• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUSUT HASIL (Fish Losses) IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DITANGKAP PADA KAPAL KM. HIDUP BERSAMA 1, KENDARI SULAWESI TENGGARA

N/A
N/A
Wisnu Wardana

Academic year: 2024

Membagikan "SUSUT HASIL (Fish Losses) IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DITANGKAP PADA KAPAL KM. HIDUP BERSAMA 1, KENDARI SULAWESI TENGGARA "

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SUSUT HASIL (Fish Losses) IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DITANGKAP PADA KAPAL KM. HIDUP BERSAMA 1, KENDARI

SULAWESI TENGGARA

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Oleh:

LA ODE IBNU WIRAN

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN 2023

(2)
(3)

SUSUT HASIL (Fish Losses) IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DITANGKAP PADA KAPAL KM. HIDUP BERSAMA 1, KENDARI

SULAWESI TENGGARA

Oleh:

LA ODE IBNU WIRAN NRP 55193112619

Karya Ilmiah Praktik Akhir Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Perikanan

PROGRAM SARJANA TERAPAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

JAKARTA 2023

(4)
(5)

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Judul : Susut Hasil (Fish Losses) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Yang Ditangkap Pada Kapal KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara

Penyusun : La Ode Ibnu Wiran NRP : 55193112619

Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Asriani, M.Pi. Mohammad Sayuti, S. St.Pi., M.P.

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi.,M.Si Dr. I Ketut Sumandiarsa, S.St.Pi., M.Sc.

Direktur Ketua Program Studi

Tanggal Pengesahan :

(6)
(7)

i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir (berjudul

“Susut Hasil (Fish Losses) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Yang Ditangkap Kapal KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Ilmiah Praktik Akhir ini.

Apabila di kemudian hari pernyataan yang saya buat tidak sesuai, maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Jakarta, Agustus 2023

La Ode Ibnu Wiran NRP 55193112619

(8)

© Hak Cipta Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Tahun 2023 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber, pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan, tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

(9)

i

RINGKASAN

LA ODE IBNU WIRAN, NRP 55193112619. Susut Hasil (Fish Losses) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Ditangkap Kapal KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara. Dibawah Bimbingan Asriani dan Mohammad Sayuti.

Angka susut hasil merupakan keseluruhan atau akumulasi dengan susut hasil yang terjadi, sehingga itu diperlukan metode yang cepat dan tepat dengan biaya yang dapat dikendalikan untuk kepentingan monitoring, dengan jenis susut hasil yang dipantau yaitu susut fisik, susut mutu dan susut finansial. Tujuan dari pelaksanaan Praktik Akhir ini adalah mengetahui alur proses penanganan ikan di atas kapal, mengetahui rantai dingin mulai dari ditangkap sampai pembongkaran, mengetahui mutu organoleptik ikan cakalang mulai ditangkap sampai pembongkaran, mengetahui susut hasil ikan cakalang (susut fisik, susut mutu, susut finansial), mengetahui kebutuhan es ikan dalam tiap kali trip, mengetahui penerapan kelayakan kapal penangkapan ikan KM. Hidup Bersama 1.

Pelaksanaan Praktik Akhir mulai tanggal 20 Februari 2023 sampai dengan 20 Mei 2023 di KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara. Data penanganan ikan di atas kapal dilakukan dengan pengamatan secara langsung mengacu pada peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 7/PERMEN- KP/2019 Tentang Pesyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Cara Penanganan Ikan Yang Baik Pada Kapal Penangkapan Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan, pengamatan rantai dingin dilakukan dengan 5 kali pengamatan dan 3 kali pengulangan mengacu pada SNI 2729;2013, pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan 5 kali pengamatan dan 3 kali pengulangan mengacu pada SNI 2729;2013, perhitungan susut hasil dilakukan dengan 5 kali pengamatan mengacu pada Ward & Jeffries., (2000), menghitung kebutuhan es dilakukan dengan 5 kali pengamatan mengacu Vatria, (2020), pengamatan kelayakan penanganan ikan mengacu pada peraturan Direktur Jendral Perkanan Tangkap Nomor 84/PER-DJPT/2013.

Hasil yang didapatkan dari pelaksanaan Praktik Akhir ini yaitu alur proses penanganan ikan cakalang di atas kapal KM. Hidup Bersama 1 meliputi tahap setting dan hauling, penaikan ikan ke atas kapal, penyimpanan dalam palka, pembongkaran, pencucian, sortasi, penimbangan. Rata-rata suhu ikan selama 5

(10)

ii

trip layar pada tahapan penaikan ikan 28,4°C, penyimpanan dalam palka 0,8°C, pembongkaran 2,3°C, pencucian 2,6°C, sortasi 2,9°C, penimbangan 3,2°C.

Sedangkan suhu luar yaitu gladak 30,9°C, di dalam palka 1,1°C. Pelabuhan 31,1°C. Hal ini menunjukan suhu ikan masih memenuhi standar yaitu <4,4°C dikarenakan penerapan rantai dingin yang baik dan benar sudah berjalan dengan baik. Hasil pengujian organoleptik pada pengamatan ikan ikan cakalang di atas kapal dari ke lima trip yaitu nilai 9 dan pembongkaran nilai 8, hal ini menunjukan bahwa pada proses penanganan ikan dari atas kapal sampai di tempat pembongkaran sudah memenuhi SNI ikan segar 2729;2013 yaitu 8. Hasil perhitungan susut hasil di atas kapal KM. Hidup Bersama 1 selama 5 trip bahwa terjadi susut fisik sebesar 1,36%, susut mutu 0,60%, dan susut finansial sebesar 1,97%. Hasil perhitungan kebutuhan es rata-rata di KM. Hidup Bersama 1 yaitu trip 1 sebanyak 5.344,52 kg, Trip 2 sebanyak 4.605,7 kg, Trip 3 sebanyak 5.958,67 kg, Trip 4 sebanyak 5.286,72 kg, Trip 5 sebanyak 6.037,36 kg dari es yang di bawah rata-rata dari 5 trip layar sebanyak 6.500 kg. Penilaian kelayakan dasar pada kapal KM. Hidup Bersama 1 ditemukan 7 ketidak sesuaian pada SSOP.

Kata kunci : Cakalang, Susut hasil, Kebutuhan es, Penerapan kelayakan kapal.

(11)

iii

KATA PENGANTAR

Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung Karya Ilmiah, namun penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) yang berjudul Susut Hasil (Fish Losses) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Ditangkap Kapal KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara”. Karya Ilmiah Praktik Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi) pada Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab yaitu:

Pendahuluan, Metode Praktik, Kondisi Geografis Pelabuhan, Hasil dan Pembahasan, serta Simpulan dan Saran. Bimbingan, koreksi, dan saran dari dosen pembimbing (Ir. Asriani, M.Pi. dan Mohammad Sayuti, S. St.Pi., M.P.) dalam mewujudkan sebuah Karya Ilmiah ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis, khususnya dalam menyusun Karya Ilmiah.

Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung Karya Ilmiah, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk menyempurnakan Karya Ilmiah ini.

Jakarta, Agustus 2023

Penulis

(12)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selama proses penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada La Ode Marwi dan Wa Ode Nusiati sekalu orang tua serta Ir. Asriani, M.Pi. dan Mohammad Sayuti, S. St.Pi., M.P. selaku dosen Pembimbing I dan II, yang telah menberikan bimbingan, dorongan, dan semangat dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:

1) Dr. Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi.,M.Si. selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

2) Dr. Heri Triyono, A.Pi., M.Kom., selaku wakil Direktur I Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

3) Yenni Nuraini, S.Pi., M.Sc., selaku wakil Direktur II Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

4) Dr. Ita Junita Puspadewi, A.Pi., M.Pd., selaku wakil Direktur III Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

5) Dr. I Ketut Sumandiarsa, S.Pi., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

6) Sahabat, teman dan rekan seperjuangan angkatan 55 selama masa pendidikan, khususnya rekan seperjuangan di Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

7) Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir.

(13)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... …i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ...ii

DAFTAR ISI ... ..iii

DAFTAR GAMBAR ... ..iv

DAFTAR TABEL ... ..v

DAFTAR LAMPIRAN ... ..vi

1 . PENDAHULUAN ... ..1

1.1 Latar Belakang ... ..1

1.2 Tujuan ... ..2

1.3 Batasan Masalah ... ..2

1.4 Manfaat ... ..2

2 . METODE PRAKTIK ... ..3

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... ..3

2.2 Metode Pengumpulan Data ... ..3

2.3 Metode Pengolahan Data ... ..8

2.4 Metode Analisis Data... ..8

3 . HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

3.1 Kondisi Geografis ... 11

3.2 Alur Proses Penanganan Ikan ... 13

3.3 Penerapan Rantai Dingin ... 13

3.4 Hasil Pengujian Mutu Organoleptik... 19

3.5 Hasil Perhitungan Susut Hasil Ikan Cakalang ... 20

3.6 Kebutuhan Es ... 23

3.7 Penerapan Kelayakan Penangkapan Ikan Diatas Kapal ... 23

4 . KESIMPULAN ... 27

4.1 Simpulan ... 27

4.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 31

RIWAYAT HIDUP ... 63

(14)

vi

DAFTAR TABEL

1 Pelaksanaan kegiatan praktik ... ..3

2 Hasil tangkapan ikan cakalang ... 14

3 Waktu pembongkaran ... 16

4 Hasil pengukuran suhu ikan cakalang ... 18

5 Hasil pengukuran suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka ... 18

6 Hasil pengujian organoleptik penaikan ikan ... 19

7 Hasil pengujian organoleptik ikan saat di bongkar ... 20

8 Hasil perhitungan susut fisik ikan cakalang ... 21

9 Hasil perhitungan susut mutu ikan cakalang ... 22

10 Hasil perhitungan susut finansial ... 23

11 Ukuran dan jenis palka... 23

12 Hasil perhitungan ebutuhan es ... 24

13 Hasil penilaian kelayakan penanganan ikan diatas kapal ... 25

(15)

vii

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian ... ....4

2 Pelabuhan perikanan samudera kendari ... ..11

3 Letak geografis ... ..11

4 Struktur organisasi ... ..13

5 Proses Setting dan hulling ... ..14

6 Penaikan ikan diatas kapal ... ..15

7 Penyimpanan dalam palka dan penambahan es ... ..15

8 Pembongkaran ... ..16

9 Pencucian ... ..16

10 Sortasi ... ..17

11 Penimbangan ... ..17

12 Kerusakan fisik pada ikan ... ..21

13 Kapal hidup bersama 1 ... ..24

(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengamatan organoleptik penaikan ikan ... 31

2 Pengamatan organoleptik pembongkaran ... 36

3 Pengamatan suhu ikan ... 41

4 Pengamatan suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka ... 42

5 Pengamatan susut hasil ... 43

6 Perhitungan kebutuhan es... 44

7 Kuisioner kelyakan penanganan... 53

8 Dokumentasi praktik ... 61

(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari merupakan salah satu Pelabuhan Perikanan terbesar di Sulawesi, Pada tahun 2015 sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi terpadu dengan kondisi fasilitas baik dan lengkap berdasarkan Peraturan Menteri No 08 Tahun 2012 tingkat pemanfaatan fasilitas di dapatkan bahwa, dermaga sebesar 64%, alur pelayanan sebesar 76%, dan luas kolam pelabuhan sebesar 60,11% (Anggoro et al., 2015).

Ikan cakalang merupakan jenis sumber daya perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dimanfaatkan sebagai konsumsi lokal maupun komoditi ekspor (Tumonda et al., 2017). Salah satu ikan yang dieksploitasi nelayan sepanjang tahun yaitu ikan cakalang, dengan berbagai jenis teknologi penangkapan ikan seperti huhate (pole and line), pukat cincin (Purse seine), payang (traditional seine net) dan pancing tangan(hand line) (Mallawa et al., 2018).

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) tergolong jenis ikan tuna (Rochman et al., 2015). Salah satu hasil tangkapan penting bagi nelayan di Samudera Hindia yaitu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) (Tampubolon et al., 2014). Ikan cakalang banyak tertangkap di perairan laut Flores dengan menggunakan alat tangkap huhate (Restiangsih & Amri, 2018). Ikan cakalang merupakan ikan ekonomis penting yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk dijual segar maupun diolah untuk dikonsumsi. Teknik penanganan dengan menurunkan suhu ikan banyak dilakukan pada ikan hasil tangkap di laut (Samida et al., 2018).

Setelah penangkapan, penanganan ikan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai yang maksimal (Tani et al., 2020). Ikan merupakan komuditas yang mudah rusak dan membusuk sehingga memerlukan penanganan yang cepat dan cermat, penanganan cepat harus dilakukan untuk menghindari kemunduran mutu ikan sehingga dibutuhkan bahan dan media pendingin dalam menurunkan suhu pada pusat thermal ikan (Deni, 2015).

Penanganan ikan setelah penangkapan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai yang maksimal (Diei-Ouadi & Mgawe, 2011). Teknik penanganan dan cara ikan mati merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju kecepatan penurunan biokimiawi dalah tubuh ikan. Ikan yang langsung dibunuh pada saat penangkapan akan mempunyai laju kecepatan rigor mortis yang lebih lambat dari pada ikan yang tidak langsung mati pada saat penangkapan (terjerat dan meronta-ronta dalam jaring penangkapan terlebih dahulu) (Diei-Ouadi &

Mgawe, 2011).

Angka susut hasil merupakan keseluruhan atau akumulasi dengan susut hasil yang terjadi, sehingga itu diperlukan metode yang cepat dan tepat dengan biaya yang dapat dikendalikan untuk kepentingan monitoring, dengan jenis susut hasil yang dipantau yaitu susut fisik, susut mutu dan susut finansial (Diei-Ouadi &

Mgawe, 2011).

Berdasarkan referensi di atas perlu dilakukan suatu studi tentang Susut Hasil (Fish losses) pada penanganan ikan cakalang di atas kapal Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, oleh karena itu penulis mengambil judul “Susut Hasil (Fish Losses) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Ditangkap

(18)

2

Kapal KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari Karya Ilmiah Praktik Akhir sebagai berikut:

1) Mengetahui alur proses penanganan ikan di atas kapal;

2) Mengetahui rantai dingin ikan di atas kapal;

3) Mengetahui Mutu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis);

4) Mengetahui susut hasil (Fish losses) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis);

5) Mengetahui kebutuhan es di KM. Hidup Bersama 1;

6) Mengetahui penerapan kelayakan kapal KM. Hidup Bersama 1.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari pelaksanaan praktik akhir ini adalah:

1) Pengamatan alur proses penanganan ikan di atas kapal;

2) Melakukan pengukuran suhu ikan, suhu dalam palka dan suhu luar palka mulai dari ikan ditangkap sampai pembongkaran;

3) Melakukan pengujian mutu organoleptik mulai dari ditangkap sampai pembongkaran;

4) Menghitung susut hasil (susut fisik, susut mutu, susut finansial);

5) Menghitung kebutuhan es dalam tiap kali trip;

6) Pengamatan penerapan kelayakan kapal penangkapan ikan KM. Hidup Bersama 1.

1.4 Manfaat

1) Memberikan solusi bagi nelayan tentang pentingnya cara penanganan ikan yang baik dan benar agar hasil yang didapatkan lebih maksimal;

2) Memberikan masukan terhadap nelayan mengenai susut pada hasil tangkapan sehingga nelayan tidak mengalami banyak kerugian.

3) Memberikan masukan terhadap nelayan mengenai cara penanganan ikan yang baik dan benar di atas kapal.

(19)

2 METODE PRAKTIK

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktik akhir dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2023 sampai dengan 20 Mei 2023 di KM. Hidup Bersama 1, Kendari Sulawesi Tenggara.

2.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, pengukuran, wawancara dan mengikuti langsung di atas kapal.

2.2.1 Alat dan bahan

Peralatan yang digunakan berupa Score sheat, alat tulis, thermometer digital, timbangan digital, penggaris dan kuisioner. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).

2.2.2 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui pengamatan ke lapangan dan ikut langsung penanganan ikan di atas kapal.

Mengamati tahapan proses yang dilaksanakan, diantaranya data yang diperoleh melalui pengamatan alur proses penangkapan, data suhu (produk, udara luar dan ruang dalam palka), data mutu (organoleptik), data susut hasil (susut fisik, susut mutu dan susut finansial), data kebutuhan es, persyaratan kelayakan kapal penangkapan ikan.

2.2.3 Data sekunder

Data sekunder adalah data wawancara terhadap pihak-pihak unit yang berkompoten serta yang diperoleh secara tidak langsung diantaranya pengumpulan data dan informasi pelabuhan dan kapal meliputi lokasi pelabuhan, tata letak pelabuhan, sejarah dan perkembangan pelabuhan, struktur organisasi serta studi literatur dari berbagai tulisan yang berkaitan dengan permasalahan praktik.

2.2.4 metode pelaksanaan praktik 2.2.4.1 Rencana praktik

Adapun rencana penelitian pada Karya Ilmiah Praktik Akhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pelaksanaan kegiatan praktik

No Rancangan penelitian Metode

1 Pengamatan alur proses penanganan dari mulai ditangkap sampai proses pembongkaran

Melihat dan melakukan proses penanganan secara langsung diatas kapal selama 5 trip.

2 Mengukur suhu dari mulai ditangkap sampai proses pembongkaran

Melakukan pengukuran suhu menggunakan thermometer digital jarum dengan 5 kali pengamatan dan 3 kali pengulangan.

(20)

4

Tabel 1 Pelaksanaan kegiatan praktik (Lanjutan).

No Rancangan penelitian Metode

3 Menguji mutu dari mulai ditangkap sampai pembongkaran

Melakukan pengujian organoleptik ikan segar dengan 5 kali pengamatan dan 3 pengulangan dilakukan 6 panelis.

4 Menghitung susut hasil (fish losses) ikan calakang

Melakukan perhitungan susut hasil (fish losses) ikan cakalang terdiri dari (Data hasil tangkapan, mutu), Data saat dibongkar terdiri (data jumlah ikan dibongkar, data ikan yang mutu bagus dan mutu yang jelek, data harga ikan yang bagus dan harga ikan yang jelek

5 Menghitung kebutuhan es dalam satu kali trip

Melakukan perhitungan kebutuhan es pada saat berlayar menghitung ukuran palka terdiri dari (Panjang, lebar, ketebalan palka, material palka, jumlah palka dalam satu kapal dan suhu ruang

6 Mengamati penerapan kelayakan penanganan ikan diatas kapal

Menggunakan kuisioner penilaian kelayakan penanganan dan penyimpanan ikan dikapal KM. Hidup Bersama 1.

2.2.5 Diagram pengamatan

Adapun diagram pengamatan pada Karya Ilmiah Praktik Akhir dapat dilihat pada Gambarl 1.

Gambar 1 diagram alir pengamatan

Penaikan ikan ke atas kapal

- Pengamatan penanganan ikan cakalang - Melakukan Uji organoleptik ikan segar - Pengukuran suhu ikan cakalang

Setting Hauling

Pencucian ikan

- Pengamatan penanganan ikan cakalang - Pengukuran suhu ikan cakalang

Penyimpanan

- Pengamatan penanganan ikan cakalang - Pengukuran suhu ikan, suhu udara luar - Menghitung kebutuhan es

Pembongkaran

- Pengamatan penanganan ikan cakalang

- Pengukuran suhu ikan, suhu udara luar

- Melakukan uji organoleptik ikan segar

- Menghitung Jumlah ikan di bongkar

- Harga ikan segar dan harga ikan tidak segar

Sortasi ikan

- Pengamatan penanganan ikan cakalang

- Pengukuran suhu ikan cakalan

- Jumlah ikan cakalang yang tertangkap

(21)

2.2.6 Metode kerja

2.2.6.1 Pengamatan alur proses penanganan ikan di atas kapal

Pengamatan alur proses dilakukan mengikuti proses pengamatan ikan secara langsung di atas kapal. Pengamatan difokuskan pada kesesuaian kegiatan proses penanganan sejak ikan diangkat ke atas kapal hingga proses pembongkaran di Pelabuhan dengan mengacu pada peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 7/PERMEN-KP/2019 Tentang Pesyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Cara Penanganan Ikan Yang Baik Pada Kapal Penangkapan Ikan Dan Kapal Pengangkut Ikan.

2.2.6.2 Rantai dingin di atas kapal

Pengamatan penerapan rantai dingin selama proses penanganan dilakukan dengan melakukan pengukuran suhu pada setiap tahapan proses penaikan ikan penyimpanan dalam palka, pembongkaran, pencucian, sortasi, penimbangan dan pengukuran suhu udara luar (gladak), suhu ruang (di dalam palka), suhu udara luar (Pelabuhan). Pengukuran suhu menggunakan thermometer digital agar suhu yang diperoleh akurat. Cara mengukur suhu yaitu dengan menusukan jarum thermometer pada daging ikan. Kemudian dilakukan pembacaan pada monitornya dan dilakukan pencatatan. Pengukuran suhu dilakukan pada setiap tahapan alur proses sebanyak 5 kali pengamatan dan 3 kali pengulangan.

Rumus perhitungan mengacu SNI 2729;2013. Nilai rata-rata pengukuran suhu ikan dilakukan adalah sebagai berikut:

x̅=X1+X2+X3+…Xn n

X̅ = Nilai rata-rata X = Pengamatan

n = Banyaknya pengulangan 2.2.6.3 Pengujian mutu organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan scoresheat organoleptik ikan segar sesuai SNI 2729;2013 dimana pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil tangkapan (ikan cakalang) dengan menggunakan indera sensori. Aspek-aspek yang dimana organoleptik ikan segar adalah kenampakan (mata, ingsan, lendir), daging, bau, dan tekstur. Pengujian mutu organoleptik dilakukan sebanyak 5 kali pengamatan selama proses penangkapan dan 3 kali pengulangan selama layar/trip. Pengambilan sampel dengan 6 sampel dan 6 panelis terlatih.

x

̅=∑ (xi)ni=1 n s2=∑ni=1(Xi-x̅)

n P=(x̅=-(1,96. S

√n)) ≤ μ ≤ (x̅=-(1,96. S

√n))

(22)

6 Keterangan :

N = Adalah banyaknya panelis S2 = Adalah keragaman nilai mutu

1,96 = Adalah koefisien standart deviasi pada taraf 95%

x ̅ = Adalah nilai mutu rata-rata

X = Adalah nilai mutu dari panelis ke- i, dimana i = 1,2,3……..……...n;

S = Adalah simpangan baku nilai mutu.

Data yang diperoleh dan lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan mutu dengan mencapai hasil rata-rata pada setiap panelis dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan perhitungan dengan rumus sebagai berikut mengacu SNI 2729;2013.

2.2.6.4 Perhitungan susut hasil (Fish Losses)

Perhitungan susut hasil (fish losses) dilakukan sebanyak 5 (lima) kali trip layar dengan masa berlayar ±7 hari/trip dilakukan pada kapal dengan alat tangkap pukat cincin (Purse seine) yang melakukan pembongkaran di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari-Sulawesi Tenggara. Rumus susut hasil mengacu pada (Ward & Jeffries., 2000).

1) Susut fisik (Physical losses)

Susut fisik merupakan jumlah/berat ikan yang hilang atau terbuang, dimakan binatang, diserang serangga, terbuang karena hancur, dicuci dan kelebihan hasil tangkapan. Perhitungan susut fisik mengacu (Ward & Jeffries., 2000).

Perhitungan susut fisik

susut fisik (%)=E

D ×100%

Keterangan;

E = Jumlah ikan yang terbuang karena fisik (kg) D = Jumlah ikan keseluruhan

Nilai susut fisik = E×A ……….…………(PV) Keterangan;

E = Jumlah ikan yang terbuang karena fisik (kg) A = Harga jual kualitas tinggi (Rp)

2) Susut mutu (Quality losses)

Susut mutu (Quality losses) merupakan nilai kerugian terjadinya kerusakan atau kemunduran mutu. Susut mutu diukur berat yang turun mutunya dan dikonversikan dalam nilai (rupiah) berdasarkan nilai ikan jika dijual dalam satu prima. Perhitungan susut mutu dilakukan dengan menghitung jumlah ikan yang mengalami penurunan mutu secara organoleptik, kerusakan fisik, seperti ikan yang mengalami pecah perut, patah kepala, memar. Rumus susut mutu mengacu pada (Ward & Jeffries., 2000).

Perhitungan susut mutu

susut mutu (%)=C

D ×100%

Keterangan:

C = Jumlah ikan yang terjual dengan harga rendah (Rp)

(23)

D = Jumlah ikan yang jual keseluruhan (kg)

Nilai susut mutu = C ×(A-B) ………..……(QV) Keterangan;

C = Jumlah ikan yang terjual dengan harga rendah (kg) A = Harga jual ikan kualitas tinggi (Rp)

B = Harga jual ikan kualitas rendah (Rp) 3) Susut finansial (Finansial losses)

Susut finansial (Finansial losses) merupakan gabungan antara susut hasil yang ada (susut fisik dan susut mutu) yang sekaligus mencerminkan susut hasil secara keseluruhan. Rumus susut finansial mengacu pada (Ward & Jeffries., 2000).

Perhitungan susut finansial

Nilai Susut Total=PV+QV…….……….…..(TV) Keterangan;

PV = Nilai susut fisik QV = Nilai susut mutu

Susut Total (100%)= TV

(D×A)×100%

Keterangan;

TV = Nilai susut total

D = Jumlah ikan keseluruhan (Rp) A = Harga jual ikan kualitas tinggi (Rp) 2.2.6.5 Menghitung kebutuhan es

Adapun cara menghitung kebutuhan es untuk mendinginkan ikan hasil tangkapan selama proses penangkapan sampai pembongkaran. Perhitungan kebutuhan es dilakukan sebanyak 5 trip penangkapan. Metode ini digunakan untuk membandingkan jumlah kebutuhan es yang digunakan dengan perhitungan jumlah es yang dilakukan sendiri. Data yang telah diambil selama praktik kemudian diolah dengan cara perhitungan sebagai berikut (Vatria, 2020).

1) Perhitungan jumlah panas yang harus dihilangkan dari bahan (Vatria, 2020).

Q=M×C (T1-T2) Dimana:

Q : jumlah energi panas dalam kilokalori(kkal) M : massa atau berat bahan (kg)

C : panas spesifik bahan

Jika kandungan airnya tidak diketahui, sebaiknya diambil nilai tertinggi 0,8.

T1 : Suhu awal bahan dalam T2 : Suhu akhir bahan dalam

(24)

8

2) Rumus untuk menghitung jumlah panas yang berkonduksi (Vatria, 2020).

q=KA (T1-T2) X

q : laju pengaliran panas kedalam wadah (kkal/jam) q (depan/belakang), q (kanan/kiri) dan q total

A : luas permukaan sisi-sisi wadah (2 (P×L)+2(P×T)+2(T×L)) T1 : suhu pada sisi luar wadah (°C)

T2 : suhu pada sisi dalam wadah (°C) x : tebal material wadah (m)

K : ketepatan konduktifitas material wadah (=0,035)

3) Menghitung kebutuhan es untuk mendinginkan dari suhu awal sampai suhu yang dicapai 0°C dengan lama waktu yang diterapkan maka dapat dihitung dengan rumus yang mengacu (Vatria, 2020).

Jumlah es=Q+q L Dimana :

Q : Kalor/panas ikan q : laju pengaliran panas

L : Lebur (Kalor lebur es = 80 kal) 2.2.6.6 Kelayakan penanganan ikan

Pengamatan kelayakan penanganan ikan diatas kapal penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kuisioner penilaian kelayakan penanganan dan penyimpanan ikan diatas kapal penangkapan ikan yang mengacu pada peraturan Direktur Jendral Perkanan Tangkap Nomor 84/PER-DJPT/2013. Dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.3 Metode Pengolahan Data

Data diolah secara deskriptif meliputi alur proses cara penanganan ikan yang baik di atas kapal, hasil pengukuran suhu, hasil pengujian (organoleptik), hasil perhitungan susut hasil, hasil perhitungan kebutuhan es serta kelayakan penanganan ikan. Data yang diperoleh secara tidak langsung dikumpulkan kemudian dilakukan studi literature sebagai acuan atau referensi atau sebagai bahan pembandingan terhadap data di lapangan.

2.4 Metode Analisis Data 2.4.1 Analisis deskriptif

Analisis deskriptif yaitu mengolah data kualitatif yang disajikan dengan deskripsi dan inteprestasi dalam menyajikan data statistik, penyaji dilakukan dengan menjelaskan hal-hal yang diamati selama praktik sesuai dengan Batasan masalah kemudian dianalisis dan diolah yang selanjutnya dikaji dengan referensi yang ada sesuai dengan tujuan dan batasan masalah yang ditetapkan.

(25)

2.4.2 Analisis komparatif

Analisis komparatif yaitu analisis yang membandingkan hasil pengamatan secara kuantatif (secara pasti) yang selanjutnya dikaitkan dengan literatur ataupun dengan pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat kesamaan atau perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan tersebut.

(26)

10

(27)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Geografis Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari 3.1.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari dibangun pada tahun 1984, diawali dengan Studi Kelayakan oleh Tim Asian DevelopmentBank dan Direktorat Jendral Perikanan. PPS Kendari secara resmi operasional pada tahun 1990 setelah diresmikan oleh presiden RI Bapak H.M. Soeharto pada tanggal 10 September 1990. Sebelum ditetapkan sebagai Pelabuhan perikanan Samudera, status kelembagaan adalah Project Manajemen Unit (PMU). Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari

Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari dalam kegiatan ekonomi telah memberikan manfaat yang cukup tinggi bagi masyarakat seperti fasilitas produksi.

Pemasaran hasil perikanan, pengawasan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya ikan, pelayanan kesyahbandaran mendukung kegiatan berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya, serta penyerapan tenaga kerja. PPS Kendari sebagai basis utama perikanan laut dan umumnya dikawasan Indonesia timur khususnya Sulawesi Tenggara dengan daerah penangkapan (Fishing ground) meliputi WPP 714 dan WPP 715 yang kaya akan sumber daya ikan baik pelagis maupun demersal yang telah menjadi salah satu komoditas ekspor hasil perikanan dalam Sulawesi Tenggara.

3.1.2 Letak geografis

Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari (PPS) merupakan pusat industry perikanan terpadu di kawasan timur Indonesia dan khusunya di Sulawesi Tenggara yang terletak di Kel. Puday, Kec. Ambeli, Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Letak geografis dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Letak Geografis

(28)

12

Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari dengan posisi geografis 03° 58’

48’’LS, dan 122° 34’17’’BT yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.64/MEN/2010 Tentang Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, meliputi:

a) Wilayah kerja daratan seluas 40,53 Ha;

b) Wilayah kerja perairan seluas 33,20 Ha;

c) Wilayah pengoperasian daratan seluas 59,34 Ha;

d) Wilayah pengoperasian perairan seluas 8,72 Ha.

3.1.3 VISI dan MISI 3.1.3.1 Visi

Terwujudnya Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari yang berdaulat, mandiri, berdayasaing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan nelayan

3.1.3.2 Misi

Misi Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari adalah:

a) Mendorong dan mengoptimalkan peningkatan investasi serta fasilitas produksi, pengolahan, distribusi hasil perikanan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya ikan untuk kelestariannya;

b) Peningkatan kualitas pelayanan dan informasi perikanan sesuai kebutuhan masyarakat nelayan dan pengguna jasa pelabuhan;

c) Meningkatkan daya saing usaha perikanan tangkap di PPS Kendari;

d) Menjadikan pelabuhan perikanan sebagai kawasan yang aman, tertib, bersih, higienis, indah serta menerapkan kaidah-kaidah keselamatan dan kesehatan kerja melalui program K5;

e) Meningkatkan kualitas SDM yang professional berbasis IPTEK;

f) Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di PPS Kendari.

3.1.4 Sarana dan perasarana

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) kendari saat ini memiliki fasilitas- fasilitas antara lain:

a) Fasilitas pokok: merupakan fasilitas pokok yang harus ada dan berfungsi untuk melindungi pelabuhan ini dari gangguan alam, tempat membongkar ikan hasil tangkapan dan membuat perbekalan, serta tempat tambat labuh kapal-kapal penangkapan ikan;

b) Fasilitas penunjang: merupakan fasilitas tambahan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pelabuhan perikanan;

c) Fasilitas fungsional: berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional suatu pelabuhan.

3.1.5 Struktur organisasi

Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari dipimpin oleh Bapak Kartono, A.Pi., M.P dan sturuktur organisasi pelabuha perikanan Samudera Kendari dapat dilihat pada Gambar 4.

(29)

Gambar 4 Struktur organisasi 3.2 Alur Proses Penanganan Ikan 3.2.1 Setting dan haulling

Proses setting dan haulling dilakukan pada subuh hari sekitar jam 4 subuh, pertama-tama anak buah kapal atau ABK melakukan pegecekan ikan di rumpon dengan cara menghidupakan lampu di sekitar rumpon. Setelah lampu hidup maka ikan kecil berkumpul di bawah lampu sehingga ikan layang dan ikan cakalang juga ikut berkumpul. Apabila semua ikan sudah banyak berkumpul maka ABK yang bertugas menghidupkan lampu memberikan isyarat kepada kapal menggunakan lampu kode bahwa ikan siap dilingkarin, Setelah itu kapal melingkari ikan. Jarring yang sudah dilingkar kemudian ABK melakukan penarikan jaring. Ikan yang ditangkap pada kapal KM. Hidup Bersama 1 terdiri ikan Cakalang, ikan layang, ikan kembung. Menurut (Siahaan et al., 2021). Teknik pengoperasian alat tangkap purse seine pada umumnya menggunakan bantuan cahaya lampu untuk mengumpulkan geromboran ikan selanjutnya ikan dialihkan pada lampu bangkra, lalu kapal bergerak melingkar sambal menurunkan alat tangkap kemudian pengerutan bagian bawah jaring sehingga ikan terkurung di dalam jaring. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5.

(30)

14 Tabel 2 Hasil tangkapan ikan cakalang Waktu

(trip)

Banyaknya setting

Hasil tangkapan

ikan (kg)

ikan cakalang

(kg)

Lama pelayaran

(Hari)

Jumlah (ABK)

Trip 1 5 5.120 2.125 7 15

Trip 2 4 4.450 1.860 6 15

Trip 3 5 5.655 2.650 8 15

Trip 4 5 5.045 2.430 7 15

Trip 5 5 5.560 2.585 8 15

Data Tabel 2 menunjukan bahwa pada trip 1 dengan banyak setting 5 kali, hasil tangkapan keseluruhan 5.120 kg, untuk ikan cakalang 2.125 kg, lama pelayaran 7 hari. Sedangkan pada trip 2 dengan banyak setting 4 kali, hasil tangkapan keseluruhan 4.450 kg, untuk ikan cakalang 1.860 kg, lama pelayaran 6 hari. Pada trip 3 dengan banyak setting 5 kali, hasil tangkapan keseluruhan 5.655 kg, untuk ikan cakalang 2.650 kg, lama pelayaran 8 hari. Pada trip 4 dengan banyak setting 5 kali, hasil tangkapan keseluruhan 5.045 kg, untuk ikan cakalang 2.430 kg, lama pelayaran 7 hari. Pada trip 5 dengan banyak setting 5 kali, hasil tangkapan keseluruhan 5.560 kg, untuk ikan cakalang 2.585 kg, lama pelayaran 8 hari, untuk jumlah ABK dalam 5 trip rata-rata 15 orang. Proses setting dan hauling dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Proses setting dan hauling

Setelah jaring sudah melingkar maka tali di bagian bawah jaring ditarik menggunakan mesin sehingga ikan tidak bisa keluar dari jaring. Kemudian para ABK menarik pelampung dan jaring bagian tengah. Menurut (Maulana et al., 2017). bahwa kecepatan melingkar jaring purse seine terhadap kawanan ikan, ditentukan oleh kecepatan yang tepat pada operasional kapal sehingga purse seine cepat mengelilingi kawanan ikan dengan baik.

3.2.2 Penaikan ikan di atas kapal

Teknik pengangkatan ikan ke atas kapal dengan menggunakan basket. Ikan yang telah terkumpul di dalam basket kemudian langsung dinaikan secara manual (diangkat). Proses penaikan ikan di atas kapal dapat dilihat pada Gambar 6.

(31)

Gambar 6 Penaikan ikan ke atas kapal.

Setelah itu dituangkan ke dalam palka yang telah disediakan. Ikan dinaikan dilakukan secara cepat untuk mengurangi kerusakan dan penurunan mutu ikan.

3.2.3 Penyimpanan dalam palka dan penambahan es

Penyimpanan ikan pada KM. Hidup Bersama 1 dengan menggunakan system bulking. Sebelum ikan dimasukan kedalam palka maka terlebih dahulu palka di isi es sebagai dasar. Proses penyimpanan dalam palka dan penambahan es dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Penyimpanan dalam palka dan penambahan es

Setelah itu ikan dimasukan ke dalam palka bersamaan dengan es yang sudah dihancurkan menggunakan mesin penggiling es, perbandingan ikan dan es yaitu 1:1. Penyusunan ikan dengan cara lapisan es, ikan dan es bertujuan untuk membuat ikan cepat menjadi dingin sehingga kesegaran ikan dapat dipertahankan (Hutapea et al., 2019). Prinsip penyimpanan bulking merupakan perbandingan antara bemberian es dicampur dengan ikan dengan perbandingan 1:1 di susun dengan rata sampai palka terisi penuh kemudian palka di tutup dengan rapat (Siegers et al., 2022).

3.2.4 Pembongkaran

Proses pembongkaran dimulai dari nahkoda kapal melapor ke petugas inspeksi Pelabuhan guna melakukan pengecekan dengan data jumlah pembekalan air, es dan bahan bakar dan jumlah hasil tangkapan. Proses pembongkaran diawali dengan mempersiapkan peralatan-peralatan pembongkaran seperti memasang tenda dan alas terpal agar pada saat melakukan pembongkaran ikan tidak terpapar langsung cahaya matahari.

Kerusakan yang terjadi akibat ikan yang cacat fisik akan mempercepat aktivitas bakteri yang menyebabkan penurunan mutu ikan (Litaay et al., 2020). Proses pembongkaran dapat dilihat pada Gambar 8.

(32)

16 Gambar 8 Pembongkaran

Proses pembongkaran dimana palka diberikan air sehingga es yang ada di dalam palka mencair dan untuk memudahkan pengambilan ikan di dalam palka.

Pembongkaran dilakukan oleh ABK kapal dengan satu orang masuk kedalam palka, ABK didalam palka terlebih dahulu memisahkan sisa-sisa es yang masih ada di dalam palka. Waktu pembongkaran dan kondisi cuaca dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Waktu pembongkaran

Trip/layar Waktu bongkar Selesai

Trip 1 08.21 13.11

Trip 2 09.03 14.02

Trip 3 13.00 17.35

Trip 4 16.00 22.21

Trip 5 11.28 16.40

Data Tabel 3 menunjukan bahwa waktu pembongkaran dari 5 trip layar 4-6 jam, waktu kecepatan pembongkaran sangat penting karena mempengaruhi mutu hasil tangkapan. Pengambilan ikan didalam palka menggunakan basket kemudian ABK berada di luar palka menarik tali untuk basket dikeluarkan dari palka. Ikan diletakan di atas terpal yang sudah disediakan. Proses ini dilakukan secara cepat dan cermat sehingga suhu ikan dan mutu ikan tidak menurun secara drastis.

Faktor yang mempengaruhi efisiensi waktu pendaratan ikan diantaranya adalah jumlah pelaku bongkar, kecepatan bongkar, tonase kapal, hasil tangkapan dan waktu terbuang (Nasution et al., 2019).

3.2.5 Pencucian

Proses pencucian ikan yang sudah diletakan di terpal kemudian dicuci menggunakan air laut bersih. proses pencucian menggunakan air yang bertekanan dengan menggunakan mesin penyedot air. Proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Pencucian

(33)

Proses pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga.

3.2.6 Sortasi

Proses sortasi ikan yang sudah diletakan di atas terpal yang telah disediakan untuk dilakukan sortasi. Proses sortasi dilakukan oleh ABK kapal dan pengepul.

Dalam proses sortasi ikan dipisahkan berdasarkan kualitas ikan dan jenis ikan dan ikan yang rusak. Proses sortasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Sortasi

Proses penyortiran dilakukan secara cepat tetapi proses penyortiran masih belum sepenuhnya menerapkan penanganan ikan yang baik karena dalam penyortiran tidak menggunakan sarung tangan dan masih terdapat sebagian ABK yang merokok pada saat sedang menyortir, saat penyotiran ikan tidak diberikan es.

3.2.7 Penimbangan

Proses penimbangan dengan cara meletakan basket ikan keatas timbangan duduk untuk satu basket memiliki berat 50 kg, kemudian di catat oleh pengepul atau petugas dari perusahaan. Basket ikan yang yang sudah ditimbang diletakan kembali di atas terpal selanjutnya akan diangkut ke mobil pick up untuk dibawa ketempat pengolahan atau perusahaan di sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera. Proses penimbangan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Penimbangan

Tujuan dari penimbangnan adalah untuk mengetahui jumlah hasil tangkapan dalam satu kali trip/layar. Proses ini sudah berjalan dengan baik tetapi setelah proses penimbangan banyak basket yang menunggu untuk diangkut dikarenakan mobil pengangkut dari perusahaan hanya 1 buah saja. Sehingga suhu dan mutu ikan setelah di timbang akan meningkat secara drastis. Menurut (Sofiati & Deto, 2019). penimbangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat atau size ikan serta penimbangan harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati.

(34)

18 3.3 Penerapan Rantai Dingin

3.3.1 Pengukuran suhu ikan

Suhu ikan dapat menentukan baik atau buruknya penangkapan ikan sehingga pengukuran suhu ikan hasil tangkapan dilakukan pada setiap tahapan penanganan. Tahapan pengukuran suhu ikan hasil tangkapan dilakukan pada kapal purse seine melalui beberapa tahapan proses penanganan yaitu pada saat penaikan ikan, penyimpanan, pembongkaran, pencucian, sortasi dan penimbangan. Hasil pengamatan suhu ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengukuran suhu ikan cakalang

pengamatan Trip 1 (°C)

Trip 2 (°C)

Trip 3 (°C)

Trip 4 (°C)

Trip 5 (°C)

Rata-rata

Penaikan ikan 28,2 28,8 28,6 28,0 28,3 28,4 ±0,34

Penyimpanan 0,6 0,6 0,5 1,0 1,1 0,8 ± 0,27

Pembongkaran 2,0 2,1 2,3 2,5 2,4 2,3 ± 0,21

Pencucian 2,4 2,4 2,7 2,8 2,8 2,6 ± 0,20

Sortasi 2,7 2,7 3,0 3,1 3,1 2,9 ± 0,20

Penimbangan 3,1 3,3 3,2 3,4 3,2 3,2 ± 0,11

Data Tabel 4 menunjukan bahwa suhu rata-rata ikan selama 5 trip/layar pada tahapan setelah ikan ditangkap adalah penaikan ikan 28,4°C, penyimpanan di dalam palka 0,8°C, pembongkaran 2,3°C, pencucian 2,6°C, sortasi 2,9°C dan penimbangan 3,2°C. Pada saat penaikan ikan suhu ikan masih tinggi hal ini dikarenakan suhu ikan masih sesuai dengan suhu perairan pada saat dilakukan pengecekan suhu awal ikan ditangkap. Es yang dipilih karena relatif murah, tidak mengandung bahan berbahaya, serta cara penggunaannya mudah. Selain itu es juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan ikan (Akerina & Kour, 2020). Penerapan rantai dingin pada penanganan ikan bertujuan untuk menjaga ikan agar tetap dingin (suhu rendah) sehingga dapat mencegah kerusakan yang timbul dari aktivitas mikrobiologi (Tani et al., 2020). Hasil pengamatan suhu ikan cakalang dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3.2 Pengukuran suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka

Pengukuran suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka dilakukan pada setiap trip/layar. Tahapan pengukuran suhu yaitu suhu udara luar (gladak), suhu ruang (di dalam palka) dan suhu udara luar (pelabuhan) dilakukan pada kapal purse seine KM. Hidup Bersama 1. Hasil pengamatan suhu udara luar dan suhu ruang di dalam palka dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil rata-rata pengukuran suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka

Trip/layar Trip 1 (°C)

Trip 2 (°C)

Trip 3 (°C)

Trip 4 (°C)

Trip 5 (°C)

Rata-rata

Gladak 30,9 31,1 30,8 30,5 31,1 30,9 ± 0,34

Didalam palka

1,2 1,1 0,9 1,2 1,2 1,1 ± 0,18

Pelabuhan 31,5 31,4 31,1 31,3 31,2 31,3 ± 0,19

(35)

Data Tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka selama 5 trip/layar pada tahapan setelah ikan ditangkap adalah gladak 30,9°C, di dalam palka 1,1°C dan pelabuhan 31,3 °C. Suhu yang tertinggi terjadi di pelabuhan karena proses pembongkaran rata-rata dilakukan pada siang hari pada ruang terbuka. Ikan apabila terkena matahari secara langsung dapat mengakibatkan penurunan mutu sehingga proses pembongkaran di alaskan tenda dan terpal. Hasil pengamatan suhu udara luar dan suhu ruang dalam palka dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4 Pengujian Mutu Organoleptik 3.4.1 Organoleptik penaikan ikan

Pengujian mutu secara organoleptik pada tahap penanganan ikan diatas kapal bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan. Pengujian mutu organoleptik dilakukan menggunakan scoreseat ikan segar mengacu pada SNI 2729;2013. Nilai rata-rata organoleptik ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pengujian organoleptik di atas kapal Trip Ulangan Interval nilai

organoleptik

Nilai organoleptik

Standar SNI 2729;2013

1

1 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

7

2 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

3 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

2

1 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

2 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

3 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

3

1 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

7

2 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

3 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

4

1 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

2 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

3 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

5

1 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

2 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

3 (9 ≤ μ ≤ 9) 9

Dari Tabel 6 diketahui bahwa rata-rata mutu organoleptik ikan cakalang di atas kapal KM. Hidup Bersama 1 selama 5 trip berlayar masih sesuai dengan standar yaitu 9 dikarenakan baru ditangkap dan proses pengangkatan ikan dilakukan dengan baik. Data hasil pengamatan organoleptik ikan cakalang pada saat penanganan di atas kapal sudah memenuhi standar SNI 2729;2013 penggujian organoleptik ikan segar yaitu nilai 7.

Menurut (Pianusa & Sanger, 2015). Kualitas atau mutu ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti metode cara penangakapan, pendaratan dan pengangkutan dari tempat penangkapan ke tempat pendaratan ikan, keadaan cuaca terutama pada suhu. Perhitungan organoleptik penaikan ikan cakalang dapat dilihat pada Lampiran 1.

(36)

20

3.4.2 Pengujian mutu organoleptik saat pembongkaran ikan

Pengujian mutu organoleptik pada saat proses pembongkaran dilakukan menggunakan lembar scoresheat ikan segar yang mengacu pada SNI 2729:2013, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan seperti kenampakan (mata, ingsang, lendir) daging, bau dan tekstur. Nilai rata-rata organoleptik ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil pengujian mutu organoleptik ikan saat pembongkaran Trip Ullangan Interval nilai

organoleptik

Nilai organoleptik

Standar SNI 2729;2013 1

1 (7,69 ≤ μ ≤ 8,17) 8

7

2 (7,69 ≤ μ ≤ 8,17) 8

3 (7,69 ≤ μ ≤ 8,17) 8

2

1 (7,8 ≤ μ ≤ 8,38) 8

2 (7,8 ≤ μ ≤ 8,38) 8

3 (7,8 ≤ μ ≤ 8,38) 8

3

1 (7,75 ≤ μ ≤ 8,23) 8

2 (7,75 ≤ μ ≤ 8,23) 8

3 (7,75 ≤ μ ≤ 8,23) 8

4

1 (7,81 ≤ μ ≤ 8,25) 8

2 (7,81 ≤ μ ≤ 8,25) 8

3 (7,81 ≤ μ ≤ 8,25) 8

5

1 (7,8 ≤ μ ≤ 8,22) 8

2 (7,8 ≤ μ ≤ 8,22) 8

3 (7,8 ≤ μ ≤ 8,22) 8

Dari Tabel 7 diketahui bahwa rata-rata mutu organoleptik ikan cakalang selama 5 trip layar pda tahap pembongkaran ikan masih sesuai dengan standar yaitu 8, mutu organoleptik turun karena lamanya pelayaran dan ikan yang tertimbun es pada saat penyimpanan dalam palka. Data hasil pengamatan organoleptik ikan cakalang pada saat pembongkaran memenuhi standar SNI 2729;2013 pengujian organoleptik ikan segar yaitu nilai 7.

Menurut (Pianusa & Sanger, 2016) untuk mengetahui baik dan tidaknya mutu ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik. Semakin banyak ikan berontak maka semakin cepat mengalami kekakuan dan makin pendek daya simpan ikan, berbeda dengan daya simpan ikan yang tidak banyak berontak lebih cepat mati akan memiliki daya simpan yang lebih lama (Suryanto et al., 2020). Hasil pengujian organoleptik ikan cakalang selama 5 kali trip dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5 Hasil Perhitungan Susut Hasil Ikan Cakalang

Perhitungan susut hasil meliputi susut fisik, susut mutu dan susut finansial dengan mengacu pada rumus perhitungan metode load tracking. Susut hasil merupakan keseluruhan nilai kerugian pasca panen hasil perikanan akibat terjadinya kerusakan fisik dan kemunduran mutu yang terjadi mulai saat ikan ditangkap sampai ke tangan konsumen (Ward & Jeffries., 2000).

(37)

3.5.1 Susut fisik

Penyusutan fisik pada hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) diamati pada saat di atas kapal sampai pembongkaran ikan di pembongkaran (PPS) Kendari. Kerusakan fisik ikan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 kerusakan fisik pada ikan

Gambar 12 menunjukan ikan yang rusak akibat di makan ikan yang besar dan terkena jaring pada saat pengangkatan ikan dari jaring ke dalam palka. Susut fisik pada saat pengamatan ditemukan susut fisik karena ikan tangkapan rusak akibat jaring pada saat pengangkatan ikan di atas kapal. Selain kerusakan ikan di karenakan jaring, kerusakan ikan juga dikarenakan tertumpukan es. Susut fisik dapat terjadi karena terkena serangga, dimakan hewan lain, kelebihan pasokan dan tidak ada pembeli sehingga ikan di buang, pencurian (Ward & Jeffries., 2000).

Hasil perhitungan susut fisik ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil perhitungan susut fisik ikan cakalang Pengamatan Hasil

tangkapan (kg)

Ikan yang rusak I

(kg)

Harga mutu I (Rp)

Nilai susut fisik(Rp)

Susut fisik (%)

Trip 1 2.125 28 20.000 560.000 1,32

Trip 2 1.860 24 20.000 480.000 1,29

Trip 3 2.650 42 20.000 840.000 1,58

Trip 4 2.430 30 20.000 600.000 1,23

Trip 5 2.585 36 20.000 720.000 1,39

Rata-rata 640.000 1,36

Dari Tabel 8 diketahui bahwa Presentasi susut fisik yang terjadi di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari pada ikan cakalang dengan rata-rata 1,36%

dan nilai susut Rp 640.000. Terjadi susut fisik selama proses penanganan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapannya, jumlah ikan yang diambil. Menurut susut fisik adalah kerugian yang menyebabkan ikan dibuang (rusak) sehingga terjadi penurunan total hasil tangkapan, misalnya pembusukan atau kerusakan (Sayuti et al., 2022). Perhitungan susut fisik ikan cakalang dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.5.2 Susut mutu

Susut mutu merupakan nilai kerugian akibat terjadinya kerusakan atau kemunduran mutu, susut mutu merupakan perbedaan antara ikan (mutu baik) dengan nilai ikan setelah mengalami penurunan mutu dan dijual dengan harga

(38)

22

murah. Ikan yang bagus dapat dikatakan (mutu I) dengan harga sedangkan ikan yang rusak dan ikan yang mengalami kemunduran mutu dapat dikatakan (mutu II).

Susut mutu ikan cakalang yang biasa diterima di tempat pembongkaran dan pengepul mempunyai harga tergantung kualitas mutu ikan, untuk ikan yang masih segar dan bagus mutunya dijual dengan harga (Rp 20.000). untuk ikan yang perutnya sudah lembek dan matanya sudah merah mutunya dijual dengan harga (Rp 15.000). Adapun faktor yang mempengaruhu harga jual ikan adalah mutunya.

Ikan yang bermutunya jelek biasanya dijual di pengepul sedangkan mutu yang masih segar dan bagus biasanya dijual di perusahaan terdekat. Perhitungan jumlah hasil tangkapan yang mengalami kemunduran mutu yang dilakukan di kapal purse seine yang melakukan proses pembongkaran di Pelabuhan Perikanan Samudera. Hasil perhitungan susut mutu dari kapal yang diamati dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil perhitungan susut mutu ikan cakalang

Pengamatan Hasil tangkapan

(kg)

Mutu I (kg)

Mutu II (kg)

Pendapatan seharusnya

(Rp)

Pendapatan Mutu I (Rp)

Pendapatan Mutu II (Rp)

Nilai Susut

Mutu (Rp)

Susut Mutu (%) Trip 1 2.125 2.080 45 42.500.000 41.600.000 675.000 225.000 0,53 Trip 2 1.860 1.822 38 37.200.000 36.440.000 570.000 190.000 0,51 Trip 3 2.650 2.565 85 53.000.000 51.300.000 1.275.000 425.000 0,80 Trip 4 2.430 2.380 50 48.600.000 47.600.000 750.000 250.000 0,51 Trip 5 2.585 2.517 68 51.700.000 50.340.000 1.020.000 340.000 0,66

Rata-rata 286.000 0,60

Data Tabel 9 menunjukan bahwa hasil presentasi susut mutu yang terjadi di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari pada ikan cakalang yang diamati pada saat pembongkaran dengan nilai rata-rata yaitu nilai susut mutu Rp 286.000 dan susut mutu sebesar 0,60% yang terjadi akibat penyimpanan yang diterapkan.

Susut mutu dapat disebabkan oleh beberapa alasan, misalnya penumpukan ikan yang menyebabkan ikan terjepit, kehilangan nilai mutu (Ward & Jeffries., 2000).

Perhitungan susut mutu dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.5.3 Susut finansial

Susut finansil (Finansial Losses) dilakukan setelah mengetahui susut total baik susut fisik maupun susut mutu mulai dari ikan ditangkap sampai proses pembongkaran di pelabuhan. Susut finansial dilakukan untuk menunjukan berapa kerugian nelayan akibat terjadinya kerusakan atau kemunduran mutu ikan. Harga ikan sangat mempengaruhi oleh mutu ikan. Hilangnya kualitas ikan mengacu pada ikan yang telah mengalami perubahan karena pembusukan atau kerusakan ikan dan telah mengalami penurunan mutu pada ikan. Ikan seperti itu dijual dengan harg yang lebih rendah dari yang seharusnya di capai jika ikan berkualitas baik (Getu et al., 2015). Hasil perhitungan susut finansial ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 10.

(39)

Tabel 10 Hasil perhitungan susut finansial ikan cakalang Pengamatan Nilai

susut fisik (Rp)

Nilai Susut

mutu (Rp)

Pendapatan seharusnya

(Rp)

Nilai susut total (Rp)

susut total

(%) Trip 1 560.000 225.000 42.500.000 785.000 1,85 Trip 2 480.000 190.000 37.200.000 670.000 1,80 Trip 3 840.000 425.000 53.000.000 1.265.000 2,39 Trip 4 600.000 250.000 48.600.000 850.000 1,75 Trip 5 720.000 340.000 51.700.000 1.060.000 2,05

Rata- rata 640.000 286.000 926.000 1,97

Data Tabel 10 menunjukan bahwa hasil presentasi susut finansial yang terjadi di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari pada ikan cakalang yang diamati pada saat pembongkaran dengan nilai rata-rata yaitu nilai susut total 926.000 sedangkan susut total sebesar 1,97%. Angka total loss berdasarkan hasil pengamatan dipengaruhi oleh susut mutu dan susut fisik. Hasil pendapatan dari nelayan akan menurun jika penanganan tidak dilakukan dengan baik dan benar selama proses penaikan ikan di atas kapal sampai pembongkaran dan penimbangan, serta melakukan pengawasan agar tidak banyak ikan yang mengalami kemunduran mutu sehingga kerugian pemilik kapal tidak terlalu besar.

Penyusutan dapat saja terjadi pada saat penangkapan, dimana ikan terjatuh dari jaring dan kembali ke laut, penanganan yang menyebabkan luka memar pada ikan. Pada saat pendaratan tidak menggunakan es sehingga ikan menjadi rusak, dalam pengolahan terjadi serangan serangga, transportasi yang lama sehingga terjadi keterlambatan bahan baku (Ward & Jeffries., 2000). Perhitungan susut mutu dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.6 Kebutuhan Es

Perhitungan kebutuhan es dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dengan menghitung beban panas kalori ikan hasil tangkapan, luas sisi-sisi alas palka, ketebalan palka, material palka serta selisih suhu antara suhu luar dan dalam palka. Ukuran dan jenis palka dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Ukuran dan jenis palka

Palka Panjang (M) Lebar (M) Tinggi (M) Ketebalan (cm) Jenis palka

Palka 1 2,25 2 2,1 3 fiber

Palka 2 2,15 1,95 1,85 3 fiber

Tabel 11 menunjukan palka 1 memiliki panjang 2,25 M, lebar 2 M, tinggi 2,1 M, sedangkan palka 2 memiliki panjang 2,15, lebar 1,95, tinggi 1,85. Untuk ketebalan palka rata-rata 3 cm dan jenis palka yaitu fiber. Es yang dibawa pada kapal purse seine KM. Hidup bersama 1 langsung dari pabrik es terdekat, dengan berat es (50 kg/balok) dan harga (Rp.25.000/ balok). Balok es dibagi 3 bagian lalu

(40)

24

dimasukan kedalam palka kapal. Hasil perhitungan kebutuhan es dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 6.

Tabel 12 Hasil perhitungan kebutuhan es

Layar Es yang dibawa

(kg)

Lama layar (hari)

Hasil tangkapan

(kg)

Kalor ikan (kkal)

Beban total (kkal)

Laju aliran panas (kkal/jam)

Total kalor/jam (kkal)

Es yang dibutuhkan

(kg)

Trip 1 6.500 7 5.120 129.454,08 1774,45 298107,57 427561,65 5.344,52 Trip 2 6.500 6 4.450 114.382,8 1764,40 254073,46 368456,26 4.605,7 Trip 3 6.500 8 5.655 141.080,94 1747,98 335612,93 476693,87 5.958,67 Trip 4 6.500 7 5.250 127.134 1760,74 295803,59 422937,59 5.286,72 Trip 5 6.500 8 5.560 142.914,24 1771,22 340074,34 482988,58 6.037,36

Tabel 12 menunjukan jumlah es yang dibawa pada trip 1 dengan lama berlayar 7 hari yaitu 6.500 kg, dengan hasil tangkapan yang didapat 5.120 kg, jumlah es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan ikan hasil tangkapan adalah 5.344,52 kg. Pada trip 2 dengan lama berlayar 6 hari yaitu 6.500 kg, dengan hasil tangkapan yang didapat 4.450 kg, jumlah es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan ikan hasil tangkapan adalah 4.605,7 kg. Pada trip 3 dengan lama berlayar 8 hari yaitu 6.500 kg, dengan hasil tangkapan yang didapat 5.655 kg, jumlah es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan ikan hasil tangkapan adalah 5.958,67 kg. Pada trip 4 dengan lama berlayar 7 hari yaitu 6.500 kg, dengan hasil tangkapan yang didapat 5.250 kg, jumlah es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan ikan hasil tangkapan adalah 5.286,72 kg. Pada trip 5 dengan lama berlayar 8 hari yaitu 6.500 kg, dengan hasil tangkapan yang didapat 5.560 kg, jumlah es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan ikan hasil tangkapan adalah 6.037,36 kg. Es yang dibawa kapal KM. Hidup Bersama 1 dari 5 trip layar melebihi dari kebutuhan es yaitu 6500 kg, untuk es yang masih tersisa akan digunakan pada saat proses pembongkaran tertunda. Es sangat diperlukan untuk menurunkan suhu ikan dan suhu udara sampai mendekati suhu ikan, mempertahankan pada suhu 0°C.

Kebutuhan es dalam kelengkapan dan keberhasilan operasi penangkapan ikan adalah utama. Hal ini sangat terkait dengan penjagaan mutu hasil tangkapan agar dapat mempertahankan nilai jual yang tinggi (Diniah et al., 2012).

3.7 Penerapan Kelayakan Penanganan Ikan Diatas Kapal

Kapal KM. Hidup Bersama 1 adalah salah satu kapal penangkap ikan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari. Kapal KM. Hidup Bersama 1 dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Kapal hidup bersama 1

Gambar

Tabel 1 Pelaksanaan kegiatan praktik
Tabel 1 Pelaksanaan kegiatan praktik (Lanjutan).
Gambar 2 Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari
Gambar 3 Letak Geografis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai tersebut dihitung berdasarkan hasil tangkapan ( c ) dan upaya penangkapan (f) dan catch per unit effort (CPUE) ikan cakalang di perairan Selatan Jawa Barat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan parameter oseanografi (suhu permukaan laut, kedalaman,

Belimbing Wuluh untuk Menghambat Histamin dan Penurunan Mutu Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L). Universitas

Hasil studi menunjukan bahwa sumberdaya ikan cakalang memang telah memberikan kontribusi ekonomi sangat besar dalam bentuk mendorong investasi pada berbagai aspek ekonomi

Data yang digunakan berdasarkan hasil tangkapan dan memancing bulanan oleh pukat cincin di tempat pendaratan ikan di Belang selama tahun 2009 sampai 2015.. Analisis untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara hasil tangkapan ikan Cakalang ( Katsuwonus pelamis ) dengan faktor oseanografi seperti suhu, klorofil- a, kedalaman,

Hubungan panjang dengan bobot diperoleh nilai b= 3,115 (b &gt; 3), yang menandakan pola pertumbuhan ikan cakalang hasil tangkapan di sekitar rumpon yang didaratkan di PPN

Berdasarkan analisis musim penangkapan ikan dengan metode prosentase rata-rata (Lampiran 2 dan Gambar 1), terlihat bahwa ikan cakalang di perairan Belang dapat ditangkap