hanya dinilai dari penyelesaian tugas, ketaatan terhadap peraturan, disiplin kerja dan kehadiran setiap harinya.

1.2. Perumusan Masalah

Penilaian kinerja yang diterapkan LPD di Propinsi Bali selama ini lebih banyak hanya terfokus pada perspektif keuangan. Berdasarkan hal tersebut pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah dampak kebijakan manajemen terhadap kinerja LPD di Propinsi Bali dilihat dari empat perspektif balanced scorecard yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Dampak Kebijakan Manajemen terhadap Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Propinsi Bali dilihat dari empat perspektif balanced scorecard yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penilaian Kinerja

Indra Bastian (2001:329) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Sedangkan menurut Militou, dkk (2010:11) menyatakan bahwa

(16)

dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, kinerja perusahaan tidak hanya diukur dari kemampuannya dalam menghasilkan financial returns, namun dari kemampuannya untuk melipatgandakan financial returns dalam jangka panjang. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Penilaian kinerja juga digunakan sebagai alat yang tidak hanya untuk mengevaluasi kinerja dari bawahan, namun juga untuk mengembangkan dan memotivasi bawahan (Purwantiningtyas, 2000:1).

Sony Yuwono, dkk. (2005:26) pengertian penilaian kinerja adalah sarana bagi manajemen untuk mengetahui sejauh mana tujuan perusahaan telah tercapai, menilai prestasi bisnis, manajer, divisi, dan individu dalam perusahaan, serta untuk memprediksi harapan- harapan perusahaan di masa mendatang.

Indra Bastian (2001:329) penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah tindakan yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas pada perusahaan, dimana hasil dari aktivitas tersebut digunakan untuk mengetahui prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendaliaan.

2.2. Pengertian balanced scorecard

Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya Balanced Scorecard mengalami perkembangan dalam implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategis (Isniar, 2004:51). Menurut Yosi Pasla dalam Kaplan dan Norton (2000:9) menyatakan balanced scorecard sebagai suatu konsep yang berusaha menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat pengukuran menyeluruh, yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard mengukur kinerja dengan empat perspektif yang berimbang (balanced) yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan. Balanced scorecard membantu perusahaan dalam menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam berbagai tujuan dan ukuran.

Keseimbangan dalam balanced scorecard dinyatakan dalam semua ukuran hasil, yaitu hasil yang telah dicapai perusahaan di masa lalu dan juga faktor pendorong kinerja untuk masa depan perusahaan baik dalam perusahaan dagang, manufaktur maupun perusahaan jasa (Fischer, 2008:4).

(17)

Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang untuk pelanggan (customer), pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, termasuk manajemen (learning and growth), proses bisnis internal (sistem) demi memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis daripada sekedar mengelola bottom line untuk memicu hasil-hasil jangka pendek (Gaspersz, 2003).

Mulyadi (2005:1) menyatakan bahwa balanced scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu keuangan dan juga non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Amin Widjaja Tunggal (2001:1) menyatakan bahwa balanced scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan, meliputi : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa balanced scorecard adalah suatu pengukuran kinerja dengan suatu pendekatan efektif yang seimbang antara empat perspektif yang berbeda, yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Keseimbangan dalam balanced scorecard adalah keseimbangan antara ukuran keuangan dan ukuran non keuangan, keseimbangan antara hasil yang diinginkan dan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut, keseimbangan antara kinerja jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

2.3. Penilaian kinerja perspektif keuangan

Penilaian kinerja keuangan merupakan suatu ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi di sebabkan oleh keputusan dan tindakan ekonomi yang di ambil (Suprapto dkk, 2009:37).

Yosi Pasla dalam Kaplan dan Norton (2000:23) menyatakan bahwa perspektif keuangan sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil, karena memberikan petunjuk tentang strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan laba perusahaan. Tujuan

(18)

finansial berhubungan dengan profitabilitas, nilai tambah ekonomi serta berupa pertumbuhan penjualan yang cepat dan terwujudnya arus kas.

Amin Widjaja Tunggal (2001:4) menyatakan bahwa perspektif keuangan (financial perspektif) mengukur kemampulabaan dan nilai pasar (market value) di antara perusahaan- perusahaan lain sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pemilik dan pemegang saham.

