LAPORAN PRAKTIKUM
TUTORIAL PEMBUATAN PETA HIDROLOGI MENGGUNAKAN ARCGIS
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik yang diampu oleh:
Hendro Murtianto, M. Sc Silmi Afina Aliyan, M. T
Disusun Oleh:
Rifdah Ashma Hudzwah 2206767/3A
PROGRAM STUDI SAINS INFORMASI GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2023
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena atas segala kemudahan, kesehatan, dan segala nikmat yang telah didapatkan sehingga saya dapat menyelesaikan Peta Hidrologi dan Laporan Praktikum Pembuatan Peta Hidrologi Mata Kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik ini. Maksud dan tujuan dalam penyusunan laporan praktikum ini guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik, dan juga guna memperluas wawasan terkait penulisan dan keilmuan penginderaan jauh khususnya pada geografi fisik,
Pada penulisan laporan praktikum Mata Kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik ini, saya ucapkan terima kasig kepada pihak yang telah mendukung, membersamai, dan mendorong agar laporan praktikum ini dapat terselesaikan. Dianaranya kepada:
1. Dosen pengampu Mata Kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik, yang terhormat Bapak Hendro Murtianto M. Sc.
Dengan memberikan tugas praktikum dan laporan praktikum kepada saya untuk memperluas wawasan terkait keilmuan Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik, dan telah memberikan bimbingan kepada kami.
2. Dosen pengampu kedua Mata Kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik, yang terhadap Ibu Silmi Afina Aliyan, M.T.
3. Seluruh teman-teman Sains Informasi Geografi Angkatan 2022 yang selalu saling mendukung dan menguatkan ketika banyak tugas menyerang.
4. Seluruh keluarga di rumah yang selalu memberikan saya semangat dan selalu mendukung untuk terus verkembang dan berjuang.
5. Kepada diri ini yang senantiasa selalu semangat dan selalu berusaha berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.
ii
Saya berharap dalam penulisan laporan ini dapat menjadi sumber referensi memperluas wawasan terkait penginderaan jauh kepada pembaca secara umum dan untuk seluruh Mahasiswa Sains Informasi Geografi khususnya. Dalam penulisan laporan ini saya sadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik dari segi sistematika penulisan, teori, maupun hasil dan analisis. Maka dari hal tersebut saya sangat terbuka akan kritik, masukan serta saran yang membangun untuk tercapainya kesempurnaan dalam dalam Menyusun laporan praktikum kedepannya. Semoga apa yang terkandung di dalam laporan praktikum ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sumber bacaan untuk menambah wawasan pembaca.
Bandung, 14 Oktober 2023
Penulis
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Prakitkum ... 1
1.3 Manfaat Praktikum ... 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 2
2.1 Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik ... 2
2.2 Hidrologi ... 2
2.3 Landsat 8 ... 8
BAB III PROSEDUR PRAKTIKUM ... 10
3.1 Lokasi Kajian ... 10
3.2 Alat dan Bahan ... 10
3.3 Tahapan Analisis Data ... 10
3.3.1 Tahapan Pembuatan Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pola Aliran ... 10
3.3.2 Tahapan Pembuatan Peta Geohidrologi ... 26
BAB IV HASIL PRAKTIKUM ... 36
BAB V KESIMPULAN ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Pola Aliran ... 7
Tabel 2. Jenis Pola Aliran ... 8
Tabel 3. Kegunaan Landsat 8 Berdasarkan Band ... 8
Tabel 4. Contoh batuan dan ronanya pada citra ... 9
Tabel 5. Klasifikasi menurut Rona (Way, 1973) ... 9
Tabel 6. Macam batuan dan reliefnya (Soetoto, 2019) ... 9
