• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM”

N/A
N/A
Nadita Aprilia Sari

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM” "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM”

Dosen Pengampu

Muhammad Ihsanul Arief, S. Th.I., M.Ag

Disusun oleh :

Nadita Aprilia Sari (2310313120004 Auliya Dwi Branti Putri(2310313120016) Jisca Adinda Prasya (2310313120002) Salma Hanifah Humaira (2310313120040) Dinda Aulia Nazwa (2310313220034) Risvie Noor Hasna Zhafira ( 2310313220036) Novita Safitri (2310313220026) Leila Thalitha Hermawan (2310313220008) Sherly Nazwa (2310313220070) Maya Sari (23

Siti Anisa Destifa Rahmi (2310313220068)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

2022/2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan karunia-Nya jualah kami dapat menyusun serta dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agma Islam “ masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan islam “.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami ucapkan kepada Bapak Muhammad Ihsanul Arief. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami menyadari meskipun saya telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah ini.

Akan tetapi, kami menyadari bahwa makalah masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami meminta kritik serta saran yang kiranya dapat membangun sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi dimasa mendatang.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembacanya.

Wassalam.

Banjarmasin,

(3)

DAFTAR ISI

Isi

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I... 4

1.1 Latar belakang... 4

1.2 Permasalahan... 5

1.3 Tujuan Penulisan... 5

BAB II... 6

2.1 Pengertian Masjid dan Fungsinya... 6

2.2 Peran Masjid pada Zaman Nabi Muhammad SAW...7

2.3 Mengoptimalkan Masjid Sebagai Pemberdayaan Umat islam...8

2.4 Peran Masjid dalam Membangun Umat yang Religius-spiritualistis, Sehat Rohani dan Jasmani... 9

2.5 Pengertian Kebudayaan dan Peradaban Islam...10

2.6 Proses Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban Islam...11

2.7 Kontribusi Islam dalam Pengembangan Peradaban dunia yang damai bersahabat dan Sejahtera... 12

2.8 Studi Kasus Masjid di Lingkungan Lahan Basah (Masyarakat Banjar) Arsitektur...14

2.9 Studi Kasus : Masjid yang Terpapar Radikal...15

BAB III... 17

3.1 Kesimpulan... 17

3.2 Saran... 17

DAFTAR PUSTAKA... 18

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masjid sebagai tempat ibadah dalam agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah dan perkembangan peradaban Islam. Selain sebagai tempat untuk menjalankan ibadah, masjid juga berperan sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam.

Pada awal mula perkembangan Islam, masjid menjadi tempat utama untuk melaksanakan salat, mengajar agama, dan berkumpul untuk keperluan komunitas Muslim. Salah satu contoh terkenal adalah Masjid Nabawi di Madinah yang merupakan pusat aktivitas keagamaan dan pengajaran. Masjid telah menjadi pusat pendidikan dalam sejarah Islam. Guru-guru terkemuka dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu agama, ilmu pengetahuan alam, kedokteran, dan matematika mengajar di masjid. Ini membantu menyebarkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan di seluruh dunia Islam. Selain dalam bidang pendidikan, masjid sering menjadi tempat untuk ekspresi seni dan budaya Islam. Arsitektur masjid yang megah dan seni kaligrafi Islam yang indah adalah contoh dari dampak kebudayaan Islam yang terkait dengan masjid. Masjid juga berperan dalam pemberdayaan sosial masyarakat. Mereka menyediakan bantuan kepada yang membutuhkan, menjadi pusat kegiatan komunitas, dan mempromosikan nilai-nilai sosial Islam seperti keadilan dan kedermawanan. Tidak hanya itu, masjid juga berperan dalam melestarikan warisan Islam. Banyak manuskrip kuno dan artefak bersejarah yang terjaga di perpustakaan masjid. Hal ini membantu dalam melestarikan sejarah dan budaya Islam. Kemudian seiring perkembangan zaman, masjid sebagai pusat peradaban

(5)

Islam, membantu menjaga dan memperkuat identitas Muslim, serta melanjutkan tradisi intelektual dan budaya Islam dari generasi ke generasi. Dalam makalah ini, kita akan mengeksplorasi peran masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam melalui sejarah, pendidikan, seni, peran sosial, pelestarian warisan, dan keberlanjutan peradaban. Makalah ini akan membantu kita memahami betapa pentingnya masjid dalam perkembangan dan pelestarian peradaban Islam.

1.2 Permasalahan

1. Apa itu masjid dan bagaimana fungsinya?

2. Bagaimana peran masjid pada zaman nabi Muhammad SAW?

3. Bagaimana mengoptimalkan masjid sebagai pemberdayaan umat Islam?

4. Apa peran masjid dalam membangun umat yang religius-spiritualistis, sehat rohani dan jasmani?

5. Apa itu kebudayaan dan peradaban Islam?

6. Bagaimana proses perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam?

7. Apa Kontribusi Islam dalam pengembangan peradaban dunia yang damai, bersahabat dan sejahtera?

8. Bagaiman studi kasus masjid di lingkungan lahan basah (Masyarakat Banjar) arsitektur?

9. Bagaimana Studi kasus ; masjid yang terpapar radikal?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui masjid dan bagaimana fungsinya?

2. Untuk mengetahui peran masjid pada zaman nabi Muhammad SAW?

3. Untuk mengetahui pengoptimalan masjid sebagai pemberdayaan umat Islam?

4. Untuk mengetahui peran masjid dalam membangun umat yang religius-spiritualistis, sehat rohani dan jasmani?

5. Untuk mengetahui itu kebudayaan dan peradaban Islam?

6. Untuk mengetahui proses perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam?

7. Untuk mengetahui Islam dalam pengembangan peradaban dunia yang damai, bersahabat dan sejahtera?

8. Untuk mengetahui studi kasus masjid di lingkungan lahan basah (Masyarakat Banjar) arsitektur?

9. Untuk mengetahui Studi kasus ; masjid yang terpapar radikal?

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masjid dan Fungsinya

Masjid merupakan tempat ibadah umat muslim yang dimana termasuk unsur penting dalam struktur masyarakat islam. Secara etimologi, Masjid itu sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu sajada-yasjudu-masjidan yang artinya tempat sujud. Kata pokoknya sujadan, fi’il madinya sajada (ia sudah sujud) fi’il sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim makan ini menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjida.

Kata “Masjid” berasal dari kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat, takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi kedua tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut. Oleh karena itu bangunan yang dibuat khusus untuk sholat disebut masjid yang artinya : tempat untuk sujud.

Sedangkan menurut terminology yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang didirikan dengan memiliki batas-batas tertentu untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya. Termonologi masjid secara khusus ialah tempat pelaksanaan salat lima waktu.

Masjid setidaknya memiliki tiga makna, yaitu: Pertama, berkaitan dengan aspek individu, yaitu terciptanya manusia yang beriman. Kedua, terkait dengan aspek sosial adalah terbentuknya umat yang siap menjalani kehidupan dalam kondisi apapun secara utuh,

berbangsa dan bernegara. Yang terpenting dalam hal ini adalah karakter (moralitas) merupakan landasan dinamis dari konstruksi sosial yang kokoh. Ketiga berkaitan dari segi fisik bangunan yang merupakan bukti tauhid, kekokohan jalinan sosial yang mempunyai sikap konstruktif dan produktif.

Fungsi utama Masjid adalah tempat untuk bersujud. Hal ini sesuai dengan istilah yang disematkan pada mesjid itu sendiri. Adapun fungsi masjid yang dominan dalam kehidupan islam sebagai berikut.

1. Sebagai tempat beribadah

Sesuai dengan namanya, masjid yang berarti tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat sholat. Sebagaimana diketahui dalam islam, sholat

(7)

merupakan ibadah wajib umatnya. Maka dari itu, dibangunlah tempat ibadah shalat untuk menjadi perantara tempat beribadah yang sesuai ajaran Islam.

2. Sebagai tempat menuntut ilmu

Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Di samping itu pula ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.

3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah

Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Masjid sering dijadikan tempat ceramah agama sekaligus pembinaan agama, karena sesuai dengan fungsi utamanya yaitu, sebagai tempat beribadah.

4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam

Di masjid direncanakan, diorganisasikan, dikaji, dilaksanakan, dan

dikembangkan da’wah dan kebudayaan islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat.

5. Sebagai pusat kaderisasi umat

Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan.

2.2 Peran Masjid pada Zaman Nabi Muhammad SAW

Masjid Quba merupakan masjid yang pertama dibangun oleh Rasulullah pada tahun 1 Hijriah atau 622 Masehi di Quba. Masjid ini dibangun karena pada saat itu Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hijrah menuju Madinah, mereka singgah di Quba selama lima hari.

1. Masjid ini memiliki suatu ruang berbentuk persegi empat yang dikelilingi oleh dinding.

2. Di sebelah utara dibuat serambi bentuk tempat sholat yang bertiang pohon kurma, beratap datar dari pelepah daun kurma, bercampuran dengan tanah liat.

3. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid (sahn) terdapat sebuah sumur untuk tempat berwudhu.

(8)

4. Masjid Quba memiliki 19 pintu dan dari semua pintu itu, terdapat 3 pintu utama berdaun pintu besar yang menjadi tempat masuk jemaah ke dalam masjid (dua pintu untuk jemaah laki-laki dan satu pintu lainnya untuk jemaah perempuan).

5. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertama membangun menara setinggi 47 meter pada masjid ini.

6. Lantai halaman masjid yang terbuka dilapisi marmer anti panas dan di bagian ini terdapat atap yang dapat terbuka dan tertutup secara otomatis.

7. Zaman dahulu yang hanya memiliki luas 1.200 m2.

Bahan yang digunakan dalam pembangunan masjid:

a. Pelapah daun kurma b. Batu-batu gurun c. Batu-batu alam d. Dahan pohon

2.3 Mengoptimalkan Masjid Sebagai Pemberdayaan Umat islam

Jika kita lihat dari sejarah peradaban Islam, baik ketika era Rasulullah maupun pada era keemasan Islam di Andalusia (Spanyol), peranan masjid begitu luas.Masjid tidak hanya dijadikan sebagai sarana penyelenggaraan shalat, tetapi juga menjadi institusi sosial yang berperan dalam membangun pendidikan, ekonomi, dan politik umat.

Fungsi masjid pada zaman Rasulullah bukan sekedar sebagai tempat untuk melaksanakan sholat semata. Masjid pada masa itu juga dipergunakan sebagai madrasah bagi umat Muslim untuk menerima pengajaran Islam. Masjid juga menjadi balai pertemuan untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan. Masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan. Keberadaan masjid pada era Rasulullah lebih tepat dikatakan sebagai institusi yang membangun peradaban umat Islam yang modern.

Kemajuan yang dicapai oleh Islam di Andalusia juga sangat dipengaruhi oleh peranan masjid sebagai pusat pendidikan. Masjid pada era itu dilengkapi dengan perpustakaan yang dapat diakses oleh umat. Bahkan masjid menjadi basis bagi kaum intelektual dalam membangun kepakarannya. Serambi-serambi masjid telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Ibnu Rusy dan Ibnu Sina. Kedua ilmuwan ini menurut catatan biografinya banyak menghabiskan waktu dengan membaca di perpustakaan masjid yang ada pada era mereka.

Hal ini angat berbeda dengan fungsi masjid pada zaman sekarang. Dewasa ini peranan masjid dalam menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin mengalami kemunduran. Begitu banyak masjid yang dibangun hanya sebagai simbol ketimbang menjadi sarana untuk membangun umat.

(9)

Masjid hanya difungsikan sebagai tempat sujud, tempat ibadah mahdhah saja, seperti shalat, zikir dan itikaf. Dalam pandangan Dr. KH. Miftah Farid, ketua MUI Jawa Barat, fungsi seperti itu menunjukkan bahwa masjid hanya dimaknakan secara sempit. Padahal masjid itu selain dipergunakan untuk ibadah kepada Allah juga dapat difungsikan untuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa sosial, politik, ekonomi, ataupun kegiatan-kegiatan sosial budaya lainnya

Kurang berfungsinya masjid secara maksimal di antaranya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang masjid. Selain itu, perhatian kita masih terfokus pada usaha pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan kebutuhan non-fisik untuk memakmurkan masjid seperti yang diperintahkan Allah dalam Al Quran, hingga saal ini masih relatif terabaikan.

Krisis peranan masjid perlu dicermati sehingga masjid tidak menjadi saksi bisu dalam ingar-bingar perubahan sosial umatnya. Masjid perlu dilihat kembali sebagai agen transformasi umat dengan memperluas peranan dan fungsinya yang tidak lagi sebatas serambi shaf-shaf shalat yang kosong tanpa jemaah. Sudah saatnya masjid direkonstruksi sebagai institusi agama yang modern yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dapat memberdayakan umat dan tidak lagi sekadar sebagai sarana penyelenggara shalat. Oleh sebab itu, pengelolaan masjid memerlukan manajemen yang profesional dan mempunyai kegiatan yang inovatif.

Salah satu komponen penting dalam pengembangan masjid adalah Remaja Masjid.

Remaja masjid menjadi penting untuk menghidupkan masjid karena sifat dasar dari remaja dan pemuda itu sendiri yaitu penuh ide kreatifitas dan inovasi. Sehingga kegiatan masjid akan lebih beraneka dan tidak monoton serta mampu menarik jama’ah dari kalangan muda. Yang tidak kalah penting adalah tujuan untuk kaderisasi, generasi muda yang cinta masjid kelak akan menjadi penerus sebagai pengurus masjid. Tidak hanya menjadi pengurus masjid, optimalisasi masjid untuk menghasilkan generasi cinta masjid diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang cinta masjid, seperti halnya sahabat-sahabat Rasulullah SAW.

Pengelolaan masjid juga harus mampu mengembalikan peranan masjid dalam mengatasi keterbelakangan umat, khususnya menanggulangi kemiskinan dan kebodohan.

Sebagai langkah awal, masjid harus mampu menggali potensi zakat yang dipergunakan untuk program pemberdayaan umat. Potensi zakat umat Islam di Indonesia bisa mencapai Rp. 19,3 triliun per tahun. Sayangnya, potensi besar tersebut belum tergali dengan baik.

Masjid seharusnya bisa berperan dalam mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan zakat. Tak hanya zakat fitrah saja yang harus dikelola oleh masjid, namun juga zakat penghasilan, pertanian, perniagaan dan perusahaan.

Edukasi tentang zakat dapat dijelaskan takmir masjid saat sholat Jumat atau acara pengajian rutin. Masjid dapat memanfaatkan media massa dan teknologi informasi sebagai media informasi kepada masyarakat. Yang lebih utama, masjid harus mampu mengelola dan memberdayakan dana zakat tersebut. Penyaluran zakat harus diupayakan tidak bersifat konsumtif yang habis pada waktu itu saja. Jadi, harus diupayakan dana zakat yang diberikan itu berupa pemberian modal kerja, pelayanan kesehatan, program pendidikan, bahkan layanan jenazah gratis bagi kaum dhuafa.

Dengan demikian, akan terbuka peluang untuk optimalisasi peran masjid di masyarakat. Sehingga masjid ideal seperti jaman rasulullah dapat terbentuk, dan masjid

(10)

menjadi pusat peradaban umat Islam. Untuk itu mari kita canangkan dan sukseskan Gerakan Kembali Ke Masjid, Ayo Ke Masjid !!

2.4 Peran Masjid dalam Membangun Umat yang Religius-spiritualistis, Sehat Rohani dan Jasmani

Masjid memiliki peran sentral dalam membentuk individu yang religius dan spiritual, serta menjaga kesehatan rohani dan jasmaniah mereka. Sebagai pusat kegiatan keagamaan, masjid menyediakan lingkungan yang mendukung bagi umat Muslim untuk mendalami ajaran agama, memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan, dan memperdalam pengertian mereka tentang nilai-nilai keimanan. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat pendidikan keagamaan dan spiritualitas. Di sinilah umat dapat mengikuti berbagai program pendidikan, kajian agama, dan ceramah keagamaan yang membantu memperdalam pemahaman mereka tentang Islam. Hal ini memberikan fondasi yang kokoh bagi perkembangan spiritual dan religiusitas individu.

Dalam hal kesehatan rohani, masjid juga memegang peran penting. Ia menjadi tempat di mana umat dapat mencari ketenangan batin, mendapatkan nasihat spiritual, dan memperkuat ikatan emosional dengan Tuhan. Diskusi dan pengajian keagamaan di masjid dapat membantu individu mengatasi tantangan kehidupan dengan landasan spiritual yang kuat. Sementara itu, kesehatan jasmani juga menjadi fokus penting dalam peran masjid. Banyak masjid yang menyelenggarakan kegiatan olahraga, seperti senam atau bulu tangkis, untuk mempromosikan gaya hidup sehat di antara jamaahnya. Selain itu, masjid juga bisa menjadi tempat penyuluhan kesehatan, seperti pemeriksaan kesehatan gratis atau kampanye gaya hidup sehat. Dengan demikian, masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pembinaan spiritual dan kesehatan bagi umatnya. Melalui berbagai kegiatan dan program yang diselenggarakan, masjid turut berperan dalam membentuk individu yang seimbang secara rohani dan jasmani, serta mendorong mereka untuk hidup dalam keimanan dan ketakwaan.

2.5 Pengertian Kebudayaan dan Peradaban Islam a. Pengertian Kebudayaan Islam

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa, dan cipta manusia di masyarakat. Istilah

“kebudayaan” sering dikaitkan dengan istilah “peradaban”. Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang antara lain: filsafat, ilmu pengetahuan,

(11)

kesenian, kaidah-kaidah budaya, bahasa, agama budaya, teknik, ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya.

Kebudayaan islam selalu terkait dengan nilai-nilai ilahiyah yang bersumber dari ajaran kitab suci Qur’an dan hadits, sehingga dapat dipahami bahwa kebudayaan islam itu adalah implementasi dari Qur’an dan Sunnah oleh umat islam dalam kehidupannya baik dalam bentuk pemikiran, tingkah laku maupun karya untuk kemaslahatan umat manusia dalam rangka mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah dalam mencari keridhoan-Nya. Oleh karena itu kehidupan manusia membutuhkan suatu petunjuk berupa wahyu Allah serta sabda Nabi Muhammad sebagai asas kebudayaan manusia Islam, yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi suatu peradaban yaitu peradaban atau budaya yang Islami.

b. Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab "al hadlarah al-Islamiah".

Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah.

Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan

teknologi

Jadi kebudayaan mencakup peradaban, tetapi peradaban tidak mencakup kebudayaan, sebab peradaban dipakai untuk menyebut kebudayaan yang maju dalam bentuk ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dalam pengertian kebudayaan direfleksikan kepada masyarakat yang terkebelakang, bodoh, sedangkan peradaban terefleksikan kepada masyarakat yang sudah maju. Dalam buku ini pengertian peradaban adalah seperti disebutkan di atas.

2.6 Proses Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban Islam

Proses perkembangan kebudayaan dan beradaban islam pada zaman Rasulullah mencakup beberapa tahap penting:

1. Pemulaiannya di Mekah

Pada awalnya, islam muncul di kota Mekah, di mana Rasullulah menerima wahyu pertamanya, Pada periode ini, fokus utama adalah penyebaran ajaran islam dan memperkuat keyakinan.

2. Hijrah ke Madinah

Setelah hijrah ke Madinah, masyarakat muslim mulai membentuk struktur sosial dan politik yang lebih terorganisir. Dalam periode ini, munculnya konsep Negara dan kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai islam.

3. Zaman Penaklukan

(12)

Setelah beberapa tahun, pasukan Muslim mulai menaklukan wilayah-wilayah lain di Arab dan sekitarnya. Proses ini membawa berbagai kelompok dan budaya ke dalam peradaban islam,

memperkaya kebudayaan islam.

4. Ilmu pengetahuan

Selama periode ini, ada perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, matematika, dan kedokteran. Pusat-pusat belajar seperti perpustakaan Aleksandria dan Baitul Hikmah di Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan.

5. Seni dan kebudayaan

Seni,sastra,dan arsitektur juga berkembangan pesat dalam peradapan islam. Seperti arsitektur masjid, puisi, dan karya seni kaligrafi

6. Pengembangan Ekonomi

Selama periode ini, ekonomi islam mulai berkembang dengan prinsip-prinsip seperti zakat dan larangan riba. Prinsip-prinsip ekonomi islam yang diterapkan pada zaman itu masih berpengaruh dalam masyarakat muslim hingga hari ini.

7. Penulisan dan penghafalan Al-Qur’an

Al-Quran mulai diwahyukan kepada Nabi Muhammad selama periode ini. Proses penulisan dan penghafalan Al-Quran dimulai pada masa itu, menciptakan fondasi teks suci islam.

2.7 Kontribusi Islam dalam Pengembangan Peradaban dunia yang damai bersahabat dan Sejahtera

Perkembangan agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah peradaban dunia.

Bahkan pesatnya perkembangan Islam ke Barat dan Timur membuat peradaban islam dianggap sebagai peradaban yang paling besar pengaruhnya di dunia. Berbagai bukti kemajuan peradaban Islam kala itu dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain:

1. Keberadaan perpustakaan islam dan lembaga-lembaga keilmuan seperti Baitul Hikmah, Masjid Al-Azhar, Masjid Qarawiyyin dan sebagainya, yang merupakan pusat para intelektual muslim berkumpul untuk melakukan proses pengkajian dan pengembangan ilmu dan sains

2. Peninggalan karya intelektual muslim seperti Ibnu Sina, Ibn

Haytam, Imam Syafii, Ar-Razi, Al-Kindy, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dan lain sebagainya.

3. Penemuan-penemuan intelektual yang dapat mengubah budaya dan tradisi umat manusia, seperti penemuan kertas, karpet, kalender Islam, penyebutan hari-hari, seni arsitektur dan tata perkotaan.

4. Pengarusutamaan nilai-nilai kebudayaan asasi sebagai manifestasi dari konsep Islam, iman, ihsan, dan taqwa. Islam mendorong budaya yang dibangun atas dasar silm (ketenangan dan kondusifitas), salam (kedamaian), salaamah (keselamatan). Sedangkan Iman melahirkan budaya yang dilandasi amn (rasa aman), dan amaanah (tanggung jawab terhadap amanah). Akhirnya Ihsan mendorong budaya

(13)

hasanah (keindahan) dan husn (kebaikan).

Harun Nasution membagi sejarah Islam menjadi tiga periode, yaitu : 1. periode klasik (650-1250 M),

2. periode pertengahan (1250-1800 M), dan 3. periode modern (1800 M-sekarang)

Dibagi menjadi dua periode, yaitu kemajuan (650-1000 M) dan disintegrasi (1000-1250 M). Awal mula masa kejayaan islam karena sebelum Nabi Muhammad wafat, ekspansi islam sudah sampai semenanjung arabia (arabian peninsula). Lalu ekspansi keluar arab baru dilakukan di masa khalifah pertama (Abu Bakar Ash-Shiddiq).

1. Periode Klasik 650-1250 M a. MASA KEMAJUAN

Masa kemajuan islam di periode klasik:

Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M)

Umar bin Khattab (634-644 M)

Utsman bin Affan (644-656 M)

Ali bin Abi Thalib (656-661 M)

Dinasti Umayyah (Abdul Malik, 661-754 M)

Dinasti Abbasiah (Al-Mansyur, 754-775 M)

Dinasti Abbasiah (Al-Mahdi, 775-785 M)

Dinasti Abbasiah (Harun Al-Rasyid, 785-809 M)

Dinasti Abbasiah (Al-Ma’mun, 813-833) b. MASA DISINTEGRASI

Masa ini ditandai dengan adanya kerajaan-kerajaan independen yang ingin

memisahkan diri dari kepemimpinan seorang khalifah. Disintegrasi politik tersebut yang menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam. Ditambah dengan upaya

diterjemahkannya buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat karangan para ahli dan filsuf Islam ke dalam bahasa Eropa pada abad ke-12 M

2. Periode Pertengahan 1250-1800M

Pada zaman ini terdapat tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Masing-masing dari kerajaan ini tidak memperlihatkan kontribusi bagi peradaban Islam secara signifikan. Peperangan demi peperangan bahkan sering terjadi pada masa tiga kerajaan besar ini untuk menguasai wilayah tertentu. Disintegrasi politik pada masa ini terlihat semakin besar dibandingkan dengan masa Bani Abbasiyah dan sekaligus menandai berakhirnya perkembangan peradaban Islam.

3. Periode Modern 1800M-Sekarang

Pada masa ini bisa disebut juga sebagai masa kebangkitan dunia Islam. Sejumlah tokoh Islam melakukan pembaruan pemikiran Islam atau modernisasi dalam Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam. Beberapa tokoh pembaru itu di antaranya seperti di Mesir terkenal nama Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Jamaluddin Al-Afghani. Di India pembaruan dilakukan oleh Sir Sayyid Ahmad Khan, Sayyid Amir Ali dan Muhammad Iqbal.

Ide pembaruan itu sampai masuk ke Indonesia dan dikembangkan oleh K.H Ahmad Dahlan dari organisasi Muhammadiyah dan oleh KH Hasyim Asy’ari dari Nahdhatul Ulama.

Faktor Penyebab Kemajuan dan Kemunduran Peradaban Islam -Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Bani Umayyah

Setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, kepemimpinan Islam digantikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan merupakan pendiri Dinasti Bani Umayyah.

(14)

Bani Umayyah merupakan sebuah kerajaan Islam yang memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi peradaban Islam. Selain perluasan wilayah Islam, juga pengembangan bahasa Arab, seni, dan ilmu-ilmu agama yang berupa fikih, tafsir, hadis, dan lain-lain.

Pada masa ini tercatat nama Abul Aswad Ad-Duali (w. 681 M) yang menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah. Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M) sebagai khalifah kesepuluh, pada masanya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan mulai hadir menyelimuti peradaban Islam.

-Peradaban Islam pada Masa Bani Abbasiyah.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas Ash-Shafah pada tahun 750 M (750 M - 1258 M.). Masa kejayaan Bani Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid dan anaknya Al-Ma'mun.

Kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah ini ditentukan setidaknya oleh dua faktor, terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang telah

mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, dan adanya gerakan penerjamahan buku-buku kebudayaan Yunani ke dalam bahasa Arab.

Masa kejayaan Islam itu selanjutnya mulai memudar seiring runtuhnya kerajaan Bani Abbasiyah.

Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan Teologis Kontribusi Islam bagi Peradaban Dunia

Historis

Banyak peradaban yang hancur (mati) karena ‘bunuh diri’ bukan karena benturan dengan kekuatan luar. Peradaban hancur karena peradaban tersebut tidak dibangun diatas nilai-nilai spritualitas yang kokoh.

Para khalifah dari Bani Umayyah seperti Abu Hasyim Khalid bin Yazid merintis penerjemahan karya-karya Yunani di Syria juga ketika masa bani abbasiyah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kegiatan intelektual yang menjadikan proses transpormasi intelektual bergerak cepat, menghasilkan banyak sarjana, seperti sarjana kimia Jabir bin Hayyan Al-Azdi Ath-Thusi Ash-Shuff yang mengharumkan istana khalifah Harun al- Rasyid; sarjana yang memiliki prestasi besar seperti Ar-Razi, dan masih banyak lagi.

Sosiologis

Secara kultural agama Islam yang lahir di luar hegemoni dinasti Romawi dan Persia menjadikan umat Islam memiliki sikap terbuka. Peradaban Islam-lah yang pertama kali menyatukan khazanah bersama secara internasional dan kosmopolit. Sebelum peradaban Islam, ilmu pengetahuan memang telah ada, namun sifat dan semangatnya sangat nasionalistis dan parokialistis, dengan ketertutupan masing-masing bangsa dari pengaruh luar karena merasa paling benar. Para peneliti modern tentang sejarah ilmu pengetahuan berselisih pendapat tentang nilai orisinalitas kontribusi dan peranan orang-orang muslim.

Filosofis &Teologis

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)

Ini menjadi dasar teologis yakni dengan melakukan pengkajian yang lebih sistematis akan sumber-sumber ajaran agama dan penghargaan yang lebih baik, namun tetap kritis kepada warisan kultural umat, dan pemahaman yang lebih tepat akan tuntutan zaman yang semakin berkembang secara cepat.

Secara filosofis, Islam memiliki semangat membangun peradaban yang oleh Nabi Muhammad diterjemahkan dalam bentuk “Masyarakat Madani” atau “Masyarakat Medinah” sebagai civil society

Kala Rasul saw. hidup dan terus membangun kerjasama dengan masyarakat Medinah yang majemuk, dan berhasil membentuk “common platform” atau kalimat pemersatu (kalimatun sawa).

(15)

2.8 Studi Kasus Masjid di Lingkungan Lahan Basah (Masyarakat Banjar) Arsitektur Seperti umumnya umat muslim di dunia, Suku Banjar juga memiliki masjid sebagai tempat mereka beribadah. Masjid sebagai tempat beribadah umat muslim memiliki wujud arsitektur yang berbeda di tiap-tiap wilayah.

Jenis ruang pada masjid tradisional Kalimantan Selatan sangat fungsional, karena hampir seluruh ruangan dapat dimanfaatkan secara fungsional. Ruang masjid Kalimantan Selatan terdiri dari ruang mihrab yang berorientasi ke arah kiblat dan berfungsi sebagai tempat imam shalat, ruang shalat yang berfungsi sebagai tempat jamaah shalat, serta teras keliling yang berfungsi sebagai tempat shalat jika jamaah telah memenuhi ruang dalam, sekaligus untuk menghindari tempias jika hujan.

Selain itu, masjid tradisional Kalimantan Selatan berbentuk bujur sangkar atau persegi.

Simbol Pohon hayat dan burung enggang yang bertengger digunakan pada wujud masjid tradisional Banjar secara keseluruhan. Dari pondasi hingga puncak atap merupakan perwujudan dari pohon hayat, sedangkan pataka/patala (hiasan pada puncak atap masjid) merupakan perwujudan dari simbol burung enggang yang bertengger.

Bentuk atap masjid tradisonal Kalimantan Selatan berupa limasan dan bertumpang tiga.

Perwujudan atap limasan dengan sudut runcing 60o dan sudut tumpul 20o, serta bertumpang tiga dengan hiasan pada puncak atapnya yang merupakan simbol dari burung enggang berada/bertengger di atas pohon hayat yang merupakan simbol dari bangunan masjid secara keseluruhan. Selain bertumpang tiga, masjid tradisional Kalimantan Selatan memiliki dua atap yang menaungi dua ruang, yaitu atap untuk ruang shalat dan atap untuk ruang imam.

Wujud atap masjid tradisional Kalimantan Selatan ini juga mendapat pengaruh dari masjid- masjid di Pantai Utara Jawa, karena penyebaran Islam dan pendirian masjid pertama di Kalimantan Selatan dilakukan oleh ulama dari Kerajaan Demak. Maka, dalam konsep atap masjid Kalimantan Selatan yang bertumpang tiga, terkandung konsep atap tumpang masjid Jawa, yaitu memiliki komposisi yang mirip meru.

2.9 Studi Kasus : Masjid yang Terpapar Radikal

Dalam lingkup keagamaan, Radikalisme dapat diartikan sebagai gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan menggunakan jalan kekerasan (Rubaidi, 2007:33). Radikalisme dan terorisme sesungguhnya adalah fitnah terhadap Islam dan umat. Karena jika ada terorisme maka Islam dapat mendapatkan stigma yang buruk di masyarakat, dan korban terorisme seringkali adalah umat Islam sendiri. Menurut Ahmad Nurwahid, radikalisme sesungguhnya terjadi pada pihak-pihak yang tidak mengamalkan agama secara kaffah, justru mengikuti cara-cara setan. Sedikitnya terdapat tiga indikator radikalisme, yakni: melakukan politisasi agama, memiliki pemahaman agama yang tidak utuh (misalnya menjadi takfiri atau mengkafirkan yang bukan kelompoknya), dan anti terhadap tasauf/thoriqoh.

(16)

Beberapa kasus radikalisme yang sudah menyebar, yaitu munculnya paparan radikal pada masjid-masjid yang ada di Indonesia. Berdasarkan penelitian, terdapat 41 masjid milik pemerintah di Indonesia yang terpapar ideologi radikal. Masjid-masjid tersebut dikategorikan memiliki tingkat radikalisme rendah, sedang, atau tinggi, dengan rincian 7 masjid tergolong rendah, 17 masjid sedang, dan 17 masjid ting. Selain itu, 41 masjid milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga teridentifikasi terpapar radikalisme. Kehadiran radikalisme di masjid-masjid ini disebabkan oleh kurangnya dakwah dan ceramah Islam yang moderat, sehingga memungkinkan kelompok Wahhabi mendominasi tempat-tempat ibadah tersebut. Mengenai masjid yang terpapar radikal dapat mencakup berbagai faktor dan dinamika berbeda yang menunjukan bahwa sebuah masjid terpapar radikalisme :

1. Pemimpin Ekstremis: Masjid mungkin memiliki seorang imam atau pemimpin yang mempromosikan ideologi radikal atau ekstremis.

2. Literatur Radikal: Keberadaan buku, pamflet, atau materi lain yang mendukung pandangan ekstremis di dalam masjid.

3. Pembicara Tamu Radikal: Undangan terhadap pembicara atau ceramah yang mempromosikan pandangan radikal atau ekstremis.

4. Pengumpulan Dana untuk Organisasi Ekstremis: Penggalangan dana yang digunakan untuk mendukung organisasi ekstremis atau teroris.

5. Aktivitas Teroris Terkait: Terdapat bukti atau laporan yang mengaitkan masjid dengan individu atau kelompok yang terlibat dalam aktivitas teroris.

6. Kehadiran Ekstremis Terkenal: Masjid tersebut mungkin dikenal karena menjadi tempat berkumpulnya ekstremis terkenal.

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua masjid yang terlibat dalam aktivitas radikal atau ekstremis memiliki semua faktor ini.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah bekerja sama dengan organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) untuk aktif menggalakkan ajaran moderat di masjid-masjid milik pemerintah. Peran Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) sangat penting dalam menangkal radikalisme di masjid. DKM bertugas mengatur kegiatan sehari-hari masjid, termasuk pemilihan khatib dan isi khotbah. Dengan memastikan DKM terdiri dari individu-individu yang mengedepankan ajaran moderat, maka pengaruh ideologi radikal dapat diminimalisir. Dalam kasus perguruan tinggi, masjid di kampus mempunyai peran strategis dalam melawan radikalisme.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Ulul Azmi Surabaya menemukan bahwa kegiatan seperti pertemuan keagamaan rutin dan kegiatan insidental atau situasional dapat berkontribusi terhadap upaya deradikalisasi di kalangan mahasiswa. Oleh karena itu, penting bagi manajemen masjid untuk secara aktif terlibat dengan para santri dan menyediakan platform bagi mereka untuk berdiskusi dan memahami ajaran Islam yang moderat.

(17)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Xxxxxxx

3.2 Saran

(18)
(19)

DAFTAR PUSTAKA

xxx

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan

judul penelitian dari Masjid sebagai salah satu pusat pendidikan Islam adalah. mengetahui kegiatan-kegiatan pendidikan Islam yang dilaksanakan

Berdasarkan hasil penelitian tentang peran masjid dalam pendidikan Islam non formal untuk pembinaan umat di masjid Mardhatillah Gempol Ngadirejo Kartasura

Kedaulatan bangsa Persia hilang karena dikalahkan oleh umat Islam yang kemudian menjadi bagian daerah Islam, banyak di antara orang Persia yang menjadi tawanan bangsa

Masjid merupakan salah satu tempat penting dalam kehidupan keberagaman umat islam. Keberadaan masjid di lingkungan masyarakat islam tidak hanya berfungsi sebagai

Dari beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik, menggambarkan umat islam dalam berpolitik tidak dapat lepas dari ketentan-ketentuan tersebut.. Berpolitik dalam islam

Leswono (UMS, 2001) dalam tesisnya yang berjudul ”Masjid dalam Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam”, menemukan bahwa masjid manual Islam telah ditampilkan

bukan hanya beramal ,masih banyak kegiatan ibadah yang setiap hari senantiasa kita jalani sebagai umat manusia yang beragama islam., karena semakin menipis ilmu pengetahuan tentang