• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM DIETETIKA PENYAKIT INFEKSI DAN DEFISIENSI

N/A
N/A
haha hihi

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM DIETETIKA PENYAKIT INFEKSI DAN DEFISIENSI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

DIETETIKA PENYAKIT INFEKSI DAN DEFISIENSI Studi Kasus Penyakit Tbc

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

FANADA NAZHIFAH (12180321914) RISMA SWARDANI (12180321753)

DOSEN PENGAMPU:

YANTI ERNALIA, S.Gz, DIETISIEN, MPH

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU Tahun 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi yang berjudul "Studi kasus penyakit TBC" ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk memahami konsep dasar Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), Standar Makanan Rumah Sakit dan penyelesaian masalah kasus serta membuat PAGT untuk penyakit TBC.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yanti Ernalia, Dietesien, S. Gz, MPH., selaku Dosen mata kuliah Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Pekanbaru, 11 Juni 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...i

PENDAHULUAN ... 1

STUDI KASUS ... 13

RESUME ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 24

LAMPIRAN... 25

(4)

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman M.

tuberculosis atau dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).Untuk pemeriksaan bakterologis yang bisa mengidentifikasi kuman M. tuberculosis menjadi sarana yang diagnosis yang ideal untuk TB (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia

<15 tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di duapuluh dua negara dengan beban TB tinggi (high burden countries). Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak berkisar antara 3% sampai

>25%. Kematian akibat TB didunia sebanyak 95% dan 98% terjadi pada negara‐

negara berkembang (WHO, 2014 dalam Marlinae,. dkk, 2019).

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. Selama dekade terakhir jumlah kasus TB baru dewasa dan anak terus mengalami peningkatan (Yuniar I, 2017 dalam Marlinae,. dkk, 2019). Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar setengah juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009 dalam Marlinae,. dkk, 2019)

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018, menunjukkan bahwa prevalensi TB paru di Provinsi Kalimantan Selatan hampir setara dengan prevalensi secara nasional yakni 0,42% (Kemenkes RI, 2018 dalam Marlinae,. dkk, 2019). Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Provinsi tahun 2018, menunjukkan bahwa prevalensi TB paru pada anak di Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu pada anak berusia <1 tahun adalah 0,10%, 1‐

4 tahun adalah 0,13%, dan 5‐14 tahun adalah 0,21%. Selain itu, Riskesdas tahun 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi TB paru di Kota Banjarbaru adalah 0,13% (Kemenkes RI, 2018 dalam Marlinae,. dkk, 2019). Disebut Tuberculosis karena penyakit ini membentuk benjolan‐benjolan (tubercles) disertai perkijuan

(5)

dan perkapuran, khususnya di dalam jaringan paru‐paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tergolong actinomycetalse, familia mycobacteriaceace, genus Mycobacterium yang bersifat tahan asam, berukuran antara 0,2‐0,6 x 1,5‐4 mikron, mempunyai granula metakhromatik yang disebut granula Much (Yuniar I, 2017 dalam Marlinae,. dkk, 2019). Bakteri ini pertama akan membentuk tuberkel dalam suatu fokus yang disebut fokus primer, yang pada manusia dan sapi sering terjadi di dalam jaringan paruparu, sedangkan pada bangsa unggas tuberkel terdapat di dalam usus, kemudian melalui jalur sirkulasi limfe (limfositik) menyebar ke jaringan lainnya (Nurwita S, 2015). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Kuman ini dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Zubaidah, 2013 dalam Marlinae,. dkk, 2019).

Data WHO pada tahun 2014 menunjukkan TB membunuh 1,5 juta orang di dunia, kematian terjadi pada 890.000 laki‐laki, 480.000 pada perempuan dan 180.000 pada anak‐anak. Terdapat enam negara yang memiliki jumlah kasus baru TB terbesar di dunia yakni India sebesar 2.200.000 kasus, Indonesia sebesar 1.000.000 kasus, Cina sebesar 930.000 kasus, Nigeria sebesar 570.000 kasus, Pakistan sebesar 500.000 kasus dan Afrika Selatan sebesar 450.000 kasus. Di Indonesia Pada tahun 2013 angka insiden TB sebesar 183 per 100.000 penduduk dengan angka kematian TB sebesar 25 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2014 angka insiden meningkat menjadi 399 per 100.000 penduduk dengan angka kematian yang juga meningkat menjadi 41 per 100.000 penduduk (WHO, 2015 dalam Marlinae,. dkk, 2019).

Seorang anak yang terserang penyakit TB pada umumnya akan mengalami gejala sebagai berikut (Kartasasmita, 2013 dalam Marlinae,. dkk, 2019) :

a. Gejala sistemik/ umum

Gejala sistemik/ umum yang biasanya dialami oleh pasien anak‐anak

(6)

penderita TB adalah sebagai berikut (Kaswandani, 2012 dalam Marlinae,. dkk, 2019)

(Sahputra, 2015 dalam Marlinae,. dkk, 2019):

1) Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada dan nyeri dada.

2) Produksi sputum.

3) Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.

4) Berat badan turun selama 3 bulan berturut turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive).

5) Demam lama/berulang >2 minggu tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.

6) Keringat malam

7) Gejala‐gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan tanda‐tanda cairan dalam abdomen. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha (inguinal).

8) Rasa kurang enak badan (malaise)

9) Sesak nafas dan nyeri dada Batuk merupakan gejala yang paling sering ditemukan dan terjadi pada pasien TB anak karena adanya iritasi bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah adanya peradangan batuk menjadi disertai dengan sputum (produktif) (Soegiarto, 2013 dalam Marlinae,. dkk, 2019).

b. Gejala spesifik terkait organ

Kuman penyakit TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak terlalu sering menimbulkan gejala spesifik. Gejala‐gejala spesifik ini tidak ditemukan pada bayi dibawah umur 1 tahun. Gejala‐gejala ini hanya akan muncul setelah anak belajar berjalan atau melompat. Organ yang biasanya

(7)

dituju adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, ginjal, tulang, dan paru terutama apeks paru atau lobus atas paru. Sedangkan pada bagian tulang belakang, yang paling sering terserang adalah peridiskal dengan penyebaran melalui ligamentum longitudinal. Selain itu juga biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri (spondilitis tuberkulosis). Sebanyak 50% penderita spondilitis tuberkulosis mempunyai masalah penyerta berupa defisit neurologis yang akan memperberat morbiditas pada 10‐45% di antaranya. Sedangkan pada anak‐anak di bawah usia 10 tahun spondilitis tuberkulosis akan menyebabkan destruksi vertebra yang lebih ekstensif sehingga memperbesar terjadinya risiko deformitas tulang belakang yang lebih luas (Frida, 2016 dalam Marlinae,. dkk, 2019). Sebagai contoh jika infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis mengenai korpus vertebra dan menyebabkan terjadinya kompresi pada medula spinalis, maka dapat terjadi deformitas dan kelumpuhan. Kelumpuhan yang permanen akan mengganggu dan membebani tidak saja penderita itu sendiri, tetapi juga keluarga dan masyarakat (Rahyusalim, 2015 dalam Marlinae,. dkk, 2019).

Selain itu gejala spesifik yang sering timbul pada anak adalah sebagai berikut (Husna, 2015 dalam Marlinae,. dkk, 2019) :

1) TBC kulit/ skrofuloderma 2) TBC tulang dan sendi :

a. Tulang punggung (spondilitis) : gibbus

b. Tulang panggul (koksitis) : pincang pembengkakan dipinggul c. Tulang lutut : pincang dan / atau bengkak

d. Tulang kaki dan tangan

3) TBC Otak dan Saraf : Meningitis dengan gejala iritabel kaku kuduk muntah‐muntah dan kesadaran menurun.

4) Gejala mata : Konjungtivitis fliktenularis, Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

Pasien TB paru seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat menjadi malnutrisi bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat. Beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi pada pasien TB paru adalah tingkat kecukupan energi dan protein, perilaku pasien terhadap makanan dan

(8)

kesehatan, lama menderita TB paru, serta pendapatan perkapita pasien (Patiung, 2014). Infeksi TB mengakibatkan penurunan asupan dan malabsorpsi nutrien serta perubahan metabolisme tubuh sehingga terjadi proses penurunan massa otot dan lemak (wasting) sebagai malnutrisi energi manifestasi protein (Pratomo, 2012). Hubungan antara infeksi TB dengan status gizi sangat erat, terbukti pada suatu penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi TB menyebabkan peningkatan penggunaan energi saat istirahat Resting Energy Expenditure (REE). Peningkatan ini mencapai 10 30% dari kebutuhan normal (Pratomo, 2012)

Penegakan diagnosis TB paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita misalnya dahak bilasan lambung biopsi dll, tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat sehingga sebagian besar diagnasis TBC anak didasarkan atas gambar klinis gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan adanya TBC pada anak kalau terdapat tanda‐tanda yang mencurigakan atau gejala gejala seperti dibawah ini dimana seorang anak harus dicurugai menderita tuberkulosis apabila (Husna, 2015 dalam Marlinae,. dkk, 2019) :

a) Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA positif

b) Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3–7 hari )

c) Terdapat gejala umum TBC

Mencegah penularan TB antara lain dengan memberikan imunisasi BCG pada anak sesuai dengan jadwal, memberi makanan bergizi untuk menjaga kekebalan tubuh anak, pada bayi berikan Asi eksklusif minimal selama enam bulan penuh, menjaga kebersihan lingkungan rumah dengan cara membersihkan lantai rumah setiap hari,bersihkan jamban dan kamar mandi, jaga sirkulasi udara dalam rumah, usahakan jendela dan pintu di rumah setiap hari dibuka agar ruangan dalam rumah terkena sinar matahari (bakteri TB akan mati bila terkena matahari), lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), usahakan agar anak tidak kontak langsung dengan orang yang terkena TB untuk meminimalisir penularan TB (Efendi M, 2012 dalam