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Morfologi Sungai ... 4
Gambar 2. Orde Sungai ... 5
Gambar 3. Pola Aliran Sungai ... 6
Gambar 4. Pembuatan File Peta Baru ... 10
Gambar 5. Proses Penggantian Coordinate ... 10
Gambar 6. Pemilihan Coordinate System ... 11
Gambar 7. Add Data ... 11
Gambar 8. Proses Pemasukan DEMNAS ... 11
Gambar 9. Citra DEMNAS ... 12
Gambar 10. Project Raster ... 12
Gambar 11. Pemilihan Coordinate System ... 12
Gambar 12. Tampilan Perubahan ... 13
Gambar 13. Fill ... 13
Gambar 14. Proses Fill ... 13
Gambar 15. Hasil Fill ... 14
Gambar 16. Flow Direction... 14
Gambar 17. Proses Flow Direction ... 14
Gambar 18. Hasil Flow Direction ... 15
Gambar 19. Flow Accumulation ... 15
Gambar 20. Proses Flow Direction ... 15
Gambar 21. Hasil Flow Accumulation ... 16
Gambar 22. Con ... 16
Gambar 23. Proses Con ... 16
Gambar 24. Hasil Con ... 17
Gambar 25. Stream Order ... 17
Gambar 26. Proses Stream Order ... 17
Gambar 27. Hasil Stream Order ... 18
Gambar 28. Stream To Feature ... 18
Gambar 29. Proses Stream To Feature ... 18
Gambar 30. Hasil Stream To Feature ... 19
Gambar 31. Properties ... 19
Gambar 32. Definition Query ... 19
Gambar 33. Proses Definition Query ... 19
Gambar 34. Hasil Definition Query ... 20
Gambar 35. Basin ... 20
Gambar 36. Proses Basin ... 20
Gambar 37. Hasil Basin ... 21
Gambar 38. Add Data ... 21
Gambar 39. Folder SHP ... 21
Gambar 40. Overlay DEM dan Batas Administrasi ... 22
Gambar 41. Extract By Mask ... 22
Gambar 42. Proses Extract By Mask DEM ... 22
Gambar 43. Hasil Extract by Mask ... 23
vi
Gambar 44. Raster To Polygon ... 23
Gambar 45. Proses Raster To Polygon ... 23
Gambar 46. Hasil Raster To Polygon ... 24
Gambar 47. Dissolve ... 24
Gambar 48. Proses Dissolve ... 24
Gambar 49. Add Field ... 25
Gambar 50. Field Baru ... 25
Gambar 51. Symbology ... 25
Gambar 52. Symbology DAS ... 25
Gambar 53. Hasil Symbology ... 26
Gambar 54. Add Data ... 26
Gambar 55. File SHP Sumur ... 26
Gambar 56. Select By Attributes ... 27
Gambar 57. Proses Select By Attributes ... 27
Gambar 58. Export Data ... 27
Gambar 59. Hasil Export Data ... 28
Gambar 60. IDW ... 28
Gambar 61. Hasil IDW ... 29
Gambar 62. Proses Extract By Mask ... 29
Gambar 63. Hasil Extract By Mask ... 29
Gambar 64. Flow Direction... 30
Gambar 65. Hasil Flow Direction ... 30
Gambar 66. Resample ... 31
Gambar 67. Hasil Resample ... 31
Gambar 68. Proses Raster To Point ... 31
Gambar 69. Hasil Raster To Point ... 32
Gambar 70. Symbology ... 32
Gambar 71. Symbology Arah Aliran ... 32
Gambar 72. Prosess Pembuatan Kontur Mayor ... 33
Gambar 73. Proses Pembuatan Kontur Minor ... 33
Gambar 74. Tampilan Kontur... 33
Gambar 75. Field Baru ... 34
Gambar 76. Hasil Penamaan Zona Resapan ... 34
Gambar 77. Hasil Symbology ... 34
Gambar 78. Page and Print Setup ... 35
Gambar 79. Peta Pola Aliran Sungai Kabupaten Cianjur ... 36
Gambar 80. Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Cianjur ... 37
Gambar 81. Peta Potensi Airtanah Kabupaten Cianjur ... 38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Mata kuliah Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik merupakan mata kuliah lanjutan bagi mahasiswa program studi SaIG sebagai lanjutan dari mata kuliah penginderaan jauh. Penginderaan jauh ialah uapaya untuk memperoleh, menemukan tujuan, dan menganalisis obyek dengan sensor pada posisi pengamatan daerah kajian. Mata kuliah ini membekali mahasiswa mengenai konsep ekstrasi data penginderaan jauh seperti citra guna menghasilkan peta- peta dalam kajian geografi fisik seperti geologi, geomorfologi, hidrologi, dan aspek lainnya yang mencakup geografi fisik.
Di pertemuan ini, Peta Hidrologi menjadi tugas yang ketiga. Pembuatan peta hidrologi ini menggunakan citra radar DEMNAS. Pembuatan pola aliran dan daerah aliran sungai bisa meggunakan tools yang telah disediakan oleh arcgis. Dalam pembuatan peta geohidrologi, kita membutuhkan data sumur untuk mengetahui ketinggian muka airtanah dan dalam penganalisisan zona resapan airtanah, analisis dibuat berdasarkan peta geologi yang telah dibuat sebelumnya.
1.2 Tujuan Prakitkum
1. Mahasiswa mampu membuat peta pola aliran sungai.
2. Mahasiswa mampu membuat peta daerah aliran sungai.
3. Mahasiswa mampu membuat peta potensi airtanah.
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui sebaran jenis pola aliran yang terdapat di wilayah kajian.
2. Mengetahui daerah aliran sungai yang terdapat di daerah kajian.
3. Mengerti aspek-aspek apa saja yang menjadi kriteria dalam pengelompokan jenis pola aliran.
2 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh untuk Geografi Fisik
Penginderaan Jauh (remote sensing) merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek di permukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya. Menurut Lillesand (1979), penginderaan jauh adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek oleh perangkat dari jarak jauh atau satelit. Contoh satelit penginderaan jauh yaitu satelit cuaca, memonitor dengan USGS dan pesawat ruang angkasa. Menurut American Society of Photogrammetry, penginderaan jauh adalah pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat objek atau fenomena yang diteliti.
Teknik penginderaan jauh mereupakan suatu cara atau mettode yang sangat efektif untuk memantau dan mengevaluasi sumberdaya alam fisik, karena memiliki beberapa keuntungan antara lain:
1. Menghasilkan data sinoptik (meliputi wilayah yang luas dalam waktu yang hamper bersamaan) dalam dua dimensi dengan resolusi tinggi dan mampu menghasilkan data deret waktu (time series) dalam frekuensi yang rendah.
2. Mempunyai kemampuan untuk mendeteksi dan memberikan informasi tentang lapisan yang penting yaitu lapisan permukaan.
3. Pengamatan terhadap suau objek dapat dilakukan dengan menggunakan sensor yang bersifat multispectral, mulai dari sinar tampak (visible), inframerah (infrared), dan gelombang.
Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi obyek, daerah, atau fenomena yang diindeera atau diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data. Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh merupakan kegiatan mengkaji citra dan menilai arti pentingnya obyek teersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara digital (Wicaksono, 2006).
2.2 Hidrologi
Hidrologi adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari pergerakan, distribusi dan kualitas air di seluruh bumi, termasuk siklus hidrologi dan sumber daya air. Menurut Linsley (1996), hidrologi adalah ilmu yang membahas tentang air yang ada di bumi, yang mengenai kejadian, perputaran dan pembagiannya, sifat- sifat fisik dan kimia, serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk hubungannya dengan kehidupan. Marta dan Adidarma (1983) menyebutkan bahwa hidrologi aadalah hilum yang mempelajari tentang terjadinya pergerakan dan distribusi air di
3
bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan.
Kajian dalam hidrologi ini sangat bermanfaat dalam memahami konsep keseimbangan air dalam skala global hingga daerah aliran Sungai (DAS) atau bahkan dalam skala lahan. Dalam sub bagian ini akan dijelaskan definisi dan ilustrasi dari siklus hidrologi, kemudian akan dilanjutkann hingga pembahasan proses yang terjadi selama siklus tersebut berlangsung.
1. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah konsep dasar dalam kajian hidrologi dan merupakan konsep leseimbangan atau neraca air. Konsep ini mengenal empat fase perubahan zat cair, yaitu penguapan, pencairan, pembekuan, dan penyubliman atau dalam istilah hidrologi mencakup evaporasi dan transpirasi, presitipasi, salju, dan lelehan salju atau kristal es. Tenaga yang digunakan untuk berubahh fase cair ke gas (evaporasi) dan menggerakannya ke atmosfer adalah energi radiasi surya. Proses berikutnya adalah pendinginan, kondesasi dan presipitasi; selanjutnya akan diikuti olehh infiltrasi, limpasan permukaan, perkolasi, dan Kembali ke laut atau badan air. Proses sirkulasi dan perubahan fase zat cair tersebut dikenal siklus hidrologi.
2. Proses Hidrologi
Secara garis besar dalam kajian ini proses hidrologi akan dipilah menjadi dua, yaitu ketika masih ada di atmosfer dan setelah ada di daratan. Air dari presipitasi yang jatuh di muka bumi dapat dipilah menjadi 2 kelompok berdasar lokasi jatuhnya, yaitu vegetasi dan atau lahan terbangun (building area) serta tanah permukaan, air presipitasi yang tertangkap/terintersepsi oleh vegetasi, Sebagian akan menguap dan sebagian lain akan jatuh ke tanah permukaan melalui proses drip, stem flow, dan trough fall. Tahapan selanjutnya adalah proses infiltrasi adalah perkolasi yaitu mengisi lapisan tanah jenuh (saturation zone) dann menambah cadangan airtanah.
3. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/danau. DAS juga dipandang sebagai suatu sistem pengelolaan wilayah yang memperoleh masukan (input) dan selanjutnya diproses untuk menghasilkan luaran (output).
DASmerupakan suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima air hujan, menampung, menimpan, dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut (kamus Weber dalam Sugiharto, 2001). Menurut Sugiharto (2001:20) DAS juga meliputi basin, watershed, dan catchment area. Jadi, DAS adalah salah satu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut atau danau. Suatu DAS dipisahkan dari wilayah sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam
4
topografi seperti punggung bukit dan gunung. DAS memiliki karakteristik spesifik yang dicirikan oleh parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, morfologi, tanah, geologi, vegetasi, tata guna (penggunaan) lahan, hidrologi, dan manusia.
Karakteristik DAS ini merupakan salah satu unsur utama dalam pengelolaan DAS seperti perencanaan serta monitoring dan evaluasi.
DAS juga merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS) menjadikan hal ini penting untuk dilakukan kajian secara mendalam. Parameter morfometri sebagai salah satu daya pendukung pengelolaan sumberdaya alam terutama dalam pengeloaan DAS secara terpadu, diantaranya adalah batas dan luas DAS, Panjang Sungai utama, orde Sungai, dan tingkat kerapatan drainase.
4. Morfometri
Morfometri adalah nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Parameter morfometri DAS diantaranya adalah batas dan luas DAS, panjang sungai utama, orde sungai, dan tingkat kerapatan drainase. Batas DAS yang tergambar pada suatu peta jaringan sungai adalah batas artificial atau batas buatan, karena pada kenyataannya batas tersebut tidak tampak di lapangan. Batas tersebut meskipun tidak tampak di lapangan tetapi pada kenyataannya, batas tersebut membatasi jumlah air hujan yang jatuh di atasnya. Batas DAS besar tersusun atas beberapa sub-DAS, dan sebuah sub-DAS kemungkinan tersusun oleh beberapa sub-sub-DAS
Gambar 1. Morfologi Sungai
Banyak-sedikitnya jumlah air hujan yang diterima suatu DAS, bergantung atas luas atau tidaknya DAS tersebut serta tegas-tidaknya batas antar DAS. DAS yang memiliki luasan besar tentunya akan menghasilkan debit puncak yang lebih besar daripada DAS yang kecil.
Prediksi debit puncak secara relatif dapat didekati selain dengan luas DAS adalah dengan bantuan bentuk DAS. Apabila diasumsikan intensitas hujan, luas dan topografi dua buah DAS adalah sama tapi
5
bentuk DAS-nya berbeda (misal panjang dan bulat) maka karakteristik alirannya dapat diperbandingkan secara relatif. Bentuk DAS panjang akan memiliki waktu mencapai puncak yang lebih lama daripada bentuk DAS bulat; sedangkan debit DAS berbentuk bulat adalah lebih besar daripada bentuk DAS yang panjang.
