PRAKTIKUM KIMIA HASIL PERTANIAN
PROSES PENCOKLATAN (BROWNING PADA PANGAN)
Galih Wicaksana 05031382025066
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan bahan makanan yang berperan dalam kelangsungan hidup manusia. Pada umumnya, tidak semua bahan pangan yang dikonsumsi adalah bahan pangan mentah, tetapi terdapat berbagai bahan pangan yang mentah tersebut diolah menjadi jenis bahan pangan lainnya yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Pada saat bahan pangan mentah atau matang dipanen, dikumpulkan, dan diolah, bahan pangan tersebut dapat mengalami kerusakan dimana kerusakan yang terjadi tergantung bahan pangan tersebut. Ditinjau dari berbagai penyebabnya, kerusakan yang terjadi pada bahan pangan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, biologis, fisik, kimia, dan mekanis.
Bahan pangan sayur dan buah dapat dengan mudah mengalami proses browning atau pencoklatan ketika bahan pangan tersebut dikupas atau dipotong (Wardanis et al., 2019).
Kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh adanya perubahan warna yang terjadi pada bahan pangan tersebut termasuk dalam kerusakan bahan pangan secara kimiawi. Kerusakan kimiawi adalah kerusakan yang terjadi akibat adanya reaksi kimia yang berlangsung di dalam bahan makanan, seperti penurunan pH, proses rigor, reaksi reduksi, dan reaksi oksidasi. Contoh dari kerusakan kimiawi yang terjadi pada bahan pangan, yaitu seperti reaksi pencoklatan pada beberapa jenis buah dan sayur, reaksi ketengikan minyak, dan lain-lain. Proses pencoklatan merupakan perubahan warna menjadi coklat yang terjadi pada bahan pangan yang kebanyakan pada umumnya terjadi pada buah-buahan, seperti pada pisang, apel, pear, salak, dan lain-lain. Browning yang terjadi pada bahan pangan memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai jual bahan karena browning tersebut membuat penampilan dari bahan pangan menjadi berkurang (Purwanto dan Effendi, 2016).
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mempelajari proses pencoklatan enzimatis dan non enzimatis pada beberapa komoditi pangan.
1 Universitas Sriwijaya
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencoklatan (Browning)
Pencoklatan (browning) adalah terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu. Reaksi browning terjadi ketika suatu jaringan dari bahan pangan terpotong, terkupas, dan adanya kerusakan mekanis yang menyebabkan integritas dari bahan pangan tersebut menjadi rusak.
Pembentukan warna coklat terjadi karena adanya reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim polifenol oksidase. Polifenol oksidase adalah enzim yang termasuk golongan oksidoreduktase yang mengkatalisis proses hidrosilasi senyawa monofenol menjadi senyawa difenol. Kemudian, dilanjutkan dengan mengkatalisis proses oksidasi difenol menjadi kuinon. Senyawa kuinon tersebut nantinya akan terbentuk sangat reaktif sehingga terjadi reaksi polimerisasi yang menghasilkan pigmen merah, coklat, dan hitam yang disebut pigmen melanin.
menyatakan bahwa proses pencoklatan atau browning dibagi menjadi dua jenis yang terdiri dari proses pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non enzimatis (Aziz 2016).
2.2. Pencoklatan Enzimatis
Proses browning enzimatis diartikan sebagai suatu reaksi pencoklatan yang dapat mempengaruhi mutu dari buah maupun sayur. Proses pencoklatan enzimatis merupakan proses perubahan warna menjadi coklat karena adanya aktivitas enzim yang ada pada bahan pangan. Pencoklatan enzimatis ini juga mengandung substrat fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan. Buah dan sayur yang berkontak langsung dengan udara atau oksigen menyebabkan buah dan sayur tersebut mengalami perubahan warna menjadi coklat dimana perubahan warna tersebut disebabkan oleh adanya enzim yang berkontak dengan substratnya.
Enzim yang berkontak dengan subsrat tersebut adalah enzim polifenol oksidase (PPO) dimana enzim polifenol oksidase ini akan bereaksi dengan substrat yang mengandung fenol dan bereaksi dengan adanya bantuan dari oksigen yang akan
3
membentuk kuinon sehingga kuinon tersebut akan cepat mengalami polimerisasi dan menghasilkan suatu pigmen yang berwarna coklat (Inggrid et al., 2018).
2.3. Pencoklatan Non Enzimatis
Proses pencoklatan non enzimatis disebabkan adanya reaksi pencoklatan pada bahan pangan tanpa adanya pengaruh dari enzim. Reaksi pencoklatan non enzimatis dibagi menjadi dua jenis, yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard. Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi pada pemanasan gula dalam asam, basa, dan tanpa air, sedangkan reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi apabila asam amino dengan gula pereduksi dipanaskan secara bersama-sama. Karamelisasi ini terjadi apabila larutan sukrosa diuapkan yang menyebabkan konsentrasi dan titik didihnya meningkat. Dalam reaksi Maillard, gugus karbonil dari gula akan bereaksi dengan gugus amino yang ada pada asam amino sehingga menghasilkan campuran molekul dengan karakteristik yang buruk dan campuran molekul ini bertanggung jawab atas aroma dan rasa makanan yang berwarna coklat. Reaksi pencoklatan non enzimatis diartikan sebagai reaksi pencoklatan yang melibatkan dua gugus, yaitu gugus karbonil dan gugus amina. pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi browning non enzimatis ini adalah dengan menghambat reaksi gugus karbonil dan gugus amina (Efendi et al., 2015).
2.4. Penghambatan Pencoklatan
Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim, enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ° C. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60ºC enzim mengalami dekomposisi. Penambahan larutan sulfit juga dapat mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu sulfit juga dapat berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Asam
Universitas Sriwijaya
askorbat dan lidah buaya dapat digunakan untuk mencegah rekasi pencoklatan karena bersifat edible coating (Purwanto dan Effendi, 2016).
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 November 2021 pukul 07.30 s/d 09.00 WIB di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sriwijaya.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah 1) kuali, 2) pisau, 3) kompor, 4) piring, 5) baskom.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah 1) pisang Ambon, 2) tepung terigu, 3) gula, 4) minyak goreng 5) garam halus.
3.3. Cara Kerja
Cara kerja praktikum ini adalah : Percobaan 1 :
1. Siapkan pisang Ambon dan tomat, dan belah buah tersebut menjadi dua bagian.
2. Biarkan belahan pertama terbuka di atas piring, dan belahan ke dua diolesi garam pada bagian yang terbelah. Amati perubahan yang terjadi setelah lebih kurang 30 menit.
Percobaan 2 :
1. Siapkan Pisang Ambon (masing-masing 2 buah).
2. Satu pisang Ambon dikukus selama 5 menit.
3. Kupas kulit pisang Ambon yang tidak dikukus dan yang dikukus, dan di biarkan di udara terbuka selama 30 menit. Amati perubahan yang terjadi.
Percobaan 3 :
1. Masukkan tepung terigu 50 g dalam baskom dan tambahkan air 100 mL. Aduk rata dan goreng adonan tersebut dengan minyak. Amati perubahan warna yang terjadi setelah penggorengan. Catat waktu terbentuknya warna coklat muda secara merata setelah penggorengan.
4 Universitas Sriwijaya
2. Lakukan hal yang sama dengan menambahkan gula 20 g ke dalam adonan sewaktu pengadonan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah :
Tabel 4.1.1. Hasil Pengamatan Pisang dan Tomat
No Sampel Fisik Tekstur Warna
1. Pisang Tidak browning Keras Putih kekuningan
2. Pisang+Garam Tidak browning Lunak Putih kekuningan
3. Tomat Tidak browning Keras Orange kekuningan
4. Tomat+Garam Tidak browning Lunak Orange kekuningan Tabel 4.1.2. Hasil Pengamatan Blancing pada Pisang
No Sampel Fisik Tekstur Warna
1. Pisang Tidak browning Keras Putih
2.. Pisang direbus Browning Lunak Putih kecokelatan dengan spot hitam Tabel 4.1.3. Hasil Pengamatan pada Tepung
No Sampel Fisik Tekstur Warna Waktu
1. Adonan
tepung Browning Keras Cokelat 1 menit 45
detik 2.. Adonan
tepung+Gula Browning Keras Cokelat dengan spot hitam
2 menit 49 detik
6 Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Praktikum proses pencoklatan atau browning pada bahan pangan. Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu pisang, tomat, dan tepung. Bahan ini dilakukan dengan beberapa perlakuan yang berbeda yaitu dengan pengukusan, pemberian garam, dan penggorengan bahan. Tomat yang digunakan pada praktikum ini tidak mengalami perubahan warna menjadi coklat karena tidak mengandung enzim polifenol oksidase. Pisang yang tidak direbus tidak mengalami browning, hal ini terjadi karena dengan adanya proses blanching maka enzim peroksidase di dalam buah mengalami inaktivasi sehingga terjadi proses pencoklatan enzimatis yang terhambat dan akan menyebabkan warna buah atau sayur tetap cerah. Hasil pengamatan blanching pada pisang pada perlakuan setelah dikukus mengalami browning dengan tekstur lunak dan berwarna putih kecoklatan dengan spot hitam.
Pengamatan pisang dan tomat setelah diberi perlakuan dengan menambahkan garam selama 30 menit pisang dan tomat tidak mengalami browning dan mengalami tekstur lunak. Saat pisang dan tomat diberi perlakuan diolesi garam tidak terjadi browning, hal ini dikarenakan zat anti browning dari garam berfungsi sebagai agen pengeras yang digunakan untuk pengerasan pada dinding sel dan sifat garam yang menyerap air atau higroskopis.
Gula yang digunakan pada suatu adonan termasuk dalam karamelisasi dimana karamelisasi ini merupakan proses terjadinya pemanasan antara karbohidrat dengan gula. Gula menyebabkan perubahan warna menjadi coklat karena fungsi dari gula tersebut memberikan warna coklat dan bukan untuk menghambat proses pencoklatan. Penyebab adanya perubahan warna coklat yang terjadi pada proses karamelisasi dibedakan menjadi 3 jenis terdiri dari karamel, karamelens, dan karamelin. Gula yang digunakan pada suatu adonan termasuk dalam karamelisasi.
Blanching dalam pengolahan adalah untuk melayukan jaringan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas-gas dalam jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelumnya. Semakin lama blanching menyebabkan semakin banyak vitamin yang rusak dan larut dalam air dan juga mudah menguap dalam pemanasan dengan suhu tinggi. Enzim bekerja pada banyak faktor salah satunya suhu enzim polifenol oksidase inaktivasi pada saat
BAB 5 KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Tomat yang digunakan sebagai salah satu bahan yang digunakan pada praktikum tidak mengalami browning karena tidak semua buah dan sayur mengandung enzim polifenol oksidase.
2. Enzim polifenol oksidase yang berkontak langsung dengan oksigen akan mengubah gugus monofenol menjadi O-hidroksi fenol, O-hidroksi fenol diubah menjadi gugus O-kuinon, dan O-kuinonnya di polimerisasi menjadi pigmen melainidin.
3. Metode blanching dengan mencelupkan bahan pangan ke dalam air panas menjadi metode yang tidak efektif dibandingkan dengan metode blanching dengan menaburkan garam pada bahan pangan.
4. Pada proses karamelisasi, gula menyebabkan perubahan warna menjadi coklat karena fungsi dari gula itu sendiri adalah memberikan warna coklat dan bukan untuk menghambat proses pencoklatan.
5. Reaksi pencoklatan non enzimatis menjadi salah satu proses pencoklatan dimana warna coklat yang dihasilkan pada proses ini dapat diatur sendiri.
8 Universitas Sriwijaya
Azis, R. 2016. Pencoklatan pada Buah Pear. Jurnal Technopreneur (JTech), 4(2), 123-126.
Efendi, Z., Surawan, F. E. D., dan Winarto., 2015. Efek Blanching dan Metode Pengeringan Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Orange (Ipomoea batatas L.), Jurnal Agroindustri, 5(2), 109 – 117.
Inggrid, M., Lokasurya, D. S., Santoso, H., dan Hartanto, Y., 2018. Pengaruh Penambahan Zat Anti Browning Alami pada Kentang. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan, Universitas Katolik Parahyangan Bandung, 12 April 2018, Yogyakarta: Inggrid, M., Lokasurya, D. S., Santoso, H., dan Hartanto, Y., 1-7.
Purwanto, Y. A., dan Effendi, R. N., 2016. Penggunaan Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk Menghambat Pencoklatan pada Buah Potong Apel Malang. Jurnal Keteknikan Pertanian, 4(2).
Wardanis, P., Lande, Z. M. L., dan Nurcahyani., 2019. Efektivitas Ekstrak Daging Buah Nanas (Ananas comosus L.) dalam Penurunan Indeks Browning dari Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 19(2), 152-158
LAMPIRAN GAMBAR
Pisang diberi garam Pisang tidak diberi garam
Tomat diberi garam
Pisang dikukus
Tomat tidak diberi garam
Pisang tidak dikukus
10 Universitas Sriwijaya
Tepung diberi gula Tepung tidak diberi gula