FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG
LAPORAN PENELITIAN
Oleh: Agus Rochani, MT. NIK. 230202048
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya hingga buku Penelitian tentang Identifikasi Potensi dan Kondisi Gua Lawa dan Review Tapak Gua Lawa Di Kabupaten Purbalingga dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan.
Substansi dari Laporan Penelitian ini berisikan tentang tinjauan pendahuluan penelitian, tinjauan konseptual kepariwisataan, gambaran umum kawasan Gua Lawa, metodologi penelitian, analisis potensi dan kendala serta konsep dan rencana pengembangan kawasan.
Pada akhir pembahasan disampaikan skenario pengembangan kawasan sebagai upaya mewujudkan hasil pemikiran konseptual ke dalam realisasi pelaksanaan pembangunan fisik kawasan. Harapan kami, semoga laporan ini dapat menjadi dasar bagi setiap pihak dalam rangka mengembangkan kawasan Gua Lawa menjadi destinasi wisata di Kabupaten Purbalingga.
Atas partisipasi segenap pihak, kami mengucapkan terimakasih dan menghargaan yang tinggi, semoga kebersamaan kita dalam penyusunan laporan ini dapat menjadi pemicu bagi berkembangnya semangat masyarakat Purbalingga dalam mengembangkan destinasi kepariwisataan dalam skala nasional dan internasional.
Semarang, November 2016
Peneliti
iii
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ... I-1 1.2. LANDASAN HUKUM ... I-3 1.3. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN
1.3.1. Maksud ... I-3 1.3.2. Tujuan ... I-4 1.3.3. Sasaran ... I-4 1.4. RUANG LINGKUP KEGIATAN
1.4.1. Lingkup Kegiatan ... I-5 1.4.2. Lokasi Kegiatan ... I-5 1.5. KELUARAN ... I-7 1.6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN ... I-7
BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL KEPARIWISATAAN 2.1. PARIWISATA
2.1.1. Pengertian Wisata ... II-1 2.1.2. Pengembangan Pariwisata ... II-3 2.1.3. Geowisata ... II-5 2.1.4. Mekanisme Demand Supply Dalam Pariwisata ... II-6 2.1.5. Keterkaitan Dalam Pariwisata ... II-9 2.1.6. Konsep Clustering Dalam Pariwisata ... II-24 2.1.7. Rangkuman Kerangka Teoritis Keterkaitan Antar Obyek
Wisata Dalam Rangka Penyusunan Cluster Wisata ... II-25
Daftar Isi
iv 2.2. INTRODUKSI GUA
2.2.1. Speleologi ... II-27 2.2.2. Lahirnya Ilmu Speleologi ... II-28 2.2.3. Perkembangan Speleologi Di Indonesia ... II-28 2.2.4. Ilmu Yang Berkaitan Erat Dengan Speleologi ... II-29 2.2.5. Speleologiwan (Speleologist) ... II-33 2.2.6. Macam Dan Fungsi Gua ... II-35
BAB III GAMBARAN UMUM GUA LAWA 3.1 PROFIL DESA SIWARAK
3.1.1. Gambaran Umum Desa Siwarak ... III-1 3.1.2. Profil Desa Siwarak ... III-3 3.1.3. Wisata di Desa Siwarak ... III-5 3.2. ORIENTASI GUA LAWA ... III-8 3.2.1 Bagian-Bagian Gua Lawa ... III-11 3.2.2 Fasilitas Yang Ada Di Obyek Wisata Alam Gua Lawa ... III-14
BAB IV METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA IDENTIFIKASI POTENSI DAN KONDISI GUA LAWA DAN REVIEW TAPAK GUA LAWA 4.1 CARA MEMETAKAN GUA
4.1.1 Tahap Dan Metode Penelitian ... IV-1 4.1.2 Pekerjaan Tahap 1 ... IV-3 4.1.3 Pekerjaan Tahap 2 ... IV-3 4.1.4 Pekerjaan Tahap 3 ... IV-5 4.1. REVIEW TAPAK
4.1.1. PengertianPerencanaan Tapak ... IV-5 4.1.2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Pekerjaan ... IV-6 4.1.3. Metoda Analisis Sektoral ... IV-10 4.2. KONSEP PENGEMBANGAN TAPAK ... IV-23 4.2.1. Permodelan Perencanaan Tapak ... IV-23 4.3. KEBUTUHAN, TEKNIKSURVEI, DAN PENYAJIAN DATA ... IV-25
v BAB V ANALISIS KAWASAN WISATA GUA WISATA
5.1 ANALISIS PENYUSURAN GUA
5.1.1 Tahapan Pemetaan Gua Lawa ... V-11 5.1.2 Pengolahan Data Lapangan ... V-31 5.1.3 Deskripsi Peta Gua ... V-37 5.2 GEOLOGI REGIONAL
5.2.1 Fisiografi Regional ... V-43 5.2.2 Stratigrafi Regional ... V-45 5.2.3 Struktur Geologi Regional ... V-48 5.3 ANALISIS SITE KAWASAN
5.3.1 Pemandangan (View) ... V-52 5.3.2 Pencahayaan (Lighting) Wisata Gua Lawa ... V-49 5.3.3 Polusi (Pollution) ... V-54 5.3.4 Daya Dukung Tanah ... V-54 5.3.5 Listrik ... V-55 5.3.6 Kelerengan ... V-55 5.3.7 Iklim Dan Curah Hujan ... V-58 5.3.8 Vegetasi ... V-58 5.3.9 Analisis Angin ... V-66 5.3.10 Analisis Sirkulasi ... V-67 5.4 ANALISIS KAWASAN SEKITAR GUA LAWA ... V-67 5.4.1 Analisis Pendukung Wisata Sekitar Gua Lawa ... V-67 5.4.2 Geologi Kawasan Gua Lawa Dan Sekitarnya ... V-70 5.4.3 Struktur Geologi ... V-85 5.4.5 Speleologi Gua Lawa Dan Sekitarnya ... V-87 5.4.6 Biospeleologi ... V-101 5.4.7 Hidrogeologi Gua Lawa Dan Sekitarnya ... V-115 5.4.8 Intensitas Pemanfaatan Lahan ... V-116 5.4.9 Analisis Sosial Masyarakat Desa Siwarak ... V-117 5.4.10 Analisis Aksesibilitas ... V-118 5.5 SISTEM UTILITAS
5.5.1 Jaringan Transportasi... V-122 5.5.2 Jaringan Air Bersih ... V- 123
vi 5.5.3 Jaringan Drainase ... V-124 5.5.4 Jaringan Telepon ... V-125 5.5.5 Jaringan Listrik ... V-126 5.5.6 Jaringan Persampahan ... V-127 5.6 ANALISIS SWOT ... V-128 5.6.1 Aspek-Aspek SWOT ... V-128 5.6.2 Penyusunan Strategi ... V-130
BAB VI SKENARIO PENGEMBANGAN
6.1 SEGMENTASI PENGUNJUNG ... VI-1 6.2 POLA AKTIVITAS ... VI-1 6.2.1 Kelompok Wisatawan/ Pengunjung ... VI-2 6.2.2 Kelompok Peneliti ... VI-2 6.2.3 Kelompok Pengelola ... VI-2 6.2.4 Kelompok Bisnis ... VI-2 6.2.5 Kelompok Masyarakat Setempat ... VI-2 6.3 PENGEMBANGAN ZONA WISATA GUA LAWA ... VI-3 6.4 RENCANA ATRAKSI GUA LAWA ... VI-14 6.5 RENCANA STRATEGI PEMASARAN WISATA ... VI-14 6.6 RENCANA ORIENTASI ... VI-19 6.7 INDIKASI PROGRAM ... VI-20
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Kegiatan ... I-6 Gambar 2.1. Diagram Sistem Fungsional Pariwisata ... II-7 Gambar 2.2. Sistem Daerah Tujuan Wisata ... II-19 Gambar 3.1 Peta Administrasi Desa Siwarak ... III-2 Gambar 3.2 Milk Way Di Bukit Njelir ... III-5 Gambar 3.3 Sunrise Di Bukit Njelir ... III-5 Gambar 3.4 Bukit Kelir ... III-6 Gambar 3.5 Curuk Silintang ... III-6 Gambar 3.6 Kebun Nanas ... III-7 Gambar 3.7 Gua Lawa Dari Dalam Gua ... III-7 Gambar 3.8 Taman Lokaria Di Kompleks Gua Lawa ... III-7 Gambar 3.9 Orientasi Gua Lawa ... III-9 Gambar 3.22 Gua Lawa ... III-14 Gambar 3.23 Jalan ... III-15 Gambar 3.24 Taman ... III-15 Gambar 3.25 Panggung Pertunjukan ... III-16 Gambar 3.26 Mushola ... III-16 Gambar 3.27 Toilet ... III-16 Gambar 3.28 Taman Bermain Anak ... III-16 Gambar 3.29 Lapangan ... III-17 Gambar 3.30 Gazebo ... III-17 Gambar 3.31 PKL Yang Ada Di Kawasan Wisata Gua Lawa ... III-18 Gambar 3.32 Toko Dan Parkiran Yang Bersebelahan ... III-18 Gambar 3.33 Prasarana Jalan ... III-19 Gambar 3.34 Listrik Yang Ada Di Dalam Gua Lawa ... III-20 Gambar 3.35 Tempat Sampah Organik Dan Non Organik ... III-20 Gambar 3.36 Drainase ... III-20
Daftar Gambar
viii Gambar 4.1 Bagan Diagram Alir Penelitian ... IV-2 Gambar 4.2 Kesinambungan Produk Perencanaan Dalam Pengembangan
Wisata ... IV-6 Gambar 4.3 Kerangka Pikir Pelaksanaan Pekerjaan ... IV-9 Gambar 4.4 Diagram Keterkaitan Analisis ... IV-20 Gambar 4.5 Diagram Analisis Pasar Dan Pemasaran Wisata ... IV-22 Gambar 5.1 Kompas Suunto Tandem 360PC/360R ... V-12 Gambar 5.2 Pita Ukur(Fiber Glass). ... V-13 Gambar 5.3 Alat Yang Digunakan Dalam Survey Pemetaan Gua Lawa ... V-14 Gambar 5.4 Metode Survey Forward Methode ... V-16 Gambar 5.5 Metode Survey Leap Frog Methode ... V-17 Gambar 5.6 Skema Pengukuran Chamber Dengan Metode Poligon Terbuka .. V-19 Gambar 5.7 Skema Pengukuran Chamber Dengan Poligon Tertutup ... V-20 Gambar 5.8 Pengukuran Chamber Batu Keris Dengan Metode Poligon
Terbuka Dilakukan Dengan Cara Menyusuri Dinding Chamber .... V-20 Gambar 5.9 Skema Pengukuran Chamber Dengan Metode Offset ... V-21 Gambar 5.10 Pengukuran Atap Gua Langsung Menggunakan Pita Ukur Pada
Atap Gua Yang Masih Terjangkau ... V-22 Gambar 5.11 Pengukuran Tinggi Atap Menggunakan Metode Phytagoras ... V-23 Gambar 5.12 Pengukuran Tinggi Atap Menggunakan Laser Disto ... V-23 Gambar 5.13 Worksheet Pengambilan Data Lapangan ... V-24 Gambar 5.14 Pengukuran Jarak Miring Menuju Lorong Air ... V-27 Gambar 5.15 Pengukuran Jarak Miring Menggunakan Laser Disto ... V-27 Gambar 5.16 Pengukuran Arah Menggunakan Kompas Suunto Tandem ... V-28 Gambar 5.17 Pengukuran Kemiringan Lereng Menggunakan Klino Pada
Kompas Suunto Tandem ... V-28 Gambar 5.18 Pengukuran Dinding Kiri Pada Lorong Air ... V-29 Gambar 5.19 Pengisian Worksheet Data Survey Gua Lorong Kereta ... V-27 Gambar 5.20 Pembuatan Sketsa Gua ... V-30 Gambar 5.21 Contoh Table Pengolahan Data ... V-31 Gambar 5.22 Contoh Table Pengolahan Data ... V-31 Gambar 5.23 Contoh Table Pengolahan Data ... V-31 Gambar 5.24 Contoh Table Pengolahan Data ... V-32
ix Gambar 5.25 Centerline Gua Lorong Kereta Hasil Olahan Data Dengan
Software Survex ... V-33 Gambar 5.26 Centerline Gua Lawa Hasil Olahan Data Dengan Software
Survex Yang Perlu Dikoreksi Kembali ... V-33 Gambar 5.27 Peta Gua Lawa Yang Sudah Difinishing Pada Software
Coreldraw ... V-35 Gambar 5.28 Peta Gua Lorong Kereta Yang Sudah Difinishing Pada
Software Coreldraw ... V-36 Gambar 5.29 Peta Gua Lawa Yang Sudah Lengkap ... V-39 Gambar 5.30 Peta Gua Lorong Kereta Yang Sudah Lengkap ... V-42 Gambar 5.31 Fisiografi Jawa Tengah ... V-41 Gambar 5.32 Peta Geologi Regional Lembar Purwokerto dan Tegal ... V-47 Gambar 5.33 Stratigrafi Regional ... V-47 Gambar 5.34 Pemandangan (View) ... V-51 Gambar 5.35 Lighting Gua Lawa Dari Ventilasi ... V-53 Gambar 5.36 Metode Cut And Fill ... V-56 Gambar 5.37 Arah Aliran Air ... V-57 Gambar 5.38 Rawan Longsor ... V-58 Gambar 5.39 Peta Arah Angin ... V-66 Gambar 5.40 Peta Wisata Desa Siwarak ... V-69 Gambar 5.41 Diagram Skematik Yang Mengilutrasikan Parameter Yang
Digunakan Dalam Menghitung Morfometri Pada Kerucut Sinder .. V-72 Gambar 5.42 Model Geomorfologi 3 dimensi Kawasan Gua Lawa dan
sekitarnya ... V-72 Gambar 5.43 Pola pengaliran Kawasan Gua Lawa dan sekitarnya ... V-80 Gambar 5.44 Struktur aliran utama aliran lava ... V-89 Gambar 5.45 Struktur Arah Aliran Pada Dinding Kanan ... V-90 Gambar 5.46 Lorong Angin Berada Dalam Entrance (Mulut Gua) Gua Lawa ... V-91 Gambar 5.47 Batu Semar ... V-92 Gambar 5.48 Istana Lawa ... V-92 Gambar 5.49 Dada Lawa ... V-92 Gambar 5.50 Gangsiran Bupati ... V-93 Gambar 5.51 Gangsiran Bupati ... V-93
x Gambar 5.52 Chamber Tengah Dengan Latar Lorong Panembahan ... V-93 Gambar 5.53 Batu Keris ... V-94 Gambar 5.54 Gua Langgar ... V-94 Gambar 5.55 Gua Cepet ... V-95 Gambar 5.56 Koloni Kelelawar Pada Sebuah Lorong Di Atas Gua Dada Lawa .. V-95 Gambar 5.57 Koloni Kelelawar Di Dalam Cabang Terakhir Sebelum Pintu
Keluar ... V-95 Gambar 5.58 Pancuran Slamet dan Sendang Slamet ... V-96 Gambar 5.59 Jalur Wisata Pada Lorong Air ... V-96 Gambar 5.60 Lorong Air ... V-97 Gambar 5.61 Lorong Sempit, Diperlukan Merayap Untuk Menelusurinya ... V-97 Gambar 5.62 Entrance Gua Lorong Kereta ... V-98 Gambar 5.63 Lavatite, Ornamen Khas Dalam Lava Tube ... V-99 Gambar 5.64 Static Pool Pada Penghujung Lorong Atas Gua Lorong Kereta .... V-99 Gambar 5.65 Lorong Sempit Pada Penghujung Lorong Bawah Gua ... V-101 Gambar 5.66 Kelelawar Barong Maya (Hipposideros Ater) Di Dalam Gua
Lawa ... V-105 Gambar 5.67 Kelelawar Tomosu Biasa (Miniopterus schreibersi) ... V-106 Gambar 5.68 Prok Bruk Hutan (Rhinolophus affinis) ... V-107 Gambar 5.69 Kelelawar Barong Besar (Hipposideros bicolor) ... V-109 Gambar 5.70 Kelelawar Barong Besar (Hipposideros diadema) ... V-110 Gambar 5.71 Kalacemati (Charon Sp.) ... V-111 Gambar 5.72 Jangkrik Gua (Rhapidophorasp.) ... V-112 Gambar 5.73 Polidesmida sp ... V-112 Gambar 5.74 Pacet Gua (Haemadipsa cavatuses)... V-113 Gambar 5.75 Jejak Landak Jawa ... V-114 Gambar 5.76 Peta Aksesibilitas ... V-121 Gambar 6.1 Contoh Main Entrance Yang Menarik dan Mempunyai Ciri
Keunikan Tersendiri dan Memberikan Kenyamanan Bagi
Pejalan Kaki ... VI-4 Gambar 6.2 Contoh Ruangan/Zona Information Center Yang Baik Dan
Nyaman ... VI-6
xi Gambar 6.3 Contoh Panggung Yang Dapat Dikembangkan di Zona
Atraksion Park ... VI-7 Gambar 6.4 Contoh Kegiatan Pembelajaran Yang Dilakukan di Zona Mini
Zoo ... VI-8 Gambar 6.5 Contoh Atraksi Yang Dapat Dikembangkan Pada Zona
Atractive Fun Park ... VI-9 Gambar 6.6 Contoh Atraksi Yang Dapat di Kembangkan Pada Zona Rest &
Picnik Area ... VI-9 Gambar 6.7 Contoh Atraksi Yang Dapat Di Kembangkan Pada Zona
Outbound & Camp Ground ... VI-10 Gambar 6.8 Contoh Pengembangan Yang Dapat Dilakukan Pada Zona
Forrest Resto & Meeting Room ... VI-12 Gambar 6.9 Beberapa contoh villa Rumah Pohon yang dapat di
kembangkan pada zona Zona Villa & Cottage ... VI-13 Gambar 6.10 Contoh Pengembangan Atraksi Lampu Pada Dinding Gua ... VI-14
xii Tabel 2.1 Sintesa Jenis Atraksi Wisata Menurut Para Ahli... II-15 Tabel 2.2 Resume Dan Sintesa Hasil Kajian Teoritis ... II-25 Tabel 3.1 Kependudukan Desa Siwarak Tahun 2014 ... III-3 Tabel 4.1. Analisis Daya Dukung Lahan ... IV-11 Tabel 4.2 Analisis Sarana Prasarana ... IV-14 Tabel 4.3 Analisis Kependudukan ... IV-15 Tabel 4.4 Analisis Kelembagaan ... IV-17 Tabel 4.5 Permodelan Perencanaan Tapak ... IV-24 Tabel 4.6 Kebutuhan Data Dan Jenis Analisis ... IV-26 Tabel 5.1 Data Hasil Survey ... V-2 Tabel 5.2 Funfsi Vegetasi ... V-64 Tabel 5.3 Klasifikasi Satuan Geomorfologi ... V-66 Tabel 6.1 Segmentasi Pengunjung Agrowisata ... VI-1 Tabel 6.2 Indikasi Program ... VI-26
Daftar Tabel
I-1 1.1 LATAR BELAKANG
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata, serta bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional guna menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam hal ini, perkembangan keadaan bersifat desentralisasi di mana setiap daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dari masyarakat.
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang telah mengambil peran penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia, dan khususnya dalam dua dekade terakhir dimana tingkat kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di dunia semakin membaik dan maju. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia selanjutnya menggerakkan mata rantai ekonomi yang saling kait mengait menjadi industri jasa yang memberikan konstribusi bagi perekonomian dunia, perekonomian bangsa-bangsa hingga peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat masyarakat lokal. Di sisi lain, perlu disiapkan destinasi wisata yang spesifik, unik dan tidak ada di wilayah lainnya.
Gua lawa merupakan salah satu objek wisata dari 12 objek wisata yang ada di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, dengan panjang 1.300m. Gua Lawa terbentuk dari erupsi menyamping pada lereng bawah bagian timur Gunung Slamet sebagai Lava Basal Siwarak (Sutawidjaja dan Vukadinovic, 1995).Guaini tersusun oleh batuan lava basal, yaitu batuan beku vulkanik yang memiliki komposisi kimia basa.Aliran lava ini mempunyai ketebalan hingga 50 meter (Pratomo, 2012) dan membentuk ornamen gua yang mirip seperti stalaktit yang disebut sebagai stalaktit lava (lavacycle) dan lain-lain.
Stalaktit umumnya terbentuk di gua-gua batu gamping dari endapan karbonat (CaCO3) hasil pelarutan dari proses karstifikasi yang diteteskan dan diendapkan
PENDAHULUAN 1
I-2 secara vertikal dalam bentuk kerucut terbalik (stalaktit), kerucut tegak (stalagmit), dan sebagainya (Pratomo 2010).
Gua yang terbentuk oleh aliran lava sangat jarang terdapat di Indonesia, karena karakteristik magma di Indonesia yang ada pada zona subduksi biasanya menghasilkan lava yang relatif kental, tidak sama dengan daerah pemekaran lempeng (rifting) yang umumnya menghasilkan jenis lava yang lebih encer (primitive basalt). Dinamika aliran lava tersebut membentuk morfologi yang khas dari Gunung Slamet, sehingga menyisakan mozaik yang unik, memiliki keindahan tersendiri dan langka di kawasan gunung api Indonesia pada umumnya (Pratomo, 2012). Nuansa geologi yang cukup menonjol tersebut pantas menjadikan Gua Lawa sebagai objek Geowisata yang unggul.
Penalaran atas pembentukan Gua Lawa menjadi objek wisata merupakan suatu hal yang dapat menciptakan dialog batin antara wisatawan dengan lingkungan alam di sekitarnya. Berawal dengan menghargai nilai estetika objek, yang dapat menumbuhkan rasa menghormati, memiliki, dan kepedulian untuk melestarikan Gua Lawa dengan melakukan pengelolaan kawasan secara berkesinambungan (sustainable) yang berbasis pada kondisi geologi, speleologi, dan biologi.
Selain Gua alam, di kompleks ini terdapat pula Taman Lokaria sebagai wahana bermain anak-anak. Atraksi wisata yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gua Lawa yaitu lomba-lomba pada event-event tertentu, pentas musik, khususnya pada saat liburan sekolah dan libur Hari Raya. Kesenian yang ditampilkan terdiri dari Lengger Calung, thek-thek (kentongan), dan seni Tandak Lesung.Pesona lain yang dapat dinikmati saat berkunjung ke Gua Lawa adalah sebuah istana Lawa yang membentuk dada kelelawar raksasa. Tempat ini sangat lapang sehingga mudah kita dapat menikmati keadaan sekitar.
Selanjutnya, kita bisa menemukan objek lain di dalam gua berupa Bale Paseban, Pancuran Slamet, Sendang Drajat, Sendang Slamet, Lobang Panembahan, dan Gangsir Bupati.
Beberapa potensi dan kompleksnya kegiatan wisata yang ditawarkan pada saat mengunjungi wisata alam Gua Lawa yang telah dipaparkan di atas, sehingga menjadi acuan agar Gua Lawa dapat dijadikan objek geowisata yang edukatif bagi wisatawan dengan latar belakang terkait maupun secara umum untuk mempelajari geologi, vulkanologi, speleologi gua lava, biota gua, dan budaya di sekitarnya.
I-3 1.2 LANDASAN HUKUM
a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
e. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan.
g. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
h. Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
i. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Encana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025
j. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Rencana Pengembangan Pariwisata Prov. Jawa Tengah Tahun 2012 – 2027.
k. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 5 Tahun 2011-2031 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Purbalingga.
l. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda) Kabupaten Purbalingga Tahun 2006
1.3 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN 1.3.1 Maksud
Maksud dari Kajian Identifikasi dan Penggalian Potensi Geowisata Gua Lawa dan sekitarnya di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga adalah:
a. Mengidentifikasi kondisi geologi Kawasan Objek Wisata Gua Lawa dan sekitarnya,
b. Mengidentifikasi bentuk lorong Gua Lawa dan Gua Lorong Kereta, c. Mengidentifikasi flora dan fauna di Kawasan Objek Wisata Gua
Lawa dan sekitarnya,
I-4 d. Mengidentifikasi serta mengeksplorasi potensi wisata alam yang
ada di sekitar kawasan, dan
e. Merumuskan strategi pengembangan pariwisata Gua Lawa
1.3.2 Tujuan
Tujuan dari Kajian Identifikasi dan Penggalian Potensi Geowisata Gua Lawa dan sekitarnya di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga adalah:
a. Mengetahui kondisi geologi Kawasan Objek Wisata Gua Lawa dan sekitarnya,
b. Mengetahui bentuk, luasan, dan dimensi dari lorong Gua Lawa dan Gua Lorong Kereta secara terukur.
c. Mengetahui flora dan fauna yang ada di Kawasan Objek Wisata Gua Lawa dan sekitarnya, dan
d. Menemukan potensi wisata alam lainnya yang ada di sekitar kawasan.
e. Merumuskan strategi pengembangan pariwisata Gua Lawa
1.3.3 Sasaran
Perencanaan pengembangan geowisata yang berkesinambungan berbasis kondisi geologi, speleologi, dan biologi yang ada dengan pembangunan wahana dan sarana pendukung tanpa mengabaikan sisi lingkungan.
I-5 1.4 RUANG LINGKUP KEGIATAN
1.4.1 Lingkup Kegiatan
Kegiatan ini meliputi penyusunan identifikasi potensi dan kondisi interior dan eksterior Gua Lawa yang meliputi:
a. Pemetaan geologi Kawasan Objek Wisata Gua Lawa dan Sekitarnya,
b. Pemetaan geomorfologi Kawasan Objek Wisata Gua Lawa dan sekitarnya,
c. Pemetaan Gua Lawa dan Gua Lorong Kereta,
d. Pendataan flora dan fauna di dalam maupun di luar gua, dan e. Pemetaan potensi wisata alam di sekitar kawasan objek wisata.
f. Penyusunan strategi pengembangan Geowisata Gua Lawa
1.4.2 Lokasi Kegiatan
Kegiatan Jasa Konsultansi ini berada di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga.
I-6
1.1 I-6
I-7 1.5 KELUARAN
1. Poster mengenai kondisi geologi Kawasan Objek Geowisata Gua Lawa dan sekitarnya,
2. Peta-peta gua beserta keterangannya untuk Gua Lawa dan Gua Lorong Kereta serta gua yang lainnya yang apabila ditemukan saat melakukan identifikasi wisata alam di sekitar kawasan,
3. Poster mengenai flora dan fauna di Kawasan Objek wisata Gua Lawa dan sekitarnya,
4. Peta potensi wisata alam di sekitar Kawasan Objek wisata Gua Lawa, dan 5. Hasil kajian diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dan bahan evaluasi penataan ruang pengembangan objek geowisata di Kawasan Gua Lawa dan Sekitarnya.
1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika dalam penyusunan laporan Identifikasi Potensi dan Kondisi Gua Lawa dan Review Tapak Gua Lawa ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai latar belakang penyusunan kajian Identifikasi Potensi dan Kondisi Gua Lawa dan Review Tapak Gua Lawa, maksud dan tujuan, sasaran kegiatan, dasar hukum, ruang lingkup kegiatan dan lokasi kegiatan, keluaran, serta sistematika laporan.
BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL KEPARIWISATAAN
Bab ini berisikan tentang tinjauan teoritik yang mendukung kajian Identifikasi Potensi dan Kondisi Gua Lawa Dan Review Tapak Gua Lawa.
BAB III GAMBARAN UMUM GUA LAWA
Bab ini berisikan tentang gambaran umum Gua Lawa, Desa Siwarak dan potensi wisata yang ada di sekitar kawasan wisata Gua Lawa.
Selain itu pada bab ini juga menjelaskan tentang pembagian zonasi peruntukan wisata Gua Lawa serta pengukuran tapaknya.
I-8 BAB IV METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA IDENTIFIKASI POTENSI
DAN KONDISI GUA LAWA DAN REVIEW TAPAK GUA LAWA Pada bab ini, menjelaskan tentang cara yang ditempuh perencana wisata Gua Lawa dalam melakukan survey dan tata cara pengambilan data serta kebutuhan data yang diperlukan.
BAB V ANALISIS KAWASAN WISATA GUA LAWA
Pada bab ini menjelaskan tentang analisis yang dilakukan terkait wisata Gua Lawa dan sekitarnya.
BAB VI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA GUA LAWA
Pada bab ini menjelaskan tentang pengembangan hasil analisis Gua Lawa serta pemasaran dan struktur organisasi pengembangan Kawasan wisata Gua Lawa.
II-1 2.1 PARIWISATA
2.1.1 Pengertian Wisata
Banyak pakar pariwisata yang mengungkapkan pendapatnya tentang pengertian pariwisata. Karyono (1997:15) melihat definisi pariwisata dari dua sisi, yang pertama definisi pariwisata yang bersifat umum yaitu keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan. Sedangkan definisi secara teknis adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain.
Pendapat lain mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergian tersebut dipengaruhi oleh berbagai kepentingan, baik kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar (Suwantoro, 1997 : 3)
Menurut DR. James J. Spillane definisi pariwisata adalah suatu perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Pengertian Pariwisata menurut UU No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan adalah: Pariwisata adalah segala sesuatu berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
E. Guyer Freuler dalam Yoeti (1996 : 115) merumuskan pengertian pariwisata dengan memberikan batasan sebagai berikut: Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan membutuhkan (cinta) terhadap keindahan alam
TINJAUAN KONSEPTUAL
KEPARIWISATAAN BAB 2
II-2 dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat perangkutan.
Sebagai pendukung dari berbagai pendefinisian di atas, Yoeti (1996:118) mengungkapkan pendapatnya tentang beberapa faktor penting yang harus ada dalam pengertian pariwisata, yaitu:
• Perjalanan dilakukan untuk sementara.
• Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain.
• Perjalanan dalam bentuk apapun harus dikaitkan dengan tamasya atau rekreasi.
• Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya dan semata-mata hanya sebagai konsumen di tempat tersebut.
Dari beberapa pengertian serta batasan mengenai pariwisata, secara garis besar dapat dirumuskan suatu sintesa bahwa pariwisata terkait dengan:
1. Kegiatan yang dilakukan secara kelompok atau perorangan.
2. Kegiatan yang dilakukan di luar tempat tinggal sehari-hari dan bersifat sementara.
3. Didorong oleh kepentingan ekonomi, agama, kesehatan, belajar, dll.
4. Orang yang malakukan perjalanan hanya sebagai konsumen bukan sebagai pencari nafkah di tempat wisata.
Melihat dari unsur yang terkandung dalam definisi pariwisata di atas memberikan bukti bahwa pariwisata merupakan kebutuhan bagi calon wisatawan (demand) dan keterselenggaraannya akan membutuhkan penyelenggaraan usaha wisata (supply) yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan tersebut. Untuk itu kedepannya pariwisata perlu dikembangkan dalam memberikan manfaat baik bagi wisatawan maupun penyelenggara usaha wisata. Terkait dengan studi ini perlu kiranya dilakukan pengkajian keterkaitan antar obyek wisata melalui peninjauan dari aspek supply-demand wisata untuk melihat titik temu antar kedua
II-3 aspek tersebut sebagai wujud dari kerangka pengembangan pariwisata wilayah/daerah.
2.1.2 Pengembangan Pariwisata
Pariwisata merupakan fenomena perpindahan sementara orang- orang yang melakukan perjalanan keluar dari tempat tinggalnya yang sebagian besar dimotifasi oleh tujuan bersenang-senang maupun berekreasi, memiliki berbagai pengaruh di berbagai sisi kehidupan manusia yang tinggal di sekitar daerah tujuan wisata sekaligus memberi pengaruh terhadap penerimaan daerah dalam kerangka mewujudkan perkembangan wilayah.
Kusudianto (1996:23) menyebutkan tujuan dan sasaran pengembangan pariwisata adalah:
Sasaran internasional:
• Meningkatkan penerimaan devisa
• Pengembangan ekonomi yang lebih banyak memberi kesempatan kerja
• Peningkatan pendapatan nasional, peningkatan penerimaan pajak dan perluasan prasarana
• Peningkatan apresiasi di luar negeri mengenai hasil dan kontribusi budaya Indonesia
• Terbinanya hubungan diplomatik dengan negara lain
Sasaran dalam negeri meliputi:
• Terciptanya persatuan dan kesatuan identitas nasional Indonesia
• Peningkatan kesehatan dan kesejahteraan umum,
• Terciptanya pertumbuhan ekonomi dan retribusi pendapatan nasional yang seimbang,
• Adanya perhatian umum terhadap lingkungan,
• Preservasi tradisi/ adat-istiadat daerah,
• Perlindungan dari hak perseorangan untuk berlibur.
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa secara nyata, sasaran pengembangan pariwisata akan memberikan berbagai dampak baik
II-4 ekonomi, sosial ataupun lingkungan. Hal ini juga didukung pendapat yang diungkapkan oleh Wahab (1998:11), pengaruh-pengaruh tersebut meliputi:
1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan dan pembaharuan fasilitas wisata
2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata, misalnya hotel, industri kerajinan tangan dan sebagainya 3. Menambah permintaan terhadap hasil-hasil pertanian, karena
bertambahnya penggunaan 4. Memperluas barang-barang lokal
5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing yang dapat memajukan perekonomian nasional
6. Berdampak positif terhadap tenaga kerja
7. Mempercepat sirkulasi ekonomi dalam suatu negara kunjungan dengan demikian akan memperbesar hasil gandanya (multiplier effect) :
Hasil ganda investasi
Hasil ganda pariwisata akibat dari suatu bagian pengeluaran wisatawan dalam menciptakan pendapatan lanjutan dalam perekonomian suatu negara, wilayah atau daerah
8. Memancing daerah-daerah lain yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan.
Berbagai upaya pengembangan pariwisata, dilakukan untuk memberi keuntungan kepada seluruh komponen yang terlibat di dalamnya. Seperti pendapat Marpaung (2002:19), melalui perkembangan pariwisata akan menciptakan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Keuntungan terhadap dua komponen tersebut dapat berupa dari upaya pengadaan infrastruktur dan fasilitas rekreasi.
Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pariwisata merupakan aktivitas urgen yang secara umum memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menciptakan peningkatan ekonomi melalui penciptaan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat,
2. Peningkatan pendapatan nasional/daerah menuju terciptanya perluasan prasarana,
II-5 3. Stimulator dalam menciptakan persatuan dan kesatuan,
4. Pelestarian terhadap lingkungan, adat-istiadat/ tradisi,
5. Stimulator bagi daerah potensial wisata lain untuk berkembang.
2.1.3 Geowisata
Geowisata adalah suatu kegiatan wisata berkelanjutan dengan fokus utama pada kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman akan lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta kearifan lokal. Indonesia adalah negara yang memiliki daya tarik geologis yang khas di berbagai wilayah dan dapat dijadikan sebagai objek geowisata.
Geowisata yang menekankan unsur geografi di dalam definisinya merupakan konsep yang memayungi seluruh pariwisatayang bergantung pada tempat, entah itu ekoturisme, heritage tourism maupun tamasya sederhana. Geowisata tentu harus menyejahterakan masyarakat setempat. Dengan demikian, warga akan melihat keuntungan melestarikan segala sesuatu yang mengundang minat dan hasrat kunjungan turis. Entah itu, vista indah, tempat bersejarah, hutan, sajian lokal yang istimewa hingga kearifan tradisional.
Wisata kebumian (geowisata) dapat dijadikan jembatan dalam rangka sosialisasi ilmu pengetahuan alam, pendidikan lingkungan dan pelestarian alam dan pada akhirnya diharapkan akan terwujud pembangunan pariwisata yang berkelanjutan berbasis kearifan lokal.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan geowisata diantaranya adalah :
1. Geologically based (Berbasis Geologi) artinya objek/tempat/
lokasi yang dijadikan sebagai area geowisata merupakan bentukkan hasil proses gelologi. Aspek fisik yang dijadikan daya tarik wisata tersebut dapat berupa kondisi tanah, kandungan mineral, jenis batuan dan lainnya yang masih berhubungan dengan geologi.
2. Sustainable (Berkelanjutan) artinya pengembangan dan pengelolaan lokasi geowisata haruslah berkelanjutan agar kelestariannya dapat terjaga. Beragamnya kondisi geologi Indonesia menyebabkan banyak ditemukannya mineral-mineral
II-6 berharga yang dapat memancing oknum tidak bertanggung jawab untuk mengambil dan merusak lingkungan disekitarnya.
3. Geologically informative (Bersifat Informasi Geologi) artinya di lokasi geowisata dilengkapi dengan informasi tentang sejarah terbentuknya bentukkan geologi tersebut, jadi wisatawan paham akan proses proses alam yang terjadi. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan masyarakat akan sadar dan tidak berupaya merusak keindahan lingkungan di sekitar objek geowisata.
4. Locally beneficial (Bermanfaat Secara Lokal) artinya keberadaan geowisata dapat memberikan manfaat bagi masyarakat/komunitas yang berada di sekitarnya. Manfaat tersebut dapat berupa segi ekonomi, sosial atau lainnya. Dengan dibukanya suatu kawasan geowisata diharapkan proses pembangunan di daerah tersebut semaik meningkat.
5. Tourist satisfaction (Kepuasan Pengunjung) artinya objek geowisata dapat memberikan kepuasan lahir dan batin bagi wisatawan yang mengunjunginya. Kepuasan tersebut dapat didapat salah satunya dengan tata kelola tempat geowisata yang rapi, bersih dan akses yang memudahkan masyarakat untuk mengunjunginya.
2.1.4 Mekanisme Demand Supply Dalam Pariwisata
Pariwisata merupakan produk/sistem yang terbentuk dari adanya keterkaitan antara permintaan oleh market pariwisata, dengan supply (penawaran) wisata oleh penyedia jasa pariwisata (supplier). Mekanisme demandsupply ini menurut Gunn (1988: 68) dapat diperjelas dengan gambar seperti di bawah ini :
II-7 Demand
Sumber: Gunn (1988:68)
Gambar 2.1
Diagram Sistem Fungsional Pariwisata
A. Supply
a. Demand (Permintaan Wisata)
Demand pariwisata sangat berkaitan dengan pengguna atau konsumen (wisatawan). Wisatawan diistilahkan sebagai pasar, karena wisatawan merupakan target atau sasaran yang hendak dituju dalam suatu penawaran pariwisata. Sehingga faktor permintaan yang datang dari para wisatawan tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan pariwisata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Demand pariwisata menurut Fandeli adalah sebagai berikut:
a. Adanya peningkatan pendapatan perkapita yang mempengaruhi daya beli ke tataran yang lebih tinggi yang mendorong seseorang untuk berwisata
b. Adanya motifasi untuk mendapatkan suasana baru, terlepas dari kegiatan atau suasana sehari-hari serta pemanfaatan waktu luang
c. Ketersediaan sarana prasarana transportasi yang menunjang mobilitas seseorang untuk melakukan perjalanan wisata d. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang memotifasi
seseorang untuk mendapatkan pengalaman baru.
Wisatawan
Punya keinginan untuk melakukan perjalanan Mampu untuk melakukan perjalanan
Transportasi
Jumlah dan kualitas semua moda Informasi dan Promosi
Atraksi
Pengembangan sumberdaya untuk kepuasan wisatawan
Pelayanan
Jenis dan kualitas makanan, tempat menginap (akomodasi) dan lain-lain
II-8 Dengan adanya faktor-faktor di atas menunjukkan bahwa demand wisata sifatnya sangat dinamis. Adapun pendapat Wahab (1998) mengenai sifat atau ciri khas terpenting dari permintaan (demand) pariwisata adalah:
1. Kekenyalan (elasticity)
Kekenyalan permintaan pariwisata sangat elastis terhadap daerah tujuan yang tergantung dengan jarak obyek, terkenalnya obyek, tersedianya fasilitas dan utilitas, dan lain sebagainya. Kekenyalan ini mengkaji seberapa jauh tingkat kelenturan demand wisata terhadap perubahan–perubahan struktur harga dan perubahan keadaan ekonomi di pasaran.
2. Kepekaan (sensitivity)
Permintaan wisata sangat peka terhadap kondisi sosial politik dan terhadap mode perjalanan. Daerah tujuan wisata yang tidak ditunjang dengan kondisi politik yang baik akan mengurangi minat para wisatawan untuk berkunjung.
3. Perluasan (expancion)
Merupakan faktor eksternal yang mendukung dilakukannya kegiatan berwisata, seperti iklim dan kemajuan teknologi.
4. Musim (seasonality)
Merupakan padat dan senggangnya kunjungan wisatawan.
Dalam hal ini permintaan wisata tidak akan stagnan sepanjang tahun, karena dipengaruhi oleh iklim alam di negara sumber-sumber wisatawan dan faktor hari libur.
b. Supply (Penawaran Pariwisata)
Supply pariwisata memiliki cakupan komponen yang lebih luas daripada demand pariwisata. Menurut Gunn di atas, penawaran pariwisata berkaitan dengan atraksi dan obyek daya tarik wisata, ketersediaan sarana prasarana transportasi, fasilitas penunjang wisata lainnya, dan pemasaran wisata. Secara umum penawaran pariwisata memiliki ciri khas utama, yaitu:
II-9 a. Merupakan penawaran jasa-jasa yang dapat menarik para
konsumen atau wisatawan.
b. Memiliki sifat kaku (rigid) yang berarti dalam pengadaannya untuk keperluan wisata, sulit diubah sasaran penggunaannya di luar pariwisata.
c. Pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia, sehingga penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang-barang dan jasa-jasa lain.
Untuk menghadapi persaingan tersebut perlu dilakukan integrasi penyelarasan penawaran wisata dengan penawaran wisata lain sehingga tercipta suatu mata rantai dari serangkaian atraksi wisata.
Disamping itu upaya menciptakan keseimbangan antara penawaran wisata dengan permintaan merupakan hal urgen dalam tumbuhnya kepariwisataan. Untuk itu, dalam penciptaan cluster wisata sebagai upaya pengembangan kepariwisataan wilayah/daerah, aspek yang nantinya menjadi tinjauan keterkaitan dalam rangka penyusunan cluster wisata adalah dari aspek penawaran (supply) maupun aspek permintaan (demand) wisata.
Selebihnya mengenai komponen demand supply akan dikaji pada sub bab berikutnya.
2.1.5 Keterkaitan Dalam Pariwisata
a. Demand-Supply sebagai Tinjauan Keterkaitan Wisata
Hubungan dalam dua wilayah atau lebih dengan menghasilkan/
menimbulkan sesuatu kenyataan/gejala yang baru dalam wujud tertentu, menurut Bintarto (1983: 61-63) disebut sebagai interaksi.
Interaksiantar dua/lebih wilayah terjadi karena berbagai komponen/unsur yang terdapat dalam masing-masing wilayah tersebut. Mengadopsi dari dasar definisi yang disampaikan Bintarto tersebut, terkait dengan studi ini maka dapat diambil pengertian bahwa hubungan sebagai wujud adanya keterkaitan antar lokasi/obyek wisata terjadi karena komponen/unsur yang ada di dalam pariwisata itu sendiri, menurut Gunn (1998:68) komponen tersebut terbagi menjadi dua bagian yang dapat dilihat dari sisi supply-demand wisata yang terdiri dari: masyarakat (pasar wisata);
II-10 atraksi; pelayanan/fasilitas wisata; transportasi; dan promosi wisata.
Sehingga lebih detail komponen inilah yang nantinya akan menjadi peninjauan keterkaitan dalam penyusunan cluster wisata di WPP.
Wisatawan dalam melakukan perjalanan akan mendasarkan pada motifasi/motif perjalanan yang diinginkannya. Dilain pihak sebagai respon terhadap kondisi tersebut, munculah usaha wisata melalui kegiatan-kegiatan yang sekiranya sesuai dengan motif perjalanan para wisatawan tersebut, sehingga dari kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang ini akan mampu menarik kedatangan wisatawan.
Kegiatan ini dapat berupa penyediaan angkutan wisata, penyediaan makan dan minum, penginapan dll. Dari bermacam kegiatan tersebut hanya memiliki satu tujuan yaitu membuat para calon wisatawan tertarik sehingga melakukan perjalanan. Semua kegiatan tersebut yang satu berkaitan dengan yang lain dan merupakan suatu sistem perkaitan sosial (systemic lingkage) (Soekadijo, 1996: 22). Dari sini dapat disimpulkan bahwa perkaitan sosial tidak lain merupakan manivestasi dari adanya keterkaitan antara supply dan demand wisata. Dalam hal ini supply berupa aktivitas penyediaan kebutuhan bagi wisatawan, baik dari kemudahan transportasi maupun penyediaan sarana penunjang wisata, seperti penginapan, makan dan minum. Sedangkan demand berupa karakteristik minat wisatawan itu sendiri.
Berangkat dari pemahaman-pemahaman di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa dalam menciptakan suatu pariwisata harus diawali adanya keterkaitan (lingkages) yang dapat ditinjau dari supply dan demand wisata. Untuk itulah terlihat jelas bahwa pada bagian ini mempertegas pentingnnya peninjauan keterkaitan wisata sebagai dasar pembentukkan cluster wisata di WPP dalam kerangka pengembangan kepariwisataan wilayah/daerah.
Terkait dengan upaya menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan di atas, lebih lanjut Soekadijo (1996 : 22) mengungkapkan bahwa hal tersebut berhubungan dengan masalah perpindahan tempat dari suatu asal (origin) ke tujuan wisata atau disebut sebagai mobilitas spasial. Tujuan akhir dari pariwisata adalah bagaimana menciptakan mobilitas spasial ini bagi wisatawan, sehingga mereka
II-11 mau melakukan perjalanan. Adapun tinjauan pembentuk keterkaitan dari aspek supply dan demand wisata dalam menunjang mobilitas kepariwisataan secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi Wisatawan
Wisatawan hanya akan berkunjung ke tempat tertentu jika di tempat tersebut terdapat kondisi yang sesuai dengan motif wisata. Kondisi yang sesuai dengan motif wisata tersebut merupakan daya tarik wisata yaitu atraksi wisata. Adapun subkelas mengenai motif wisata adalah sebagai berikut:
1. Motif bersenang-senang atau tamasya
Wisatawan hanya ingin mengumpulkan pangalaman sebanyak-banyaknya, mendengarkan dan menikmati apa saja yang menarik perhatian.
2. Motif rekreasi
Berupa kegiatan yang menyenangkan untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani manusia
3. Motif kebudayaan
Wisatawan datang untuk menikmati atraksi sekaligus untuk mempelajari atau mengadakan penelitian tentang keadaan setempat
4. Wisata olahraga
Wisatawan berkunjung untuk melakukan olahraga 5. Wisata Bisnis
Kedatangannya dipengaruhi oleh urusan bisnis 6. Wisata konvensi
Perjalanan wisata untuk membicarakan bermacam-macam masalah: kelaparan dunia, pelestarian hutan, pemberantasan penyakit, dll
7. Motif spiritual
Perjalanan wisata untuk ziarah atau keperluan keagamaan 8. Motif interpersonal
Perjalanan wisata yang dilakukan karena igin bertemu dengan orang lain.
II-12 9. Motif kesehatan
Perjalanan wisata dalam rangka penyembuhan dari penyakit atau dalam upaya menjaga kesehatan
10. Wisata sosial
Motif utama wisata sosial adalah wisatawan hanya ingin bersenang-senang atau sekedar mengisi waktu libur
Wisatawan dalam melakukan perjalanan yang sesuai dengan motifnya dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu:
1. Pariwisata pribadi (Individual Tourism), yaitu hanya satu orang atau satu keluarga yang berpergian
2. Pariwisata rombongan (Group Tourism), yaitu sekelompok orang yang biasanya terikat oleh hubungan–hubungan tertentu kemudahan melakukan perjalanan bersama-sama misal sekolah atau tour organisasi.
2. Atraksi Wisata
Dalam dunia kepariwisataan Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) adalah keseluruhan potensi atraksi wisata baik berupa sumber daya wisata alam maupun budaya serta potensi lainnya yang dapat dikembangkan untuk menarik kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.
Adapun pengertian atraksi wisata sendiri adalah atraksi yang diidentifikasikan dalam suatu penelitian, dan telah dikembangkan menjadi atraksi wisata berkualitas dan memiliki aksesibilitas baik (Kusudianto, 1996:18), selebihnya atraksi menurut Kusudianto ini dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat alamiah seperti:
iklim, lingkungan hidup, flora, fauna, kawah danau, sungai, karang, gua ,tebing, lembah, gunung, dsb
b. Sumber-sumber daya budaya seperti: tempat bersejarah, museum, teater, dan masyarakat lokal
c. Fasilitas rekreasi seperti taman hiburan
d. Event seperti: Pesta Danau Toba, Pasar Malam
II-13 e. Aktivitas spesifik, seperti kasino di Malaysia, berbelanja di
Hongkong
f. Daya tarik psikologis, seperti romantik, petualangan keterpencilan
Atraksi wisata merupakan point utama nilai jual suatu obyek wisata. Keunikan yang diciptakan akan menarik minat calon wisatawan untuk berkunjung. Disamping Kusudianto, Inskeep (1991) juga mengkategorikan obyek daya tarik wisata ke dalam tiga jenis, meliputi:
a. Obyek dan daya tarik wisata alam (natural attractions) yaitu obyek dan daya tarik yang berhubungan dengan lingkungan alam yang termasuk di dalamnya adalah iklim, pemandangan alam, pantai dan laut, flora dan fauna (akuarium, kebun raya, kebun binatang), fenomena alamiah lain (pegunungan, fenomena geologis, gua, geyser, aktivitas vulkanologis, dll), taman dan area konservasi (taman nasional, cagar alam), wisata kesehatan (tempat-tempat dengan sumber air panas, spa, dll)
b. Obyek dan daya tarik wisata budaya (cultural attractions)yaitu obyek dan daya tarik yang berhubungan dengan aktivitas manusia. Atraksi-atraksi yang termasuk di dalamnya adalah situs arkeologis, sejarah dan budaya (monumen, bangunan kota/daerah bersejarah, bangunan ibadah), budaya, tradisi, gaya hidup yang unik (kebiasaan, pakaian upacara, cara hidup, kepercayaan/agama), kesenian dan kerajinan, aktivitas ekonomi, kawasan perkotaan, museum dan fasilitas budaya lainnya, festival budaya, keramahan penduduk, dan lainnya.
c. Obyek dan daya tarik yang bersifat khusus (special types of attractions), yaitu obyek dan daya tarik wisata yang tidak termasuk dalam kategori obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya, yang diciptakan secara artifisial (buatan), mencakup didalamnya antara lain : taman bertema, gedung konvensi, fasilitas rekreasi dan hiburan, fasilitas belanja (shopping), fasilitas olahraga.
II-14 Pengelompokkan atraksi wisata menurut Karyono (1997;18), dapat ditinjau dari beberapa jenis yang lebih detail yaitu:
a. Wisata Budaya: Perjalanan dengan tujuan untuk mempelajari adat-istiadat, budaya, tata cara kehidupan, dll b. Wisata Kesehatan: Perjalanan dengan tujuan unutk
memulihkan kesegaran jasmani dan rohani
c. Wisata Olahraga: Perjalanan dengan tujuan untuk berolahraga
d. Wisata Komersial: Perjalanan dengan tujuan untuk berdagang atau komersial
e. Wisata Industri: Perjalanan dengan tujuan untuk mempelajari atau meneliti suatu industri
f. Wisata Politik: Perjalanan dengan untuk mengikuti kegiatan polotik
g. Wisata Konvensi: Untuk mengikuti konvensi atau konfetrensi h. Wisata Sosial: Perjalanan yang dilakukan dengan tujuan
tidak mencari untung
i. Wisata Pertanian: Perjalanan dengan tujuan untuk mengunjungi pertanian atau riset.
j. Wisata Maritim (bahari): Berkaitan dengan olahraga air, seperti berselancar, menyelam, dll
k. Wisata cagar alam: kunjungan ke daerah cagar alam
l. Wisata buru: perjalanan yang dikaitkan dengan kegiatan berburu
m. Wisata pilgrim : perjalanan yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan, kepercayaan ataupun adat istiadat dalam masyarakat
n. Wisata bulan madu: perjalanan yang dilakukan oleh pasangan pengantin baru untuk tujuan bulan madu.
Beberapa ahli diatas mencoba mengelompokkan atraksi wisata ke dalam beberapa jenis.Namun secara keseluruhan jenis atraksi wisata tersebut dapat disintesa seperti pada Tabel di bawah ini:
II-15 Tabel 2.1
Sintesa Jenis Atraksi Wisata Menurut Para Ahli Jenis Wisata
Contoh Atraksi Wisata Inskeep Kusudianto Karyono
Budaya
Budaya
Budaya
Adat istiadat, masyarakat lokal, museum, fasilitas budaya, dll
Pilgrim Makam Wali Songo, candi-candi
Industri Kunjungan ke sentra kerajinan rakyat
Event
Komersial
Pameran industri kerajinan, pekan raya, pameran dagang, dll Politik Penobatan
Kekaisaran/Ratu Inggris
Alam
Alamiah
Maritim
(bahari) Menyelam, taman laut, dll Cagar alam Kebun Raya Bogor, cagar
alam, dll
Berburu Perburuan banteng dan babi, burung, dll
Fenomena
alam:pegunungan, batu tambak, gua, dll
Daya tarik psikologis
Kesehatan Sumber air panas, air mineral, dll
Petualangan (arung jeram) keterpencilan.
Buatan
Fasilitas rekreasi - Taman hiburan
Aktivitas spesifik
Olahraga Renang, perlombaan lari, dll
Konvensi KTT Non-Blok Pertanian,
perikanan
Riset teknologi pertanian penangkaran anggrek,
pembibitan ikan, dll Sosial Kunjungan ke panti
asuhan Bulan madu Bulan madu
- Fasilitas belanja Hasil Sintesa Penyusun,2015
II-16 3. Jasa/Sarana Wisata
Dalam perjalanan, wisatawan membutuhkan penyediaan berbagai sarana/jasa wisata untuk memenuhi kebutuhannya selama melakukan perjalanan (tourist need). Sarana Wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan (destinasi) yang diperlukan untuk melayani wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya (Suwantoro,1997:22).
Sarana-sarana yang terdapat dalam suatu obyek wisata dapat dibedakan menjadi:
a. Sarana wisata pokok adalah fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dan diperlukan wisatawan untuk menunjang kegiatan wisata, seperti tempat menginap, akomodasi, pengangkutan, tempat makan, tempat peribadatan dan toilet, usaha cinderamata, dsb.
b. Sarana wisata pelengkap adalah fasilitas-fasilitas wisata yang dapat melengkapi sarana-sarana pokok sehingga wisatawan akan merasakan lebih betah dan kerasan untuk tinggal lebih lama di suatu daerah/negara tujuan wisata, misalnya lapangan golf, kolam renang, lapangan tenis, tempat perkemahan, ketersediaan money changer dsb.
4. Transferabilitas
Transferabilitas merupakan komponen utama penunjang terjadinya mobilitas spasial wisatawan yang berupa kemudahan untuk berpindah tempat atau berpergian dari suatu tempat tinggal ke tempat atraksi wisata. Hal ini berarti terkait erat dengan accessibility yaitu bagaimana pencapaian, waktu dan jarak ke daerah tujuan wisata. Untuk itu dalam mengembangkan daerah tujuan wisata perlu kiranya memfokuskan pada penyediaan prasarana transportasi termasuk didalamnya penyediaan jaringan jalan yang baik dan kemudahan wisatawan dalam mengakses moda transportasi (Kusudianto, 1996:39)..
Semakin tinggi pelayanan transportasi akan semakin tinggi jumlah permintaan akan berwisata ke suatu daerah tujuan wisata, dan akan mempengaruhi kontinuitas kunjungan,
II-17 sehingga wisatawan tidak akan berhenti pada satu obyek, namun akan melakukan perjalanan ke berbagai obyek lainnya. Dalam studi ini, kontinuitas kunjungan wisatawan inilah yang menjadi salah satu tolak ukur adanya keterkaitan antar obyek wisata.
Sebagai tempat akhir perjalanan, di lokasi obyek wisata harus terdapat terminal yang dapat berupa tempat parkir (Soekadijo, 1996:69). Penyediaan jalan akses maupun tempat parkir harus disesuaikan dengan jumlah kedatangan wisatawan, serta jenis dan jumlah kendaraan yang digunakannya.
5. Pemasaran Wisata
Pemasaran pariwisata dapat dibatasi sebagai “upaya-upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan oleh Organisasi Pariwisata Nasional dan badan-badan usaha pariwisata, pada taraf internasional, nasional dan lokal, guna memenuhi kepuasan wisatawan baik secara kelompok maupun pribadi masing-masing, dengan maksud meningkatkan pertumbuhan pariwisata” (Wahab, 1988:156).
Pemasaran wisata perlu dilakukan secara terpadu, yaitu sekelompok faktor yang saling bercampur secara kompleks untuk mencapai produk akhir pemasaran yakni hasil guna yang meningkat pada permintaan pengeluaran (demand output) dibandingkan dengan masukan penawaran dan investasi pemasaran (supply and marketing invesment input). Perpaduan pemasaran ini dapat berupa pemasaran melalui pembentukan paket-paket wisata.
Lebih lanjut, pencapaian keberhasilan pemasaran wisata dapat dilakukan melalui segmentasi pasar, segmen pasar di sini menurut Wahab dapat ditinjau dari sisi-sisi sebagai berikut:
Sosial ekonomi : umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dll
Geografis : daerah, kota, pinggiran kota atau perdesaan, kota besar, dll
Kepribadian : otonomi dengan serikat, liberal dengan konservatif, iklim
II-18 Perilaku pelanggan : kepekaan terhadap iklan, elastisitas
harga, dll
Berdasarkan keseluruhan komponen demand supply di atas, antara motif wisata dengan atraksi wisata harus saling mengisi atau komplementaritas, namun kondisi ini bukan jaminan untuk terciptanya perjalanan wisata. Komponen berupa tourist need dengan jasa wisata yang disediakan juga harus menciptakan komplementaritas, karena tanpa adanya komplementaritas ini, jasa wisata tidak akan berarti apa-apa. Sedangkan kemudahan transferabilitas dengan sendirinya belum tentu juga mampu menciptakan perjalanan wisatawan. Kondisi untuk menciptakan perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan jika kelima komponen di atas terpenuhi. Atraksi wisata, transferabilitas, dan jasa wisata yang saling berkomplemen merupakan syarat mutlak untuk pariwisata, sedangkan pemasaran wisata merupakan syarat yang memadahi.Dari syarat mutlak dan syarat memadahi yang membentuk suatu keterkaitan barulah menimbulkan hasil berupa perjalanan wisata.
Berdasarkan kajian dan pemahaman di atas hal yang perlu digaris bawahi adalah supply-demand terdiri dari lima komponen yang kesemuanya fital untuk menciptakan kegiatan wisata, dan dapat disimpulkan komponen-komponen fital tersebut berupa:
1. Wisatawan, berupa segala keinginan/kebutuhan wisatawan yang harus terpenuhi selama dia melakukan perjalanan.
Bagaimana persepsi, preferensi wisatawan terhadap pelayanan wisata merupakan upaya untuk mengetahui kepuasan mereka.
2. Atraksi wisata, berupa kemenarikan dan keunikan atraksi yang ditawarkan oleh suatu daerah tujuan wisata.
3. Jasa/sarana wisata, berupa penginapan (hotel), ketersediaan rumah makan (restoran), tempat peribadatan (mushola) sekaligus toilet, dan usaha/toko cindera mata.
4. Transferabilitas, berupa kondisi jaringan jalan, ketersediaan moda transportasi sekaligus area parkir.
II-19 5. Pemasaran wisata, berupa upaya kerjasama pemasaran dan
ketersediaan paket-paket wisata.
Terkait dengan studi ini, kelima komponen beserta variabel- variabelnya di atas menjadi batasan pembahasan. Variabel- variabel tersebut akan digunakan dalam analisis skoring untuk mengetahui kondisi keterkaitan wisata di WPP yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar pembentukkan cluster wisata WPP.
b. Pariwisata dalam Konteks Keruangan
Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dapat dipandang dari sudut geografis keruangan, karena di dalamnya terdapat aktivitas perjalanan, baik merupakan perpindahan wisatawan dari tempat asal ke lokasi wisata atau dari satu lokasi wisata ke lokasi wisata lainnya (mobilitas spasial). Pariwisata berhubungan dengan konsep geografis dan sifat keruangan, yang dijabarkan sebagai suatu keterkaitan dalam wilayah pariwisata.
Dalam pengembangan pariwisata perlu mempertimbangkan aspek yang terkait dengan obyek wisata, sebagai bentuk pendekatan keruangan atau tinjauan aspek wilayah. Berdasarkan pada destination zone concept (Gunn, 1994 : 226) dapat disimpulkan bahwa interaksi antar daerah tujuan wisata yang satu dengan yang lain dengan koridor sebagai fungsi sirkulasi, akan menciptakan keterpaduan dalam daerah pengembangan pariwisata. Keterpaduan wisata dalam skala wilayah/daerah di sini merupakan upaya mengangkat obyek-obyek wisata yang belum maju, untuk dapat dijual bersamaan dengan obyek wisata yang telah maju atau berkembang.
Dalam pengembangan pariwisata harus memperhatikan interaksi atau kedekatan obyek-obyek wisata termasuk di dalamnya komponen-komponen wisata yang lain, dalam upaya menciptakan sinergi bukan kompetisi.
Keberadaan obyek-obyek wisata di WPP, dapat dilihat hubungan yang terbentuk diantaranya dengan mendasarkan pada uraian di atas, yaitu bagaimana interaksi yang ada. Sehingga dari interaksi ini
II-20 dapat dinilai kuat lemahnya hubungan antar obyek wisata di WPP.
Adapun konsep selebihnya mengenai destinasi wisata atau destination zone akan dibahas pada bagian selanjutnya.
c. Konsep Dasar Destinasi Pariwisata
Pengertian destinasi pariwisata menurut Kusudianto (1996 : 22) adalah suatu kawasan spesifik yang dipilih oleh seseorang pengunjung dan tinggal di kawasan tersebut selama waktu tertentu.
Kata destinasi digunakan untuk suatu kawasan terencana, yang sebagian atau seluruhnya dilengkapi dengan produk wisata fasilitas rekreasi, restoran, hotel, atraksi, dll. Berbagai sumber lain menyebut istilah destinasi adalah sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).
Beberapa sumber mengemukakan mengenai komponen yang terdapat dalam suatu Daerah Tujuan Wisata (destination zone). Pada dasarkan pendapat mereka hampir sama dan secara umum destination zone menurut Gunn (1994 : 226) serta Kusudianto (1996 : 36), tersusun dari komponen-komponen yang berupa:
1. Gateway: pintu masuk/ pintu gerbang
Jumlahnya bisa satu atau lebih, dapat berupa pelabuhan udara, pelabuhan laut maupun terminal, dll
2. Tourist Centre: Pusat Pengembangan Pariwisata (PPP)
Berupa satu atau beberapa kawasan wisata atau suatu bagian kota yang ada. Di PPP ini juga merupakan pusat pelayanan dan fasilitas.
3. Attraction, dapat berkelompok satu atau lebih
4. Tourist corridor: pintu masuk wisata yang menghubungkan gateway dengan tourist centre dan dari tourist centre ke attractions.
5. Hinterland atau tanah yang tidak digunakan untuk empat komponen tersebut.
Menurut Kusudianto, atraksi berkelompok akan memudahkan wisatawan untuk berkunjung. Semakin banyak kelompok atraksi yang bervariasi, akan dapat menahan wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam Daerah Tujuan Wisata tersebut.
II-21 Dalam konsep destination zone ini, keterkaitan antar obyek wisata mempengaruhi bagaimana keberhasilan destinasi pariwisata yang akan terbentuk nantinya. Faktor pengait tersebut dapat ditunjukkan dari kondisi unsur-unsur pengembangan suatu destinasi wisata yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.
d. Unsur Pengembangan Destinasi
Pada dasarnya unsur-unsur destinasi disini dapat diartikan sebagai komponen wisata yang telah dibahas pada sub bab terdahulu.
Namun sebagai pelengkap atas teori yang telah ada, perlu kiranya dilakukan tinjauan terhadap unsur-unsur tersebut.Menurut Kusudianto (1996:22), unsur destinasi pariwisata terdiri dari:
1. Jenis dan mutu fasilitas layanan
2. Ketersediaan sumber daya manusia, alam dan modal 3. Ketersediaan infrastruktur
4. Perhubungan transportasi 5. Suprastruktur
Sedangkan Suwantoro (1997:18) menyebut istilah destinasi adalah sebagai Daerah Tujuan Wisata dan unsur pokok yang harus terkandung dalam suatu DTW adalah:
1. Obyek dan daya tarik wisata
2. Prasarana wisata, seperti jaringan jalan, listrik dan telekomunikasi, air bersih, dll
3. Sarana Wisata
4. Infrastruktur/ tata laksana 5. Masyarakat/ lingkungan
Kedua pendapat tersebut, secara garis besar memiliki pendapat yang sama mengenai unsur-unsur yang harus di kandung pada suatu destinasi wisata/DTW. Adapun dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur yang termuat adalah:
1. Adanya obyek daya tarik wisata atau atraksi wisata
2. Prasarana wisata, meliputi: jaringan jalan, listrik, air, telekomunikasi, dll
3. Sarana Wisata, meliputi: moda transportasi, biro perjalanan, restoran, hotel, dll
II-22 4. Suprastruktur/ tata laksana.
Supratruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas/bawah permukaan tanah, seperti distribusi air bersih, sumber listrik dan energi serta sistem distribusinya, dll.
5. Masyarakat/ lingkungan
Masyarakat di sekitar obyek wisata merupakan komponen yang akan menyambut kehadiran wisatawan sekaligus akan memberikan pelayanan. Untuk itu masyarakat harus paham tentang seluk beluk dunia pariwisata. Penanaman pengetahuan dan sadar wisata merupakan langkah tepat, dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif, karena berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan dan selanjutnya masyarakat akan memperoleh keuntungan dari wisatawan yang membelanjakan uangnya.
Sebagai pelengkap secara teoritis terhadap dasar-dasar analisis skoring yang akan dilakukan, maka variabel yang didapat dari kajian teoritis terhadap unsur destinasi yang disampaikan oleh kedua pakar wisata di atas, dapat digunakan sebagai pelengkap dalam penganalisisan skoring, yang berupa unsur prasarana wisata dengan variabel ketersediaan jaringan listrik, telepon dan ketersediaan air bersih di lokasi wisata.
e. Konsep Keterkaitan Usaha Pariwisata
Dalam pengembangan destinasi, perlu diperhatikan keterkaitan antar usaha wisata dan antar usaha wisata dengan wisatawan. Konsep keterkaitan usaha dan organisasi wisata menurut Kusudianto (1996 : 25) digolongkan sebagai berikut:
1. Penyedia Jasa Wisata Langsung (Direct Providers of Tourist Services)
Golongan ini dikenal sebagai usaha wisata, yang meliputi usaha yang menyangkut perjalanan seperti: penerbangan, hotel, transportasi darat lokal, bus perjalanan, restoran, dll. Usaha ini
II-23 memberikan layanan, aktivitas dan produk yang dibeli atau dikonsumsi oleh orang-orang yang melakukan perjalanan.
2. Usaha Pendukung Wisata (Tourism Support Services)
Usaha dari golongan ini menyediakan bakunya dari usaha golongan penyedia jasa wisata, yang meliputi usaha jasa khusus, seperti tour organizer, management firm, travel research firm, dll 3. Organisasi Pengembangan Wisata (Tourism Development
Organization)
Golongan ini meliputi konsultan perencana, badan pemerintah, lembaga finansial, developer properti, lembaga pelatihan dan pendidikan.
f. Tinjauan Konektivitas Antar Daerah: Keterkaitan Historis Kawasan
Konektivitas antar daerah merupakan hubungan antar daerah yaitu dalam pembahasan ini merupakan antar daerah tujuan wisata atau antar obyek wisata. Seperti yang telah diungkapkan pada sub bab terdahulu bahwa hubungan atau konektivitas dalam pariwisata untuk menumbuhkan perjalanan wisata terkait dengan demand dan supply wisata. Soekadijo (1997 : 138) mengungkapkan bahwa terjadinya konektivitas antar obyek wisata tidak hanya dilihat dari sisi tersebut, namun dapat pula terbentuk melalui bermacam-macam bidang, salah satunya adalah konektivitas historis dan budaya. Konektivitas historis ini memberikan gambaran keterkaitan antar daerah atau obyek wisata yang terbentuk dari adanya pengalamanan yang sama dalam sejarah. Sedangkan konektivitas budaya merupakan adanya persamaan kebudayaan atau memiliki asal usul budaya yang sama.
Tinjauan kulturhistoris ini perlu kiranya dibahas dalam studi ini sebagai pelengkap terhadap pembahasan keterkaitan antar obyek wisata dalam rangka pembentukan cluster wisata. Mengingat obyek- obyek wisata yang terdapat di wilayah studi ada beberapa diantaranya yang memiliki sejarah yang sama sebagai wadah untuk menampung aktivitas keagamaan (Budha), yaitu Candi Borobudur, Pawon, dan Mendut.
II-24 2.1.6 Konsep Clustering Dalam Pariwisata
Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya yang menyimpulkan bahwa dalam rangka pengembangan pariwisata daerah/wilayah perlu langkah berupa peninjauan keterkaitan antar obyek wisata. Tinjauan keterkaitan ini dapat dilakukan melalui pendekatan baik dari sisi demand maupun supply wisata. Suatu core pertumbuhan wisata akan semakin mampu meningkatkan maksimalisasi pertumbuhan kawasan secara umum, apabila didukung oleh suatu keterkaitan antar obyek lainnya, yaitu sebagai wujud dari konsep pengembangan kawasan wisata terpadu.
Dalam konteks pembahasan ini, kriteria dari pengembangan kawasan wisata terpadu meliputi:
1. Memiliki obyek unggulan yang mampu mendorong aktivitas wisata di kawasannya sendiri maupun di obyek sekitarnya
2. Obyek unggulan memiliki keterkaitan dengan obyek disekitarnya/
secara keseluruhan obyek-obyek wisata dalam satu kawasan saling memiliki keterkaitan
3. Ketersediaan infrastruktur wisata yang cukup baik dan lengkap Keterkaitan antar obyek dimaksudkan untuk saling memperkuat pertumbuhan masing-masing. Keterkaitan antar obyek akan bermanfaat apabila pembentukannya didasarkan pada karakter atraksi (potensi) yang sama. Untuk merealisasikan konsep keterkaitan antar obyek dari pendekatan sisi demand maupun supply wisata tersebut, maka diajukan suatu konsep "clustering". Sejalan dengan konsep ini, beberapa obyek yang diidentifikasikan memiliki potensi sama akan dikelompokkan menjadi suatu grup (cluster). Adapun mengadopsi pendapat Kuncoro, Mudrajat (2002 : 179) mengenai pendefinisian cluster industri, maka secara umum pendefinisian cluster tersebut dapat digunakan untuk mendefinisikan cluster dalam bidang pariwisata yaitu: sebagai konsentrasi geografis dari obyek-obyek wisata yang memiliki potensi wisata yang sama.Pembentukan cluster ini dapat didasarkan pada:
1. Secara geografis obyek-obyek wisata tersebut memiliki kedekatan lokasi, sehingga memudahkan hubungan transportasi. Dalam konteks ini jarak merupakan faktor yang diperhitungkan.
2. Memiliki kesamaan atraksi yang ditawarkan