LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN LIQUID & SEMISOLID
” EMULSI METODE HIDRATASI EMULGATOR ”
Disusun Oleh : 1. Riski (22012003) 2. Fitri Fajria (22012008)
3. Siti Lestari Agung Putri (22012010) 4. Intan Amelia Isma Fitri (22012011) 5. Muhammad Rizky Ramadhan (22012014
PROGRAM STUDI FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum yang berjudul “EMULSI METODE HIDRATASI EMULGATOR (HIDRATASI LAMBAT)” tanpa suatu halangan apapun. Adapun penyusunan laporan ini berdasarkan data-data yang diperoleh pada saat praktikum serta referensi dari berbagai jurnal, buku panduan, dan lain lain.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan laporan. Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memperluas ilmu pengetahuan.
Atas segala dukungannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, 22 September 2024
Kelompok 3
1. Tujuan Percobaan
- Memformulasi, membuat dan mengevaluasi sediaan emulsi yang dibuat dengan cara hidratasi lambat
- Mengamati pengaruh perbedaan kosentrasiemulgator terhadap karakteristik fisik dan stabilitas sediaan emulsi
2. Prinsip Percobaan
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan dalam industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar.
Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih mudah juga untuk mengetahui zat – zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor – faktor yang menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi. Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa zat cair namun dalam makalah ini kita hanya akan membahas mengenai sistem emulsi saja diantaranya dari defenisi emulsi, mekanisme secara kimia dan fisika, teori dan persamaannya dan serta penerapannya dalam kehidupan sehari – hari dan industri.
3. Teori
A. Definisi Emulsi
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,
terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995). Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai nama yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
a) Emulsi gas (aerosol cair )
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol
b) Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase bersifat polar dan non polar.Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.
c) Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase pendispersinnya berupa fase padat. Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat. Gel elastic dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat contoh gel ini adalah gelatin dan sabun.Sedangkan gel non-elastis dapat dibuat secara kimia sebagai contoh gel silica yang terbentuk karena penambahan HCl pekat
dalam larutan natrium silikat sehingga molekul – molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk gel.
Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
1) Emulsi A/M yaitu butiran – butiran air terdispersi dalam minyak Pada emulsi ini butiran – butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang hidrofobik.
2) Emulsi M/A yaitu butiran – butiran minyak terdispersi dalam air Minyak yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan pendispersinnya. Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah.
Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu, ditentukan gaya – gaya:
• Gaya tarik – menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini menyebabkan partikel – partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap
• Gaya tolak – menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang muatannya sama saling bertumpukan.
Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam yaitu sebagai berikut :
• Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat
• Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi pencampuran
• Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah permukaan dan dasar
• Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan viskositas
• Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang karena pengaruh suhu (Ladytulipe, 2009).
Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan (Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat.
(Nuranimahabah, 2009).
B. Mekanisme Secara Fisika dan Fisika 1. Mekanisme secara kimia
Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi yang stabil.
2. Mekanisme secara fisika
Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium pendispersinya. (Ian, 2009).
C. Teori Terjadinya Emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah:
- Teori tegangan permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul sejenis yang disebut dengan kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan terjadi pada permukaan tersebut dinamakan dengan tegangan permukaan
“surface tension”.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur “immicble liquid”.
Tegangan yang terjadi antara 2 cairan dinamakan tegangan bidang batas.
“interface tension”.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk tercampur.
Tegangan yang terjadi dapat air akan bertambah dengan penambahan garam- garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organic tertentu antara lain sabun (sapo).
Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.
- Teori orientasi bentuk baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator; ada bagian yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air dan ada moelkul yang suka minyak atau muudah larut dalam minyak.
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua :
• Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
• Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke dalam minyak. Dengan demikian, emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara minyak dengan air dengan minyak, antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu kesetimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah H.L.B, (Hydrophyl Lipophyl Belance) yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok lipofil dengan kelompok hidrofil.
Semakin besal HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air itu artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.
Tabel Harga HLB
HARGA HLB KEGUNAAN
1 - 3 Anti foaming agent
4 - 6 Emulgator tipe w/o
7 - 9 Bahan Pembasah (wetting agent)
8 - 18 Emulgator tipe o/w
13 - 15 Detergent
10 - 18 Kelarutan (solubilizing agent)
- Teori film plastik (interfacial film)
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dengan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antar partikel sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum, syarat emulgator yang dipakai adalah :
• Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
• Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
• Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel dengan segera.