Orde sungai adalah nomor urut setiap segmen sungai terhadap sungai induknya. Metode penentuan orde sungai yang banyak digunakan adalah Strahler. Sungai orde 1 menurut Starhler adalah anak-anak sungai yang letaknya paling ujung dan dianggap sebagai sumber mata air pertama dari anak sungai tersebut. Segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari orde yang setingkat adalah orde 2, dan segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari dua orde sungai yang tidak setingkat adalah orde sungai yang lebih tinggi.
Gambar 2. Orde Sungai
Panjang sungai utama sebagai morfometri ketiga dalam kajian ini akan menunjukkan besar atau kecilnya suatu DAS serta kemiringan sungai utama yang lebih-kurang identik dengan kemiringan DAS. Kemiringan sungai utama akan berpengaruh terhadap kecepatan aliran, maksudnya semakin tinggi kemiringan sungai utama maka semakin cepat aliran air di saluran untuk mencapai outlet atau waktu konsentrasinya semakin pendek. Sungai utama beserta anak-anak sungainya membentuk pola aliran tertentu. Jumlah panjang seluruh alur sungai dibagi dengan luas DAS disebut kerapatan drainase. Menurut Linsley (1982 dalam Tikno, 1996) menyatakan bahwa kerapatan drainase atau drainage density mempunyai hubungan dengan tingkat penggenangan. Nilai kerapatan kurang dari 1 menunjukkan bahwa DAS tersebut sering tergenang atau drainasenya buruk, sedangkan kerapatan drainase 1 – 5 mengindikasikan bahwa DAS tersebut tidak pernah tergenang atau drainasenya baik.
Pola aliran Sungai dengan pemanfaatan data penginderaann jauh baik citra maupun non foto dapat digunakan untuk pengamatan pola aliran Sungai. Citra satelit yang paling baik digunakan untuk mengetahui pola aliran adlah citra
6
radar yang menghasilkan kenampakan 2 dimensi. Pola aliran mempunyai jenis sebagai berikut:
Gambar 3. Pola Aliran Sungai
1. Dendritik: seperti percabangan pohon, pervabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umumnya pada batuan sedimen dengan lapisan horizontal atau pada batuan beku dan batuan sedimen dengan perlapisan horizontal atau pada batuan beku dan batuan batuan kristalin yang homogen.
2. Rectangular: aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampi siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.
3. Parallel: anak Sungai utama saling sejajar atau hamper sejajar, bermuara pada Sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan, monoklinal, isoclinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat Pantai.
4. Trellis: percabangan anak Sungai dan Sungai utama hamper tegak lurus, Sungai-sungai utama sejajar atau hamper sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang seling antara yang lunak dan resisten.
5. Deraged: pola aliran yang tidak teratur dengan sungai pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.
6. Radial sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu tittik.
Berkembang pada vulkan atau dome.
7. Radial centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.
Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hamper tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.
7
9. Pinnate: Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
10. Memusat/multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst.
Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya persesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari system sungai karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi.
Tabel 1. Karakteristik Pola Aliran
8
Tabel 2. Jenis Pola Aliran
2.3 Landsat 8
Citra landsat 8 memiliki 11 band. Terdiri dari band Visible (tampak), Near Infrared (NIR), Short Wave Infrared (SWIR), panchromatic, dan Thermal. Band 1-4 merupakan band dengan spectral tampak, band 5 merupakan Near Infrared, band 6 dam 7 memiliki Short Wave Infrared, band 8 memiliki gelombang panchromatic, band 9-11 memiliki gelombang thermal.
Tabel 3. Kegunaan Landsat 8 Berdasarkan Band
Pada praktikum ini, band yang digunakan yakni band 7, band 5, dan band 4.
Pemilihan band ini karena band tersebut mengandung sinar infrared, sehingga cocok digunakan sebagai dasar analisis struktur batuan suatu daerah.
Penginterpretasian ini dilakukan menurut rona dan reliernya.
9
Tabel 4. Contoh batuan dan ronanya pada citra
Tabel 5. Klasifikasi menurut Rona (Way, 1973)
Tabel 6. Macam batuan dan reliefnya (Soetoto, 2019)
10 BAB III
PROSEDUR PRAKTIKUM 3.1 Lokasi Kajian
Lokasi daerah kajian yang saya pilih yaitu Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan Alat:
1. Laptop
2. Software Arcgispro/ArcMap Bahan
1. SHP Batas Administrasi Kabupaten Cianjur 2. Citra DEMNAS
3. SHP Persebaram Sumur Bor Kabupaten Cianjur 4. Citra Landsat 8 OLI
3.3 Tahapan Analisis Data
3.3.1 Tahapan Pembuatan Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pola Aliran
1. Buka arcgis, pilih New Map, lalu klik OK
Gambar 4. Pembuatan File Peta Baru
2. Klik kanan pada Layers, lalu pilih Properties
Gambar 5. Proses Penggantian Coordinate
11
3. Lalu pilih Coordinate System, klik WGS 1984 > klik apply > Ok.
Gambar 6. Pemilihan Coordinate System
4. Setelah memilih koordinat system, langkah selanjutnya adalah masukan citra DEMNAS
• Klik Add data
Gambar 7. Add Data
• Lalu masukan citra DEMNAS
Gambar 8. Proses Pemasukan DEMNAS
Maka tampilan akan seperti ini
12
Gambar 9. Citra DEMNAS
• Setelah itu klik Search > cari project raster > lalu pilih coordinate system di UTM WGS 1984 Zone 48S > Run
Gambar 10. Project Raster
Gambar 11. Pemilihan Coordinate System
13
Gambar 12. Tampilan Perubahan
5. Lalu search pada kolom pencarian tools fill > input surface rasternya demnas > Run
Gambar 13. Fill
Gambar 14. Proses Fill
14
Gambar 15. Hasil Fill
6. Setelah citra di fill, selanjutnya search tools flow direction > masukan citra hasil fill > Run
Gambar 16. Flow Direction
Gambar 17. Proses Flow Direction
15
Gambar 18. Hasil Flow Direction
7. Setelah citra diolah menggunakan tools flow direction, selanjutnya cari tools flow accumulation > masukan citra hasil flow direction > Run
Gambar 19. Flow Accumulation
Gambar 20. Proses Flow Direction
16
Gambar 21. Hasil Flow Accumulation
8. Setelah citra diolah oleh tools flow accumulation, selanjutnya olah menggunakan tools con > masukan hasil flow accumulation pada bagian input conditional raster > masukan hasil flow direction di input true raster > Run
Gambar 22. Con
Gambar 23. Proses Con
17
Gambar 24. Hasil Con
9. Selanjutnya hasil pengolahan con di olah menggunakan tools stream order > masukan citra hasil con ke input stream raster > masukan flow direction di input flow direction > Run
Gambar 25. Stream Order
Gambar 26. Proses Stream Order
18
Gambar 27. Hasil Stream Order
10. Selanjutnya hasil pengolahan ini diolah menggunakan tools stream to feature > pada stream raster masukan hasil stream order > masukan flow direction mapa input flow direction > Run
Gambar 28. Stream To Feature
Gambar 29. Proses Stream To Feature
19
Gambar 30. Hasil Stream To Feature
11. Selanjutnya buka properties > definition query > add new definition query > ikuti di gambar > Apply > OK
Gambar 31. Properties
Gambar 32. Definition Query
Gambar 33. Proses Definition Query
20
Gambar 34. Hasil Definition Query
12. Setelah itu untuk memunculkan batas DAS gunakan tools basin >
masukan hasil flow direction > Run
Gambar 35. Basin
Gambar 36. Proses Basin
21
Gambar 37. Hasil Basin
13. Masukan SHP Administrasi Kabupaten Cianjur
• Klik Add Data
Gambar 38. Add Data
Gambar 39. Folder SHP
22
Gambar 40. Overlay DEM dan Batas Administrasi
14. Lakukan pemotongan citra sesuai SHP Administrasi Kabupaten Cianjur menggunakan fitur tools Extract By Mask
Gambar 41. Extract By Mask
Masukan layer sesuai dengan yang ada di gambar > Run
Gambar 42. Proses Extract By Mask DEM
23 Maka akan jadi seperti ini
Gambar 43. Hasil Extract by Mask
15. Karena citra masih berbentuk raster maka harus diubah menjadi polygon dengan tools raster to polygon > Run
Gambar 44. Raster To Polygon
Gambar 45. Proses Raster To Polygon
24
Gambar 46. Hasil Raster To Polygon
16. Lakukan dissolve untuk menghilangkan polygon kecil, search dissolve
> masukan polygon basin > gridcode > Run
Gambar 47. Dissolve
Gambar 48. Proses Dissolve
25
17. Selanjutnya beri nama das-das besar menggunakan fitur add field
Gambar 49. Add Field
Gambar 50. Field Baru
18. Lalu atur symbology > unique value > DAS > Ok
Gambar 51. Symbology
Gambar 52. Symbology DAS
26
Gambar 53. Hasil Symbology
19. Layout sesuai keinginan masing-masing 3.3.2 Tahapan Pembuatan Peta Geohidrologi
1. Masukan data shp sumur bor seluruh Indonesia
Gambar 54. Add Data
Gambar 55. File SHP Sumur
27
2. Selanjutnya buka atribut tabel > Table Option > Select By Attributes > pilih Kabupaten > Get Unique Values > Cianjur > Apply >
Data > Export Data
Gambar 56. Select By Attributes
Gambar 57. Proses Select By Attributes
Gambar 58. Export Data
28
Gambar 59. Hasil Export Data
3. Langkah selanjutnya adalah membuat IDW, search IDW pad kolom pencarian > masukan dissolve sumur > pilih Z > Run
Gambar 60. IDW
29
Gambar 61. Hasil IDW
4. Selanjutnya ubah potong data idw sesuai dengan bastas administrasi Kabupaten Cianjur dengan tools extract by mask > Run
Gambar 62. Proses Extract By Mask
Gambar 63. Hasil Extract By Mask
30
5. Selanjutnya buat arah aliran menggunakan flow direction, masukan data idw yang sudah di clip > Run
Gambar 64. Flow Direction
Gambar 65. Hasil Flow Direction
6. Setelah di flow direction, selanjutnya lakukan resample menggunaka tools resample > masukan hasil flow direction > ubah menjadi x dan 4000 agar tidak terlalu banyak sample arah> Run
31
Gambar 66. Resample
Gambar 67. Hasil Resample
7. Setelah itu, search rater to point
Gambar 68. Proses Raster To Point
32
Gambar 69. Hasil Raster To Point
8. Selanjutnya ubah titik menjadi arah panah pada symbology > unique values > gridcode> Ok
Gambar 70. Symbology
Gambar 71. Symbology Arah Aliran
33
9. Lalu buat garis kontur untuk lebih memvisualisasikan ketinggian muka air sumur. Search tools Countour>masukan di contour interval hasail dari pembagian skala yaitu 325 untuk countour mayor dan 65 untuk contour minor>Run
Gambar 72. Prosess Pembuatan Kontur Mayor
Gambar 73. Proses Pembuatan Kontur Minor
Maka tampilan akan seperti ini
Gambar 74. Tampilan Kontur
34
10. Untuk menganalisis mana daerah resapan, analisis menggunakan hasil dari peta geologi, dengan cara add field > lalu beri keterangan mana daerah resapan air tersebut
Gambar 75. Field Baru
Gambar 76. Hasil Penamaan Zona Resapan
11. Atur symbology
Gambar 77. Hasil Symbology
12. Setelah itu layout sesuai keinginan masing-masing. Klik file>page and print set up> Atur sesuai keinginan, apabila saya kertasnya menjadi A4, lalu bentuk layoutnya menjadi portrait
35
Gambar 78. Page and Print Setup
36 BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
Gambar 79. Peta Pola Aliran Sungai Kabupaten Cianjur
37
Gambar 80. Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Cianjur
38
Gambar 81. Peta Potensi Airtanah Kabupaten Cianjur
39
Dari hasil pengolahan data demnas, Kabupaten Cianjur memiliki pola aliran sentrifugal, pola aliran dendritik, dan pola aliran parallel. Pola aliran sentrifugal ini berada di daerah batuan vulkanik di Gunung Gede. Pola aliran dendritic berada di daerah Cianjur Kota, pola aliran dendritic ini berada di jenis batuan yang homogen.
