LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN
“Enzim”
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Kimia Pangan
Disusun Oleh :
Dyfa Khoirunnisa 4444220107 Asisten Praktikum : Azahra Wibi Kusuma
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
ENZIM
Dyfa Khoirunnisa1
1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jalan Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan, Serang, Banten
E-mail: [email protected] ABSTRAK
Enzim merupakan biokatalisator dalam semua sistem kehidupan. Enzim berperan penting dalam semua reaksi biokimia yang berlangsung di dalam sel makhluk hidup. Sebagai biokatalisator enzim mempercepat reaksi biokimia tanpa mengalami perubahan yang permanen. Enzim mempunyai fungsi diantaranya pencernaan makanan dimana molekul nutrisi yang besar seperti (protein, karbohidrat, dan lemak) dipecah menjadi molekul yang lebih kecil konservasi dan transformasi energi kimia. Konstruksi makromolekul seluler dari prekursor yang lebih kecil.
Enzim mengkatalis semua reaksi yang berlangsung dalam sel makhluk hidup secara cepat, efisien, dan spesifik. Reaksi pencoklatan pada bahan pangan dapat terjadi dengan sengaja atau dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Reaksi pencoklatan pada sayur dan buah merupakan salah satu yang tidak dikehendaki karena memberikan kenampakan yang buruk pada sayur dan buah. Reaksi pencoklatan tersebut dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Secara enzimatis, reaksi pencoklatan disebabkan oleh reaksi oksidasi antara enzim polifenol oksidase (PPO) dalam sayur dan buah dengan oksigen. Reaksi secara enzimatis dapat dicegah dengan menginaktivasi enzim PPO dengan pemanasan singkat atau blansing. Secara non-enzimatis dapat terjadi antara enzim PPO dengan peralatan yang bahannya mudah teroksidasi seperti ion (Fe) pada pisau besi. Enzim papain dan bromelin pada buah nanas dapat mengempukkan daging karena merupakan enzim proteolitik yang memecah atau menguraikan ikatan peptida pada protein yang terkandung di dalam daging. Penelitian ini berisi pengamatan aktivitas enzim terhadap bahan pangan, meliputi reaksi pencoklatan pada sayur dan buah dan pengempukan pada daging. Sampel yang diamati reaksi pencoklatannya adalah kentang, wortel, pisang, apel, nanas, dan buncis, sedangkan sampel daging yang digunakan adalah daging sapi. Hasil yang didapatkan adalah semua sampel dapat diperlambat reaksi pencoklatannya dengan inaktivasi enzim melalui proses blansing. Perlakuan penambahan sayur dan buah dapat mempengaruhi terhadap pencoklatan enzimatis (vitamin C) serta mempengaruhi beberapa faktor yaitu Asam askorbat, pengaturan pH, antioksidan, dan kandungan vitamin C. Pencoklatan enzimatis asam cuka pada sayur dan buah terjadi karena adanya aktivitas enzim polifenol oksidase yang berhubungan dengan substrat fenolik. Proses ini menyebabkan perubahan warna menjadi coklat pada buah dan sayur yang tidak berwarna. Beberapa cara yang dapat menghambat reaksi pencoklatan enzimatis antara lain perendaman dengan asam askorbat, asam asetat, asam sitrat, larutan
metabisulfit, larutan sirup gula, air mendidih, serta pisau stainless steel.
Pencoklatan enzimatis air berpengaruh terhadap perlakuan sayur dan buah yaitu proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat. Perlakuan penambahan buah nanas juga dapat lebih efektif dalam pengempukan daging dibanding penambahan enzim papain.
Kata kunci : Enzim, Pengempukan daging, Reaksi pencoklatan.
PENDAHULUAN
Enzim merupakan biokatalisator pilihan yang diharapkan untuk berbagai macam reaksi dan mengontrol semua proses metabolisme yang berlangsung pada tubuh manusia. Enzim memiliki beberapa peran penting dalam proses pencernaan makanan dan metabolisme proses zat-zat makanan dalam tubuh. Beberapa contoh enzim protease yang bersumber dari tumbuhan yaitu bromelin dari nanas, papain dari pepaya, lisozim dari putih telur. Enzim dapat diperoleh dari makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, dan pH (Purwani, 2018).
Bahan pangan yang terdiri dari sayur dan buah dapat dengan mudah mengalami suatu reaksi pencoklatan. Hal tersebut semakin mudah terjadi apabila buah dan sayur mengalami proses pengelupasan atau telah di potong sebelumnya.
Reaksi tersebut di sebut dengan pencoklatan atau browning. Ketika pencoklatan terjadi maka kerusakan secara mekanis pun terjadi sehingga menyebabkan kerusakan pada integritas jaringan buah dan sayur. Reaksi pencoklatan ini terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Pencoklatan yang terjadi secara enzimatis terjadi karena adanya reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau enzim polifenol oksidase. Dari kedua enzim ini, senyawa fenol dikatalisis menjadi quinon dan akan dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat. Sedangkan pencoklatan non-enzimatis biasanya disebut reaksi maillard. Reaksi ini terjadi akibat adanya gugus karbonil dari karbohidrat (gula reduksi) dan asam amino dari protein yang terjadi pada suhu tinggi. Reaksi ini biasanya diinginkan tapi jika terlalu banyak terbentuk dikhawatirkan dapat mereduksi protein dalam jumlah besar (Darwindra, Haris Rianto, 2009). Dalam beberapa hal pencoklatan merupakan sesuatu yang dikehendaki untuk memperbaiki
kenampakan dan cita rasa pangan serta hasil olahannya seperti kopi, roti bakar, ayam goreng, dan lain sebagainya. Reaksi pencoklatan yang tidak dikehendaki biasanya merupakan pencoklatan yang menjadi penyebab kenampakan buruk pada beberapa sayuran dan buah seperti kentang potong, apel, pisang mentah, dan lain- lain. Hal yang tidak diinginkan ini perlu dikendalikan atau dicegah (Purwanto, 2016).
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat. Enzim yang menyebabkan reaksi pencoklatan enzimatis disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Pencoklatan enzimatis dapat dipicu oleh enzim oksidase, dan merupakan reaksi pencoklatan utama yang dapat mempengaruhi mutu dari buah, sayur, dan makanan laut. Proses pencoklatan pada bahan makanan dapat dibagi menjadi dua reaksi utama, yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non-enzimatis. Pencoklatan enzimatik merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan reaksi oksidasi senyawa-senyawa fenolik yang dikatalisir oleh enzim-enzim. Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan enzimatis, disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat, dan proses non-enzimatis disebabkan karena reaksi Maillard, karamelisasi atau oksidasi asam askorbat (Wardanis et al., 2019).
Keberadaan enzim ini dapat diketahui dengan uji katalase. Katalase mengkatalisis perubahan 2 molekul hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
Enzim katalase mempunyai 4 molekul subunit. Masing-masing subunit mengandung gugus protohemin yang membentuk bagian dari 4 tapak aktif yang bebas. Pada pH netral katalase akan kehilangan aktivitasnya dengan cepat pada suhu 35°C. Dalam tumbuhan katalase mempunyai fungsi yaitu kemampuan untuk menghilangkan H2O2 dalam oksidasifenol, alkohol, dan donor hidrogen lain. Pada uji katalase dapat dinyatakan positif apabila isolat yang di tetesi dengan H2O2 maka akan menimbulkan gelembung. Isolat bakteri yang tidak mengasilkan gelembung dapat dinyatakan sebagai katalase negatif. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecah oleh bakteri endofit tersebut sehingga tidak menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2.
Proses blansing merupakan suatu proses pengolahan yang dapat menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan yang tidak diinginkan. Proses blansing ini dilakukan untuk membantu inaktivasi enzim polifenol oksidase. Namun tujuan yang paling utama dari proses blansing ini adalah untuk membantu membersihkan produk pangan dari partikel-partikel atau kotoran-kotoran yang melekat, mengurangi jumlah mikroorganisme, menghilangkan udara yang terdapat dalam rongga-rongga antar sel dalam jaringan bahan dan untuk membantu melenturkan jaringan agar bahan mudah di kemas. (Asgar dan Musaddad, 2006). Proses blansing ini dapat mempengaruhi perubahan warna, tekstur, flavor bahkan sampai pada perubahan nilai gizi dari bahan pangan tersebut. Proses blansing akan memberikan peningkatan pada permeabilitas sel dalam bahan pangan dimana pori-pori pada bahan pangan akan terbuka secara lebar sehingga penguapan air dalam bahan pangan akan berlangsung secara cepat (Asri et al., 2018).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan praktikum yang berjudul “Enzim”. Tujuan dilakukannya praktikum ini yang berjudul “Enzim” yaitu sebagai berikut:
1. Melihat pengaruh blansing terhadap aktivitas enzim katalase 2. Mengamati proses pencoklatan enzimatis pada bahan pangan
3. Mengamati pengaruh berbagai perlakuan terhadap proses pencoklatan 4. Mengamati pengaruh enzim papain dan bromelin terhadap pengempukan
daging.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu panci, sendok, garpu, mortar, ulekan kayu, neraca analitik, hotplate, beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, pipet ukur, rak tabung, talenan, pisau stainless steel, pisau besi, corong, kertas, gunting, dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini, yaitu kentang, wortel, apel, pisang, buncis, nanas, daging, vitamin C, asam cuka, aquadest, filtrat 5 mL, H2O2, air, enzim papain, dan enzim bromalin.
Cara Kerja
a) Preparasi Bahan untuk Uji Katalase
Gambar 1. Prosedur Preparasi Bahan untuk Uji Katalase b) Uji Katalase
Sampel atau Bahan
Diiris-iris dan ditimbang sebanyak 25 g Dibungkus dengan alumunium foil
(4 bagian)
Dikukus selama 0, 1, 3, dan 5 menit
Dihaluskan
Ditambahkan
Diaduk dan filtrat siap Aquadest
25 ml
Gambar 2. Prosedur Pengamatan Uji Katalase c) Kondisi Bahan Ketika Kontak dengan Logam
Gambar 3. Prosedur Pengamatan Kondisi Bahan Ketika Kontak dengan Logam d) Kondisi Bahan Ketika Diberi Perlakuan yang berbeda
5 ml Filtrat
Dimasukan kedalam tabung reaksi Ditutup dengan alumunium foil
Digojlog dengan kuat
Diamati (timbul gelembung O2) 1 ml H2O2
3%
Sampel atau Bahan
Diiris-iris menggunakan pisau (stainless steel dan besi)
Didiamkan selama 30 menit
Diamati perubahan yang terjadi
Gambar 4. Prosedur Pengamatan Kondisi Bahan ketika Diberi Perlakuan e) Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis (Vitamin C)
Gambar 5. Prosedur Pengamatan Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis (Vitamin C)
f) Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis (Asam Cuka) Sampel atau Bahan
Dipotong (4 bagian)
Diberi perlakuan (dibiarkan, diiris, digeprek, dan dihaluskan) Diamati perubahan yang terjadi
Sampel atau Bahan
Diiris-iris memanjang Dimasukan ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan
Diamati
Dikukus selama 0, 1, 3, dan 5 menit
Diaduk dan filtrat siap Larutan
Vit C
Gambar 6. Prosedur Pengamatan Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis (Asam Cuka)
g) Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis (Air) Sampel atau Bahan
Diiris-iris memanjang Dimasukan ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan
Diamati
Dikukus selama 0, 1, 3, dan 5 menit
Diaduk dan filtrat siap Asam
Cuka
Sampel atau Bahan
Diiris-iris memanjang Dimasukan ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan
Diamati
Dikukus selama 0, 1, 3, dan 5 menit
Diaduk dan filtrat siap Air
Gambar 7. Prosedur Pengamatan Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis (Air)
h) Pengaruh Enzim Terhadap Pengempukan Daging
Gambar 8. Prosedur Pengamatan Pengaruh Enzim Terhadap Pengempukan Daging.
Daging 25 g
Ditusuk-tusuk dan dimasukan ke dalam beaker glass
Dimasukan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan dan digojlog
Didiamkan selama 30 menit
Ditusuk-tusuk dan Dibandingkan E. Papain
dan Nanas
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Katalase Sampel Waktu
Blansing Keterangan Foto
Wortel
0 +++++
1 ++++
3 +++
5 ++
Pisang
0 ++++
1 ++++
3 +++
5 +
Kentang
0 +++
1 ++
3 -
5 ++++
Buncis
0 ++++
1 +++
3 ++
5 +
Nanas
0 -
1 -
3 +++
5 ++
Apel
0 ++++
1 +++
3 ++
5 +
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kontak dengan Logam
Sampel Jenis Pisau Pencoklatan Foto
Kentang
Alumunium ++
Besi ++++
Nanas
Alumunium ++
Besi ++
Apel Hijau
Alumunium +++
Besi ++
Buncis Alumunium ++
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kondisi Bahan
Sampel Kondisi Pencoklatan Waktu Foto
Apel Dibiarkan ++ 33 menit 3 detik
Diiris +++ 11 menit 4 detik Besi
++
Pisang
Alumunium ++
Besi +++
Wortel
Alumunium ++
Besi ++
Digeprek ++++ 5 menit 55 detik
Dihaluskan +++++ 3 menit 51 detik
Pisang
Dibiarkan + 41 menit 9 detik
Diiris ++ 16 menit 47 detik
Digeprek ++ 15 menit 31 detik
Dihaluskan ++++ 12 menit 13 detik
Kentang Dibiarkan ++ 46 menit 24 detik
Diiris ++ 44 menit 4 detik
Digeprek +++ 19 menit 7 detik
Dihaluskan ++++ 15 menit 10 detik
Nanas
Dibiarkan +
1 jam 23 menit 33 detik
Diiris +
1 jam 13 menit 20 detik
Digeprek ++ 1 jam 4 menit 28 detik
Dihaluskan ++ 1 jam 34 detik
Wortel
Dibiarkan + 1 jam 4 menit 17 detik
Diiris + 1 jam 38 detik
Digeprek + 59 menit 54 detik
Dihaluskan ++ 55 menit 58 detik
Buncis
Dibiarkan + 1 jam 36 menit 6 detik
Diiris ++
1 jam 20 menit 16 detik
Digeprek + 1 jam 7 menit 35 detik
Dihaluskan ++ 59 menit 57 detik Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengaruh Vitamin C
Sampel
Perendaman Blansing
0 3 5
Gamba r
Ket .
Gamba r
Ket .
Gamba r
Ket .
Gamba r
Ket . Kentan
g + + + +
Wortel + + + +
Apel + + + +
Pisang + + + +
Buncis + + + +
Nanas + + + +
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pengaruh Asam Cuka
Sampel Perendaman Blansing
0 3 5
Gambar Ket. Gambar Ket. Gambar Ket. Gambar Ket.
Kentang + + + +
Wortel + + + +
Apel + + + ++
Pisang + + ++ +++
Buncis + + ++ +++
Nanas + + ++ ++
Tabel 6. Hasil Pengamatan Pengaruh Aquades
Sampel
Perendaman
Blansing
0 3 5
Gambar Ket. Gambar Ket. Gambar Ket. Gambar Ket.
Kentang + + + +
Wortel + + + +
Apel + + + +
Pisang + + + +
Buncis + + + ++
Nanas + + + +
Tabel 7. Hasil Pengamatan Pengempukan Daging
Perlakuan Sebelum Penambahan Enzim Sesudah Penambahan Enzim
Ket. Foto Ket. Foto
Papain Tekstur empuk, alot Warna merah
segar
Tekstur lunak, mudah dipotong
Warna merah segar
Nanas Tekstur empuk, alot Warna merah
segar
Tekstur lebih lunak, mudah dipotong, dan terdapat cukup
banyak air Warna merah
pucat
Pembahasan
Berikut pembahasan pada praktikum kali ini, telah dilakukan pengamatan terkait “Enzim” yang membahas mengenai beberapa prosedur percobaan untuk mengetahui proses pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis pada bahan sayur dan buah. Biasanya pencoklatan ini terjadi karena adanya luka pada bahan pangan, seperti pemotongan, penghancuran dan sebagainya. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh enzim katalase. Pada tanaman, enzim katalase ini lebih dikenal sebagai polifenol oksidase (PPO). Enzim merupakan bagian dari kelompok protein yang fungsinya dapat mengatur dan menjalankan perubahan-perubahan kimia yang terjadi dalam sistem biologi. Enzim dapat di hasilkan oleh organ-organ yang terdapat pada hewan maupun tumbuhan. Enzim secara katalitik mampu menjalankan berbagai reaksi yang dapat terjadi seperti reaksi hidrolisis, reaksi oksidasi, reaksi reduksi, reaksi isomerase, sampai pada reaksi pemutusan rantai karbon (Ateng et al., 2015).
Dalam proses pencoklatan, enzim yang berperan adalah fenol oksidase atau enzim polifenol oksidase. Pada prinsipnya pencoklatan akan terjadi jika pada adanya jaringan buah atau sayuran ada yang terpotong atau terkelupas. Ketika hal tersebut terjadi maka akan terjadi kerusakan secara mekanis sehingga menyebabkan kerusakan pada integritas jaringan buah dan sayur. Terbentuknya warna coklat ini karena adanya reaksi oksidasi yang di katalisis oleh enzim fenol oksidase atau enzim polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalisis senyawa fenol menjadi quinon dan akan dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat. Maka buah dan sayur pun akan mengalami perubahan warna menjadi gelap (Wardanis et al., 2019).
Enzim katalase dapat dinonaktifkan dengan perlakuan blansing pada buah dan sayur. Blansing merupakan pemanasan pendahuluan sebelum pengolahan yang bertujuan untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme pada bahan hasil pertanian. Blansing bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam bahan dan mencegah terjadinya pencoklatan enzimatis. Proses blansing merupakan suatu proses yang di lakukan pada bahan baku sebelum proses selanjutnya di lakukan. Tujuan di lakukan blansing ini adalah untuk menonaktifkan enzim yang tidak diinginkan. Dari proses blansing ini dapat mempengaruhi
perubahan warna, tekstur, flavor bahkan sampai pada perubahan nilai gizi dari bahan pangan tersebut.
Enzim katalase dapat memecah peroksida (H2O2) menjadi senyawa H2O (air) dan O2 (oksigen). Keberadaannya dalam bahan pangan dapat diketahui dengan perlakuan penambahan H2O2 pada filtrat sayur dan buah seperti yang dilakukan pada praktikum kali ini. Hasil positif ditandai dengan munculnya gelembung pada filtrat setelah ditambahkan senyawa H2O2. Enzim katalase seperti polifenol oksidase yang menyebabkan pencoklatan pada sayur dan buah merupakan enzim yang tidak tahan terhadap panas sehingga proses blansing dapat menonaktifkan enzim tersebut. Pada tabel 1, didapatkan data penampakan gelembung pada masing- masing filtrat sampel sayur dan buah yang digunakan. hasil yang didapat sesuai dengan literatur menurut Amalia et al., (2022), bahwa aktivitas enzim katalase berkurang ditandai dengan berkurangnya gelembung pada filtrat. Semakin lama proses blansing maka semakin sedikit gelembung yang terdapat pada filtrat.
Pencoklatan non-enzimatis juga dapat terjadi pada sayur dan buah.
Penggunaan alat dari bahan yang tidak stabil, seperti besi dapat mempercepat terjadinya reaksi pencoklatan pada bahan pangan. Pisau berbahan dasar besi mengandung kation Fe yang sangat mudah teroksidasi. Enzim polifenol oksidase pada bahan pangan akan bereaksi dengan Fe pada besi sehingga pencoklatan semakin cepat terjadi. Pada tabel 2, didapatkan data perbandingan reaksi pencoklatan pada sampel sayur dan buah yang digunakan dengan perlakuan pengirisan menggunakan pisau besi dan pisau stainless steel atau alumunium.
Dari semua sampel yang digunakan, hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur menurut Hansang et al., (2022), yaitu reaksi pencoklatan dari sampel yang diiris menggunakan pisau besi lebih cepat dan lebih gelap dibanding reaksi pencoklatan pada sampel yang diiris menggunakan pisau alumunium. Terkecuali pada sampel buncis, hal tersebut terjadi karena pigmen klorofil yang ada di dalam buncis berikatan sangat kuat dengan ion Mg pusatnya sehingga tidak mudah teroksidasi oleh oksigen di udara. Sayuran atau bahan pangan yang mengandung klorofil dapat dengan mudah mengalami pencoklatan saat dipanaskan karena terjadinya reaksi feofitinisasi pada pigmen klorofil. Reaksi feofitinisasi adalah
reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H.
Kondisi bahan juga dapat memengaruhi reaksi pencoklatan pada sayur dan buah. Terbentuknya warna coklat ini karena adanya reaksi oksidasi yang di katalisis oleh enzim fenol oksidase atau enzim polifenol oksidase. Dari kedua enzim ini dapat mengkatalisis senyawa fenol menjadi quinon dan akan di polimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Putri et al., 2019). Semakin banyak pemotongan atau luka pada sayur dan buah maka akan semakin cepat reaksi pencoklatan terjadi. Semakin kecil ukuran bahan maka akan semakin besar luas permukaanya sehingga kemungkinan reaksi oksidasi akan semakin besar dan terbentuknya melaniadin yang menyebabkan warna coklat akan semakin banyak.
Pada tabel 3 didapatkan hasil pengamatan terhadap semua sampel yang diberi perlakuan dipotong atau utuh, diiris, dimemarkan, dan dihaluskan. Semua sampel menunjukkan hasil yang sejalan dengan literatur menurut Purwanto, (2016), yaitu semakin banyak luka akibat pemotongan dan pengecilan ukuran pada sayur dan buah maka akan semakin cepat reaksi pencoklatannya. Sampel buncis dan wortel pun menunjukkan hasil yang sejalan, terutama pada perlakuan penghalusan, terlihat bahwa kedua sampel tersebut menunjukkan warna kecoklatan. Akan tetapi, pada sampel apel, terdapat kesulitan dalam pengujian karena sejak sebelum digunakan, apel sudah mengalami reaksi pencoklatan sehingga reaksi pencoklatan yang dapat diamati hanya yang diberi perlakuan penghalusan karena perubahan warna terlihat jelas semakin menggelap.
Reaksi pencoklatan pada sayur dan buah juga dapat dicegah dengan menggunakan beberapa bahan seperti vitamin C dan asam cuka. Untuk mengetahui fungsi dari vitamin C dan asam cuka tersebut dilakukan prosedur perendaman pada irisan sampel sayur dan buah pada bahan-bahan tersebut lalu dikombinasikan dengan perlakuan blansing untuk menonaktifkan enzim katalase yang ada pada sampel sayur dan buah.
Vitamin C atau asam askorbat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan senyawa pereduksi kuat yang bersifat asam di alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki kelarutan air yang tinggi. Asam askorbat dan garam-garam netral serta turunannya merupakan antioksidan yang digunakan pada
buah-buahan dan sayuran dan juga pada jus buah untuk pencoklatan dan reaksi oksidatif lainnya. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi askorbat bukan senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan terjadinya reaksi pencoklatan. Sedangkan cuka atau asam asetat merupakan asam organik kuat yang dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH lingkungan sampai pH nya di bawah 3. Sementara itu, pH optimum kerja enzim PPO adalah sekitar 6.5-7 dengan suhu optimum 35 °C. Oleh sebab itu, PPO tersebut menjadi inaktif sehingga reaksi pencoklatan pada sayur dan buah dapat dihambat.
Pada tabel 4 dan 5 yang masing-masing menampilkan data hasil pengamatan warna tiap-tiap sampel dengan perlakuan perendaman vitamin C 0.5% dan asam cuka, didapatkan hasil dengan pertahanan warna terbaik pada sampel di perlakuan blansing selama 5 menit. Hal tersebut sejalan dengan literatur menurut Nurhayati et al., (2018), yang telah disebutkan sebelumnya bahwa semakin lama proses blansing yang dilakukan maka akan semakin mengaktivasi PPO yang menyebabkan pencoklatan pada sayur dan buah. Terkecuali sampel buncis yang cenderung sedikit lebih gelap dibanding sampel lainnya pada perlakuan blansing selama 5 menit karena terjadinya pencoklatan akibat reaksi feofitinisasi pada pigmen klorofil buncis yang disebabkan oleh panas. Pada tabel 6, dilakukan prosedur yang sama, namun sampel hanya direndam dengan air saja. Hasilnya, pada perlakuan optimum, yaitu blansing selama 5 menit, semua sampel tidak dapat mempertahankan warnanya sebaik perlakuan sebelumnya, yaitu perendaman menggunakan vitamin C 0.5% dan asam cuka. Terlebih lagi pada sampel buncis yang tingkat pencoklatannya semakin tinggi.
Beberapa enzim juga dapat dikelompokkan sebagai enzim proteolitik.
Enzim proteolitik akan menguraikan protein dan memecah ikatan peptida, seperti enzim papain dan enzim bromelin. Enzim papain dalam bentuk ekstak kasar yang diisolasi dari getah tanaman pepaya (Carica papaya) telah banyak digunakan secara komersial sebagai pengempuk daging. Keuntungan penggunaan enzim papain antara lain mudah didapat, tidak ada reaksi samping, tidak toksik, relatif tahan terhadap suhu, dan memiliki daya katalitik yang tinggi (Rahayu, 2011 dalam Yazid dan Badilatun, 2016). Bromelin merupakan enzim pencerna protein (proteinase)
atau dapat disebut juga enzim proteolitik yang dapat mempercepat reaksi hidrolisis dari protein, enzim ini dapat diekstrak dari buah nanas bagian daging, kulit, hingga bonggolnya. Enzim bromelin telah banyak digunakan untuk mengempukkan daging.
Pada tabel 7, didapatkan perbandingan hasil pengempukan daging menggunakan enzim papain dan buah nanas. Daging terlebih dahulu ditusuk-tusuk dengan garpu untuk mempermudah penyerapan enzim papain dan bromelin pada daging. Berdasarkan data pada tabel tersebut, didapatkan hasil bahwa daging dengan perlakuan penambahan buah nanas menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan penambahan enzim papain. Dugaan penulis, hal tersebut terjadi karena adanya ketidakmerataan saat proses penusukan daging dengana garpu. Pada sampel daging dengan penambahan enzim papain sepertinya tidak ditusuk-tusuk sebanyak sampel daging yang ditambahkan buah nanas sehingga penyerapan enzim papain tidak optimal. Seharusnya, daging dengan penambahan enzim papain lah yang lebih empuk karena enzim papain yang ditambahkan sudah dalam bentuk enzimnya saja, sedangkan nanas masih bercampur antara enzim bromelin sebagai agensia pengempuk daging dengan senyawa lainnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa reaksi pencoklatan pada sayur dan buah dapat terjadi secara enzimatis maupun non- enzimatis. Secara enzimatis, reaksi pencoklatan disebabkan oleh reaksi oksidasi antara enzim polifenol oksidase (PPO) dalam sayur dan buah dengan oksigen.
Reaksi secara enzimatis dapat dicegah dengan menginaktivasi enzim PPO dengan pemanasan singkat atau blansing. Secara non-enzimatis dapat terjadi antara enzim PPO dengan peralatan yang bahannya mudah teroksidasi seperti ion (Fe) pada pisau besi. Enzim papain dan bromelin pada buah nanas dapat mengempukkan daging karena merupakan enzim proteolitik yang memecah atau menguraikan ikatan peptida pada protein yang terkandung di dalam daging. Hasil yang didapatkan adalah semua sampel dapat diperlambat reaksi pencoklatannya dengan inaktivasi enzim melalui proses blansing. Perlakuan penambahan sayur dan buah dapat mempengaruhi terhadap pencoklatan enzimatis (vitamin C) serta mempengaruhi
beberapa faktor yaitu Asam askorbat, pengaturan pH, antioksidan, dan kandungan vitamin C. Pencoklatan enzimatis asam cuka pada sayur dan buah terjadi karena adanya aktivitas enzim polifenol oksidase yang berhubungan dengan substrat fenolik. Proses ini menyebabkan perubahan warna menjadi coklat pada buah dan sayur yang tidak berwarna. Pencoklatan enzimatis air berpengaruh terhadap perlakuan sayur dan buah yaitu proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah- buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat.
Perlakuan penambahan buah nanas juga dapat lebih efektif dalam pengempukan daging dibanding penambahan enzim papain.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, D., Rahmi, N., N., Hidayati, N., Oktaviana, R., Aurora, Z., F., Supriatno, B., Anggraeni, S. 2022. Pengaruh Volume Substrat Terhadap Kerja Enzim Katalase Menggunakan Respirometer Ganong Sebagai Rekonstruksi Desain Kegiatan Praktikum Siswa. Journal Biology Education Science dan Technology. Vol. 5(2): 02-17.
Hansang, N., M., Taroreh, M., I., R., dan Lalujan, L., E. 2022. Beberapa Cara Penghambatan Reaksi Pencoklatan Enzimatis Pada Tepung Goroho (Musa sp.) Dan Aplikasi Pada Kue Bolu. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 13(1):
27-35.
Nainggolan, B., S., dan Anna, J. 2016. Uji Kelayakan Minyak Goreng Curah dan Kemasan yang Digunakan Menggoreng Secara Berulang. Jurnal Pendidikan Kimia. Vol. 8(1): 45-57.
Novitriani, Korry dan Intarsih, I. 2013. Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. Vol. 9(1): 101-106.
Nurhayati, Marseno, D., W., Setyabudi, F., M., C., S., dan Supriyanto. 2018.
Pengaruh Steam Blanching Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Total Polifenol dan Aktivitas Antioksidan Biji Kakao. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 7(3): 95-103.
Purwani, N. N. 2018. Enzim: Aplikasi Di Bidang Kesehatan Sebagai Agen Terapi.
Jurnal Inovasi Pendidikan Sains. Vol. 9(2): 168-176.
Purwanto, Y. A. 2016. Penggunaan Asam Askorbat dan Lidah Buaya Untuk Menghambat Pencoklatan Pada Buah Potong Apel. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 4(2): 203-210.
Sopianti, Selpia, D., Herlina, dan Saputra, H., T. 2017. Penentapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng. Jurnal katalisator. Vol. 2(2): 100-105.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Syafiq, A. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wardanis, P., Zulkifli, Lande, M., L., dan Nurcahyani, E. 2019. Efektivitas Ekstrak Daging Buah Nanas (Ananas Comosus L.) Dalam Penurunan Indeks Browning Dari Umbi Kentang (Solanum Tuberosum L.). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. 19(2): 152-158.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Yustinah. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari
Sabut Kelapa. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1. Alat yang digunakan
Gambar 2. Perendaman sampel apel
Gambar 3.
Perendaman sampel pisang
Gambar 6. Bahan daging Gambar 5. Pengempukan
daging Gambar 4.
Pemotongan sampel apel
Gambar 7.
Blanching vitamin C
Gambar 8.
Pemotongan sampel wortel
Gambar 9. Pengamatan kontak dengan logam