(9)

Marlinae,. dkk, 2019)

Faktor risiko TB yang dapat menimbulkan penyakit TB anak sebagai berikut : (Marlinae,. dkk, 2019)

a. Status Imunisasi BCG

Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu: kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin). Imunisasi BCG adalah pemberian vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan virulensinya. Pemberian imunisasi BCG dapat memberikan perlindungan daya tahan tubuh pada bayi penyakit TB paru tanpa menyebabkan kerusakan. Imunisasi BCG akan memberikan kekebalan aktif dalam tubuh sehingga anak tidak mudah terkena penyakit TB Paru. Efek dari imunisasi BCG adalah timbul pembengkakan merah kecil di tempat vaksinasi setelah 1‐2 minggu, kemudian akan berubah melepuh keluar nanah dan tidak lama kemudian berubah lagi jadi keropeng yang berkerak sampai mengelupas. Luka ini tidak perlu pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 8‐12 minggu setelah vaksinasi. Apabila ada yang tidak terjadi pembentukkan scar itu berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka akan diulang dan apabila bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu. Efek ini akan bertahan sampai 15 tahun pada anak dengan gizi yang berkecukupan.

b. Karakteristik Individu 1) Umur

Faktor umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru.

Daya tahan tubuh pada anak tergolong lemah dan memiliki sedikit kekebalan tubuh dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Maka umur yang lebih muda akan menjadikan lebih rentan. Faktor umur merupakan kurva normal yang terbalik dalam peranan risiko kejadian penyakit TB, awalnya tinggi menginjak usia 2 tahun ke atas sampai dewasa muda (26‐tahun) Kemudian terjadi penurunan karena memiliki daya tahan TB yang baik.

Puncaknya terjadi pada kelompok dewasa muda namun saat menjelang

(10)

usia tua akan menurun kembali.

2) Jenis kelamin

WHO (2012) melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki‐laki daripada wanita didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985‐1987 penderita tuberkulosis paru pada laki‐

laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada wanita menurun 0,7%. Tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki‐laki dibandingkan dengan wanita karena laki‐ laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru.

3) Status gizi

Hubungan antara penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik sebab akibat yang terjadi secara tidak langsung seperti keadaan malnutrisi akan mempengaruhi sistem imun dan secara tidak langsung akan menyebabkan daya tahan tubuh anak lebih rentan terkena penyakit infeksi dibandingkan dengan anak yang sehat.

Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.

4) Penyakit Penyerta (Infeksi HIV dan DM)

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi tuberkulosis menjadi sakit 18 tuberkulosis. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (opportunity), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2008) Seseorang yang hidup dengan HIV dan juga terinfeksi tuberkulosis akan lebih cenderung mengembangkan penyakit tuberkulosis dibandingkan mereka yang HIV negatif. Pada tahun 1980 hingga tahun 2004, epidemic HIV menyebabkan peningkatan jumlah kasus tuberkulosis dan kematian akibat tuberkulosis pada banyak negara, terutama di Afrika Selatan dan Afrika Timur.

(11)

akan menjadi sakit parah bahkan bisa c. Faktor Lingkungan

1) Kepadatan hunian

Kepadatan hunian merupakan salah satu faktor risiko infeksi TB yang lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek yang mempunyai sumber penularan lebih dari satu orang. Apabila hunian semakin padat maka perpindahan penyakit menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apalagi dalam satu rumah terdapat anggota keluarga yang terkena TB, anak akan sangat rentan terpapar langsung. Jumlah sumber penularan dalam satu rumah akan meningkatkan risiko infeksi TB pada anak.

2) Ventilasi Rumah

Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa kondisi rumah yang mempunyai ventilasi buruk dapat meningkatkan transmisi kuman TB yang disebabkan adanya aliran udara yang statis, sehingga menyebabkan udara yang mengandung kuman terhirup oleh anak yang berada dalam rumah.

3) Perilaku

Perilaku kebiasaan merokok akan menyebabkan penyakit pada perokok aktif dan pada perokok pasif lebih besar risiko terpapar. Darihasil survey sosial ekonomi 90% perilaku merokok dilakukan didalam rumah saat berkumpul dengan keluarga termasuk pada anak. Kelompok yang rentan terhadap saluran pernafasan terjadi pada anakanak yang anggota keluarganya ada yang merokok.

4) Status ekonomi

Dari data WHO ada 90% penderita TB pada kelompok sosial ekonomi rendah yang sebagian besar terjadi di negara berkembang sebanyak 15‐40%. TB Paru merupakan faktor penyebab kemiskinan, di mana garis kemiskinan ini menjadi faktor terjadinya infeksi TB yang diakibatkan adanya faktor lain seperti kondisi kepadatan hunian yang tinggi, kondisi lingkungan yang buruk, pengetahuan yang kurang, tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi ventilasi yang tidak sehat. Faktor

(12)

kondisi sosial ekonomi bukan merupakan faktor penyebab secara langsung.

Salah satu penyebab faktor ekonomi adalah Pendapatan perkapita.

Pendapatan perkapita merupakan variabel terpenting dalam penggunaan pelayanan kesehatan.Dalam pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan dari Biro Pusat Statistik (BPS) tahu 2001 yaitu menggunakan indeks batas kemiskinan berdasarkan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan hidup/bulan setiap keluarganya.

(13)

Patofisiologi penyakit dapat dilihat pada Diagram 1.

Diagram 1 patofisiologi penyakit TBC

Mycobacterium tuberculosis terhirup melalui udara ke paru-paru

Menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri

Reaksi Inflamasi

Metabolisme meningkat

Suhu meningkat

Demam

Prose difusi terganggu Perubahan membran alveoli

kapilar Penumpukan eksudat dalam

alveoli

Akumulasi jalan napas Produksi sputum

Sekresi asam lambung meningkat Intake tidak adekuat

Mual dan muntah

(14)

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis melalui udara ke paru-paru. Bakteri menyebar melalui jalan napas, menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri. Perkembangan M.

Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan rekasi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri). Sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi ini mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh yang menyebabkan suhu tubuh meningkat (demam), terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia, dan produksi sputum yang menyebabkan akumulasi jalan napas terganggu. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2- 10 minggu setelah terpapar bakteri (Sari,.dkk, 2014)

Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.

Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikekelingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas magrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi non-aktif (Sari,.dkk, 2014)

Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus

(15)

di fagosit atau berkembang biak di dalam sel. Magrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Sari,.dkk, 2014)

(16)

STUDI KASUS

Seorang anak laki-laki usia 4 tahun 2 bulan, di rawat di RS dengan keluhan utama demam, muntah, batuk dan pilek. Demam sudah diderita anak selama 2 minggu terakhir. Diagnosa medis: TB paru. Gambaran fisik pasien tampak seperti orang tua, konjungtiva mata pucat. Pasien mengalami sesak nafas,batuk, keringat dingin, mual tetapi tidak muntah. Pola makan di rumah nasi 1-2x/hari @ 5sdm, lauk hewani 1x/hari (telur,ayam ¼ P), tidak menyukai lauk nabati dan sayur. Buah 1x/minggu. Jajanan setiap hari: bakso bakar, makanan ringan (kerupuk bungkusan), mie instant. Berdasarkan wawancara ibu pasien beranggapan bahwa anak tidak apa apa makan jajanan apapun yang penting ada makanan yang masuk. Berdasarkan pemeriksaan antropometri BB = 12 kg, TB = 95 cm,

Data RS Jenis

Pemeriksaan Hasil Normal Jenis

Pemeriksaan Hasil Normal

Tensi

(mmHg) 110/70 120/80 Hb (g/dl) 8,5 12-14

Nadi (menit) 120 x 80-100 Leukosit

(ribu/ml) 13,6 5-11

Respirasi

(menit) 40 x 18-26 Hematokrit (%) 28 42-52

Suhu (ºC) 39 36-37 Trombosit(rb/ml) 657 150- 400 Albumin (g/dl) 2,6 3,5-5,1 (Recall RS)

Asupan sehari (Asupan 600 kalori,kebutuh an 1300 kalori)

Pagi Bubur(4 sdm) Ayam Rebus(1/3P) snack Susu full cream 3 sdm

siang Bubur (5 sdm) ikan pepes (1/4p)

Snack Susu full cream 3 sdm, biskuit 2 keping Malam Bubur (4 sdm) daging semur (1/4p)

(17)

ASESSMENT

CH.1 Riawayat Personal

NRM :

Nama :

CH.1.1.1. Usia : 4 Tahun 2 bulan

CH.1.1.3 Jenis Kelamin : Laki-Laki CH.1.1.9 Peran dalam Keluarga : Sebagai Anak

CH.2.1 Riwayat Medis

CH.2.1.1 Dirawat dirumah sakit dengan keluhan demam, muntah, batuk dan pilek.

Demam sudah diderita sejak 2 minggu terakhir.

CH.2.1.2 Pasien mengalami sesak napas, batuk,keringat dingin, mual tetapi tidak muntah.

CH.2.1.3 Diagnosa Medis : TB Paru

CH.3.1 Riwayat Sosial

CH.3.1.1 Faktor Sosial Ekonomi : berada di lingkungan ekonomi menengah

Antropometri

AD.1.1 Komposisi Tubuh AD.1.1.1 TB : 95 cm

AD.1.1.2 BB : 12 kg (BBI: 16,4 kg) AD.1.1.5 IMT: 13,29 kg/m2

Untuk pasien anak

BB/U : -2,35 (underweight) BB/TB : -1,9 (normal) TB/U : -2,23 (stunted) IMT/U : -0,99 (normal) Biokimia

Domain Jenis pemeriksaan Batas normal Hasil pemeriksaan BD.1.10.1 Hemoglobin 12-14 g/dl 8,5 g/dl (Rendah) BD.1.10.2 Hematokrit 42-52% 28% (Rendah)