Pendekatan balanced scorecard tetap mempertahankan perspektif keuangan karena ukuran keuangan sangat penting dalam memberikan ringkasan mengenai konsekuensi atas keputusan dan tindakan ekonomis yang telah diambil oleh pihak manajemen perusahaan.

Perspektif keuangan menggambarkan konsekuensi tindakan ekonomi yang diambil dalam ketiga perspektif yang lain. Tolok ukur kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, implementasi perusahaan memberikan kontribusi atau tidak pada peningkatan laba perusahaan.

Keberadaan LPD di Bali sangat besar peranannya untuk itu diperlukan pembinaan terpadu baik pemerintah daerah, BPD Bali termasuk PLPDK sebagai pembina teknis agar LPD dapat eksis dan beroperasi secara baik dan sehat, sehingga diperlukan indikator pengukuran yaitu penilaian tingkat kesehatan LPD, yang dikenal dengan capital, asset, earning, liquidity (CAEL). Menurut Keputusan Direksi Bank Pembangunan Bali Nomor 0303.102.10.2004.2 (SK BPD Bali No. 0303.102.10.2004.2) tanggal 5 Agustus 2004 tentang sistem penilaian terhadap Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dimana tiap faktor yang dinilai memiliki bobot penilaian masing-masing yaitu:

Tabel 2.1 Metode Penilaian Kesehatan LPD

1) Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut

resiko (ATMR) 30%

2) Kualitas Aktiva Produktif 1. Rasio aktiva yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif

2. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk LPD terhadap penyisihan wajib dibentuk

30%

10%

3) Manajemen 1. Manajemen Umum

2. Manajemen Resiko 0%

0%

4) Rentabilitas 1. Rasio laba terhadap total aset

2. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional

10% 10%

5) Likuiditas 1. Rasio alat likuid terhadap hutang lancar

2. Rasio kredit terhadap dana yang diterima 5%

5%

Sumber: Peraturan Walikota Denpasar, 2010.

(19)

Oleh karena bobot untuk Manajemen (M) adalah sebesar 0%, maka penulis hanya menganalisis dengan rasio CAEL yaitu:

1) Permodalan atau Capital addequency ratio (CAR)

Penilaian terhadap permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap aktiva produktif menurut resiko (ATMR), modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengembangan usaha serta untuk menjaga kemungkinan resiko kerugian, baik perlindungan terhadap pemilik dana yang ditempatkan pada LPD, juga terhadap resiko pinjaman yang diberikan kepada masyarakat. LPD dikatakan sehat, wajib mempunyai CAR minimal 10%. Dimana modal terdiri atas modal inti dan modal pelengkap,

Modal inti terdiri atas:

1.) Modal disetor yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.

2.) Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh kembali dari gabungan modal termasuk selisih harga yang tercatat dengan harga jual.

3.) Cadangan umum yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih dan mendapat persetujuan dari rapat pertanggungjawaban pengurus LPD.

4.) Cadangan tujuan yaitu saldo laba bersih, yang oleh rapat pertanggungjawaban pengurus LPD diputuskan untuk tidak dibagi, cadangan untuk tujuan tertentu.

5.) Laba tahun lalu yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun lalu dan belum ditetapkan penggunaannya oleh rapat pertanggungjawaban pengurus LPD.

Modal pelengkap terdiri dari:

1.) Cadangan revaluasi aktiva tetap yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap.

2.) Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang selama ini dikenal sebagai cadangan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu penyisihan penghapusan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau keseluruhan aktiva produktif.

3.) Modal pinjaman adalah hutang yang didukung oleh instrumen yang memiliki sifat seperti modal. Misalnya cadangan modal yang berasal dari penyetoran laba yang efektif oleh pemilik LPD yang belum didukung modal dasar yang mencukupi.

4.) Pinjaman bernilai rendah yaitu pinjaman yang hak tagihnya berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada.

Komponen permodalan terdiri dari rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dengan bobot nilai 30%.

(20)

2) Kualitas aktiva produktif (asset quality ratio)

Aktiva produktif adalah semua aktiva yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan. Untuk LPD aktiva produktif yang relevan adalah pinjaman yang diberikan, penempatan dana pada LPD lain/BPD Bali, dan penyertaan pada perusahaan lain.

