LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID DAN SEMI SOLID “OLEUM IECORIS ASELLI 30 % EMULSI CAIR”
Disusun oleh:Riska Handiani Jubaedah
P 17335112217
Tingkat 1-B
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung 2013
OLEUM IECORIS ASELLI 30% EMULSI CAIR
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengenal dan memahami cara pembuatan dan komposisi sediaan emulsi cair Oleum Iecoris Aselli.
2. Menentukan formulasi yang tepat untuk sediaan emulsi cair Oleum Iecoris Aselli.
3. Menentukan hasil evaluasi sediaan emulsi cair Oleum Iecoris Aselli.
II. LATAR BELAKANG
Oleum Iecoris Aselli 30% emulsi cair digunakan untuk sediaan oral. Bahan dalam emulsi ini adalah Oleum Iecoris Aselli.
Minyak ikan adalah minyak lemak yang diperoleh dari hati segar Gadus
morhua Linne. Dan spesies Gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada
suhu 00C. Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 UI per g, potensi vitamin D tidak kurang dari 80 UI per g. (FI edisi III hal. 457).
Emulsi oleum iecoris aselli adalah termasuk dalam emulsi spuria (emulsi buatan) yakni emulsi dengan minyak lemak. Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dengan emulgator gom arab (P.G.A) dengan konsentrasi pemakaian sebanyak 10-20% dari total volume emulsi yang akan dibuat.(HOPE ed. 6 hal. 1)
Obat ini akan dibuat dalam bentuk sediaan emulsi dikarenakan bahan aktif yang digunakan (levertran/minyak ikan) praktis tidak larut dalam air. Sehingga untuk memperoleh suatu sediaan yang dapat terdispersi pada fase pendispersi nya diperlukan suatu zat pengemulsi yang biasa disebut dengan emulsifyng agent.
Dahulu senyawa ini banyak digunakan bagi anak-anak sebagai obat pencegah penyakit rachitis dan sebagai obat penguat pada keadaan lemah sesudah mengalami infeksi (15-30 ml sehari).
Sediaan penggunaan ditujukan untuk anak-anak dan dewasa. Dosis anak-anak : 1. Untuk pemeliharaan 1 x 5 ml
2. Untuk defisiensi 2 x15 ml (Obat-Obat Penting edisi 6 hal. 849) Dosis dewasa : 3 x 15 ml (FORNAS edisi II hal. 217)
Zat-zat yang terkandung dalam oleum iecoris aselli adalah: Vitamin A dan D, Gliserida trimalmitat dan tristearat, kolesterol, gliserida dan asam-asam jenuh, yang disebut asam morrhuat, berupa campuran berbagai asam : asam yakoleat, asam terapiat, asam aselat, asam gadinat, yodium, basa-basa aselin dan morrhuin.
Efek farmakologi: Sebagai sumber vitamin A, vitamin D, asam lemak tak jenuh yang merupakan faktor-faktor makanan dasar dan tidak terjadi dalam kandungan vitamin A dan vitamin D. Sari minyak ikan atas salepnya sangat mendukung untuk mempercepat penyembuhan luka bakar, koreng, menekan salut dan luka pada permukaan, tetapi observasi yang terkontrol telah menghentikan nilai penguatan yang tegas. Dan asam lemak omega-3 berkhasiat untuk penurunan kadar kolesterol dalam darah.
Fungsinya vitamin A penting sekali bagi sintesa redopsin, suatu pigmen foto sintetif yang terurai oleh cahaya dan memungkinkan kita untuk melihat dalam keadaan setengah gelap.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur (Ansel, hal. 376)
Tipe emulsi ada 2 fase, yaitu :
1. Fase terdispersi / fase internal / fase dalam. 2. Fase pendispers / fase eksternal / fase luar.
Emulsi memiliki dua fase tidak tercampur, bila disatukan dan dikocok akan menghasilkan berbagai macam ukuran droplet. Maka harus ada penambahan emulgator untuk mencampurkan dan menurunkan tegangan permukaan antara 2 fase tersebut, dan menstabilkan emulsi. Syarat-syarat emulgator :
1. Dapat tercampurkan dengan formula lain.
2. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik (inert). 3. Harus stabil.