- Teori lapisan listrik rangkap (electric double layer)
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha partikel minyak yang akan melakukan penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak yang mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian, antara sesame partikel akan tolak menolak. Dan stabilitas akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara di bawah ini:
• Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
• Terjadinya adsorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
• Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya.
D. Bahan Pengemulsi (Emulgator) - Emulgator alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan.
Pada umumnya termasuk karbohydrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak bakteri. Oleh sebab itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu ditambah bahan pengawet.
2. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu
• kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film)
• terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi).
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab menggunakan gom arab sebanyak ½ dari jumlah minyaknya. Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air 1,5 X berat gom, diaduk keras dan cepat sampai putih , lalu diencerkan dengan air sisanya. Selain itu dapat disebutkan :
➢ Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat Cara pembuatan .
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus emulsi dengan air panas 1,5 X berat gom . Dinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin.
Contoh : cera, oleum cacao, parafin solid
➢ Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri
➢ Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak, kecuali oleum ricini karena memiliki gugus OH yang bersifat hidrofil sehingga untuk membuat emulsi cukup dibutuhkan 1/3 nya saja. Contoh : Oeum amygdalarum
➢ Minyak Lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak lemak Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya, tambahkan gom ( ½ x myk lemak + aa x myk atsiri + aa x zat padat )
➢ Bahan obat cair BJ tinggi, contohnya chloroform, bromoform :
Ditambah minyak lemak 10 x beratnya, maka BJ campuran mendekati satu.
Gom sebanyak ¾ kali bahan obat cair.
➢ Balsam-balsam
Gom sama banyak dengan balsam.
➢ Oleum Iecoris Aseli
Menurut Fornas dipakai gom 30 % dari berat minyak.
3. Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan trgacanth sebanyak 1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5 – 6.
Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air 20 x berat tragacanth. Tragacanth hanya berfungsi sebagai pengental tidak dapat membentuk koloid pelindung.
4. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab.
Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih Kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 45oC (bila suhunya kurang dari 45oC larutan agar-agar akan berbentuk gel).
Biasanya digunakan 12 %.
5. Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutup rasa dari minyak tersebut. Cara mempersiapkan dilakukan seperti pada agar.
6. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, karboksimetil selulosa 1-2 %.
- Emulgator alam dari hewan 1. Kuning telur
Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein / asam amino) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe o/w. Tetapi kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total kuning telur merupakan emulgator tipe o/w. Zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.
2. Adeps Lanae
Zat ini banyak mengandung kholesterol , merupakan emulgator tipe w/o dan banyak dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambah kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 X beratnya.
- Emulgator Mineral
1. Magnesium Aluminium Silikat/ Veegum
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam - garam magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w. Sedangkan pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1 %. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
2. Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa sepert gel.
Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5 %.
- Emulgator Buatan 1. Sabun
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat dipergunakan sebagai emulgator tipe o/w maupun w/o, tergantung dari valensinya. Bila sabun tersebut bervalensi 1, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe o/w, sedangkan sabun dengan valensi 2 , missal sabun kalsium, merupakan emulgator tipe w/o.
2. Tween 20 : 40 : 60 : 80 3. Span 20 : 40 : 80
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :
• Anionik : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
• Kationik : senyawa ammmonium kuartener Non Ionik : tween dan span.
• Amfoter : protein, lesitin.
E. Kestabilan Emulsi
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat .
Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.
Ada beberpa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut : 1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer 4. Relatifitas phase pendispersi kecil Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam yaitu sebagai berikut :
➢ Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat
➢ Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi pencampuran.
➢ Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah permukaan dan dasar
➢ Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan viskositas
Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang karena pengaruh suhu.
F. Metode Pembuatan Emulsi o Metode gom basah (Anief,
2000)
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa.
Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.
o Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang
lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik.
o Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan.
Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6.
Hidrophilic – Lipophilic Balance yang disingkat dengan HLB menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan lipofililik didalam molekul emulsifier. Niai HLB suatu emulsifier dapat ditentukan dengan salah satu metode titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari korelasi dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari korelasi dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial, koefisien pengolesan, daya larut zat warna, konstanta dielektrika dan dengan teknik kromatografi gas – cairan.