(18)

BD.1.11.1 Albumin 3,5-5,19 g/dl 2,69 g/dl (Rendah) Leukosit 5-11 rb/ml 13.600 ribu/ml (Rendah) Trombosit 140-400 rb/ml 675 rb/ml (Rendah)

Suhu tubuh 37 °C 39 °C (Tinggi)

Respirasi 18,26x/menit 40x/menit (Tinggi) Tensi 120/80 mmHg 110/70 mmHg (Tinggi) Denyut nadi 80-100x/menit 120x/menit (Tinggi)

Klinis / fisik

PD.1.1.1 Temuan Keseluruhan : wajah seperti orang tua PD.1.1.4.5 Dispnea (Sesak)

PD.1.15.24 Mual PD.1.1.5.27 Muntah

PD.1.1.8.6 Perubahan warna konjungtiva (Konjungtiva pucat)

Riwayat Gizi

FH.1.1 Asupan Energi

Asupan SMRS : 1.333,5 Kkal Recall RS : 462 Kkal FH.1.1.1 total asupan energy : 1795, Kkal FH.1.2.2.2 Tipe makanan

SMRS : makanan biasa Dirumah sakit : makanan lunak FH.1.2.2.3 Pola makan

SMRS : nasi 1-2 x/hari @ 5sdm, lauk hewani 1x/hari (telur,ayam

¼P) Buah 1x/minggu. Jajanan setiap hari: bakso bakar, makanan ringan (kerupuk bungkusan), mie instant.

Recall RS : 3x Makan, 2x selingan

FH.1.2.3.2 Asupan susu formula : Susu full cream 2 sdm 2x/hari FH.1.5.1 Asupan Lemak

SMRS : 62,44 gr Recall RS : 7,58 gr

(19)

FH.1.5.1.1 Total Asupan Lemak : 70,02 gr FH.1.5.3 Asupan Protein

SMRS : 34,38 gr Recall RS : 15,58 gr

FH.1.5.3.3 Total Asupan Protein : 49,96 gr FH.1.5.5. Asupan Karbohidrat

SMRS : 156,02 gr Recall RS : 82,5 gr

FH.1.5.5.1 Total Asupan Karbohidrat : 238,52 gr FH.4.1 Pengetahuan makan dan nutrisi

FH.4.1.1 Ketidakpedulian orangtua terhadap konsumsi jajanan anak FH.5.2 Perilaku menghindar

FH.5.2.1 Tidak menyukai sayuran dan lauk nabati

Comporassion Standar (CS)

CS.1.1 Estimasi kebutuhan energy : 1462 kkal CS.2.1 Estimasi kebutuhan lemak : 40,6 gr CS.2.2 Estimasi kebutuhan protein : 54,825 gr CS.2.3 Estimasi kebutuhan karbohidrat : 219,3 gr DIAGNOSIS GIZI

NI 2.1 Asupan oral in adekuat (tidak memadai) berkaitan dengan pantauan orang tua mengenai makanan yang dikonsumsi anak ditandai pola makan dan jajanan yang tidak sehat.

NI. 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi berkaitan dengan infeksi ditandai demam dengan suhu tubuh 39° C dan diagnosa medis TB paru.

NI. 5.5 Ketidakseimbangan zat gizi berkaitan kurangnya pengetahuan tentang makanan dan nutrisi terkait interaksi nutrisi ditandai asupan protein, karbohidrat dan lemak tidak memenuhi kebutuhan.

NC 2.2 perubahan nilai laboratorium terkait yang disebabkan adanya penyakit infeksi TB yang ditandai dengan nilai albumin, hemoglobin, dan hematokrit yang rendah dan nilai leukosit, trombosit, dan respirasi tinggi

(20)

NC 3.1 status gizi kurang berkaitan dengan asupan makanan yang rendah dan penyakit TB ditandai dengan nilai z score -2,35 SD

NB 1.1 kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan dengan perilaku dan kepercayaan yang salah tentang makanan dan zat gizi ditandai dengan anggapan ibu bahwa anak tidak apa-apa makan jajanan apapun yang penting ada makanan yang masuk.

INTERVENSI GIZI Tujuan

1. Memberikan makanan pasien sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat.

2. Membantu mencapai status gizi normal dan berat badan ideal.

3. Meningkatkan nilai laboratorium menjadi normal.

4. Memberikan edukasi kepada keluarga terutama ibu pasien mengenai bagaimana pola makanan dan jenis makanan yang sehat untuk dikonsumsi oleh pasien.

Syarat Diet

1. Energi diberikan 25-35 kkal/kgBB/hari ditambah 20% hingga demam hilang.

2. Protein diberikan 1,5-5 g/kgBB/hari untuk memperbaharui serum albumin dan memperbaiki keseimbangan nitrogen positif.

3. Lemak diberikan 25-30% dari total energi.

4. Cukup cairan, vitamin dan mineral terutama vitamin C, B6, K, A, zat besi serta kalsium.

Perhitungan

BB/U = (12-16,7)/(16,7-14,7) = -2,35 (underweight)

Menurut z-score BB/U status gizi pasien berada -3 sampai <-2 SD berada pada status underweight (BB kurang).

BMR = 66 + (13,7×12) + (5×95) + (6,8×4,2)

(21)

= 66 + 164,4 + 475 – 28,56 = 676,84

Faktor aktivitas = 1,2 Faktor stres = 1,5 (TB Paru)

Kebutuhan energi = BMR×FA×FS = 676,84×1,2×1,5 = 1218 kkal

Demam dengan suhu 39℃, penambahan kebutuhan energi 20%

Maka, Kebutuhan energi = 1218 + 20%

= 1462 kkal

Protein = 15% × 1462 = 219,3 kkal : 4 = 54,82 gr

Lemak = 25% × 1462 = 365,5 kkal : 9 = 40,6 gr

Karbohidrat = Energi – (Protein + Lemak) = 1462 – (219,3 + 365,5) = 1462 – 584,8

= 877,2 kkal : 4 = 219,3 gr

Preskripsi Diet

Jenis diet : tinggi kalori, tinggi protein, dan cukup lemak.

Bentuk makanan : makanan lunak.

Rute pemberian : oral

Frekuensi : 3x makan utama dan 3x selingan.

(22)

Implementasi

1. Memberikan pujian kepada pengasuh bahwa sudah ada kenaikan BB walaupun hanya sedikit.

2. Memberitahukan pada pengasuh saat ini diberikan diet 1500 kkal dengan frekuensi 3x makan utama dengan 3x selingan dengan jarak waktu antara makan utama dan selingan 3 jam.

3. Memberikan edukasi lengkap dengan contoh makanan yang baik dan sehat pada pada keluarga terutama ibu pasien, serta memberitahukan bagaimana pola makan yang baik dan benar.

4. Menghimbau pada pasien, bila setelah kondisi normal harus makan yang teratur dan jangan jajan di luar setiap hari. Selain itu pasien dihimbau ikut latihan pernapasan di kelompok olahraga pernapasan anak.

MONITORING DAN EVALUASI Rencana Monitoring dan Evaluasi

Parameter Yang diukur Waktu Target

Antropometri Berat badam 3 hari Peningkatan berat badan

Biokimia Hb, hematokrit,

albumin, leukosit, trombosit, dan tensi.

Sesuai instruksi dokter

Menormalkan nilai lab

Fisik dan Klinis

Keadaan wajah, warna konjungtiva, respirasi, suhu tubuh, dan denyut nadi.

Seminggu Wajah normal, warna konjungtiva normal, serta resipirasi, suhu tubuh dan denyut nadi normal.

Intake Energi, protein, lemak karbohidrat, dan zat gizi mikro

Setiap hari Asupan mencapai 80%-100%

Sikap/perilaku Pengertahuan pengasuh Setiap hari Ibu pasien atau pengasuh sudah mengetahui bagaimana makanan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi anak.

Rencana menu sehari

Tabel Pola Menu Makanan Lunak

Jumlah

porsi

Energi (kkal)

Protein (g)

Lemak g)

KH (g)

Nasi 2 1/2 437,5 10 100

(23)

Lauk

hewani/penukar 3 175 21 9

Lauk

nabati/penukar 1 1/2 112,5 7,5 4,5 10,5

Sayur A

Sayur B 1 6/7 58,75 2,85 11,75

Buah 2 1/2 125 30

Susu 1 1/2 137,5 10,5 3 15

Minyak 5 250 25

Gula 6 300 36

Total 1596 51,9 41,5 203,3

Tabel Pembagian Makanan Sehari TBC

Makan pagi Snack

pagi

Makan siang

Snack sore

Makan malam

Snack

malam Total

Nasi 1/2 1 1 2 1/2

Lauk

hewani/penukar 1 1 1 3

Lauk

nabati/penukar 1/2 1 1 1/2

Sayur A

Sayur B 3/5 1/2 3/4 1 6/7

Buah 1/2 1 1 2 1/2

Susu 1 1/2 1 1/2

Minyak 2 2 1 5

Gula 2 2 2 6

Tabel Menu Sehari TBC 1500 kkal

Wakt

u Menu Bahan Berat

(gr) URT

Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) KH (gr)

Pagi Bubur Beras 200 1 gls 87,5 2 20

Ayam goreng suwir

Ayam 40 1 ptg

sdg 50 7 2

Minyak 5 1 sdt 50 5

Sup sayur Jagung

muda 20 5 0,2 1

Brokoli 20 5 0,2 1

Wortel 20 5 0,2 1

Minyak 5 1 sdt 50 5

Pepaya Pepaya 55 1/2 ptg

bsr 25 6

Snack Formula cair

Susu skim 200 1 gls 75 7 10

Gula 26 2 sdm 100 12

(24)

Siang Nasi tim Beras 200 1 gls 175 4 40 Tumis

daging cincang

Daging

sapi 35 1 ptg

sdg 75 7 5

Tahu 55 1/2 bj

bsr 37,5 2,5 1,5 3,5

Minyak 5 50 5

Ca sawi putih

Sawi putih 50 12,5 0,5 2,5

Minyak 5 1 sdt 50 5

Snack Agar-agar

mangga Mangga 90 3/4 bh

bsr 50 12

Gula 26 2 sdm 100 12

Yogurt Yogurt 100 1/2 gls 62,5 3,5 3 5

Malam Nasi tim Berasx 200 1 gls 175 4 40

Perkedel

tempe Tempe 50 2 ptg

sdg 75 5 3 7

Minyak 5 1 sdt 50 5

Pepes

ikan Ikan segar 40 1/3 ekr

sdg 50 7 2

Sayur bening

Bayam 50 25 1,5 5

Toge kacang hijau

25 6,25 0,25 1,25

Snack Jus jeruk

Jeruk 110 2 bh

sdg 50 12

Gula 26 2 sdm 100 12

Total 1596 51,9 41,5 203

(25)

RESUME

Pasien laki-laki berusia 4 tahun 2 bulan atau 50 bulan. Dengan diagnosis medis TB Paru dengan keluhan utama demam, muntah, batuk, dan pilek. Data yang diperoleh dari hasil antropometri sesuai kondisi pasien dapat diketahui berat badan sebesar 12 kg dan tinggi badan 95 cm dengan IMT 13,29 kg/m2. Status gizi pasien menurut BB/U adalah -2,35 yang mana termasuk ke dalam status underweight, menurut TB/U adalah -2,23 termasuk status gizi stunted¸menurut BB/TB adalah - 1,9 termasuk status gizi normal, serta menurut IMT/U adalah -0,99 termasuk normal.

Hasil laboratorium menunjukkan nilai biokimia yang tinggi antara lain leukosit, trombosit, suhu tubuh, respirasi, dan denyut nadi. Sedangkan nilai biokimia yang rendah antara lain hemoglobin, hematokrit, albumin, dan tensi.

Pasien dalam keadaan wajah seperti orang tua, dispnea, mual, muntah, dan adannya perubahan warna konjungtiva menjadi pucat.

Pola makan pasien di rumah biasanya nasi 1-2 x/hari @ 5sdm, lauk hewani 1x/hari (telur,ayam ¼ P), tidak menyukai lauk nabati dan sayur. Buah 1x/minggu.

Jajanan setiap hari: bakso bakar, makanan ringan (kerupuk bungkusan), mie instant.

Berdasarkan pola makan pasien di rumah, diketahui kebutuhan zat gizi pasien yang terpenuhi hanya protein 62% dari total kebutuhan dan karbohidrat 71% dari total kebutuhan, sedangkan untuk lemak cenderung berlebih. Dan berdasarkan recall asupan pasien di rumah sakit energi 462 kkal, protein 15,58 gr, lemak 7,58 gr, dan karbohidrat 82,52 gr.

Diagnosis gizi yang tegakkan dalam penyelesain kasus ini yaitu:

Domain Intake

NI 2.1 Asupan oral in adekuat (tidak memadai) berkaitan dengan pantauan orang tua mengenai makanan yang dikonsumsi anak ditandai pola makan dan jajanan yang tidak sehat.

NI. 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi berkaitan dengan infeksi ditandai demam dengan suhu tubuh 39° C dan diagnosa medis TB paru.

NI. 5.5 Ketidakseimbangan zat gizi berkaitan kurangnya pengetahuan tentang makanan dan nutrisi terkait interaksi nutrisi ditandai asupan protein, karbohidrat

(26)

dan lemak tidak memenuhi kebutuhan.

Domain Klinis

NC 2.2 Perubahan nilai lab terkait gizi berkaitan dengan gangguan fungsi paru ditandai dengan sesak nafas.

NC 2.2 perubahan nilai laboratorium terkait yang disebabkan adanya penyakit infeksi TB yang ditandai dengan nilai albumin, hemoglobin, dan hematokrit yang rendah dan nilai leukosit, trombosit, dan respirasi tinggi

NC 3.1 status gizi kurang berkaitan dengan asupan makanan yang rendah ditandai dengan nilai z score -2,35 SD

Domain Behavior

NB 1.1 kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan dengan perilaku dan kepercayaan yang salah tentang makanan dan zat gizi ditandai dengan anggapan ibu bahwa anak tidak apa-apa makan jajanan apapun yang penting ada makanan yang masuk.

Kebutuhan gizi pasien dalam sehari berdasarkan rumus harris benedict yaitu energi 1462 kkal, protein 54,825 gr, lemak 40,6 gr, dan karbohidrat 219,3 gr.

Preskripsi diet dalam intervensi gizi yang diberikan kepada pasien yaitu diet tinggi kalori, tinggi protein, dan cukup lemak dalam bentuk makanan lunak. Rute pemberian diet secara oral. Frekuensi makan pasien yaitu 3x makan utama dan 3x selingan. Selain zat gizi mikro yang disesuaikan dengan kondisi pasien yaitu cukup cairan, vitamin C, B6, K, A, zat besi serta kalsium.

Terapi edukasi dilakukan setiap hari saat monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk meningkatkan asupan makan pasien, meningkatkan pemahaman keluarga terutama ibu tentang diet yang dijalankan, memperbaiki pengetahuan terkait kebiasaan memilih makan yang kurang tepat serta makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan atau dibatasi.

Parameter keberhasilan dalam intervensi gizi dapat dilihat dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan yaitu berat badan pasien dalam tiga hari mengalami peningkatan, nilai nilai laboratorium dalam kurun waktu yang telah ditetapkan dokter menjadi normal, Keadaan wajah, warna konjungtiva, respirasi, suhu tubuh, dan denyut nadi dalam waktu seminggu menjadi normal, serta asupan makanan nya setiap hari dilakukan monitoring hingga memenuhi 80%-100% dari kebutuhan.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Marlinae, L., dkk. 2019. Desain Kemandirian Pola Perilaku Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Anak Berbasis Android. Yogyakarta: CV. Mine

Patiung, Feby, dkk. 2014. Hubungan status gizi dengan CD4 pada pasien tuberkulosis paru. Jurnal e-CliniC (eCl) Vol 2 No. 2

Pratomo, I Putra., dkk. 2012. Malnutrisi dan tuberkulosis. J Indon Med Assoc;62(6):231.

Sari, Adela Mayang,. dkk. 2014. Tuberculosis Paru. Makalah Patologi. Jakarta:

Akademi Keperawatan Fatmawati

(28)

LAMPIRAN

Alat alat Bahan bahan kondisi saat masak

Memotong bahan Menimbang bahan Bahan yang sudah dipotong

Mencincang daging sapi Memasak bubur Memasak Ca Sawi putih

Memasak agar agar Memasak tumis daging sapi cincang

(29)

Bubur nasi Yogurt Seluruh menu

Dokumentasi anggota kelompok

(30)

Resep Bubur Tumis Daging dengan Ca Sawi Putih Tumis Daging

Bahan:

a. Daging sapi 35 gr, cincang halus b. Tahu 55 gr, cincang halus

c. Bawang merah 3 siung, cincang halus d. Bawang putih 2 siung, cincang halus e. Bawang bombay ½ buah, cincang f. Cabe merah 2 buah, iris tipis g. Daun bawang 1 batang, iris tipis h. Minyak goreng 5 sdm

i. Air mineral secukupnya j. Kecap manis secukupnya k. Garam secukupnya

Cara Membuat:

1. Panaskan minyak goreng di dalam wajan, kemudian masukkan bawang merah, bawang putih, dan cabe merah. Tumis hingga harum.

2. Setelah harum masukkan daging sapi cincang dan tahu. Tambahkan kecap manis dan garam aduk rata.

3. Kemudian tambahkan air secukupnya hingga daging empuk. Tambahkan bawang bombay dan daun bawang.

4. Tunggu hingga air menyusut.

5. Koreksi rasa kemudian angkat dan sajikan.

(31)

Ca Sawi Putih

Bahan:

a. Sawi putih 50 gr

b. Bawang merah 3 siung, cincang halus c. Bawang putih 2 siung, cincang halus d. Bawang bombay ½ buah, cincang e. Cabe merah 2 buah, iris tipis f. Minyak goreng 5 sdm g. Air mineral secukupnya h. Garam secukupnya

Cara Membuat:

1. Siapkan wajan yang berisi minyak goreng, hidupkan api hingga minyak panas.

2. Tumis bawang merah, bawang putih, dan cabe merah hingga harum.

Kemudian masukkan sawi putih.

3. Beri sedikit air dan garam secukupnya. Tunggu sampai sayur layu.

4. Koreksi rasa kemudian angkat dan sajikan.

Resep Agar agar Mangga

(32)

Bahan:

a. Agar agar bubuk ½ bungkus b. Mangga 90 gr, potong kotak c. Gula 2 sdm

d. Air secukupnya

Cara Membuat:

1. Masukkan agar agar bubuk ke dalam air di panci.

2. Panaskan, tambakan gula aduk rata dan tunggu hingga mendidih.

3. Siapkan cetakan, kemudian masukkan mangga ke dalam cetakan.

4. Setelah agar agar mendidih, dinginkan sekitar 2 menit lalu tuangkan ke dalam cetakan agar agar.

5. Masukkan agar agar ke dalam kulkas hingga teksturnya menjadi kenyal.

6. Keluarkan agar agar dari cetakan dan siap disajikan.

Daftar Bahan Penukar

(33)

Gambar

Diagram 1 patofisiologi penyakit TBC
Tabel Pola Menu Makanan Lunak
Tabel Pembagian Makanan Sehari TBC
Tabel Menu Sehari TBC 1500 kkal

Referensi

Dokumen terkait