4. Harus tidak toksik dan mengiritasi pada penggunaan (yang dimaksud jumlahnya)
5. Harus tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna. 6. Pada konsentrasi rendah sudah dapat menstabilkan emulsi.
Metode pembuatan emulsi dibagi menjadi 3 yaitu metode continental (gom kering), metode inggris (gom basah), dan metode botol (shaking).
1. Metode Kontinental
Membuat emulsi primer terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air : emulgator = 4 : 2 : 1. Cara pembuatan :
a. Masukkan emulgator dalam mortir, tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan air sekaligus, aduk cepat hingga terbentuk emulsi primer yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada pergerakan mortir.
b. Tambahkan bahan formulatif lain (pengawet, penstabil, perasa, dll) dilarutkan terlebih dahulu dalam sedikit fase luar, baru dicampur dengan emulsi primer. c. Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya :
elektrolit, garam, logam, alkohol).
d. Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar ditambahkan hingga volume yang diinginkan.
2. Metode Inggris
Cocok untuk membuat emulsi dari minyak kental. Emulgator (misal : CMC, veegum, bentonit) dikembangkan terlebih dahulu sesuai sifat masing-masing emulgator. Dilakukan dengan membuat emulsi primer terlebih dahulu.
a. 1 bagian emulgator dicampur dengan 2 bagian air hingga terbentuk mucilage. Tambahkan minyak sedikit-sedikit, aduk cepat dan kekentalan dijaga dengan menambahkan air. Setelah terbentuk emulsi primer, teruskan pengocokkan hingga 1-3 menit.
b. Tambahkan bahan formulatif lain (pengawet, penstabil, perasa, dll) dilarutkan dahulu dalam sedikit fase luar, baru dicampur dengan emulsi primer.
c. Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya : elektrolit, garam, logam, alkohol).
d. Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar ditambahkan hingga volume yang diinginkan.
3. Metode Botol (Shaking)
Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai viskositas rendah. Cara pembuatan :
a. 1 bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian minyak hingga terbentuk emulsi, kocok hingga tercampur baik.
b. Kemudian tambahkan 2 bagian air sekaligus, kocok hingga terbentuk emulsi. Tambahkan fase luar sedikit-sedikit, kocok setiap penambahan.
Metode botol biasanya digunakan dengan emulgator sintetik. Proses pembuatan emulsi yaitu, komponen 2 fase (fase minyak dan fase air) dipanaskan pada suhu 60-700C. Fase dalam ditambahkan ke dalam fase luar.
IV. PREFORMULASI OLEUM IECORIS ASELLI 30%
Oleum Iecoris Aseli [FI edisi III hal. 457, FI edisi IV hal. 628]
Pemerian Kuning pucat, bau khas, agak manis, tidak tengik, rasa khas
Kelarutan Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P.
Bobot jenis Antara 0,98 dan 0,927 Bobot per ml 0,917 sampai 0,924
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, terlindung dari cahaya.
Kegunaan Sebagai bahan aktif.
Formula pustaka (FORNAS edisi II hal. 217)
Komposisi : Oleum Iecoris Aselli 100 g
Glycerolum 10 g
Gummi Arabicum 30 g Oleum Cinnamomi gtt VI
Aquadest 215 g
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Dosis : 3 kali sehari 15 ml
Catatan : 1. Serbuk Grom Arab dapat diganti dengan emulgator lain. 2. Ditambahkan zat pengawet yang cocok.
V. PREFORMULASI EKSIPIEN
Berdasarkan FORNAS edisi II hal. 217 bahan eksipien ada yang kami tambahkan dan ada yang kami kurangi berdasarkan permasalahan zat aktif dan sediaan yang akan kami buat. Preformulasi Oleum Iecoris Aseli 30%
Bahan Jumlah
Oleum Iecoris Aseli 30%
Glycerolum 15%
Pulvis Gummi Arabicum 15% Natrium Benzoat 0,2%
BHT 0,05%
Essens Orange Qs
Aquadest Ad 100%
P.G.A (Pulvis Gummi Arabicum) [Handbook of Pharmaceutical Exipients 6th ed, halaman 1-3]
Pemerian Acasia adalah serbuk putih atau kuning putih, tidak berbau, dan mempunyai rasa lemah.