Aktiva produktif digolongkan menurut kualitasnya. Kualitas aktiva produktif dinilai atas dasar kolektibilitas. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran angsuran pokok dan bunga oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang diberikan, yang terdiri dari Lancar (L), Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), Macet (M), dengan bobot resikonya adalah:

1.) Lancar dengan bobot resiko 0%, kredit dengan angsuran tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, angsuran bunga, atau:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi belum melampaui 3 bulan bagi kredit yang ditetapkan masa angsuran bulannya, dua bulanan atau tiga bulanan.

b) Terdapat tunggakan bunga belum melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya lebih dari dua bulan.

2.) Kurang lancar dengan bobot resiko 50%, kredit digolongkan kurang lancar apabila:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, dua bulanan, atau tiga bulanan.

b) Terdapat tunggakan bunga yang melampaui tiga bulan, tetapi belum melampaui 6 bulan bagi kredit masa angsurannya lebih dari 1 bulan.

3.) Diragukan dengan bobot resiko 75%, kredit yang digolongkan diragukan apabila:

a) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75%

dari hutang peminjam termasuk bunganya.

b) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang- kurangnya 100% dari hutang pinjaman.

4.) Macet dengan bobot resiko 100%, kredit digolongkan macet apabila:

a) Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan.

b) Memenuhi kriteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada usaha penyelamatan kredit.

c) Kredit tersebut penyelesaian telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau badan urusan piutang negara atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada lembaga.

Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif

(21)

(1.) 0,5% dari aktiva produktif yang tergolong lancar.

(2.) 10% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai aktiva agunan yang dikuasai.

(3.) 50% dari aktiva produktif yang tergolong diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan yang dikuasai.

(4.) 100% dari aktiva produktif yang digolongkan macet yang masih tercatat dalam pembukuan bank setelah dikurangi dengan nilai agunan yang dikuasai.

Komponen Kualitas Aktiva Produktif (KAP) terdiri dari:

(1.) Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif dengan bobot nilai 25%.

(2.) Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk 5%.

3) Rentabilitas (Earning)

Rentabilitas adalah kemampuan lembaga memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri.

Komponen rentabilitas atau earning terdiri dari:

(1.) Rasio laba terhadap total aktiva dengan bobot nilai 10%.

(2.) Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dengan bobot nilai 10%.

4) Likuiditas (Liquidity)

Likuiditas adalah kemampuan lembaga dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar dan kemampuan untuk memenuhi permintaan kredit yang diajukan, dapat membayar kembali tabungan masyarakat, membayar gaji karyawan dan membayar biaya operasional tanpa penundaan.

Komponen likuiditas atau liquidity terdiri dari:

(1.) Rasio alat likuid terhadap hutang lancar dengan bobot nilai 5%.

(2.) Rasio kredit terhadap dana yang diterima dengan bobot nilai 5%.

Faktor-faktor komponen tersebut diatas kemudian diberikan bobot nilai berdasarkan pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan. Golongan tingkat kesehatan atas dasar penilaian kuantitatif yaitu (Peraturan Walikota Denpasar,2010):

(1.) Sehat, dengan nilai kredit 81-100 (2.) Cukup sehat, dengan nilai kredit 66-80 (3.) Kurang sehat, dengan nilai kredit 51-65 (4.) Tidak sehat, dengan nilai kredit 0-50

(22)

2.4. Penilaian kinerja perspektif pelanggan

Amin Widjaja Tunggal (2001:4) menyatakan bahwa perspektif pelanggan (customer perspective) mengukur mutu pelayanan dan rendahnya biaya dibandingkan dengan perusahan lainnya, sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pelanggannya. Perusahaan pada umumnya lebih memusatkan diri pada kapabilitas internal dengan menghandalkan produk dan inovasi teknologi, tanpa memahami kebutuhan pelanggan. Perusahaan seharusnya memperhatikan aspek eksternal, yaitu aspek pelanggan. Perusahaan yang tidak memahami kebutuhan pelanggan akan memudahkan para pesaing untuk menyerang melalui penawaran produk dan jasa yang lebih baik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para pelanggan.

