• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI CARA PEMBERIAN OBAT DAN PENGAMBILAN SPESIMEN SAMPEL HEWAN UJI

N/A
N/A
Ihsan nugraha

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI CARA PEMBERIAN OBAT DAN PENGAMBILAN SPESIMEN SAMPEL HEWAN UJI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

CARA PEMBERIAN OBAT DAN PENGAMBILAN SPESIMEN SAMPEL HEWAN UJI

Disusun :

Muhammad Ihsan Nugraha (20721035) 2HB02

Dosen pengampu:

Hotlina Nainggolan, S.Si, M. Biomed

PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

2023

(2)

1

PRAKTIKUM II

CARA PEMBERIAN OBAT DAN PENGAMBILAN SPESIMEN SAMPEL HEWAN UJI

2.1 TUJUAN

Diharapkan mahasiswa mampu memberikan obat kepada hewan uji melalui berbagai jalur pemberian. Melalui kegiatan praktikum ini, Anda juga diharapkan dapat mengambil spesimen sampel hewan uji.

2.2 DASAR TEORI

Tjay dan Rahardja (2007) berpendapat bahwa penggunaan hewan sebagai model atau alat dalam eksperimen perlu memenuhi beragam persyaratan. Hal ini mencakup pertimbangan aspek genetis/keturunan, kualitas lingkungan dalam pengelolaannya, faktor ekonomis, ketersediaan yang mudah, serta kemampuan hewan untuk memberikan reaksi biologis yang serupa dengan yang terjadi pada manusia. Dengan memenuhi kriteria-kriteria ini, hewan tersebut dapat digunakan secara efektif dalam percobaan yang relevan dengan penelitian pada manusia.

Rute pemberian obat (Routes of administration) merupakan salah satu variabel kunci yang memengaruhi efek obat. Ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik lingkungan fisiologis, anatomi, dan biokimia di daerah yang terpengaruh oleh obat, serta dalam seluruh tubuh. Perbedaan-perbedaan ini melibatkan variasi dalam suplai darah, aktivitas enzim, dan komposisi getah fisiologis di berbagai lokasi. Dengan demikian, jumlah obat yang mencapai target kerjanya akan bervariasi tergantung pada rute pemberian obat yang digunakan, dan ini memengaruhi hasil dari pengobatan.

Pemberian obat melalui berbagai cara, seperti oral (melalui mulut), sublingual (di bawah lidah), rektal (melalui dubur), dan berbagai metode parenteral seperti intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitoneal, melibatkan proses penyerapan obat yang bervariasi. Sebaliknya, pemberian obat melalui parenteral tertentu, seperti intravena, intra-arteri, intraspinal, dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, karena obat langsung masuk ke dalam peredaran darah dan

(3)

2

mencapai sisi reseptor. Selain itu, ada juga cara pemberian obat melalui inhalasi melalui hidung dan aplikasi lokal pada kulit atau mata.

Proses penyerapan obat merupakan elemen kunci dalam menentukan aktivitas farmakologis suatu obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan dapat secara signifikan memengaruhi efektivitas obat dan mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan, seperti yang telah dijelaskan oleh Siswandono dan Soekardjo (1995).

Pemilihan cara pemberian obat harus selalu berlandaskan pada tujuan terapi, dengan mempertimbangkan sifat obat dan kondisi pasien. Ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Tujuan terapi yang mengharuskan efek obat lokal atau sistemik.

2. Kecepatan atau lamanya kerja awal obat yang diinginkan.

3. Stabilitas obat dalam lingkungan lambung atau usus.

4. Tingkat keamanan relatif dari penggunaan obat melalui berbagai rute.

5. Kenyamanan bagi pasien dan praktisi kesehatan dalam pemilihan rute yang optimal.

Pemberian obat kepada hewan laboratorium dapat dilakukan melalui beberapa rute, termasuk oral, subkutan, intramuskular, intravena, dan intraperitoneal. Rute pemberian oral, misalnya, dapat melibatkan pencampuran obat dengan makanan hewan. Selain itu, terdapat metode penggunaan jarum panjang berukuran 20 dan 5 cm yang khusus digunakan untuk memasukkan obat langsung ke kerongkongan hewan uji. Jarum ini memiliki ujung yang tumpul dan berongga di sisi-sisinya.

Pemberian obat melalui rute subkutan, yang paling mudah diterapkan pada tikus, melibatkan penggunaan jarum dengan panjang sekitar 0,5-1,0 cm dan ukuran 22-24.

Obat dapat disuntikkan di bawah kulit pada punggung atau perut hewan. Salah satu kelemahan dari metode ini adalah bahwa obat harus dapat larut dalam cairan sebelum disuntikkan.

Sementara itu, rute pemberian obat intramuskular lebih sulit dilakukan karena otot pada tikus sangat kecil. Obat dapat disuntikkan ke otot paha menggunakan jarum

(4)

3

berukuran 24-gauge sepanjang 0,5-1,0 cm. Penting untuk memastikan bahwa injeksi tidak terlalu dalam agar tidak masuk ke dalam pembuluh darah.

Metode intraperitoneal hampir serupa dengan metode intramuskular, yaitu obat disuntikkan ke dalam perut hewan di antara tulang rawan artikular dan tulang kemaluan.

Lorazepam adalah sejenis benzodiazepin yang memiliki mekanisme kerja melalui peningkatan aktivitas neurotransmitter GABA di otak. Ini dikenal sebagai obat penenang dan anksiolitik yang efektif dalam mengatasi kecemasan, insomnia, serta kondisi medis lain seperti epilepsi. Penggunaan lorazepam harus cermat dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten, karena dosis dan durasi penggunaan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu untuk menghindari risiko toleransi, ketergantungan, dan gejala putus obat yang mungkin terjadi.

2.3 ALAT DAN HEWAN 2.3.1 ALAT

Masker

Handscoon

Kendang tikus

Kendang mencit

Sonde

2.3.2 HEWAN

• Tikus 3 ekor

• Mencit 6 ekor 2.3.3 BAHAN

• Alcohol 70%

• Aquadest

• Na CMC

• Lorazepam 2.4 CARA KERJA

2.4.1 ORAL

• Cairan diberikan menggunakan sonde oral.

• Tempelkan sonde oral pada langit-langit mulut hewan uji.

• Masukkan ke dalam esofagus secara perlahan.

• Setelah masuk dengan tepat, dorong cairan obat melalui spuit agar masuk seluruhnya ke dalam esofagus hewan uji.

(5)

4 2.5 HASIL

2.5.1 Latihan Menggunakan Aquades

NO Jenis Hewan Uji Cara Pemberian Volume Pemberian

1 Mencit Oral 0,1 ml

2 Tikus Oral O,1 ml

2.5.2 Konversi Dosis Mencit Obat Lorazepam

• Dosis lazim Lorazepam untuk manusia 2 mg

• Konversi dosis untuk mencit bb 20g = Dosis lazim x faktor konversi = 2 x 0,0026 = 0,0052

a. Mencit 1 = 33

20 𝑥 0,0052 = 0,0085 → 2 mg x V1 = 0,0085 x 30 = 0,1275 ml ≈ 0,2 ml

b. Mencit 2 = 31

20 𝑥 0,0052 = 0,0080 → 2 mg x V1 = 0,0080 x 30 = 0,12 ml ≈ 0,2 ml (control)

c. Mencit 4 = 35

20 𝑥 0,0052 = 0,0091 → 2 mg x V1 = 0,0091 x 30 = 0,1365 ml ≈ 0,2 ml

d. Mencit 5 = 23

20 𝑥 0,0052 = 0,0059 → 2 mg x V1 = 0,0059 x 30 = 0,0885 ml ≈ 0,1 ml

e. Mencit 6 = 26

20 𝑥 0,0052 = 0,0067 → 2 mg x V1 = 0,0091 x 30 = 0,1005 ml ≈ 0,2 ml

• Konversi Dosis Tikus

Untuk 200g → 2 x 0,018 = 0,036 a. Tikus 2 = 161

200 𝑥 0,036 = 0,0289 → 2 mg x V1 =0,0289 x 30 = 0,433 ml

≈ 0,5 ml b. Tikus 3 = 151

200 𝑥 0,036 = 0,0271 → 2 mg x V1 =0,0271 x 30 = 0,4065 ml ≈ 0,5 ml (control)

2.5.1 Tabel Waktu Pemberian Obat

No Jenis Hewan

Berat Badan

Waktu Anastesi Selang

Waktu Pemberian Tidur Bangun

1 Mencit 33g 14.35 14.48 15.06 18 menit

2 Mencit 31g 15.21 (control) (Kontrol)

4 Mencit 35g 14.38 14.49 15.15 27 menit

5 Mencit 23g 14.40 14.59 15.06 7 menit

6 Mencit 26g 14.32 14.37 15.02 24 menit

2 Tikus 151g 15.29 (control) (control)

3 Tikus 161g 14.27 14.43 14.49 3 menit

(6)

5

Pemberian Secara Oral

2.6 kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dengan memberikan lorazepam pada mencit dan tikus dengan berat badan yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara dosis obat, berat badan hewan uji, dan selang waktu hewan uji dalam mencapai efek anestesi. Pemberian dosis 2 mg lorazepam tampaknya memiliki dampak serupa pada hewan uji, meskipun berat badan mereka berbeda.

Hewan uji mencit dengan berat badan yang bervariasi antara 23g hingga 35g mengalami selang waktu yang berkisar antara 7 hingga 27 menit untuk mencapai efek tidur setelah pemberian obat. Hal serupa juga terjadi pada tikus dengan berat badan 151g dan 161g, yang mencapai efek tidur dalam selang waktu 3 menit.

Meskipun berat badan hewan uji berbeda, selang waktu yang diperlukan untuk mencapai efek tidur tampaknya relatif seragam, menunjukkan bahwa dosis obat lorazepam yang diberikan cukup untuk mencapai efek anestesi yang diinginkan pada hewan uji, terlepas dari berat badan mereka.

Referensi

Dokumen terkait