• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Kimia Pangan I Lemak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Kimia Pangan I Lemak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN 1

ACARA III LEMAK/MINYAK

ROMBONGAN 2 KELOMPOK 6

Lilis Retno Sulistiawati (A1F015064) Fadhil Alfiyanto Rahman (A1F015071)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

Emulsifier, Kerusakan Minyak, dan Pengaruh Suhu terhadap Minyak

Lilis Retno Sulistiawati dan Fadhil Alfiyanto Rahman Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Jl. Dr. Soeparno, Karangwangkal, Purwokerto Utara, Banyumas, Jawa Tengah ABSTRAK

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai emulsifier, mengetahui asam lemak bebas yang terdapat dalam berbagai jenis minyak, dan mengetahui pengaruh suhu terhadap minyak. Metode dalam praktikum ini dilakukan menggunakan berbagai sampel jenis minyak yaitu minyak jagung, minyak kedelai, VCO (Virgin Coconut Oil), minyak kelapa sawit komersial, dan minyak jelantah. Hasil uji emulsifier menunjukkan bahwa emulsifier yang paling efektif untuk mengemulsikan minyak dan air adalah ovalet, sedangkan, emulsifier alami berupa asam oleat kurang sempurna dalam membentuk emulsi minyak dan air. Minyak yang mengalami kerusakan terendah hingga tertinggi adalah minyak jelantah, minyak jagung, minyak sawit, minyak kedelai dan minyak VCO. Pengaruh suhu dingin yang paling signifikan secara berurutan dimulai minyak VCO, minyak jelantah, minyak komersil, minyak kedelai dan minyak jagung.

Kata kunci: Emulsifier, kerusakan minyak, pengaruh suhu

I.

II. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Dimana satu gram lemak dan minyak menghasilkan 9 kkal/gram, sedangan karbohidrat dan protein hanya

(3)

(2005), yang berpendapat bahwa trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam – asam lemak ( umumnya kegita asam lemak berbeda- beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.

Secara kimia, lemak dibagi menjadi tiga yaitu lemak sederhana, lemak majemuk dan turunan lemak. Lemak sederhana yaitu apabila dihidrolisis akan menghasilkan alkohol, biasanya berupa gliserol serta menghasilkan asam lemak. Lemak majemuk yaitu apabila dihidrolisis akan mengahasilkan alkohol, asam lemak dan senyawa lainnya seperti fosfat, asam amino, basa organik, seperti kolin atau betain. Lemak majemuk mengandung listrik atau paling tidak mempunyai pengkutuban muatan dalam molekulnya, sehingga lebih mudah berinteraksi dengan air. Turunan lemak yaitu berbagai senyawa yang diperoleh dari hidrolisis atau pemecahan kedua jenis lemak terdahulu, yang termasuk dalam kelompok ini adalah gliserol dan berbagai alkohol lain yang ikut menyusun lemak, asam

lemak dengan ikatan rangkap (ikatan tak jenuh) dan asam lemak tanpa ikatan rangkap (jenuh).

Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur karena memiliki berat jenis yang berbeda. Untuk menjaga agar butiran minyak tetap tersuspensi di dalam air, pada mentega dan margarin diperlukan suatu zat pengemulsi (emulsifier). Raharjo (2008), menambahkan bahwa bahan yang dapat berperan sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, kasein, albumin, atau lesitin.

(4)

(pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Barnabas (2009) mengatakan bahwa, bagian molekul emulsifier non polar larut dalam lapisan butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap kepelarut (air).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan minyak adalah penyerapan bau, hidrolisis, dan oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ransiditas. Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus mudah menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh minyak yang ada dalam

bungkusan yang

mengakibatkan seluruh lemak menjadi hidrolisis. Hidrolisis dengan adanya air, minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh asam, basa, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua

jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14) seperti pada mentega, minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang terhidrolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak. Kerusakan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh oksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida (Ketaren, 2005).

(5)

lipase pada lemak atau minyak mampu menghidrolisis trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, akan tetapi pengaruh hidrolisis enzim ini tidak efektif, karena ada pemanasan. Reaksi lain yang menghasilkan asam lemak bebas adalah oksidasi. Sedangkan menurut Gunawan (2003), Asam bebas akan terbentuk selama proses oksidasi yang dihasilkan dari pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap.

Sehingga Kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh air yang masuk dalam lemak selanjutnya terjadi reaksi hidrolisis yang menyebabkan kerusakan lemak. Semakin lama pengasapan maka semakin tinggi kadar asam lemak bebas telur asin asap, karena lama pengasapan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya uap air yang dihasilkan. Uap air dari pengasapan yang lama lebih banyak daripada uap air yang lebih singkat pengasapannya. Semakin banyak uap air maka semakin banyak pula lemak yang terhidrolisis olehnya, sehingga kadar asam lemak bebas meningkat (Apendi, 2013).

B. Tujuan

Pada praktikum ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengatahui pengaruh emulsifier terhadap minyak goreng dan membandingkan jenis emulsifier terhadap stabilitas minyak dan air 2. Mengatahui kerusakan minyak

dengan menentukan kandungan asam lemak bebas

3. Mengatahui pengaruh suhu terhadap sifat minyak.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Tempat Praktikum

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

B. Emulsifier Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, tabung ukur, pipet ukur, dan gelas beaker. Sedangkan, bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Ovalet, Tween 80, asam linoleat, asam oleat, akuades dan minyak goreng komersial (merk Sania).

Prosedur

(6)

menyiapkan emulsifier. Emulsifier yang tidak berupa cairan seperti Ovalet perlu dicairkan lebih dahulu. Setelah itu memberikan perlakuan peda keempat tabung yaitu tabung 1 tanpa ditambah emulsifier ( sebagai kontrol); Tabung 2 diberi penambahan Ovalet 0,5 mL; tabung 3 ditambah Asam Oleat 0,5 mL; dan tabung 4 ditambah tween 0,5 mL. Semua tabung dikocok selama 1 menit kemudian didiamkan selama 5 menit. Langkah terakhir yaitu mengamati kestabilan emulsi dari keempat tabung secara kualitatif, kekeruhan/kejernihan sistem emulsi kemudian lakukan pengamatan dan dicatat dalam satu tabel.

C. Kerusakan Minyak Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, erlenmeyer, pipet ukur, dan gelas ukur. Bahan yang digunakan adalah beberapa jenis minyak seperti minyak VCO (Virgin Coconut Oil), minyak komersial (merk Malinda), minyak kedelai, minyak jagung, minyak jelantah, larutan NaOH 0,1 N, indikator PP, dan etanol netral panas.

Prosedur

Praktikum ini diawali dengan menimbang tiap jenis minyak sebanyak 10 ml, dan masing-masing dimasukkan ke erlenmeyer 100 mL. Etanol netral yang telah dipanaskan ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25 mL, lalu dikocok dan didinginkan. Setelah itu, dilakukan proses titrasi menggunakan indikator PP dan larutan NaOH 0,1 N. Indikator PP diteteskan ke dalam erlenmeyer sebanyak 3 kali. Kemudian, dititrasi menggunakan larutan NaOH yang telah dibuat sebelumnya. Titrasi dilakukan dengan pipet sampai tepat berubah warna menjadi merah jambu. Kemudian, jumlah larutan NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi sampel beberapa jenis minyak yang diuji, dicatat dan dibandingkan.

D. Pengaruh Suhu terhadap Minyak

Alat dan Bahan

(7)

curah (merk Bimoli), minyak jagung, dan minyak jelantah.

Prosedur

Mula-mula siapkan 12 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing 2 tabung reaksi diisi dengan tiap jenis minyak sebanyak 10 mL. Kemudian, 2 gelas beaker disiapkan dan masing-masing diisi air bersuhu ruang (±270C) dan bersuhu dibawah 5°C sebanyak 250 mL. Tabung

reaksi berisi 4 jenis minyak berbeda dicelupkan ke dalam gelas beaker bersuhu kamar, dan 4 tabung lagi dicelupkan ke dalam gelas beaker bersuhu dibawah 5°C. Pencelupan dilakukan selama 10 menit. Setelah itu, setiap jenis minyak diangkat dan diamati warna, bau, serta kondisi cair/padat pada setiap tabung berisi minyak.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

 Emulsifier

Emulsifier Kestabilan Kekeruha n

Deskripsi

Kontrol Tidak Stabil + Tidak Berbuih Terpisah Ovalet Stabil ++++ Banyak Berbuih Asam Oleat Tidak Stabil ++ Tidak Berbuih

Terpisah Tween Stabil +++ Sedikit Buih Tabel 1. Hasil Pengamatan Percobaan Emulsifier

Keterangan:

+ : Jernih +++ : Keruh

++ : Sedikit Jernih ++++ : Sangat Keruh

 Keruskan Minyak

Jenis Minyak Jumlah NaOH 0,1 mL

VCO 0,84 mL

Minyak sawit + curah merk

Malinda 0,12 mL

Minyak Jagung 0,3 mL

(8)

Minyak Jelantah 0,09 mL

Tabel 2. Hasil Pengamatan Percobaan Kerusakan Minyak

 Pengaruh Suhu Terhadap Minyak 1. Pengaruh Suhu 270C

Jenis Minyak

Hasil Pengamatan

Warna Bau Kondisi

Minyak Jelantah Jernih Sangat Khas Cair

Minyak VCO Jernih Sangat Khas Cair

Minyak Malinda Jernih Tidak Khas Sangat Kental

Minyak Bimoli Jernih Khas Cair

Minyak Jagung Jernih Khas Cair

Minyak Kedelai Jernih Khas Cair

Tabel 3. Hasil Pengamatan Percobaan Pengaruh Suhu 27oC 2. Pengaruh Suhu 50C

Jenis Minyak Hasil PengamatanWarna Bau Kondisi Minyak Jelantah Jernih Sangat Khas Kental

Minyak VCO Sangat Keruh Khas Sangat Kental Minyak Malinda Jernih Tidak Khas Lebih Kental

Minyak Bimoli Jernih Khas Cair

Minyak Jagung Jernih Tidak Khas Cair

Minyak Kedelai Jernih Tidak Khas Sedikit Kental Tabel 4. Hasil Pengamatan Percobaan Pengaruh Suhu 5oC

B. Pembahasan 1. Emulsifier

Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui

(9)

emulsi minyak dan air. Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan penambahan beberapa jenis emulsifier pada minyak goreng merk Sania. Beberapa jenis emulsifier yang digunakan yaitu Ovalet, Tween, dan asam oleat. Ovalet dan Tween merupakan emulsifier alami, sedangkan, asam oleat dan linoleat merupakan jenis emulsifier buatan. Praktikum diawali dengan menyiapkan tabung reaksi yang sudah berisi akuades kemudian ditambahkan minyak goreng merk Sania dengan perbandingan 1:5. Kemudian, pada masing-masing tabung reaksi diberi perlakuan penambahan beberapa jenis emulsifier dan satu tabung reaksi dijadikan sebagai control (tanpa emulsifier). Setelah itu, tabung reaksi dikocok selama 1 menit dan didiamkan selama 5 menit. Pengocokan dilakukan untuk menyatukan minyak dan aquades dengan emulsifier tersebut. Hasil dari perlakuan tersebut diamati kestabilan dan tingkat kekeruhan.

Emulsifier yang berbentuk padat seperti Ovalet, perlu dipanaskan terlebih dahulu agar mencair. Pencairan ini tidak perlu dilakukan pada emulsifier buatan lain seperti Tween. Menurut Rowe (2009),

Tween berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral.

Hasil pengamatan menunjukkan terdapat beberapa perbedaan kestabilan pada minyak terhadap jenis emulsifier. Tabung kontrol yang tidak diberi perlakuan penambahan emulsifier bersifat tidak stabil dan kekeruhannya rendah serta tidak homogen. Kestabilan emulsi pada perlakuan penambahan ovalet dihasilkan kestabilan tinggi dengan tingkat kekeruhan tinggi pula dan bersifat homogen berwarna putih serta padat. Kestabilan emulsi dengan penambahan Tween bersifat stabil dengan tingkat kekeruhan keruh dan homogen, berbuih serta viskositasnya tinggi. Hal tersebut dikarenakan tween dan ovalet merupakan emulsifier buatan sehingga dapat membentuk emulsi air dalam minyak dan ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dapat menjaga kestabilan tingkat emulsi lebih baik dari emulsifier alami.

(10)

kekeruhan sedikit keruh serta bersifat tidak homogen. Hal ini disebabkan karena oleat dan linoleat merupakan emulsifier alami yang kurang dapat menahan pengikatan air dan minyak atau sebaliknya saat setelah pengocokan sehingga terjadi fase internal atau fase terdispersi selama penyimpanan cenderung membentuk kumpulan bulatan. Kemudian bulatan-bulatan berasal atau kumpulan dari bulatan tersebut naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi membentuk sebuah lapisan fase internal yang pekat, dan apabila semua atau sebagian cairan dari faase internal menjadi “tidak-teremulsi” dan membentuk lapisan berbeda pada bagian atas atau bawah emulsi sebagai akibat dari penggabungan butiran-butiran fase internal.

Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan kestabilan emulsi antara penambahan emulsifier alami dan buatan juga berbeda. Emulsifier buatan memiliki tingkat kestabilan lebih besar daripada emulsifier alami. Hal ini disebabkan karena emulsifier buatan terdiri dari beberapa jenis pengemulsi baik dari pencampuran emulsifier

alami atau pencampuran dengan emulsifier sintesis sehingga tingkat kestabilannya dapat diatur sedangkan pada emulsifier alami tingkat kestabilannya tidak dapat diatur karena dari bahan yang ada di alam (Khomsan, 2004).

Penambahan emulsifier ovalet mengakibatkan terjadinya pemadatan. Hal ini dikarenakan ovalet memiliki sifat alami yang padat, apabila ovalet berada pada suhu ruang maka ovalet akan memadat seperti sifat awalnya sehingga untuk pemakaian ovalet harus dipanaskan dan dilakukan secara cepat. Sedangkan, pada perlakuan tween terdapat buih. Hal ini disebabkan karena komposisi tween yang dapat menimbulkan buih pada komponen yang teremulsi. Buih dapat didefinisikan sebagai dua fase yang terdiri atas fase gas dalam fase cair. Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat.

(11)

kuat-kuat, keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Secara umum, sebuah emulsi dapat juga dianggap tidak stabil secara fisik jika:

a. Fase internal atau fase terdispersi selama penyimpanan cenderung membentuk kumpulan bulatan (globula),

b. bulatan-bulatan berasal atau kumpulan dari bulatan tersebut naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi membentuk sebuah lapisan fase internal yang pekat, dan

c. Apabila semua atau sebagian cairan dari faase internal menjadi “tidak-teremulsi” dan membentuk lapisan berbeda pada bagian atas atau bawah emulsi sebagai akibat dari penggabungan butiran-butiran fase intern

2. Kerusakan Minyak

Percobaan ini menguji kerusakan berbagai jenis minyak dengan menentukan jumlah asam lemak bebas. Jumlah asam lemak bebas dapat ditentukan melalui proses titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N dan indikator PP. Larutan NaOH dibuat dengan cara melarutkan 5,4 g NaOH dengan akuades hingga 100 mL. Penggunaan larutan NaOH sebagai

titer disebabkan karena titran yang merupakan berbagai jenis minyak mengandung asam lemak yang bersifat asam, sehingga titer yang diperlukan untuk titasi harus bersifat basa. Indikator PP ditambahkan sebanyak 3 tetes ke dalam minyak, setelah itu dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna pada minyak menjadi merah jambu. Perubahan warna pada minyak merupakan indikator bahwa larutan telah mengalami titik ekuivalen. Saat titik ekuivalen tercapai maka proses titrasi dihentikan. Indikator asam basa dapat digunakan untuk mengetahui titik ekivalen. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH seperti indikator PP.

(12)

lemak bebas dijadikan sebagai indikator kerusakan minyak.

Kerusakan minyak dapat terjadi akibat proses hidrolisis, oksidasi, dan reversi. Hidrolisis adalah proses pemecahan lemak menjadi molekul-molekul penyusunnya seperti gliserol dan asam lemak bebas. Oksidasi merupakan proses pembentukkan hidroperoksida akibat adanya kontak dengan oksigen. Sedangkan, reversi merupakan proses perubahan struktur lemak. Ketiga hal tersebut mengakibatkan perubahan fisik dan kimia lemak, dan menghasilkan asam lemak bebas yang mengakibatkan ransiditas atau ketengikan. Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi dari trigliserida sebagai akibat dari kerusakan minyak. Selain itu, asam lemak bebas juga merupakan asam yang dibebaskan dari proses hidrolisis dari lemak. Asam lemak bebas ini biasanya ditemukan dalam sel dalam jumlah yang besar.

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa minyak yang menggunakan volume NaOH untuk titrasi dari yang paling sedikit yaitu minyak jelantah sebanyak 0,09 mL, minyak jagung 0,3 mL, minyak sawit curah merk malinda 0,12 mL, minyak kedelai 0,18 mL, dan minyak VCO sebanyak 0,84 mL. Jumlah volume NaOH yang digunakan untuk

titrasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan minyak

Minyak jelantah merupakan minyak yang telah digunakan untuk penggorengan sekali atau lebih. Selama penggorengan, minyak mengalami hidrolisis dan oksidasi berkali-kali, sehingga menyebabkan jumlah asam lemak bebas minyak jelantah cukup tinggi. Berdasarkan pengamatan, minyak jelantah membutuhkan volume NaOH paling sedikit yaitu 0,09 mL. Hal ini tidak sesuai dengan literatur bahwa minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas, dan mudah mengalami kerusakan dan ransiditas, hal ini dapat terjadi karena pada saat pembuatan minyak jelantah waktu untuk memanaskan minyak goreng agar menjadi minyak jelantah kurang lama dipanaskan atau terjadi kesalahan saat melakukan percobaan akibat ketidaktelitian praktikan.

(13)

kemungkinan disebabkan karena minyak jagung terjaga dan tertutup rapat, sehingga kontak dengan oksigen menjadi minimum dan kerusakan minyak tertunda.

Menurut GAPKI (2015), minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi yang seimbang. Berdasarkan pengamatan, jumlah volume NaOH yang digunakan untuk titrasi pada minyak sawit adalah 0,12 mL. Artinya, kandungan asam lemak bebas pada minyak sawit cukup tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena minyak sawit yang digunakan bukan minyak sawit baru, dan juga terjadi kontak dengan udara cukup lama.

Minyak kedelai mengandung kurang 85% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh lebih mudah diabsorpsi usus dan lebih mudah dicerna daripada asam lemak jenuh (Gunawan, 2003). Berdasarkan pengamatan, minyak kedelai memiliki volume NaOH yang sedikit untuk proses titrasi yaitu 0,18 mL yang mengartikan minyak kedelai memiliki kandungan asam lemak bebas yang juga sedikit. Sama seperti minyak jagung, hal ini kemungkinan disebabkan karena minyak kedelai tertutup dengan rapat, sehingga kontak dengan oksigen minimum dan juga menunda kerusakan minyak

Minyak VCO menempati urutan kebutuhan NaOH terbanyak yaitu sebanyak 0,84 mL. Minyak

VCO diperoleh dari santan kelapa dan dalam proses pembuatannya ditambahkan air. Penambahan air ini akan menyebabkan reaksi hidrolisis pada minyak. Hasil dari hidrolisis adalah asam lemak dan gliserol. Oleh karena itu, jumlah asam lemak bebas pada minyak VCO yang dianalisis cukup banyak. Menurut Asy’ari (2006), kandungan asam lemak bebas cukup besar terdapat dalam minyak VCO hasil pemanasan, hal ini dikarenakan adanya pemakaian panas dalam pembuatan minyak VCO akan meningkatkan reaksi hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.

I Pengaruh Suhu terhadap Minyak

Sifat fisik dan kimia minyak ditentukan oleh faktor internal dan eksternal minyak. Faktor internal meliputi struktur penyusun minyak tersebut, sedangkan faktor eksternalnya merupakan faktor lingkungan seperti pH, suhu, dan faktor kontak dengan udara. Praktikum ini menguji pengaruh suhu terhadap beberapa jenis minyak. Suhu yang digunakan yaitu suhu ruang dan suhu dingin (dibawah 5°C). Sedangkan, minyak yang digunakan adalah minyak VCO, komersil, kedelai, jagung, minyak sawit, dan minyak jelantah.

(14)

berwujud cair dan memiliki warna dan bau sesuai karakteristik masing-masing minyak. Wujud cair minyak pada suhu ruang disebabkan oleh struktur penyusun minyak yang didominasi oleh asam lemak tak jenuh, sehingga titik lebur minyak rendah. Setelah minyak diberi perlakuan suhu dingin, minyak-minyak tersebut mengalami perubahan seperti warna, bau, dan kondisi wujudnya. Menurut Novarianto (2004), ketika minyak diberi perlakuan suhu panas akan mengalami perubahan yang berbeda dari segi warna, bau dan kondisi atau keadaan padat maupun cair.

Semakin banyak asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, linoleat atau asam linolenat pada suatu trigliserida, maka titik leburnya lebih rendah atau sebaliknya trigliserida yang lebih banyak mengandung asam palmitat dan stearat, titik cairnya lebih tinggi. Semakin panjang susunan karbon pada asam lemak, maka titik didih dari minyak akan semakin tinggi. Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut.

Setelah minyak diberi perlakuan suhu dingin (direndam

pada air bersuhu dibawah 5°C), minyak mengalami perubahan pada bau dan kondisi wujud. Minyak jagung dan minyak kedelai tidak mengalami perubahan signifikan, yaitu masih tetap dalam kondisi cair. Minyak komersil dan minyak jelantah mengalami perubahan yang cukup signifikan, kedua minyak tersebut bersifat lebih kental dari sebelumnya. Sedangkan, pada minyak VCO terjadi perubahan yang sangat signifikan. Minyak VCO yang berwujud cair pada suhu ruang menjadi berwujud padat padat suhu dibawah 5°C.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulakn sebagai berikut:

1. Emulsifier merupakan senyawa yang dapat menstabilkan emulsi minyak dan air. Ovalet merupakan emulsifier terkuat dibanding jenis emulsifier lain. 2. Kerusakan minyak disebabkan

oleh hidrolisis, oksidasi dan reversi yang dapat ditentukan oleh kadar NaOH yang digunakan untuk titrasi. Minyak VCO mengalami tingkat kerusakan tertinggi. 3. Suhu berpengaruh terhadap

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Apendi, Kusuma Widayaka, dan Juni Sumarmono. 2013. EVALUASI KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TELUR ASIN ASAP

DENGAN LAMA

PENGASAPAN YANG

BERBEDA. Jurnal Ilmiah Peternakan. Vol 1(1):142-150.

Barnabas, Syafrudin, IA dan Pranindhana, I. 2009. Emulsi. Yogyakarta: UPN Veteran. GAPKI, 2015. Mengenal MINYAK

SAWIT dengan Beberapa Karakter Unggulnya. Web:

http://www.gapki.or.id/assets/u pload/Buku%20Menge nal %20Minyak%20Sawit

%20Dengan%20Beberapa %20Karakter%20Ung gulnya-GAPKI.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2016.

Gunawan, Mudji Triatmo, dan Arianti Rahayu. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. JSKA. Vol 4(3).

Ketaren, S.2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia.

Muchtadi, Tien R., Sugiyono dan Fitriyono A. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Novarianto, Hengki. 2004. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Jakarta: Penebar Swadaya.

Raharjo, S. dan M. Dwiyuni. 2008. Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstrak Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, VCO) Yang Dibuat Dengan Metode

Pembekuan Krim

Santan.Jurnal Teknik Industri Pertambangan. Vol 18(2): 71 – 78.

Rowe. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition. London:

Pharmaceutical Press. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan

(16)

LAMPIRAN

Gambar 1. Tween

Gambar 3. Minyak goreng merk Bimoli

(17)

Gambar 5. Percobaan Emulsifier Gambar 7. Pengaruh suhu

(18)

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengamatan Percobaan Emulsifier
Tabel 2. Hasil Pengamatan Percobaan Kerusakan Minyak
Gambar
Gambar 7. Pengaruh suhu

Referensi

Dokumen terkait

Pada minyak jelantah warna hitam, asam lemak bebas yang terbentuk karena peruraian atau hidrolisis lebih banyak dibandingkan asam lemak bebas pada jelantah

Pembuatan Karbon Aktif Dari Biji Kelor Dapat Menurunkan Asam Lemak Bebas dan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jelantah 4. BEP ini digunakan untuk menganalisa proyeksi sejauh

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ampas tebu berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penurunan bilangan asam lemak bebas pada minyak

Pendidihan dilakukan untuk mendekomposisi senyawa lemak, sehingga jika minyak jelantah mengandung peroksida akan terdeteksi oleh indicator amilum dimana bereaksi dengan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak goreng kelapa merk Muliaco, minyak klentik merk Muliaco, VCO (virgin coconut oil), minyak goreng

Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya merupakan asam

Pada penelitian ini digunakan nasi aking sebagai adsorben untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah yang telah digunakan untuk menggoreng

1 Grafik Hubungan Antara Angka Asam dengan Waktu Reaksi Esterifikasi Pada percobaan ini dilakukan pembuatan biodiesel dengan bahan dasar minyak jelantah.. Percobaan pertama yang