Menurut Hendrik dkk (2004:4) suatu perusahaan harus menciptakan dan memberikan produk dan jasa yang bernilai bagi pelanggan untuk mencapai kinerja keuangan jangka panjang yang baik

Menurut Yosi Pasla dalam Kaplan dan Norton (2000:59) terdapat lima kelompok pengukuran utama dari perspektif pelanggan yaitu:

1) Pangsa pasar (market share) yaitu diukur dengan menghitung persentase bisnis yang diperoleh pada segmen pasar tertentu (bisa dengan hal jumlah transaksi keuangan, jumlah pelanggan maupun jumlah pembelian).

2) Akuisisi pelanggan (customer acquisition) yaitu dengan mengukur banyaknya jumlah pelanggan baru yang berhasil ditarik oleh perusahaan.

3) Retensi pelanggan (customer retention) yaitu kemampuan untuk mempertahankan pelanggan lama.

4) Kepuasan pelanggan (customer satisfaction), yaitu mengukur seberapa jauh para pelanggan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.

5) Tingkat profitabilitas pelanggan (customer profitability) yaitu dengan mengukur keuntungan bersih yang diperoleh oleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan.

Menurut Parasurama, dkk. (dikutip oleh Fandy Tjiptono, 2000:70) dalam menentukan kualitas jasa ada lima dimensi yaitu:

1) Bukti langsung (tangiables), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

2) Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3) Daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

(23)

4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5) Empati (emphaty), meliputi kemudahan melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami keinginan para pelanggan.

2.5. Penilaian kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Amin Widjaja Tunggal (2001:5) menyatakan bahwa perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya manusia sehingga tujuan strategik perusahaan dapat tercapai untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. (Andrew, 2000:52) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada kemampuan manusia. Hal ini disebabkan karena perusahaan menyadari pentingnya sumber daya manusia (tenaga kerja atau karyawan)

Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan dalam tiga perspektif lainnya dapat tercapai. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif balanced scorecard yang lainnya.

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan tinjauan dari sudut kemampuan manusia sebagai asset di dalam setiap organisasi. Menurut Yosi Pasla dalam Kaplan dan Norton (2000:111) kelompok pengukur utama untuk menilai perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu :

1) Kepuasan karyawan

Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki dan meningkatkan produktifitas, mutu, kepuasan pelanggan dan ketanggapan terhadap situasi. Kepuasan karyawan dapat diukur dengan melakukan survei, mewawancarai karyawan dan mengamati karyawan pada saat bekerja.

2) Retensi karyawan

Pengukuran mengenai retensi karyawan adalah bertujuan untuk mempertahankan selama mungkin karyawan yang berkualitas. Tingkat perputaran karyawan merupakan tolok ukur umum untuk menentukan tingkat loyalitas karyawan, yang diukur dengan persentase orang yang keluar setiap tahun.

3) Produktifitas karyawan

(24)

Pengukuran produktivitas karyawan bertujuan untuk membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Tolok ukur secara fisik seperti jumlah unit produk yang diproduksi perkaryawan atau dalam tolok ukur kinerja keuangan seperti pendapatan perkaryawan dan laba perkaryawan.

Robbins (diterjemahkan oleh Hadyana Pujaatmaka, 1996:181) menyatakan bahwa dalam menentukan kepuasan karyawan, terdapat lima unsur yaitu:

1) Kerja secara mental

Karyawan-karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.

2) Ganjaran

Para karyawan menginginkan sistem upah dan penghargaan yang adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Upah dikatakan adil apabila sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, standar pengupahan komunitas, selain itu diharapkan juga adanya penghargaan atas prestasi kerja mereka, seperti pujian, promosi kerja, atau imbalan lainnya.

3) Kondisi kerja

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya dan tidak merepotkan, dilengkapi dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan tersedia perlengkapan dan peralatan yang memadai.

4) Rekan kerja

Rekan kerja yang baik dan atasan yang memahami keadaan bawahan, mendengar pendapat bawahan, dan menunjukkan suatu minat pribadi dapat mengantarkan karyawan pada kepuasan kerja.

5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerja

Orang-orang yang memiliki tipe kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaannya seharusnya memiliki bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan pekerjaan mereka, sehingga lebih besar kemungkinannya akan berhasil dalam pekerjaan tersebut, yang pada akhirnya akan menghantarkan mereka pada kepuasan kerja.

2.6. Penilaian kinerja perspektif proses bisnis internal

(25)

Amin Widjaja Tunggal (2001:4) menyatakan bahwa perspektif proses bisnis internal mengukur efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa. Jika perusahaan dapat bersaing dan unggul dalam keseluruhan proses bisnis, maka kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Balanced scorecard menghendaki agar manajemen menetapkan tujuan dan proses bisnis internal, menterjemahkan strategi dalam tujuan operasional.

Menurut Yosi Pasla dalam Kaplan dan Norton. (2000:100) terdapat tiga pengukuran kinerja bisnis internal yaitu :

1) Pengukuran waktu proses

Pengukuran waktu proses bertujuan untuk memenuhi pesanan yang tepat waktu, penyelesaian proses produksi secara efisien, terpercaya, bebas kerusakan dan bersiklus pendek. Salah satu tolok ukur yang digunakan adalah manufacturing cycle efficiency (MCE), MCE mengukur keefisienan waktu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan dan menyampaikan produk dan jasa.

Jika MCE sebesar 1 (satu), berarti bahwa aktivitas yang tidak bernilai tambah telah dapat dihilangkan dalam proses penyampaian jasa. Sebaliknya, jika proses penyampaian jasa menghasilkan MCE kurang dari 1, maka proses penyampaian jasa masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah bagi pelanggan.

Mengingat obyek penelitian ini merupakan perusahaan/bidang usaha yang bergerak di bidang jasa, maka rumus Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) akan dimodifikasi menjadi ServiceCycle Effectiveness (SCE). Hal ini dilakukan untuk membedakan antara perusahaan manufaktur dengan perusahaan jasa dimana rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Time Throughput

Time Added Value

SCE=

Sumber: Yosi Pasla (2000:100) dalam Kaplan dan Norton

Value added time adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk memproses jasa aktual/sesungguhnya yang sering disebut waktu proses throughput time adalah jumlah waktu penyelesaian dalam suatu proses.

2) Pengukuran mutu proses

Pengukuran merupakan bagian penting dari setiap program peningkatan mutu.

3) Pengukuran biaya proses

Sistem biaya berdasarkan aktivitas digunakan dalam pengukuran biaya proses karena memungkinkan perusahaan mendapatkan pengukuran biaya pada tingkat proses.

(26)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Sampel dan Data Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah LPD di Propinsi Bali. Teknik pemilihan dan penentuan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriteria LPD memiliki semua data yang diperlukan secara lengkap atau memiliki semua data yang berkaitan dengan variabel yang diteliti.

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengamati, mencatat, serta mempelajari uraian-uraian laporan keuangan gabungan LPD di tahun 2010 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli, mengingat data yang lengkap ada dibulan tersebut.

(27)

Metode Kuisioner yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara memberikan pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2007:135) yang disesuaikan dengan identifikasi variabel dalam penelitian.

3.2. Identifikasi Variabel

Variabel - variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1) Perspektif keuangan

2) Perspektif pelanggan

3) Perspektif proses bisnis internal

4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

3.3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional untuk variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 1) Perspektif Keuangan

Perspektif keuangan menjabarkan kinerja keuangan gabungan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dengan menggunakan rasio profitabilitas yaitu rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan LPD menghasilkan keuntungan selama bulan Januari sampai dengan Juli di Tahun 2010. Tolak ukur profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio permodalan, analisis rasio kualitas, dan analisis rasio rentanbilitas, serta analisis rasio likuiditas.

2) Perspektif pelanggan

Perspektif pelanggan merupakan salah satu perspektif balance scorecard yang menjabarkan ukuran kinerja pelanggan, karena keterbatasan dalam penelitian ini kinerja perspektif pelanggan dalam penelitian ini hanya meliputi kepuasan nasabah dalam menggunakan produk dan fasilitas yang ditawarkan oleh LPD.

3) Perspektif proses bisnis dan internal

Perspektif proses bisnis dan internal menjabarkan kinerja proses operasi dari LPD dalam proses penyelesian transaksi permohonan kredit.

4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Meningkatkan kualitas kerja karyawan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan untuk itu digunakan tolok ukur kepuasan karyawan.

3.4. Jenis dan Sumber Data 3.4.1 Jenis data menurut sifat

(28)

1) Data kuantitatif adalah data yang berupa jumlah atau angka yang dapat diukur dengan satuan hitung dan dapat dihitung secara matematik dan statistik (Sugiyono, 2007:13) data kuantitatif dalam penelitian ini, yaitu, laporan neraca dan rugi laba gabungan LPD di Propinsi Bali, rasio-rasio keuangan, pengukuran waktu proses kredit, produktifitas karyawan.

2) Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar (Sugiyono, 2007:13). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah sejarah singkat LPD.

3.4.2 Jenis data menurut sumber data

1) Data primer adalah sumber data penelitian yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2007:129) data primer dalam penelitian ini adalah jawaban atas kuisioner nasabah, keterangan karyawan dan jawaban atas kuisioner karyawan yang disebarkan kepada nasabah dan karyawan LPD di Propinsi Bali secara acak.

2) Data sekunder adalah sumber data penelitian yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2007:129) , data sekunder dalam penelitian ini adalah ini adalah, laporan keuangan LPD berupa neraca,laba/rugi, penilaian atas pinjaman yang diberikan dan rasio penilaian kesehatan CAEL beserta indikator-indikator tambahannya.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

1) Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung obyek-obyek yang ada, yang tidak terbatas hanya pada perilaku manusia saja (Sugiyono, 2007:138). Dalam hal ini pengamatan yang dilakukan pada proses penyelesaian jasa, pelayanan serta laporan keuangan LPD.

2) Kuisioner adalah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara memberikan pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2007:135).

Dalam hal ini responden yang dimaksud adalah karyawan dan nasabah LPD.

3) Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak, dengan menggunakan panduan wawancara untuk memperoleh keterangan sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2007:130). Dalam tanya jawab pada pengurus dan karyawan, data yang diperoleh mengenai gambaran umum lembaga dan beberapa informasi sesuai dengan tujuan penelitian.

(29)

3.5.1 Uji validitas

Uji validitas ini dimaksudkan untuk menguji seberapa baik instrument penelitian pengukur konsep yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2007:125). Sugiyono dan Eri Wibowo, (2007:220) menyatakan pengujian validitas tiap butir instrument yang digunakan analisis butir, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.

Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan computer melalui program SPSS, yang menjadi satu menu dengan pengujian reliabelitas. Interprestasi dari hasil pengujian validitas ini akan disajikan pada pengujian reliabilitas, dengan cara melihat nilai korelasi antara skor butir dan skor total. Masrun dalam bukunya Sugiyono (2007:124), menyatakan bahwa butir yang memiliki korelasi positif terhadap skor total korelasinya > 0,3 menunjukkan bahwa butir tersebut valid. Ini berarti jika nilai korelasi antar skor butir dan skor total < 0,3 maka instrument tersebut dinyatakan tidak valid.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Menurut Sugiyono (2007:120) instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki alpha > 0.60. Semakin tinggi koefisien alpha maka semakin tinggi pula konsistensi reliabilitas yang diukur. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu walapun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pungujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Penilaian kinerja perspektif keuangan

Keberadaan LPD di Bali sangat besar peranannya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga diperlukan indikator pengukuran yaitu Penilaian Tingkat Kesehatan LPD, yang dikenal dengan CAMEL. Namun teknik analisis yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan LPD adalah berdasarkan CAEL. Penilaian berdasarkan manajemen difokuskan kedalam Perspektif Proses Bisnis Internal dengan mengukur waktu yang diperlukan karyawan dalam menyelesaikan transaksi permohonan kredit dengan menggunakan tolok ukur MCE (Manufacturing Cycle Efficiency) dan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan mengukur kepuasan karyawan.

(30)

Teknis analisis dengan berdasarkan CAEL adalah sebagai berikut:

1) Analisis permodalan

Analisis permodalan digunakan untuk mengetahui rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko. Rumus yang dipakai untuk menghitung analisi permodaln adalah :

Rasio Modal =

Resiko Menurut

Produktif Aktiva

Modal ... (4)

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Standar pengukuran terhadap rasio modal sebagai berikut : Rasio Nilai Kredit

12%

< 12% 81 65 Metode perhitungan :

(1) Kenaikan 0,1 persen dari 12 persen nilai kredit ditambah 1 hingga maksimum 100.

(2) Penurunan 0,1 persen dari 11,9 persen nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum 0.

Nilai kredit = 81 +

0,1%

12 - Rasio

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Skor / bobot maksimum ratio CAR terhadap kesehatan LPD adalah 30 persen.

2) Analisis Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

(1) Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif. Rumus yang digunakan :

Rasio KAP =

produktif Aktiva

asikan diklasifik yang

produktif Aktiva

... (5)

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Metode perhitungan rasio tersebut dilakukan dengan cara : a) Untuk rasio kredit 22,5 persen atau lebih diberi nilai kredit 0.

b) Untuk setiap penurunan 0,15 persen mulai dari 22,5 persen nilai kredit ditambah 1.

(31)

c) Maksimum nilai kredit 100.

Nilai kredit =

% 15 , 0

Rasio -

% 5 , 22

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Skor / bobot maksimum terhadap kesehatan LPD adalah 30%.

(2) Untuk mengetahui rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk oleh LPD terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh LPD, dengan rumus :

Rasio Cad =

LPD dibentuk wajib

yang produktif aktiva

n penghapusa Penyisihan

LPD dibentuk yang

produktif aktiva

n penghapusa Penyisihan

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Metode penghitungan rasio tersebut dengan cara : a) Untuk rasio 0 persen diberi nilai kredit 0

b) Untuk setiap kenaikan 1 persen nilai kredit ditambah 1 c) Maksimum nilai kredit 100

Skor kredit = Rasio x 1

Skor / bobot maksimum terhadap kesehatan LPD adalah 10 persen.

3) Analisis Rentabilitas

Analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan LPD dalam menghasilkan laba yang terdiri dari :

(1) Rasio laba tahun buku berjalan terhadap rata-rata volume usaha / aset (Return on Assets / ROA) , dengan rumus :

Rasio ROA =

Aktiva Total

Laba ... (6)

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Metode perhitungan nilai kreditnya dilakukan sebagai berikut : a) Untuk rasio 0 persen atau negatif diberi nilai kredit 0.

b) Untuk setiap kenaikan 0,015 persen mulai dari 0 persen nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum100.

Nilai kredit =

0,015%

Rasio

(32)

Skor / bobot maksimum terhadap kesehatan LPD adalah 10 persen.

(2) Rasio biaya operasional dalam 12 (dua belas) bulan terakhir terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama (BOPO)

Dengan rumus : Rasio BOPO =

l operasiona Pendapatan

l operasiona Biaya

... (7)

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Metode perhitungan nilai kreditnya dilakukan sebagai berikut : a) Untuk rasio 100 persen atau lebih diberi nilai kredit 0.

b) Untuk setiap penurunan sebesar 0,08 persen nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

Nilai kredit =

% 08 , 0

Rasio - 100

Skor / bobot maksimum terhadap kesehatan LPD adalah 10 persen.

4) Analisis Likuiditas

Digunakan untuk mengukur kemampuan LPD dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi permintaan kredit.

Berdasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu :

(1) Rasio alat likuid terhadap hutang lancar (Liquid Assets to Current Liablities Ratio atau LACIR)

Rasio LACIR =

Lancar Hutang

Likuid

Alat ...(8)

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Metode perhitungan nilai kreditnya dilakukan sebagai berikut : a) Untuk setiap rasio 0 persen atau negatif diberi nilai kredit 0.

b) Untuk setiap kenaikan 0,05 persen mulai dari 0 persen nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum nilai kredit 100.

Nilai kredit =

% 05 , 0

Rasio

Skor / bobot maksimum terhadap kesehatan LPD adalah 5 persen.

(2) Rasio pinjaman diberikan terhadap dana yang diterima (Loan Deposit Ratio atau LDR)

(33)

Dengan rumus : Rasio LDR =

diterima Dana

diberikan yang

Pinjaman ...(9)

Sumber: Petunjuk Teknis Operasional Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Badung, 2002.

Metode perhitungan nilai kreditnya dilakukan sebagai berikut : a) Untuk rasio 115 persen atau lebih diberi nilai kredit 0.

b) Untuk setiap penurunan 1 persen dari ratio 115 persen nilai kredit ditambah 4 dengan maksimum 100.

c) Apabila nilai < 90 maka nilainya langsung maksimum Nilai kredit = (115% - Rasio) x 4

Skor / bobot maksimum terhadap kesehatan LPD adalah 5 persen.

3.6.2 Penilaian kinerja perspektif pelanggan

Teknik analisis yang digunakan untuk menilai kinerja perspektif pelanggan LPD yaitu dengan menghitung akuisisi pelanggan dan indeks kepuasan pelanggan dengan:

1) Akuisisi pelanggan

Diukur dengan menghitung tingkat pertumbuhan pelanggan baru:

% 1) 100

- X tahun pelanggan (Jumlah

1) - X tahun pelanggan (Jumlah

- X) tahun pelanggan (Jumlah

× …(10)

Sumber : Yosi Pasla (2000:59) dalam Kaplan dan Norton.

2) Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan LPD.

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

(1) Meringkas data responden hasil survei mengenai data kinerja pelayanan yang sesungguhnya, sehingga diperoleh total nilai kinerja untuk masing-masing dimensi.

(2) Menghitung nilai/skor nyata rata-rata dari masing-masing dimensi yang akan diukur untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan menggunakan rumus:

q n

Σxi

= ×

X ... (11) Sumber : Sugiyono (2007:43)

Keterangan :

X = skor kinerja nyata rata-rata Σxi = total nilai kerja per dimensi

(34)

n = jumlah responden

q = jumlah pertanyaan tiap dimensi

Penilaian atas jawaban responden mengenai pelanggan menggunakan skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Pernyataan yang digunakan dalam kuisioner ini adalah pernyataan positif atau pernyataan yang mendukung terbentuknya kepuasan pelanggan. Untuk jawaban sangat setuju diberi nilai 5, jawaban setuju diberi nilai 4, jawaban ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban tidak setuju diberi nilai 2, dan jawaban sangat tidak setuju diberi nilai 1.

(3) Menghitung bobot atau tingkat kepentingan tiap-tiap dimensi berdasarkan penilaian para responden, dengan cara mencari nilai rata-rata dan menentukan persentase dari jumlah keseluruhan nilai rata-rata semua dimensi. Pemberian bobot oleh para responden bertujuan untuk mengetahui seberapa penting masing-masing dimensi menurut penilaian responden, yang akan menentukan prioritas dimensi-dimensi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh LPD.

100%

dimensi x seluruh

skor Total

dimensi skor tiap

Total (%)

n kepentinga kat

Bobot/ting = .. (12)

Sumber : Yosi Pasla (2000:59) dalam Kaplan dan Norton.

(4) Menghitung Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP), yaitu mengalikan bobot kepentingan dimensi dengan selisih antara skor harapan rata-rata dan skor nyata/pengamatan rata- rata. Adapun formulasi Indeks Kepuasan Pelanggan adalah:

IKP = I ( P- E ) ... (13) Sumber : Fandy Tjiptono (2002:37).

Keterangan:

IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan

I = Importance (derajat kepentingan)

P = Perception (kinerja sesungguhnya berdasarkan penilaian responden)

E = Expectation (harapan pelanggan) (5) Menentukan kriteria penilaian :

a) Menentukan nilai tertinggi dan nilai terendah yang mungkin dicapai.

Misalkan: nilai tertinggi yang mungkin dicapai = a nilai terendah yang mungkin dicapai = b

Gambar

Tabel  1.2.  Perkembangan  Kekayaan,  Pinjaman  yang  diberikan,  Dana  Pihak  III  dan  Modal LPD periode Desember 2006 s/d Juni 2010
Tabel 2.1 Metode Penilaian Kesehatan LPD
Tabel  4.4  Hasil  Perhitungan  Penilaian  Kualitas  Aktiva  Produktif    LPD  Se  Bali  pada  Bulan Januari-Juli 2010
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Penilaian Rentabilitas LPD Se Bali pada Bulan Januari-Juli  2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

26 Kewajiban-kewajiban bagi setiap PNS, adalah sebagai berikut: Pasal 2 PP.No.30 Tahun 1980 Kewajiban: a Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan