UNGUENTA
(Ointment)
Muhammad Ikhwan Rizki, S.Farm., Apt PS. Farmasi FMIPA Univ. Lambung Mangkurat
m.ikhwan.rizki@gmail.com ikhwanrizki87@yahoo.com
Referensi
• Syamsuni, 2006, Ilmu Resep, Penerbit: Buku Kedokteran EGC UI, Jakarta
• Zaman-Joenoes, 2003, Ars Prescribendi: Resep yang Rasional, Edisi Kedua, Penerbit: Airlangga University Press, Surabaya. • Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat, Penerbit: UGM Press,
Yogyakarta
• Lestari, 2000, Seni Menulis Resep, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
• Ansel, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit UI Press, Jakarta
Thanks to
• Yulianto, S.Farm., Apt
• Siti Zahlia, S.Farm., Apt
Pendahuluan
• Salep yaitu sediaan setengah padat untuk digunakan sebagai obat luar, mudah dioleskan pada kulit dan tanpa perlu pemanasan terlebih dahulu.
• Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10 %.
• Syarat utama salep yaitu bahan yang terkandung harus terbagi rata atau terdispersi homogen
Faktor Penentu Pemilihan
Sediaan Obat Dalam Bentuk Salep
1. Sifat Bahan Obat dan Bahan dasarnya
2. Kondisi Penderita
Penggolongan Salep (1)
Menurut konsistensi:
a. Unguenta : konsistensi spt mentega, mudah dioleskan.
b. Cream : banyak mgd air, mudah diserap kulit, dan dalam bentuk emulsi (minyak dalam air).
c. Pasta : mgd lebih dari 50 % zat padat (serbuk)
d. Cerata : salep berlemak mgd persentase tinggi lilin. e. Jelly : salep yang lebih halus, umumnya cair dan
Menurut efek terapi
a. Salep Epidermik : dgunakan pd permukaan kulit,
efek lokal, bahan obat tidak diabsorbsi.
b.Salep endodermik : obatnya menembus ke
dalam dan diabsorbsi sebagian.
c. Salep diadermik : obatnya menembus kedalam
melalui kulit, diabsorbsi seluruhnya.
Menurut dasar salepnya
a. Salep hydropobic : salep dg dasar berlemak.
b. Salep hydrophillic : salep yang kuat menarik
air.
Komposisi Salep
• Zat berkhasiat
• Vehikulum atau dasar salep
• Zat pengawet
Syarat Dasar Salep
• Tidak menghambat penyembuhan
• Sensitivitas rendah
• Baik penampilanya
• Non iritan
• Inert
• Stabil dalam penyimpanan
• Bercampur baik dengan obatnya
• Dapat melepaskan obat
Dasar salep :
1.Hidrokarbon.
Contoh: vaselin album, vaselin flavum, cera album, cera flavum, parafin liquidum, parafin solidum.
2.Absorpsi
Contoh: adeps lanae, lanolinum. 3.Tercuci air
Contoh: vanishing cream, emulsifying wax. 4.Larut air
Ketentuan Pembuatan Salep
(Van Duin)
1. Peraturan salep pertama : zat-zat yg larut dlm
campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu dg pemanasan.
2. Peraturan salep kedua : bahan-bahan yg larut dlm air jika tdk ada peraturan lain dilarutkan dlm air.
3. Peraturan salep ketiga : bahan yang sukar larut dlm lemak & air harus diserbuk terlebih dahulu
kemudiaan diayak dg pengayak No.60
4. Peraturan salep keempat : salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campuran harus digerus sampai dingin.
Metode Pembuatan Salep
1. Pencampuran
2. Peleburan
PENGGUNAAN SALEP
1. Anti puritik (menghilangkan gatal) ex: mentol, camphor, phenol
2. Keratoplastik (menebalkan lapisan tanduk) ex: as. Sal 1-2% 3. Keratolitik (melunakkan lapisan tanduk) ex: resorsinol
4. Emolient (melunakkan lapisan kulit) ex: cold cream
5. Anti parasitic (menghilangkan parasit) ex: benzyl benzoat 6. Anti eksem : hidrocortison
7. Anti bakteri anti fungi : vioform
8. Protektif ( melindungi kulit terhadap kelembaban udara dan zat kimia) ex: ZnO
HOMOGENITAS : dioleskan pada sekeping kaca / bahan transparan lain yang cocok menunjukkan susunan yang homogen.
KRIM
Krim
• Krim adalah sediaan dalam bentuk setengah
padat berupa emulsi yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan yang sesuai (mengandung air
tidak kurang ari 60%).
Tipe Krim
Bahan
• Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim
• Bahan pengawet pada umumnya metil
paraben dan propil paraben
Gel
• Gel merupakan sediaan semipadat yang terdiri
atas suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik
SEDIAAN LARUTAN
Muhammad Ikhwan Rizki, S.Farm., Apt PS. Farmasi FMIPA Univ. Lambung Mangkurat
m.ikhwan.rizki@gmail.com ikhwanrizki87@yahoo.com
Referensi
• Syamsuni, 2006, Ilmu Resep, Penerbit: Buku Kedokteran EGC UI, Jakarta
• Zaman-Joenoes, 2003, Ars Prescribendi: Resep yang
Rasional, Edisi Kedua, Penerbit: Airlangga University
Press, Surabaya.
• Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat, Penerbit: UGM Press, Yogyakarta
• Lestari, 2000, Seni Menulis Resep, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
• Ansel, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit UI Press, Jakarta
Sediaan Larutan (Solution)
• Solutio adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat/bahan kimia
yang terlarut
• Sediaan larutan berdasarkan cara
penggunaan secara umum terbagi 2, yaitu:
1.Sediaan Larutan Enteral (Oral)
Larutan Enteral (Oral)
• Larutan oral yaitu sediaan cair oral, mengandung satu/ lebih zat dengan atau tanpa zat tambahan yang larut dalam air atau campuran cosolvent-air
• Beberapa larutan oral: 1. Potio 2. Mixtura 3. Elixir 4. Sirup 5. Saturatio 6. Guttae
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan Kerugian
1. Campuran lebih homogen 2. Dosis dapat disesuaikan 3. Kerja obat lebih cepat
dibanding tablet (khusus oral) 4. Modifikasi lebih mudah
5. Tampilan dapat dibuat menarik
1. Volume bentuk larutan lebih besar
2. Terdapat beberapa obat yang tidak stabil dalam bentuk
larutan
3. Biaya pembuatan lebih mahal dibanding tablet
4. Sering bermasalah dalam hal stabilitas
5. Rasa obat dalam larutan lebih jelas (khusus oral)
Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat terlarut disebut solut, solvent yg biasa dipakai :
1. Air untuk macam-macam garam.
2. Spiritus untuk kamfer, iodium, menthol.
3. Gliserin, misalnya unyuk tannin, zat samak, borax, fenol.
4. Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor, sublimat. 5. Minyak, misalnya untuk kamfer dan mentol.
6. Parafin liquidum, untuk cera, cetaceum, minyak-minyak, kamfer, menthol, chlorobutanol.
Potio
• Potiones (obat minum) adalah solutio yg
dimaksudkan untuk pemakaian dalam
(peroral), dapat berbentuk larutan, emulsi,
dan suspensi.
Mixtura (1)
• Mixtura merupakan campuran beberapa
cairan yang di dalamnya terlarut beberapa
bahan padat
• Syarat: homogen, tidak boleh ada
Mixtura (2)
Mixtura sederhana contohnya
1.Campuran HCl dengan air (Acidum
Hydrochloridum dilutum)
2.Campuran alkohol dengan air (Spiritus
Elixir
• Elixir adalah larutan obat dalam air yang
mengandung sekitar 20% gula dan sampai
8% alkohol
• Pada elixir dapat pula ditambahkan
gliserol, sorbitol, propilenglikol. Sedangkan
untuk pengganti gula biasa digunakan
sirup gula.
• Sirup yaitu sediaan cair berupa larutan yang mengandung saccharosa (gula).
• Menurut Zaman-Joenoes (2003), terdapat 2 macam sirup yaitu :
1.Sirup korigens
Contoh sirupus simplex, sirupus aurantii, sirupus rubi idaei
2.Sirup obat
Contoh: Sirupus thymi, dll
Pembuatan
• Pada pembuatan elixir dan sirup terdapat
2 metode umum yang dapat dipakai yaitu:
1.Metode pemanasan
• Saturatio : sediaan larutan oral yang dibuat dg
mereaksikan asam & basa sehingga larutan membentuk CO2 yang jenuh.
• Hal yang perlu diperhatikan 1. Bahan aktif yang dibuat 2. Dosis
3. Wadah
4. Penyimpanan
• Cara pembuatan :
1. Komponen basa dilarutkan dalan 2/3 bag air yg tersedia, NaHCO3 digerus tuang masuk botol.
2. Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air yg tersedia
3. 2/3 bag asam masuk basa, gas dibuang seluruhnya. Sisa asam dituang hati-hati lewat tepi botol, segera tutup dg sampagne knop shg gas yg terjadi tertahan. • Gas dimaksudkan : mempercepat penyerapan obat,
menjaga stabilitas obat, sbg penyegar.
• Guttae / tetes / drop : sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi, apabila tidak dinyatakan lain
dimaksudkan untuk obat dalam.
• Digunakan dg cara meneteskan menggunakan penetes baku yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam FI.
• Obat dapat diteteskan ke dalam makanan, minuman atau mulut langsung.
Larutan Parenteral
• Larutan topikal : larutan yg biasanya mgd air tp bisa jg mgd pelarut lain seperti etanol, ditujukan untuk pemakaian luar.
• Beberapa contohnya: 1. Collyrium (cuci mata) 2. Guttae Opthalmicae 3. Gargarisma (colutoria) 4. Litus oris 5. Guttae Oris 6. Guttae Nasaleas 7. Injectiones
Muhammad Ikhwan Rizki, S.Farm., Apt PS. Farmasi FMIPA Univ. Lambung Mangkurat
m.ikhwan.rizki@gmail.com ikhwanrizki87@yahoo.com
DEFINISI
• Emulsi : Sistem 2 fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain, dalam bentuk tetesan kecil (FI ed IV).
• Emulsi menurut Zaman-Joenoes (2003) yaitu sediaan homogen yang mengandung minyak atau lemak yang terdispersi dalam vehikulum, distabilkan dengan
1. KOMPONEN DASAR
• Fase dispers / fase internal / fase diskontinue
• Fase kontinue / fase eksternal / fase
• Emulgator
2. KOMPONEN TAMBAHAN
• Bahan yang ditambahkan untuk memperoleh hasil yang lebih baik : corigen saporis, odoris, colouris, preservatif, anti oksidan.
Berdasarkan zat cair yang berfungsi sbg fase internal maupun eksternal:
1.Emulsi Type O/W 2.Emulsi Type W/O
1. Obat dalam atau per oral (O/W).
2. Obat luar (O/W atau W/O)
3. Obat Suntik
TEORI TERBENTUKNYA EMULSI
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension) 2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) 3. Teori Interparsial Film
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
• Permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan
tegangan.
• Tegangan yang terjadi pada air akan berkurang
dengan penambahan senyawa anorganik tertentu
• Penambahan emulgator akan menghilangkan
tegangan permukaan.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
• Setiap molekul emulgator dibagi 2
kelompok
a. Kelompok hidrofilik b. Kelompok lipofilik
• Emulgator seolah-olah menjadi tali
pengikat antara minyak dan air dan membuat suatu kesetimbangan.
• Setiap jenis emulgator memiliki harga
keseimbangan (HLB : Hidrofil Lipofil Balance)
1/4/2012 9
Nonionic
Polyoxyethylene glycol esters
Monostearate
C17H35COO(CH2OCH2)nH
Sorbitan fatty acid esters
Sorbitan fatty acids
Sorbitan monopalmitate Span 40
Comes as series -> different chain lengths
Polyoxyethylene sorbitan fatty acid esters
polyoxyethylene sorbitan monopalmitate Tween 40
1/4/2012 10
1/4/2012 11
1/4/2012 12
1/4/2012 13
HLB Values: Examples
3. Teori Interparsial Film
• Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, shg terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel dispers.
• Usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung terhalang (stabil).
• Syarat emulgatornya
a. Dapat membentuk lap film kuat tapi lunak
b. Jumlahnya cukup untuk menutup permukaan fase dispers
c. Dapat membentuk lap film dengan cepat d. Menutup permukaan partikel dg segera.
4. Teori Electric double Layer (Lapisan Listrik Rangkap)
• Apabila minyak terdispersi dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dg minyak akan
bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya
mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya.
• “Seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan” • Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari
partikel minyak yang akan mengadakan
BAHAN PENGEMULSI (EMULGATOR) 1. Emulgator Alam .
a. Dari tumbuhan : Gom arab, Tragacant, Agar-agar, Chondrus, emulgator lain – pektin,
metilselulose.
b. Dari hewan : Kuning telur, adeps lanae.
c. Dari tanah mineral : Magnesium aluminium silikat, Bentonit.
2. Emulgator Buatan. a. Tween 20, 40, 60, 80 b. Span 20, 40, 80.
CARA PEMBUATAN EMULSI
1. Metode Gom Kering (kontinental) :
Gom + Minyak, kemudian + Air ad terbentuk
corpus emulsi. Baru diencerkan dengan sisa air yang tersedia.
2. Metode Gom Basah (Inggris) :
Zat pengemulsi + air sehingga terbentuk mucilago, kemudian pelan-pelan minyak ditambahka nuntuk membentuk emulsi setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.
ALAT YANG DIPERGUNAKAN DALAM PEMBUATAN EMULSI
• Skala apotek: Mortir & Stamper, Botol
• Skala Industri: Mixer double jacket, Homogeniser,
CARA MEMBEDAKAN EMULSI
1. Dengan pengenceran. 2. Dengan kertas saring.
3. Dengan Zat warna (Sudan III & Metilen blue)
Zat warna akan rata dlm emulsi jika zat tsb larut dlm fase ekternalnya (mikroskop)
Emuls + Sudan III warna merah emuls W/O, sudan larut dalam minyak.
Emuls + Metilen Blue warna biru emuls O/W, metilen blue larut air.
4. Metode fluorecensi.
tipe O/W, jika diamati di mikroskop tdk berpendar tipe W/O, jika dibawah mikroskop berpendar.
KESTABILAN EMULSI
1. Creaming : emulsi terpisah menjadi 2 bagian, dimana salah satu mengandung fase dispers lebih banyak drpd lapisan lain. Sifatnya reversible, dengan
penggojokan perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Cracking / Breaking : pecahnya emulsi karena film yang melapisi partikel rusak dan butir minyak
menyatu kembali. Sifatnya irreversible, hal ini terjadi karena :
• Peristiwa kimia : Penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO/CaCl2 exicatus.
• Peristiwa Fisika : Pemanasan, Penyaringan, Pendinginan, Pengadukan.
3. Inversi : perubahan tipe emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya.
SUSPENSI
Farmasetika
Muhammad Ikhwan Rizki, S.Farm., Apt PS. Farmasi FMIPA
Univ. Lambung Mangkurat
m.ikhwan.rizki@gmail.com ikhwanrizki87@yahoo.com
Referensi
• Ansel H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan Oleh Farida Ibrahim. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
• Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. • Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
• Joenoes, N.Z. 2008. Ars Prescribendi Resep yang Rasional
Edisi 2. Airlangga University Press, Surabaya.
• Lestari, 2000, Seni Menulis Resep, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
• Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran,
Definisi
Suspensi
• Sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (FI IV).
• Sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi
terdispersi dalam cairan/ vehikulum
(Zaman-Joenoes, 2003).
Keuntungan
• Bahan obat yang tidak larut dapat bekerja
sebagai depo
• Sebagai alternatif sediaan, pada zat aktif
yang tidak stabil dalam bentuk sirup
• Rasa dapat tertutupi
• Memiliki absorpsi lebih cepat
dibandingkan kapsul/tablet/pil
• Mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk
anak
Penggolongan (1)
• Menurut FI IV, suspensi terbagi atas 2
jenis, yaitu:
1. Suspensi non-konstitusi (siap pakai),
contoh: Suspensi kloramfenikol
2. Suspensi konstitusi (perlu
pengenceran), contoh: Suspensi
injeksi
Suspensi dapat juga digolongkan
berdasarkan penggunaannya, yaitu:
1. Suspensi oral
2. Suspensi topikal
3. Suspensi tetes telinga
4. Suspensi tetes mata
5. Suspensi injeksi
Komponen Suspensi (1)
Komponen yang terdapat dalam sediaan
suspensi, yaitu:
1. Zat aktif
2. Suspending agent
3. Zat tambahan
Komponen Suspensi (2)
Zat aktif
• Pada umumnya zat aktif yang
digunakan merupakan zat aktif yang
sukar larut dalam air
• Zat aktif yang stabilitasnya rendah
dalam sediaan elixir atau sirup
• Inkompatibilitas zat aktif terhadap zat
tambahan harus diperhatikan
Komponen Suspensi (3)
Suspending Agent
Penggunaan suspending agent bertujuan untuk • Mendispersikan zat aktif
• Meningkatkan viskositas
• Memperlambat proses pengendapan • Menstabilkan suspensi
Secara umum suspending agent terbagi 2, yaitu
• Pensuspensi alam : acasia, chondrus, tragacant, algin, bentonit.
• Pensuspensi sintetis : derivat selulosa (karboksi metil selulose, hodroksi metil selulose), golongan organik polimer (carbophol)
Komponen Suspensi (4)
Zat Tambahan
• Bahan pembasah
• Pemanis
• Pewarna
• Pembau
• Pembawa
Metode Pembuatan
Terdapat 2 metode pembuatan suspensi,
yaitu:
1.Metode Pengendapan
2.Metode Dispersi
Prinsip Pembuatan
Zat aktif + Pembawa (Susp Agent) Medium dispersi + zat tambahan (pewarna, pengawet, perasa)
Campurkan dengan pengadukan cepat
Prosedur Pembuatan
Pemanis + Pengawet + Aqua purificanta 90-95oC (Larutan II)
Suspending + Aqua purificanta suhu 90-95oC , diamkan 30-60 menit (Larutan I) AlOH + Pengawet + Aqua purificanta 90-95oC (Larutan III) MgOH + Pengawet + Aqua purificanta 90-95oC (Larutan IV) Campurkan larutan I + larutan II + larutan III + larutan IV sampai homogen
Ad kan dengan aqua purificata dingin sampai 480 ml
Stabilitas Suspensi
Menurut Anief (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi yaitu: 1. Ukuran partikel
2. Sedikit banyaknya bergerak partikel (viskositas) 3. Tolak menolak antar partikel, karena adanya
muatan listrik
Hukum Stokes
d² (∆ - ∆ס) g V = --- 18 η Keterangan : V : kecepatan alirand : diameter dari partikel ∆ : BJ dari partikel
∆ס : BJ cairan g : gravitasi
Sistem Pembentukan Suspensi
DEFLOKULASI FLOKULASI
Partikel suspensi terpisah satu dg yang lain
Partikel mrpk agregat bebas
Sedimentasi lambat, terpisah, ukuran partikel minimal
Sedimentasi terjadi cepat Sedimen terbentuk lambat Sedimen terbentuk cepat Terbentuk cake sukar terdispersi
kembali.
Tidak terbentuk cake yang keras & padat, mudah terdispersi
Wujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Ada endapan & cairan atas berkabut.
Wujud suspensi kurang
menyenangkan, sedimentasi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.
Hal Penting
Beberapa hal harus diperhatikan dari pembuatan maupun penggunaan suspensi, diantaranya:
• Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal
• Suspensi konstitusi harus mengandung zat antimikroba
• Penambahan zat pengental dapat dilakukan, namun suspensi tidak boleh terlalu kental • Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
• Suspensi harus disimpan di dalam wadah tertutup rapat
Muhammad Ikhwan Rizki, S.Farm., Apt PS. Farmasi FMIPA Univ. Lambung Mangkurat
m.ikhwan.rizki@gmail.com ikhwanrizki87@yahoo.com
Galenika merupakan proses produksi sediaan obat dari bahan nabati (atau hewani)
Sediaan Galenika yaitu sediaan obat dari bahan nabati yang siap diproses lebih lanjut melalui teknologi formulasi menjadi produk
Pembuatan sediaan galenika memiliki beberapa tujuan diantaranya:
1. Memisahkan obat yg terkandung dlam
simplisia dr bag lain yang tdk bermanfaat. 2. Membuat suatu sediaan yg sederhana
mudah dipakai.
3. Agar obat yg terkandung dalam sediaan itu stabil dlm penyimpanan yang lama.
Secara singkat prinsip pembuatan sediaan galenika melalui 2 tahapan, yaitu:
1. Bagian tumbuhan yang mengandung obat
diolah menjadi simplisia atau bahan obat nabati 2. Dari simplisia yang didapat maka bahan obat
yang ada di dalamnya diambil (disari) dan diolah menjadi bentuk sediaan
1. Maserasi : merendam simplisia dalam cairan penyari
pada suhu biasa ( 15 – 25 °C)
2. Digerasi : merendam simplisia dalam cairan penyari
pada suhu 35 – 45 °C
3. Perkolasi : penarikan sari dengan suatu alat yang
disebut perkolator, suhu yang diguanakan 15 – 25 °C
4. Infundasi : menyari simplisia nabati dengan air pada
suhu 90 ° selama 15 menit.(30 menit = decocta)
5. Memasak : menyari dengan suhu mendidih.
Cairan penyari yang biasa digunakan : air, etanol, gliserin, eter, hexane, aceton, chloroform, dll.
Sediaan galenika menurut Anief (2004) dapat
digolongkan berdasarkan cara pembuatannya, yaitu:
1. Aqua aromatica 2. Extracta 3. Tincturae 4. Infusa 5. Sirupi 6. Spiritus Aromatici 7. Vina
Air Aromatik menurut FI III yaitu larutan jenuh minyak atsiri dalam air.
Definisi lain yaitu Larutan jenuh mengandung air atau zat-zat beraroma dlm air.
Berguna memberikan aroma pada obat-obatan. Contoh : aq. Foeniculi, aq. Menthae Piperitae,
Cara Pembuatan:
Minyak atsiri dilarutkan dalam etanol 60 ml + air sedikit demi sedikit ad 100 ml
Tambah talkum 500 mg, kocok, diamkan beberapa jam
Air aromatik merupakan cairan jernih atau agak keruh
Bau dan rasa yang tidak menyimpang dari bau dan rasa dari minyak atsiri
Sebelum digunakan kocok dahulu
Penyimpanan di wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, dan di tempat sejuk
Merupakan sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara sesuai.
Tujuan pembuatan ekstrak yaitu agar zat berkhasiat di simplisia dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan
Extrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.
Extract berdasar konsistensi terbagi 3, yaitu: 1. Extractum Liquidum (Colae, Stramoni)
2. Extractum Spissum (hyosciami, belladonae) 3. Extractum Siccum (Aloe, Opii)
Sediaan cair yang dibuat dg jalan maserasi atau perkolasi simplisia nabati/ hewani dg cara
melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi
Sediaan cair yang dibuat dg jalan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 ° selama 15 menit
Contoh: infus daun sirih, kulit kina, temulawak, daun sena.
Sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa 64-66,9%.
Sakarosa yang terkandung dalam sirup galenika berasal dari alam langsung.
Contoh: Aurantii compositus sirupus (kulit jeruk), Ipecacuanhae sirupus, Sennae Sirupus, Thymi Sirupus, Rhei Sirupus.
Dibuat dengan maserasi sejumlah simplisia dengan campuran sejumlah etanol-air selama 24 jam, selanjutnya maserat didestilasi.
Syarat: jernih, tidak berwarna, harus beraroma. Spiritus aromaticus: maserasi 24 jam Majoranae
herba, cinnamomi cortex, myristicae semen, caryophyllum dan Coriandri Fructus dengan etanol-air. Lalu destilasi hingga diperoleh
Menurut Farmakope Belanda, vinum adalah anggur dari spanyol yang diknal dengan
anggur Sherry mengandung etanol tidak kurang dari 18%.
Cinchonae Vinum: maserasi 2 bagian serbuk kina dan 80 bagian anggur, larutkan ke
dalamnya 20 bagian sakarosa, biarkan 6 hari pada tempat sejuk, lalu saring.
Muhammad Ikhwan Rizki, S.Farm., Apt PS. Farmasi FMIPA Univ. Lambung Mangkurat
m.ikhwan.rizki@gmail.com ikhwanrizki87@yahoo.com
Aerosol yaitu sediaan yang
dikemas di bawah tekanan,
mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada sistem katup yang sesuai ditekan (FI IV)
Aerosol yaitu bentuk sediaan yang
diberi tekanan, mengandung satu atau lebih bahan berkhasiat yang bila diaktifkan memancarkan
butiran-butiran cairan dan atau bahan padat dalam media gas (Ansel, 2008)
Beberapa keuntungan dari aerosol, yaitu: Mudah pemakaiannya
Bahaya kontaminasi dapat diminimalisir
Efek yang didapat lebih cepat dibanding oral Ketepatan dosis dan efektivitas obat dapat
dicapai secara optimal
Terhindar dari pengaruh oksigen, cahaya, dan kelembapan udara
Kerugian sediaan aerosol, diantaranya: Harga relatif mahal
Tidak semua obat dapat dibuat sediaan aerosol Perlu teknologi canggih dalam formulasinya Perlu edukasi terhadap pasien yang akan
Perlu dipertimbangkan tentang kestabilan produk dan efektifitas pengobatan
Pembeda dengan sediaan lain yaitu aerosol memiliki ketergantungan yang tinggi pada fungsi wadah terutama katup yang dipasang, dibandingkan komponen tambahan (propelan).
Produk aerosol dapat dirancang untuk
mendorong ke luar isinya dalam bentuk kabut halus, kasar, semprotan basah atau kering,
busa stabil, dan busa yang mudah pecah. Pemilihan bentuk fisik aerosol yang
dikeluarkan tergantung tujuan penggunaan produk tersebut
Penggunaan aerosol diantaranya:
1. Partikel < 6 mikron akan mencapai bronkiolus respiratorius
2. Partikel < 2 mikron akan mencapai duktus alveolus dan alveoli
3. Partikel 20 – 60 mikron akan mencapai ditrakea dan bronkiolus
Secara umum aerosol terdiri atas 3 komponen, yaitu: 1. Zat aktif
2. Bahan tambahan (antioksidan, pelarut) 3. Pendorong/propelan
Propelan merupakan bahan yang berfungsi untuk
menghasilkan tekanan dalam sistem sehingga dapat mendorong bahan keluar dari wadah
Bentuk wujud propelan berupa gas-cair
(trikloromonofluorometan, diklorodifluorometan, difluoroetan)
Propelan memiliki tekanan yang besar dibanding
udara luar
Per 1 Januari 2009 di USA, setiap aerosol sediaan
farmasi harus menggunakan hidrofluoroalkana.
Penggunaan CFC (chlorofluorocarbon) sudah tidak dianjurkan
Zat aktif + pendorong dalam wadah aerosol maka keseimbangan akan terbentuk, bagian bawah cair dan atas gas
Fase gas menimbulkan tekanan kesemua arah yang menyebabkan cairan akan terdorong
keluar ketika tabung ditekan
Ketika disemprotkan dan berada di udara terbuka maka pendorong segera menguap karena penurunan tekanan
Sistem dua fase Sistem tiga fase
Terdiri atas fase pertama yaitu fase cair dari
zat aktif dan propelan cair, pada fase yang
kedua yaitu fase gas dari propelan
Zat aktif akan terlarut di dalam propelan dengan bantuan pelarut pembantu (etanol, propilenglikol, dan PEG)
Apabila zat berkhasiat tidak mungkin dilarutkan dalam propelan maka zat aktif tersebut harus
diemulsikan atau disuspensikan hingga diperoleh sistem tiga fase
Pada sistem tiga fase, untuk fase pertama berupa
emulsi atau suspensi zat aktif, fase kedua
propelan bentuk gas, dan fase ketiga propelan bentuk cair
Penandaan pada etiket sangat penting untuk diperhatikan, diantaranya:
1. Peringatan: isi dibawah tekanan
2. Wadah jangan dilubangi atau dibakar
3. Hindari panas dan jangan disimpan pada suhu diatas 50°C
4. Hindarkan dari jangkauan dari anak
Menurut Farmakope, inhalasi adalah sediaan yang dimaksudkan untuk disedot melalui
hidung atau mulut, atau disemprotkan dalam bentuk kabut ke dalam saluran pernafasan.
Inhalasi adalah obat yang diberikan lewat nasal atau lewat alat pernafasan mulut (Ansel, 2008).
Pemberian obat inhalasi dimaksudkan agar obat dapat segera diabsorpsi dan menimbulkan efek yang cepat
Apabila mengandung zat yang tidak larut maka pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu”