• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID

N/A
N/A
Reza Pratama Saputra

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID

Judul:

GEL

DISUSUN OLEH :

NURLITA JULIANTI (0220006) PONNY NUR BONITA

(0220007) REZA PRATAMA S

(0220009)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BOGOR HUSADA 2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun harus terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri (Audina, Mina. 2015).

Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit (Audina, Mina. 2015).

Gel merupakan salah satu contoh sediaan dari semisolid. Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarahkecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri) ada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Audina, Mina. 2015).

Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan olch pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal (Lachman, 496-499).

Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan bahan gel yang diharapkan, maka akan dilakukan preformulasi pembuatan gel pada percobaan kali ini (Handayani, Linda. 2022)

(3)

Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah ditumbuhi mikroba. Untuk meminimalisasi kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisasi kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar (Audina, Mina. 2015).

1.2. Tujuan

a. Mahasiswa mampu melakukan tahap preformulasi sediaan gel sulfadiazin b. Mahasiswa mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan gel

sulfadiazin

c. Mahasiswa dapat membuat dan mengevaluasi sediaan gel untuk penggunaan obat luar dengan formula krim sulfadiazin

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori

Gel merupakan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasti oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan sebagai system dua fase (gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar disebut Magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengo cokan. Jadi sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket (Hendrik dkk. 2017).

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (karbomer) atau dari gpm alam (tragakan). Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat juga digunakan sebagai pembawa. Contohnya minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak (Hendrik dkk. 2017).

2.1.1. Fungsi Gel

1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuatdari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.

2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.

3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit dan sediaan perawatan rambut.

4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (nonstreril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril)

(5)

(Farmakope Indonesia Edisi IV) 2.1.2. Penggolongan gel

Berdasarkan sifat pelarut a. Hidrogel (pelarut air)

Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hydrogen atau interaksi hidrofobik Contoh : Bentonite magma, gelatin

b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)

Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled) dan dispersi logam stearat dalam minyak.

c. Xerogel.

Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang mengembangkan matriks gel. Contoh: gelatin kering, tragakanribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.

(Hidayat, Eksan. 2019).

2.1.3. Keuntungan dan kekurangan sediaan gel 1. Keuntungan sediaan untuk hidrogel

a. efek pendinginan pada kulit saat digunakan b. penampilan sediaan yang jernih dan elegan

c. pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat porisehingga pernapasan pori tidak terganggu

d. mudah dicuci dengan air e. pelepasan obatnya baik

f. kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

(6)

2. Kekurangan sediaan gel

a. Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan tenperatur,tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

b. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.

c. Untuk hidroalkoholik: gel dengan kandungan alcohol yang tinggidapat menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari, alcohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif

(Hidayat, Eksan. 2019).

2.1.4. Sifat dan karakteristik gel

a. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetikialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain

b. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera Ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.

c. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.

d. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggiatau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).

(7)

e. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu tertentu.Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yangdingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.

f. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation

(Hidayat, Eksan. 2019).

2.1.5. Persyaratan sediaan gel Syarat-syarat sediaan gel:

a. Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada permukaan kulit.

b. Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan.

c. Memiliki derajat kejernihan tinggi (efek estetika).

d. Tidak meninggalkan bekas atau hanya berupa lapisan tipis seperti filmsaat pemakaian.

e. Mudah tercucikan dengan air.

f. Daya lubrikasi tinggi.

g. Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan (Hidayat, Eksan. 2019).

2.1.6. Gel sulfadiazine

Gel sulfadiazine adalah gel topikal yang digunakan untuk mengobati luka bakar. Silver sulfadiazine adalah jenis sulfadiazine yang biasa digunakan dalam krim perawatan luka bakar. Dipercaya memiliki kemampuan untuk menghambat peran fibroblas dalam proses penyembuhan luka. gel silver sulfadiazine tersedia di Indonesia sebagai krim topikal dengan kekuatan 1%. Krim harus dioleskan untuk membersihkan luka bakar dengan ketebalan +1,6 mm (samirana 2020).

2.2. Pre formulasi

R/ sulfadiazin 5%

Nipagin 0.12%

Parfum melati 0.5 % Unguentum gliserin ad 100%

m.f gel 10 gram

(8)

Formula standar untuk membuat basis gel berdasarkan kapita selecta hal 39

A. Sulfadiazin

Sulfadiazin (Farmakope Indonesia edisi III hal. 579)

Nama resmi : SULFADIAZINUM

Nama lain : Sulfadiazina Rumus Molekul : C10H10N4O2S

Struktur Kimia :

Berat Molekul : 250,27

Pemerian : Serbuk putih, putih kekuningan atau putih agak merah jambu, hampir tidak berbau, tidak berasa

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) p dan dalam aseton p, mudah larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya Kegunaan : zat aktif, Antibakteri

B. Nipagin

Struktur :C8H8O3

Struktur Kimia :

R/ amylum manihot 1

Glyserin 9 Aquadest ad 10

(9)

Berat Molekul :152,15

Pemerian : Serbuk hablur berwarna putih hampir tidak berbau dan

tidak mempunyai rasa

Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol 95% dan dalam 3 bagian aseton.

Mudah larut dalam eter dan dalam larutanalkalihidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jenuh Stabilitias : Stabil dalam wadh tertutup baik, kering dan sejuk Inkompatibilitas : Aktivitas akan berkurang dengan adanya surfaktan non ionik seperti polisorbat 80 sebagai akibat dari aktivitas misel. Adanya

propilenglikol 10% dapat mencegah interaksi tersebut

Fungsi : Zat pengawet,

C. Gliserin (FI III Hal. 271)

Pemerian : cairan seperti sirop; jernih tidak bewarna; manis diikuti rasa hangat

Kelarutan : dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P;

praktis tidak larut dalam kloroform P –

Khasiat : antimikrobial preservative consolvent, emolient, humectant ( HPE hal 283)

Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak bila dicampurkan dengan

oksidator kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat, atau potasium permanganat.

D. Amilum Manihot

Nama Resmi : Amylum Manihot Nama Lain : Pati singkong

Pemerian : Serbuk sangat halus, putih Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol

Fungsi : Sebagai bahan pengikat Kadar : 5– 25 %

(10)

Kestabilan : Kering, jika di panaskan akan stabil dan terlindung dari penyimpanan yang normal. Namun, pemanasan pasta secara fisik tidak stabil dan mudah diserang oleh mikroorganisme (Farmakope, 1979).

E. Aquadest

Nama resmi : Aqua Destillata Nama lain : air suling

BM/RM : 18,02/HO

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai pelarut (DIRJEN POM, 1979: 96) 2.3. No registrasi

Nomor Registrasi atau nomor pendaftaran obat jadi adalah nomor identitas yang dikeluarkan oleh Badan POM setelah proses pendaftaran obat jadi disetujui.

Nomor registrasi ini wajib dicantumkan pada kemasan, baik pada kemasan primer maupun kemasan sekunder. Tujuannya adalah untuk membedakan antara obat yang telah teregistrasi dengan yang belum teregistrasi, sehingga konsumen dapat terhindar dari penggunaan obat palsu, tidak memenuhi syarat kualitas dan keamanan, serta obat yang belum memiliki izin edar di Indonesia. Penulisan nomor registrasi ini diatur oleh Badan POM. Berikut ini yaitu no registrasi sediaan krim sulfadiazin yang dibuat pada percobaan kali ini DKL2310110628A1.

(11)

BAB III METODOLOGI 3.1. Alat dan Bahan

Alat

a. Batang pengaduk b. Cawan porselen c. Gelas ukur 50ml d. Hot plate

e. Mortar dan stamfer f. Objek glass

g. Penjepit kayu h. Waterbath

i. Alat evaluasi sediaan Bahan

a. Sulfadiazine b. Parfum melati c. Nipagin

d. Amylum manihot e. Glyserin

f. Aquadest Cara kerja

Tara cawan porselen terlebih dahulu, lalu larutkan amylum manihot dengan air ad larut

Panaskan glyserin ad panas, tambahkan sulfadiazin dan nipagin aduk ad larut ad homogen

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

Pada penelitian ini dilakukan formulasi, pembuatan dan evaluasi sediaan Gel sulfadiazine. Gel sulfadiazine adalah gel topikal yang digunakan untuk mengobati luka bakar. Silver sulfadiazine adalah jenis sulfadiazine yang biasa digunakan dalam krim perawatan luka bakar.

Didapatkan sediaan balsam berbentuk setengah padat, bauk khas, berwarna putih.

4.2. Perhitungan bahan

1. Sulfadiazin 5/100x10= 0,5 gram 2. Parfum melati 0.5/100x10 = 0.05 gram 3. Nipagin 0.12/100x10 = 0.012 gram

4. Unguentum gliserin 96/100x10 = 9.68 gram 4.3. Pembahasan

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%)

Pada permukaan kulit ada lapidan dari bahan yag di emulsika terdiri dari campuran kompleks dari cairan berlemak, keringat, dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut lapisan tanduk atau stratum corneum da letaknya langsung di bawah lapisan yang diemulsikan. Di bawah lapisan

Tambahkan amylum manihot aduk ad terbentuk gel, lalu dinginkan

Masukan kedalam wadah, lakukan uji evaluasi.

(13)

tanduk decara teratur ada lapisan pernghak\lang epidermis yang hidup atau disedut stratum germinativum, dan dermis atau kulit sesungguhnya.

Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak subkutan masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada kelenjar subkutan menghasilkan produknya denagan cara pembuluh keringat menemukan jalannya ke permukaan kulit. kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya kepermukaan dan nampak seperti pembuluh dan rambut berturut-turut.