Kelarutan Larut dalam 20 bagian gliserin, dalam 20 bagian propilenglikol, dalam 2,7 bagian air, dan praktis tidak larut dalam etanol 95%.
Data fisik pH : 4,5 – 5
Bobot jenis : 1,35 – 1,49 g/cm3
Viskositas : 100 mPa/s (100 cP) untuk larutan 30% pada suhu 200C.
Stabilitas Larutan acasia tahan terhadap degradasi bakteri atau reaksi enzimatik tetapi harus diberi pengawet terlebih dahulu dengan dididihkan dalam waktu pendek untuk menon-aktifkan enzim yang ada. Larutan encer dapat diawetkan dengan penambahan pengawet antimikroba seperti asam
benzoat, natrium benzoat, atau campuran methyl paraben dan prophyl paraben.
Inkompatibilitas Acasia tidak kompatibel dengan beberapa zat seperti amidopirin, apomorphin, kresol, etanol 90%, garam besi, morfin, fenol, fisostigmin, tannin, thymol, dan vanili. Dalam emulsi, acasia tidak cocok dengan sabun.
Kegunaan Emulgator, suspending agent, basis pil, pengikat tablet.
Glycerolum (RM : C3H8O3; BM : 92,09) [FI edisi III hal. 217, HOPE 6th ed,
halaman 283-284]
Pemerian Cairan seperti sirop ;jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20.
Kelarutan Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak lemak.
Data fisik Titik didih: 2900C (dengan penguraian) Densitas:
1.2656 g/cm3 pada 150C; 1.2636 g/cm3 pada 200C; 1.2620 g/cm3 pada 250C. Titik nyala 1760C (open cup) Titik leleh 17.80C
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik. Stabilitas Gliserin bersifat higroskopis.
Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh suasana dibawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan dengan evolusi akrolein beracun. campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol adalah kimia yang stabil.
Kegunaan Sebagai antimikroba preservatif, emolien, humektan, plasticizer dalam pelapis film tablet, solven dalam formula parenteral, dan pemanis.
Natrium Benzoat (RM : C7H5NaO2 BM : 144,11) [FI edisi III hal: 395, HOPE 6th
ed, hal. 627-628]
Pemerian Butiran atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau hamper tidak berbau.
Kelarutan Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%) P.
Data fisik Titikbeku = 0,24
Densitas = 1,497 – 1,527 gr / cm3 Pemakaian sediaan oral = 0.02-0.5 % Pemakaian sediaan parenteral = 0.5 % Pemakaian sediaan kosmetik = 0.1-0.5 %
Stabilitas Larutan natrium benzoate dapat di sterilkan dengan autoklaf atau penyaringan. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas Tidak stabil dengan senyawa kuartener, gelatin, garam besi, garam kalsium, dan garam dari logam berat termasuk perak, timah, dan merkuri. Aktifitas pengawet dapat dikurangi dengan interaksi kaolin atau surfaktan non ionik.
Kegunaan Zat pengawet
BHT (Butyl Hidroksi Toluen) (BM: 220,35; RM : C15H24O)[HOPE 6th hal. 75-77]
Pemerian Butyl Hydroksi Toluen merupakan serbuk atau zat padat kristalin kuning pucat atau putih dengan bau karakteristik. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilena
glikol, solusi hidroksida alkali, dan encer berair asam mineral. Bebas larut dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen, minyak tetap, dan minyak mineral.
Lebih larut dari hidroksianisol butylated dalam minyak makanan dan lemak
Data fisik Penggunaan untuk sediaan minyak ikan 0.01–0.1%
Density (bulk) 0,48-0,60 g/cm3 Density (true) 1.031 g/cm3 Titik nyala 1270C (open cup) Titik lebur 700C
Kadar air 40,05%
Koefisien partisi oktanol: air = 4,17-5,80 Indeks bias nD75 = 1,4859 Berat jenis : 1,006 pada 200C; 0.890 pada 800C; 0.883 pada 900C; 0.800 pada 1000C. Panas spesifik
1.63 J/g/0C (0,39 cal/g/0C) untuk solid; 2.05 J/g/0C (0,49 cal/g/0C) untuk cairan. Densitas uap (relatif) 7.6 (udara = 1) Tekanan uap
1.33 Pa (0,01 mmHg) pada 200C; 266,6 Pa (2 mmHg) pada 1000C.
Stabilitas Pengunjukan untuk ringan, embun, dan panas menyebabkan pelunturan dan hilangnya aktivitas. hydroxytoluene Butylated harus disimpan dengan baik tertutup kontainer, trlindung dari cahaya, dalam suatu tempat kering, dan dingin. Inkompatibilitas Butyl hydroksitoluen adalah phenolic dan mengalami karakteristik reaksi-reaksi dari zat asam karbol. Itu adalah yang tidak cocok/bertentangan dengan bahan pengoksid kuat seperti permanganat-permanganat dan peroksida-peroksida. Menghubungi dengan bahan pengoksid boleh menyebabkan pembakaran sertamerta. Besi/ setrika menggarami pelunturan penyebab dengan hilangnya aktivitas. Memanaskan dengan sejumlah katalitis dari penyebab-penyebab asam pembusukan cepat dengan pelepasan(release gas mudah terbakar isobutene.
Kegunaan Sebagai antioksidan, yang sebagian besar digunakan untuk penundaan atau mencegah ketengikan oksidatif lemak-lemak dan minyak dan untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin pada minyak yang terlarut
Aquadest (RM : H2O ; BM : 18,02)
Pemerian Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
Data fisik Titik beku : 0 C Titikdidih : 100 C Densitas: 1,00 g/cm3
Stabilitas Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas)
Inkompatibilitas air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat.
Kegunaan Pelarut
VI. KESIMPULAN FORMULASI
NO. Bahan %Kadar
penggunaan Fungsi
1 Oleum
IecorisAseli 30% Zat aktif 2 Glycerolum
15% Pemanis dan Anti caplocking 3 Pulvis Gummi
Arabicum 15% Emulgator 4 Natrium Benzoat 0,2% Pengawet
5 BHT 0,05% Antioksidan 6 Essen Orange Qs Flavoring Agent 7 Aquadest Ad 100% Pembawa
ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
Timbangan analitik Oleum Iecoris Aseli
Beaker glass P.G.A
Pipet tetes Natrium Benzoat Mortir dan stamfer Glycerolum
Kertas perkamen BHT (Butyl Hydroksitokuen) Gelas ukur Aquadest
Cawan porselen Tabung sedimen Spatel
Kertas film (sudip) Batang pengaduk
VII. PENIMBANGAN BAHAN
Jumlah sediaan yang dibuat (pertama/optimasi) : 50 mL
No Bahan Jumlah
1. Oleum Iecoris Aselli 15 g 2 Pulvis Gummi Arabicum
(P.G.A)
7,5 g
3 Glycerol 7,5 g
4 Natrium Benzoat 0,1 g 5 Butil Hidroksi Toluena (BHT) 0,025 g
6 Aquadest Ad 50 ml
Perhitungan jumlah kebutuhan air untuk:
Pengembangan emulgator (1,5 x Jumlah emulgator) 1,5 x jumlah (gram) P.G.A, maka:
1,5 x 7,5 g = 11,25 ml ≈ 12 ml
Melarutkan Natrium Benzoat (larut dalam 2 bagian air) 2 x jumlah (gram) natrium benzoat, maka:
Jumlah sediaan yang dibuat (kedua) : 100 ml
No Bahan Jumlah
1. Oleum Iecoris Aselli 30 g 2 Pulvis Gummi Arabicum
(P.G.A)
15 g
3 Glycerol 15 g
4 Natrium Benzoat 0,2 g 5 Butil Hidroksi Toluena (BHT) 0,05 g 6 Aquadest Ad 100 ml
Perhitungan jumlah kebutuhan air untuk:
Pengembangan emulgator (1,5 x Jumlah emulgator) 1,5 x jumlah (gram) P.G.A, maka:
1,5 x 15 g = 22,5 ml
Melarutkan Natrium Benzoat
Natrium benzoat larut dalam 2 bagian air, maka: 2 x 0,2 g = 0,4 ml ≈ 1 ml
VIII. PROSEDUR PERCOBAAN
Penaraan botol
1. Masukkan air sebanyak 61,8 ml pada gelas ukur, tuangkan air tersebut pada wadah botol.
2. Tandai batas kalibrasi, air yang ada dalam botol dibuang.
3. Botol dibilas sebanyak 3 kali dengan aquadest, lalu botol dikeringkan. 4. Botol siap dipakai.
Penaraan beaker glass
1. Masukkan air sebanyak 100 ml pada gelas ukur, tuangkan air tersebut pada wadah beaker glass.
2. Tandai batas kalibrasi, air yang ada dalam gelas beaker dibuang.
3. Bilas beaker glass menggunakan aquadest sebanyak 3 kali. Lalu keringkan beaker glass.
Pembuatan Emulsi Oleum Iecoris Aselli (Metode gom basah) I. Formulasi optimasi untuk 50 gram
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Timbang Oleum Iecoris Aselli sebanyak 15 gram, PGA sebanyak 7,5 gram, glycerol sebanyak 7,5 gram, natrium benzoat sebanyak 0,1 gram, dan BHT sebanyak 0,025 gram.
3. Didihkan 12 ml aquadest.
4. Masukkan aquadest yang sudah dididihkan kedalam mortir, tambahkan sedikit demi sedikit P.G.A kedalam mortir sambil digerus cepat sampai homogen dan terbentuk mucilago.
5. Campurkan Oleum iecoris aselli dengan 0,025 gram BHT, aduk sampai homogen.
6. Masukkan campuran oleum iecoris dengan BHT, sedikit demi sedikit kedalam mortir gerus cepat sampai homogen dan terbentuk emulsi primer.
7. Larutkan 0,1 gram natrium benzoat dengan 1 ml aquadest.
8. Tambahkan larutan natrium benzoat ke dalam mortir, gerus cepat sampai homogen.
9. Masukkan sedikit demi sedikit 7,5 gram glycerol kedalam mortir, gerus cepat sampai homogen.
10. Pindahkan emulsi yang ada dimortir kedalam beaker glass, kemudian tambahkan aquadest sampai batas kalibrasi yaitu 50 ml.
11. Masukkan emulsi kedalam tabung sedimentasi. Tunggu hingga 15 menit. Jika tidak terjadi pemisahan pada emulsi, lanjutkan membuat formulasi emulsi oleum iecoris aselli 100 ml.
II. Formulasi untuk 100 ml
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Timbang Oleum Iecoris Aselli sebanyak 30 gram, PGA sebanyak 15 gram, glycerol sebanyak 15 gram, natrium benzoat sebanyak 0,2 gram, dan BHT sebanyak 0,05 gram.
4. Masukkan aquadest yang sudah dididihkan kedalam mortir, tambahkan sedikit demi sedikit P.G.A kedalam mortir sambil digerus cepat sampai homogen dan terbentuk mucilago.
5. Campurkan Oleum iecoris aselli dengan 0,05 gram BHT, aduk sampai homogen.
6. Masukkan campuran oleum iecoris dengan BHT, sedikit demi sedikit kedalam mortir gerus cepat sampai homogen dan terbentuk emulsi primer.
7. Larutkan 0,2 gram natrium benzoat dengan 1 ml aquadest.
8. Tambahkan larutan natrium benzoat ke dalam mortir, gerus cepat sampai homogen.
9. Masukkan sedikit demi sedikit 15 gram glycerol kedalam mortir, gerus cepat sampai homogen.
10. Pindahkan emulsi yang ada di mortir kedalam beaker glass, kemudian tambahkan aquadest sampai batas kalibrasi yaitu 100 ml.
11. Masukkan kedalam botol yang sudah ditara. 12. Beri etiket dan label.
IX. HASIL PERCOBAAN
1. Evaluasi Oleum Iecoris Aselli
Oleum Iecoris Aselli
Oleum Iecoris Aselli merupakan sediaan minyak jernih berwarna kuning dan memiliki bau khas minyak ikan.
2. Evaluasi Sediaan
No Evaluasi dan Prosedur (lengkap) Evaluasi
Hasil Pengamatan dan
Perhitungan Syarat
1
Organoleptika
Pemeriksaan visual meliputi pengamatan warna, bau, rasa, tekstur dan ketercampuran antara minyak dan air.
Sediaan emulsi minyak ikan berwarna putih susu agak kekuningan.
Berbau khas minyak ikan tidak tertutupi, karena tidak ada
penambahan flavoring agent.
Sediaan terasa manis
Sediaan tercampur merata, tidak ada pemisahan antara fase air dan fase minyak
Pengujian dengan penuangan ke sendok takar, kekentalannya bagus, tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer.
X. PEMBAHASAN
Emulsi merupakan sistem 2 fase yang saling tidak tercampur, 1 fase terdispersi dalam fase lain dalam bentuk droplet-droplet yang berukuran 0,5 – 100 µm. Fase cair dalam bentuk droplet disebut fase terdispers/fase internal, dan fase yang lain disebut fase pendispers/fase kontinyu/fase eksternal. Ada 2 tipe emulsi yaitu tipe emulsi W/O (water in oil) dan tipe O/W (oil in water).
Emulsi oleum iecoris aselli merupakan emulsi tipe O/W (oil in water) dimana fase terdispers/fase internalnya adalah zat aktif itu sendiri yaitu minyak ikan (oleum iecoris aselli).
Emulsi oleum iecoris ditujukan untuk penggunaan oral, dengan kandungan vitamin A dan D, gliserida trimalmitat dan tristearat, kolesterol, gliserida dan asam-asam jenuh. Yang paling banyak digunakan untuk terapi pada defisiensi vitamin A dan D, penambah nafsu makan, penyembuhan luka bakar (dalam bentuk salep), dan kandungan asam lemak omega-3 (EPA, DHA) yang berkhasiat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Pada percobaan ini penggunaan oleum iecoris aselli sebagai zat aktif, oleum iecoris aselli tidak memiliki nilai HLB, maka penambahan emulgator dipilih yang memiliki kelarutan cukup baik dengan air sebagai fase luar/pendispers.
Selain itu, pada percobaan ini masih ada beberapa permasalahan, yaitu : 1. Zat aktif praktis tidak larut dalam air.
2. Zat aktif tidak stabil pendispersinya. 3. Zat aktif memiliki rasa yang tidak enak.
4. Sediaan rentan terhadap pertumbuhan mikroba. 5. Umumnya minyak mudah teroksidasi.
6. Zat aktif memiliki bau khas yang tidak elegan. 7. Zat aktif tidak tahan pada cahaya.
Penyelesaian ntuk setiap permasalahan tersebut adalah:
1. Dibuat emulsi, dan emulsi yang dibuat adalah emulsi tipe O/W karena untuk pemakaian oral dimana zat aktif (oleum iecoris aselli) dibuat sebagai fase dalam/fase terdispers.
2. Dengan penambahan emulgator pada percobaan ini adalah penambahan P.G.A sebagai emulgator yang berasal dari bahan alam. Mekanisme kerja P.G.A adalah dengan cara membentuk lapisan film multimolekuler yang akan membungkus fase minyak sehingga dapat bercampur dalam air. P.G.A juga bisa meningkatkan viskositas larutan sehingga meminimalisir terjadinya pengendapan atau pemisahan dari fase minyak.
3. Penambahan pemanis bisa menjadi penyelesaian permasalahan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari oleum iecoris aselli. Pemanis yang dipakai adalah glycerol karena glycerol memiliki kelarutan yang cukup baik dengan air dan bisa disatukan dengan pembawa air sebagai fase pendispers. Dalam percobaan ini glycerol juga digunakan sebagai anti cap-locking. Jumlah pemakaian glycerol pun ditingkatkan dari 5% (untuk pemanis) menjadi 15% karena jika digunakan sebagai anti cap-locking memerlukan jumlah glycerol 15-30% dari volume total sediaan emulsi yang akan dibuat. Maka diambil 15% untuk jumlah pemakaian glycerol sebagai pemanis dan anti cap-lockng. 4. Penambahan glycerol yang cukup besar dan penggunaan air sebagai medium
pembawa, menimbulkan masalah baru yaitu sediaan menjadi rentan ditumbuhi mikroba. Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet, pengawet yang dipakai adalah natrium benzoat yang memiliki koefisien partisi minyak nabati : air adalah 3-6 sehingga natrium benzoat bisa bereaksi mencegah pertumbuhan mikroba pada kedua fase (fase air dan fase minyak).
5. Pada umunya sediaan yang mengandung minyak cenderung lebih mudah teroksidasi, untuk meminimalisir terjadinya oksidasi maka ditambahkan antioksidan. Antioksidan yang digunakan adalah BHT (Butyl Hydroksitoluen) yang bersifat larut dalam minyak dan pada umumnya perubahan menjadi tengik terjadi pada fase minyak. Maka pada saat pembuatannya pun dicampur dengan oleum iecoris aselli sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain. 6. Penambahan flavoring agent bisa menutupi bau yang tidak enak pada sediaan
emulsi ini. Flavoring agent yang dipilih untuk digunakan adalah essens orange, karena pada dasarnya oleum iecoris aselli berwarna kuning dan essens orange dipilih agar warna yang dihasilkan tidak terlalu jauh dengan warna dasar oleum iecoris aselli. Pada percobaan ini essens orange tidak jadi ditambahkan dengan tujuan untuk mempermudah pada saat evaluasi sediaan. 7. Penggunaan botol coklat bisa membantu kestabilan emulsi, karena zat aktif
tidak stabil pada cahaya.
Pada percobaan ini, proses pembuatan emulsi dibagi 2, yang pertama dengan sediaan optimasi atau percobaan yang dilakukan dengan jumlah bahan sebanyak setengahnya dari jumlah total sediaan yang diinginkan (0,5 x 100 ml = 50 gram). Hal ini dilakukan dengan tujuan percobaan, sebelum membuat formulasi yang lebih besar. Setelah sediaan optimasi selesai, emulsi dimasukkan kedalam tabung sedimentasi untuk lebih mudah melakukan evaluasi sediaan apakah terjadi creaming (pemekatan minyak di permukaan atau di dasar wadah) atau tidak. Kemudian emulsi yang sudah dimasukkan kedalam tabung sedimentasi diamati selama 15 menit.
Setelah pembuatan sediaan optimasi berhasil, maka dibuat formulasi yang diinginkan (100 ml), dengan perlakuan sama seperti perlakuan pada sediaan optimasi. Setelah semua berhasil maka sediaan disimpan untuk evaluasi hasil sediaan. Evaluasi hasil sediaan dilakukan 1 jam setelah sediaan didiamkan, kemudian dilihat apakah terjadi creaming atau tidak. Setelah dilakukan evaluasi hasil sediaan yang pertama, sediaan disimpan selama 5 hari pada suhu kamar, kemudian dievaluasi kembali.
Pada percobaan ini, sediaan emulsi oleum iecoris aselli bisa dikatakan berhasil, karena setelah dilakukan evaluasi sediaan, hasilnya tidak terjadi creaming antara kedua fase tercampur sempurna, rasa manis dan tidak terjadi
cap-locking, tidak tengik dan tetap tercium bau khas minyak ikan, tidak terjadi pertumbuhan mikroba, pada saat dituang ke sendok takar viskositas dan teksturnya lembut tidak terbentuk granul, tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer.
XI. KESIMPULAN
Formula yang diusulkan untuk sediaan Emulsi Cair Oleum Iecoris Aselli 30% adalah :
R/ Oleum Iecoris Aselli 30 % Pulvis Gummi Arabicum (P.G.A) 15 %
Glycerol 15 %
Natrium Benzoat 0,2 % Butil Hidroksi Toluena (BHT) 0,05 % Aquadestillata ad 100 ml
Data hasil pengamatan secara organoleptik pada sediaan emulsi oleum iecoris adalah sebagai berikut :
Warna : Putih susu agak kekuningan. Bau : Khas minyak ikan.
Rasa : Manis.
Lain-lain : Sediaan tercampur merata dan terlihat lembut, tidak ada pemisahan antara fase air dan fase minyak, dan tidak terbentuk granul. Bau khas minyak ikan tidak tertutupi karena tidak ada penambahan flavoring agent. Ketika dituang ke sendok takar, kekentalannya bagus tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer.
Dari hasil percobaan formula ini, kami simpulkan formulasi yang kami buat baik untuk sediaan emulsi Oleum Iecoris Aseli 30% tipe o/w dengan formulasi yang kami usulkan.
XII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional edisi II, Jakarta: Departemen Kesehatan.
Rowe, Raymond C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed., London : Pharmaceutical Press.
Than Hoan Tjay dan Rihana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi VI, Jakarta : Elex Media Komputindo.