Khusus untuk emulsi non ioni, nilai HLB – nya dapat dihitung dengan menggunkan rumus.
a. HLB = dimana E adalah persentase berat hidrofilik molekul (atau persentase berat oksietilen untuk emulsifier yang merupakan kondensasi etilen oksida). Sebagai contoh kandungan oksietilen didalam
polioksietelen stearat adalah 85
%, maka HLB nya =
b. HLB = dimana S adalah bilangan yang saponifikasi ester dari emulsifier, yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah alkali yang dibutuhkan ( mg KOH) untuk menyambungkan satu gram lemak dan A adalah bilangan asam dari emulsifier yang ditentukan dari prosedur kerja. Sebagai contoh, bilangan saponifikasi dari gliserol monostearat tipe komersil (mono dan
gliserol) adalah 175 dan bilangan asam nya adalah 200, maka nilai HLB- nya = 2.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan metode hidratasi emulgator, yaitu salah satu metode pembuatan emulsi yang melibatkan proses pelarutan atau hidrasi emulgator dalam fase kontinu terlebih dahulu sebelum penambahan fase dispersi.
Emulgator yang telah terhidrasi akan membentuk lapisan interfacial yang kuat di antara kedua fase, sehingga stabilitas emulsi yang dihasilkan cenderung lebih baik.
Proses Hidratasi Emulgator 1. Pemilihan Emulgator:
o Emulgator hidrofilik: Umumnya digunakan untuk emulsi tipe O/W (oil in water), seperti gom arab, tragacanth, metilselulosa, dan polivinil alkohol.
o Emulgator lipofilik: Lebih cocok untuk emulsi tipe W/O (water in oil), seperti sorbitan ester, span, dan tween.
2. Hidrasi Emulgator:
o Emulgator kering atau serbuk dilarutkan atau didispersikan dalam sebagian fase kontinu (biasanya fase air) secara perlahan sambil diaduk.
o Proses pengadukan bertujuan untuk memastikan emulgator terhidrasi secara merata dan tidak terbentuk gumpalan.
3. Penambahan Fase Dispersi:
o Fase dispersi (minyak atau air, tergantung jenis emulsi yang diinginkan) ditambahkan secara perlahan ke dalam campuran emulgator yang telah terhidrasi sambil terus diaduk.
o Pengadukan yang cepat dan kontinu sangat penting untuk menghasilkan emulsi yang homogen.
Keuntungan Metode Hidratasi Emulgator
• Stabilitas emulsi lebih baik: Lapisan interfacial yang terbentuk lebih kuat sehingga emulsi lebih tahan terhadap pemisahan.
• Ukuran droplet lebih seragam: Proses hidrasi yang merata membantu menghasilkan droplet dengan ukuran yang lebih seragam.
• Fleksibel: Dapat digunakan untuk berbagai jenis emulsi, baik O/W maupun W/O.
Contoh Penerapan
Metode hidratasi emulgator banyak digunakan dalam pembuatan berbagai produk, seperti:
• Kosmetik: Krim, lotion, dan emulsi lain yang mengandung minyak dan air.
• Farmasi: Suspensi oral, emulsi topikal, dan bentuk sediaan lain yang membutuhkan stabilitas tinggi.
• Industri makanan: Margarin, saus salad, dan produk makanan lain yang mengandung emulsi.
Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Emulsi
• Jenis dan konsentrasi emulgator: Pemilihan emulgator yang tepat dan penggunaan konsentrasi yang sesuai sangat penting.
• Ukuran droplet: Semakin kecil ukuran droplet, semakin stabil emulsi.
• Viskositas: Viskositas fase kontinu yang lebih tinggi dapat meningkatkan stabilitas emulsi.
• Suhu: Perubahan suhu dapat mempengaruhi viskositas dan tegangan permukaan, sehingga dapat mempengaruhi stabilitas emulsi.
G. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Emulsi
o Keuntungan emulsi:
1. Sifat teurapetik dan kemampuan menyabar konstituen lebih meningkat 2. Rasa dan bau dari minyak dapat ditutupi
3. Absorpsi dan penetrasi lebih mudah dikontrol
4. Aksi dapat diperpanjang dan efek emolient lebih besar
5. Air merupakan eluen pelarut yang tidak mahal pada pengaroma emulsi
o Kerugian emulsi:
1. Sediaan emulsi kurang praktis daripada sediaan tablet
2. Sediaan emulsi mempunyai stabilitias yang rendah daripada sediaan tablet karena cairan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri 3. Takaran dosisnya kurang teliti
H. Metode Pengujian Emulsi
Emulsi yang dibuat harus diketahui tipenya. Ada 5 cara untuk mengetahui tipe emulsi yaitu :
o Cara pengenceran
Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran ini hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air emulsi tidak pecah maka, tipe emulsi M/A. Jika pecah maka tipe emulsi A/M
o Cara Pewarnaan
Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak dalam air (M/A). contoh : metilen-blue. o Penggunaan Kertas Saring
Emulsi diteteskan pada kertas saring jika meninggalkan noda maka tipe emulsi A/M jika tidak meninggalkan noda / transparan maka tipe emulsi M/A.
o Cara Flouresens
Minyak dapat berflouresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi M/A flouresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi A/M flouresensinya sempurna.
o Hantaran Listrik
Emulsi Minyak dalam Air (M/A) dapat menghantarkan arus listrik karena adanya ion-ion dalam air, sedangkan tipe emulsi Air dalam Minyak A/M tidak dapat menghantarkan arus listrik.
4. Bahan dan Alat
a. Bahan
- Paraffin liq 20gram - Na cmc 2 gram
- Propilenglicol 15 gram - Gliserin 15gram
- Aquadest ad 100 ml 44 ml
b. Alat
- Lumpang dan alu - Beaker glass - Gelas ukur - Kaki tiga
- Batang pengaduk - Kawat kasa
5. Prosedur Metode hidrasi lambat
1. Kembangkan emulgator dalam air sesuai cara pengembangannya di dalam mortar 2. Tambahkan fase minyak sedikit demi sedikit, aduk dengan pengadukan searah
dengan konstan
3. Tambahkan air sedikit demi sedikit, aduk dengan pengadukan searah dengan 4. cepat hingga volume mendekati volume yang dikehendaki. d. Pindahkan ke dalam
wadah, tambahkan air hingga volume yang dikehendaki.
5. Kocok dengan alat homogenizer atau aduk dengan mixer dengan kecepatan sedang hingga tinggi selama 5 menit.
6. Monografi bahan 1. Parafin Liquidum
a. Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram tidak berwarna atau putih , tidak berbau, tidak berasa dan agak berminyak.
b. Kelarutan : tidak larut dalam air dan etanol dan mudah larut dalam kloroform eter dan minyak lemak.
2. Glycerolum
a) Pemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat, higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada sushu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20o
b) Kelarutan : Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) p, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak tanah.
c) Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik d) Kegunaan : Zat tambahan
3. Propilen glikol
a) Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab.
b) Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
c) Konsentrasi : 15 % d) Kegunaan : Humektan.
e) OTT : Inkompatibel dengan pengoksidasi seperti potassium permanganat.
f) Stabilitas : Dalam suhu yang sejuk, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup.
Propilen glikol stabil secara kimia ketika dicampur dengan etanol, gliserin, atau air.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat 4. CMC Na. (Carboxymethylcellulose sodium)
a) Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopis.
b) Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida, tidaklarut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain.
c) Stabilitas : Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi padapH dibawah 2. Viskositas larutan berkurang dengan cepat jika pH diatas 10.
Menunjukanviskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bisa
disterilisasi dalam kondisi kering padasuhu 160 selama 1 jam, tapi terjadi pengurangan viskositas.
d) Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
e) OTT : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan denganlarutan garam besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri dan zink juga dengangom xanthan; pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada saat pencampuran denganetanol 95%.; Membentuk kompleks dengan gelatin dan pektin.
f) Kegunaan : S u s p e n d i n g a g e n t , b a h a n p e n o l o n g t a b l e t , p e n i n g k a t viskositas.
g) Konsentrasi : 3-6%
5. Air suling
a) Nama resmi : Aqua destilata b) Nama lain : Air suling c) RM/BM : H2O / 18,02
d) Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
e) Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik f) Kegunaan : Sebagai fase air
7. Formulasi yang diusulkan
Nama bahan jumlah Fungsi
Paraffin liquid 20 % Pencahar
CMC-Na 2% Suspending agent
Gliserin 15% Zat tambahan
Propylenglikol 15 % Humektan
Aquades ad 100ml Sebagai fase air
Perhitungan bahan skala laboratorium:
Tiap 5mL mengandung 1 gram paraffin liquid Bobot sirup 100ml
Jumlah sirup yang akan dibuat : 200ml ( 2 botol) Tiap 5 ml mengandunng :
Paraffin Liquid = 1 gram
CMC-Na 2% = 2
100 𝑥 5= 0.25 gram
Gliserin = 15
100 𝑥 5 = 0.75 gram Propylenglikol = 15
100 𝑥 5 = 0.75 gram Aquadest = ad 5 ml
Tiap 100 mL mengandung :
Paraffin Liquid = 20 gram
CMC-Na 2% = 2
100 𝑥 100= 2 gram
Gliserin = 15
100 𝑥 100 = 15 gram Propylenglikol = 15
100 𝑥 100 = 15 gram
Aquadest = ad 100 mL ( 100- 52 = 48mL)
Perhitungan skala pilot : Tiap 500 botol :
Paraffin Liquid = 20 gram x 500 = 10.000 gram
CMC-Na 2% = 2
100 𝑥 100= 2 gram x 500 = 1000 gram
Gliserin = 15
100 𝑥 100 = 15 gram x 500 = 7.500 gram Propylenglikol = 15
100 𝑥 100 = 15 gram x 500 = 7.500 gram Aquadest = 48 mL x 500 = 24.000 mL
8. Hasil dan pembahasan
Data Evaluasi
No Jenis evaluasi Prinsip evaluasi
Jumlah sampel
Hasil pengamatan
Syarat
IPC 1 Organoleptis & uji
kejernihan
Mengamati
warna, bau, rasa &
kejernihan
1 Warna: Keruh putih emulsi
Bau: tidak berbau Rasa: manis Kejernihan: keruh
Memenuhi
2 Berat Jenis 1 1,2 Memenuhi
3 Viskositas 1 14.63 cps Memenuhi
4 pH 1 5 Memenuhi
5 kadar bahan aktif (teoritis) 1 Evaluasi Sediaan
1 Organoleptis (sama dengan IPC) 1 Warna: putih keruh Bau: tidak berbau Rasa: manis Kejernihan: keruh
Memenuhi
2 Berat Jenis 1 1,2 Memenuhi
3 Viskositas 1 14.63 cps Memenuhi
4 pH 1 5 Memenuhi
5 Volume terpindahkan
1 100% Memenuhi
Perhitungan Berat Jenis Berat kosong: 20,2 Berat di tambah air: 46,76
= 46,76 – 20,2 = 26,56
25 = 1,062gram Berat jenis produk: 49,37 - 20,2 = 29.17
25 = 1,17 gram
Perhitungan Viskositas
𝑁𝑎𝑖𝑟
𝑁 𝑠𝑖𝑟𝑢𝑝 = 𝑝 𝑎𝑖𝑟
𝑝 𝑠𝑖𝑟𝑢𝑝 x 𝐵𝐽 𝑎𝑖𝑟
𝑡 𝑠𝑖𝑟𝑢𝑝
0,85
𝑛 𝑠𝑖𝑟𝑢𝑝 = 0,97
1,17 x 1
15 = 14.63 cps
Jadi emulsi paraffin adalah emulsi yang memiliki lilin paraffin sebagau fase terdispersinya, sehingga emulis paraffin termasuk dalam jenis emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W).
Volume Sedimentasi (selama 5 hari)
NO JENIS SEDIMEN
HARI KE-1, MINGGU 22/9
HARI KE-2, SENIN 23/9
HARI KE- 3, SELASA 24/9
HARI KE- 4, RABU 25/9
HARI KE- 5, KAMIS 26/9
1 Creaming 1.8 cm 2 cm 2.2 cm 2.4 cm 2.6 cm
2 Air 3.3 cm 3.5 cm 3.5 cm 3.6 cm 3.7 cm
3 Sedimen 0.45 cm 0.60 cm 0.70 cm 0.75 cm 0.77 cm
9. Pembahasan
1. Parafin liquid sebagai zat aktif dalam sediaan ini dibuat dalam bentuk emulsi dengan tujuan absorbsi di dalam tubuh dapat terjadi lebih cepat dan lebih mudah karena dalam bentuk larutan yang dapat langsung diserap oleh sistem pencernaan dan aktivitas parafin liquid sebagai pencahar dapat bekerja dengan baik.
2. Emulgator yang digunakan pada formula ini adalah CMC-Na untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air, dengan memperkecil ukuran partikel yang besar dan berukuran seragam sehingga dapat bercampur saat dilakukan pengadukan.
3. Emulsi yang baik adalah emulsi yang berwarna seperti putih susu, dan jika dikocok atau diberi gaya dan tekanan, viskositasnya akan bertambah kecil sehingga emulsi tersebut mudah dituang. Namun pada praktikum kali ini, emulsi menghasilkan sediaan berwarna putih pucat dan memiliki bentuk emulsi yang lebih kental. Hal ini dikarenakan pada saat proses pementukan corpus emulsi, tekanan dalam penggerusan yang diberikan kurang kuat sehingga menghasilkan corpus emulsi yang tidak sempurna.
10. Kesimpulan
1. Tipe emulsi yang diperoleh adalah emulsi tipe M/A. Perlu diingat bahwa tipe emulsi ditentukan oleh emulgator, yaitu bila emulgator yang digunakan larut air atau suka air (hidrofil) maka akan diperoleh emulsi tipe M/A, apabila emulgator larut dalam minyak atau suka minyak (lipofil) maka akan membentuk tipe emulsi A/M. (Ilmu Meracik Obat, hal.141). Selain itu perbandingan jumlah fase juga dapat mempengaruhi tipe emulsi.
Jumlah fase yang sedikit biasanya akan menjadi fase dalam, dan yang jumlahnya lebih besar akan menjadi fase luar. Di dalam formula didapatkan tipe emulsi M/A karena jumlah fase minyak lebih sedikit dari fase air.
2. Uji organoleptis dan kejernihan menunjukan warna keruh putih, bau tidak memiliki bau, kejernihan cenderung keruh.
3. Uji berat jenis menghasilkan 1.2 dengan standar 1-3.
4. Uji viskositas menghasilkan 14.63 cps dengan syarat 5-50 cps 5. Uji pH menunjukan 5 dengan standar 5-7.
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 2008
3. Kibbe, AH. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C:
American Pharmaceutical Association; 2000.
LAMPIRAN
HARI KE 1 SEDIMENTASI
HARI KE 2 SEDIMENTASI
HARI KE 3 SEDIMENTASI
HARI KE 4 SEDIMENTASI
UJI VISKOSITAS UJI pH UJI BJ Emulsi
KONTRIBUSI MAHASISWA
1. RISKI (22012003) : Design Kemasan dan formulasi
2. FITRI FAJRIA (22012008) : Penyedia Kemasan Primer dan formulasi 3. SITI LESTARI AGUNG PUTRI (22012010) : Penyusun Laporan praktikum
4. INTAN AMELIA ISMA FITRI (22012011) : Formulasi dan Kemasan primer 5. MUHAMMAD RIZKY RAMADHAN (22012014) : Jurnal, dan laporan praktikum
LAXAVINE®
Emulsi Parafin Liquid
KOMPOSISI :
Tiap 5 mL mengandung :
Parafin Liquid ………...……..… 1gr
INDIKASI :
Kondisi konstipasi/susah buang air besar yang memerlukan perbaikan peristaltik usus, pelicin jalannya tinja dan penambahan volume tinja sehingga tinja mudah dikeluarkan.
KONTRAINDIKASI :
Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap zat aktif (parafin), ileus obstruksi, nyeri perut yang belum diketahui penyebabnya.
FARMAKOLOGI :
Parafin liquid adalah obat pencahar yang bekerja dengan cara merangsang gerakan peristaltik usus besar, menghambat reabsorpsi air dan melicinkan jalannya tinja.
EFEK SAMPING :
Tirisan (rembesan) anal parafin menyebabkan iritasi anal setelah penggunaan jangka panjang. Reaksi granulomatosa disebabkan oleh absorpsi sedikit parafin cair (terutama dari emulsi), pneumonia lipoid dan gangguan absorpsi vitamin- vitamin larut lemak.
DOSIS :
Usia 6-12 tahun : sehari 1 kali 1 sendok teh Dewasa : sehari 2 kali 1 sendok teh
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
Pemakaian terus menerus sebaiknya dihindari karena mengakibatkan gangguan elektrolit berupa diare. Hentikan pemakaian bila terjadi mual dan muntah. Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun.
PENYIMPANAN :
Simpan di tempat yang sejuk (15o-25oC) dan terhindar dari sinar matahari langsung.
KEMASAN : Dus, botol @ 100 ml
No. Reg : DTL 2400100232 A1
PRODUKSI
PT MATARIFIKI MEDICA Bogor - Indonesia