Pada daerah tersebut memang jenis batuannya homogen yakni breksi dan lahar dengan jenis bentuklahan vulkanik. Di daerah selatan pola aliran sungainya yakni parallel, hal ini dikarenakan pola aliran parallel aliran sungainya langsung bermuara ke laut dan di daerah selatan merupakan daerah pantai dan laut. Ada juga pola aliran rectangular yang ada di pertengahan Cianjur yang merupakan daerah rekahan dan patahan.
Kabupaten Cianjur merupakan pertemuan dari 10 daerah aliran sungai (DAS). DAS terbesarnya yaitu DAS Ciliwung yang berada pada daerah utara Kabupaten Cianjur hingga Cianjur Tengah. Lalu DAS yang mendominasi selain DAS Ciliwung yaitu Das Cibuni yang berada di sebelah timur Kabupaten Cianjur.
Untuk daerah selatan terdiri dari 7 DAS yang berbeda akibat muara dari laut.
Untuk potensi airtanah sendiri Kabupaten Cianjur memiliki potensi airtanah yang sangat banyak. Hampir seluruh kawasan Kabupaten Cianjur merupakan zona resapan akuifer, karena jenis batuannya merupakan batuan yang memiliki kemampuan baik untuk menyerap air permukaan. Untuk sampel sumur sendiri tersebar dari utara sampai selatan walaupun hanya memiliki beberapa titik sampel sumur bor. Analasis zona respapan ini memang berdasarkan jenis batuan di peta geologi.
40 BAB V KESIMPULAN
Kabupaten Cianjur memiliki 4 jenis pola aliran yakni sentrifugal, dendritic, parallel, dan rectangular. Pola aliran ini disesbabkan oleh bentuk relief atau kenampakan permukaan Kabupaten Cianjur yang beragam. Pada daerah aliran sungai, Kabupaten Cianjur memiliki 10 DAS, yakni DAS Ciliwung, Cibuni, Cimandiri, Cilaki, Cisokan, Ciselang, Cisadea, Cilaki, Cidamar, dan Ciujung. DAS yang mendominasi yakni DAS Ciliwung dan Cibuni. Akibat dari banyaknya sumber air ini dan jenis batuan yang beragam, Cianjur memiliki potensi airtanah yang sangat berlimpah. Hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah Kabupaten Cianjur.
41
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, F., & Bronto, S. (2019). Volkanostratigrafi Inderaan Jauh Kompleks Gunungapi Gede dan Sekitarnya, Jawa Barat, Indonesia Remote sensing volcanostratigraphy Gede Volcanic Complex and Surrounding area, West Jawa, Indonesia.
Asdak, C. (2023). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. UGM PRESS.
Ismawan, T. (2013). PERAN SESAR TERHADAP KARAKTER DAN ARAH ALIRAN AIRTANAH PADA ENDAPAN VOLKANIK DI LERENG TENGGARA G. GEDE, KABUPATEN CIANJUR, JAWABARAT. Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, 11(1).
Lubis, R. F. (2006). Bagaimana Menentukan Daerah Resapan Air Tanah.
URL: http://io. ppi. jepang. org/download. php, 78.
Asdak, C. (2023). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. UGM PRESS.
Somantri, L. (2009). Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing).
Universitas Pendidikan Indonesia.
Witjaksana, A. (2020). Analisis kawasan resapan air berbasis sistem informasi geografis di daerah Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
SKRIPSI-2019.
YUDIANTORO, D. F., & INTAN, I. P. (2023). INTERPRETASI MORFOSTRATIGRAFI BERDASARKAN CITRA PENGINDERAAN JAUH GUNUNG GEDE DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT, INDONESIA. Pangea, 10, 61-69.