Bahan yang digunakan dalam formulasi kali ini adalah sulfadiazine, nipagin, amylum manihot, glyserin, dan aquades. Disini yang berperan sebagai zat aktif adalah sulfadiazine, nipagin berfungsi sebagai pengawet, amylum berfungsi sebagai pengikat, glyserin berfungsi sebagai antimikrobial preservative consolvent, emolient, dan humectant

Praktikum diawali dengan penimbangan dan pengukuran bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan gel sulfadiazin. Amylum dilarutkan terlebih dahulu dengan air, selanjutnya panaskan glyserin di atas kompor lalu di tambahkan sulfadiazine dan nipagin. Setelah tercampur homogen di tambahkan amylum yang sudah dilarutkan terlebih dahulu sampai terbentuk gel dan dibiarkan hingga dingin. kemudian dimasukkan ke dalam pot krim, diberi etiket dan dimasukkan kedalam kemasan kotak.

Tahap akhir dari praktikum ini adalah berbagai uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan gel yang dibuat memenuhi spesifikasi yang diinginkan, maka dilakukan beberapa uji diantaranya adala uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH dan uji daya proteksi.

Uji evaluasi pertama yaitu uji organoleptis, pada sediaan gel hasil yang diperoleh warna putih, dengan tekstur setengah memadat, dan bau/aroma gel yaitu melati.

Uji evaluasi sediaan yang kedua uji homogenitas. Pengujian homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sediaan gel yang dibuat homogen atau tercampur merata antara zat aktif dengan basis gel,

(14)

berdasarkan uji homogenitas hasil yang diperoleh pada sediaan gel yaitu homogen, gel yang homogeny ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir.

Uji evaluasi sediaan yang ketiga adalah uji pH. Uji pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan dari sediaan balsam yang dihasilkan. Sediaan gel yang memiliki nilai pH yang sesuai dengan nilai pH kulit yaitu 4,5–6,5 agar tidak mengiritasi kulit dan nyaman digunakan. Berdasarkan hasil pengujian nilai pH dengan bantuan stick pH universal, sediaan gel memiliki nilai pH 6.

Evaluasi yang terakhir yaitu dilakukan uji daya proteksi, dilakukan dengan cara: kertas saring diukur 10 cm x 10 cm 1 buah basahi dengan indicator PP dikeringkan. kemudian Ambil kertas saring lagi ukuran 2,5 cm x 2,5 cm sebanyak 12 buah basahi dengan indikator PP dikeringkan.

Setelah kering kertas saring ukuran 10 cm x 10 cm diolesi dengan sediaan, kemudian kertas saring ukuran 2,5 cm x 2,5 cm ditempelkan di atasnya, lalu tetesi kertas saring dengan KOH pada kertas saring yang berukuran kecil. Setelah itu amati, jika tidak ada noda merah berarti sediaan dapat memberikan proteksi terhadap cairan. Diperoleh hasil tidak adanya noda merah yang menandakan sediaan gel dapat memberikan proteksi terhadap cairan dan juga memiliki kemampuan dalam melindungi kulit dalam pengaruh luar.

(15)

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

a. Gel merupakan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasti oleh suatu cairan.

b. Formulasi yang digunakan dalam pengujian kali ini yaitu sulfadiazine, nipagine, amylum manihot, glyserin, dan aquadest

c. Pengerjaan dilakukan dengan cara memanaskan glyserin di atas kompor lalu di tambahkan sulfadiazine dan nipagin. Setelah homogen

dittambahkan amylum yang sudah di larutkan terlebih dahulu dengan air aduk ad homogen dan dibiarkan hingga dingin

d. Dalam praktikum kali ini dihasilkan obat dalam bentuk sediaan krim.

Krim yang dihasilkan berbentuk setengah padat, berwarna putih, dan berbau harum.

5.2. Saran

a. Sebaiknya pada saat pembuatan agar lebih memperhatikan tingkat kepanasan agar tidak terjadi sediaan yang tidak jadi tau bahkan overheat yang menyebabkan kekentalan

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 448, 515, 771, 1000.

Audina, Mina. 2015. “Sediaan Gel”. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatanbakti Tunas Husada tasikmalaya

Handayani, Linda. 2022. Sediaan semi solid gel. Universitas Esa Unggul Hendrik dkk. 2017. Dasar Dasar Kefarmasian. Jakarta: Pilar Utama Mandiri.

ISBN: 978-602-6220-66-0

Hidayat, Eksan. 2019. Sediaan Gel Aloe Vera. Universitas Muhammadiyah Malang

Samirana, P. O. Et Al. Formulasi Sediaan Krim Anti Luka Bakar Dari Ekstrak Air Daging Daun Aloe Vera. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry), [S.l.], p. 37-42, feb. 2020. ISSN 2599- 2740.

(17)

Lampiran

Bab 1,2 = nurlita julianti

Bab 3,4,5 = reza pratama saputra

Uji Hasil

Uji ph di dapatkan hasil di angka 6

Uji homogenitas

Uji daya proteksi

Referensi

Dokumen terkait

IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Widodo,2013). Sebagai obat luar,

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih.. bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar yang sesuai

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.Krim mempunyai

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.. Istilah ini secara tradisional

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.. Istilah ini secara tradisional

Salah satu bentuk sediaan transdermal adalah krim. Krim merupakan cairan kental atau emulsi setengah padat, baik tipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam

Menurut (Anonim, 1995) krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang