• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah sejarah peradaban Islam pada zam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah sejarah peradaban Islam pada zam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

makalah sejarah peradaban Islam pada

zaman dinasti Abbasiyah_POLITIK,

SOSIAL & BUDAYA

Posted on December 9, 2013 by alkautsarkalebbi

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Berdirinya Bani Abbasiyah dikarenakan pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah pada

masa pemerintahan khalifah Hisyam Ibn Abdi Al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi

tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani

Hasyim yang dipelopori keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat

dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh

pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti

Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M)

tumbanglah daulah Umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin

Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah

Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan Al-Abbas paman Nabi

Muhammad SAW, dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya

berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H sampai dengan 656 H. selama

berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,

social dan budaya.

Dinasti Abbasiyah didirikan secara revolusioner dengan menggulingkan kekuasaan dinasti

(2)

Diantaranya adalah: meningkatnya kekecewaan kelompok Mawalli terhadap dinasti Bani

Umayyah, pecahnya persatuan antarsuku-suku bangsa Arab, dan timbulnya kekecewaan

masyarakat agamis dan keinginan mereka memiliki pemimpin kharismatik.

Kelompok Mawalli, yakni orang-orang non Arab yang telah memeluk agama Islam,

diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara itu bangsa Arab menduduki kelas

bangsawan. Mereka tersingkir dalam urusan pemerintahan dan dalam kehidupan sosial, bahkan

penguasa Arab selalu memperlihatkan sikap permusuhan terhadap mereka. Sounders mencatat

bahwa di Kufah antara orang Arab dan masyarakat Mawalli masing-masing memiliki mesjid

sendiri-sendiri dan perkawinan antara mereka sangat dihindari. Selain itu masyarakat Mawalli ini

dikenakan beban pajak yang berat.

Sebelum berdirinya Daulah Abbasiyah terdapat tiga poros yang merupakan pusat kegiatan,

antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya

untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi SAW.

Dengan berdirinya kekuasaan dinasti Abbasiyah terjadilah beberapa perubahan sosial politik.

Perubahan yang menonjol adalah tampilnya kelompok Mawalli, khususnya Persia-Irak. Mereka

menduduki peran dan posisi penting dalam pemerintahan menggantikan kedudukan bangsawan

Arab. Pada waktu zaman ekspansi, masyarakat Arab merupakan kelompok bangsawan yang

berkuasa dan merasa lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan masyarakat non-Arab yang

dikuasainya. Posisi yang demikian ini hampir berkembang pada seluruh aspek kehidupan sosial

dan politik. Masyarakat

Factor-faktor tersebut di atas pada satu sisi mendukung jatuhnya kekuasaan dinasti

Umayyah, dan pada sisi lainnya sekaligus mendukung keberhasilan gerakan pembentukan dinasti

(3)

B.

Rumusan Masalah

a) Bagaimana masa pembentukan Bani Abbasiyah?

(4)

PEMBAHASAN

A.

Masa Pembentukan Bani Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium dari Dinasti Umayyah. Hasil besar yang telah dicapai

oleh Dinasti Abbasiyah dimungkinkan karena landasannya telah di persiapkan oleh Umayyah

dan Abbasiyah memanfaatkannya.[1]

Dinasti Abbasiyah berkedudukan di Bagdad. Secara turun temurun kurang lebih tiga puluh

tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada dinasti ini Islam mencapai puncak

kejayaannya dalam segala bidang.

Pemerintahan Abbasiyyah adalah keturunan daripada al-Abbas, paman Nabi SAW. Pendiri

kerajaan al-Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas,

dan pendiriannya dianggap suatu kemenangan bagi ide yang dianjurkan oleh kalangan Bani

Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga

Rasul dan sanak-saudaranya.[2]

Kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti

Bani Umayyah. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H

(750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan

berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola

pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.

2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.

3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam

(5)

4. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaandinasti Bani Seljuk dalam

pemerintahan khilafah Abbasiyyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.

5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti

lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.[3]

Dinasti Abbasiyah berkedudukan mencapai keberhasilannya disebabkan dasar-dasarnya

telah berakar semenjak Umayyah berkuasa. Ditinjau dari proses pembentukkanya, Dinasti

Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar antara lain:

1. Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul di dinasti sebelumnya;

2. Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan;

3. Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan;

4. Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam;

5. Pemerintahan bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian

saja di antara ras-ras lain;

6. Hak memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka.[4]

Di antara situasi-situasi yang mendorong berdirinya Dinasti Abbasiyah dan menjadi lemah

dinasti sebelumnya adalah:

1. Timbulnya pertentangan politik antara Muawiyah dengan pengikut Ali bin Abi Thalib;

2. Munculnya golongan Khawarij, akibat pertentangan politik antara Muawiyah dengan Syiah, dan

kebijakan-kebijakan land reform yang kurang adil;

3. Timbulnya politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai;

4. Adanya dasar penafsiran bahwa keputusan politik harus didasarkan pada Alquran dan oleh

(6)

5. Adanya konsep hijrah di mana setiap orang harus bergabung dengan golongan Khawarij yang

tidak bergabung dianggapnya sebagai orang yang berada pada dar al-harb, dan hanya golongan

khawarijlah yang berada pada dar al-Islam;

6. Bertambah gigihnya perlawanan pengikut Syiah terhadap Umayyah setelah terbunuhnya Husein

bin Ali dalam pertempuran Karbala;

7. Munculnya paham mawali, yaitu paham tentang perbedaan antara orang Islam Arab dengan

non-Arab.[5]

Secara kronologis, nama Abbasiyah menunjukkan nenek moyang dari Al-Abbas, Ali bin Abi

Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan pertalian keluarga antara Bani

Abbas dengan nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan ini sama-sama mengklaim bahwa jabatan

Khalifah harus berada di tangan mereka. Keluarga Abbas mengklaim bahwa setelah wafatnya

Rasulullah merekalah yang merupakan penerus dan penyambung keluarga Rasul.[6]

Perjuangan Bani Abbas secara intensif baru dimulai berkisar antara lima tahun menjelang

Revolusi Abbasiyah. Pelopor utamanya adalah Muhammad bin Ali Al-Abbas di Hamimah. Ia

telah banyak belajar dari kegagalan yang telah dialami oleh pengikut Ali (kaum Syiah)dalam

melawan Dinasti Umayyah. Kegagalan ini terjadi karena kurang terorganisasi dan kurangnya

perencanaan. Dari itulah Muhammad bin Ali Al-Abbas mengatur pergerakannya secara rapid an

terencana. Ia mulai melakukan pergerakannya dengan langkah-langkah awal yang penting.

Kemudian propaganda atau langkah itu berhasil membakar semangat api kebencian umat Islam

kepada Dinasti Umayyah.

Setelah Muhammad bin Ali meninggal tahun 734 M, perjuangan dilanjutkan oleh

(7)

pimpinan kepada keponakannya, Abdullah bin Muhammad. Pada masa inilah revolusi Abbasiyah

berlangsung.

Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti

Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia

menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal

ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana

kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.

Al-Saffah berusaha dengan berbagai cara untuk membasmi keluarga Umayyah. Antara lain

dengan kekuatan senjata. Ia mengumpulkan tentaranya dan melantik pamannya sendiri

Abdullaah bin Ali sebagai pimpinannya. Target utama mereka adalah menyerang pusat kekuatan

Dinasti Umayyah di Damaskus, sekaligus untuk melenyapkan Khalifah Marwan (khalifah

terakhir Bani Umayyah). Pertempuran terjadi di lembah Sungai Az-zab (Tigris). Pada

pertempuran itu Marwan mengalami kekalahan dan mengundurkan diri ke Utara Syria, Him,

Damsyik, Palestina dan akhiirnya sampai ke Mesir. Pasukan Abdullah bin Ali terus

menyerangnya hingga terjadi lagi pertempuran di Mesir dan Marwan pun tewas.

Usaha lain yang dilakukan Al-Saffah untuk memusnahkan keluarga Umayyah adalah dengan

cara mengundang lebih kurang 90 orang anggota keluarga Umayyah untuk menghadiri suatu

upacara perjamuan kemudian membunuh mereka dengan cara yang kejam. Disamping itu

agen-agen dan mata-mata disebarkan ke seluruh imperium untuk memburu para pelarian seluruh

anggota keluarga Umayyah. Hanya satu orang saja yang berhasil melarikan diri kemudian kelak

mendirikan Dinasti Umayyah di Andalusia. Ia dikenal dengan sebutan Abdurahman Ad-Dakhil.

Perlakuan kejam itu tidak hanya pada anggota keluarga yang masih hidup, tetapi juga yang

(8)

saja yang selamat dari kekejamannya yaitu kuburan Muawiyah bin Abu Sufyan dan Umar bin

Abdul Aziz . perlakuan-perlakuan kejam itu tentu saja tentu saja telah menimbulkan kemarahan

para pendukung Dinasti Umayyah di Damaskus, tetapi mereka berhasil ditumpas oleh

Abbasiyah.

Abu Al-Abbas hanya memerintah dalam kurun waktu singkat, yakni empat tahun. Oleh

karena itu, ia kehilangan jati dirinya. Kehidupannya yang dikenal dalam sejarah pertama-tama

hanyalah sebagai pembasmi Dinasti Umayyah.

Abu Abbas Al-Saffah meninggal tahun 754 M. dan digantikan oleh saudaranya, Abu Jafar

Al-Mansur dari tahun 754-774 M. Dialah sebenarnya yang dianggap sebagai pendiri Dinasti

Abbasiyah. Dia tetap melanjutkan kebijaksanaan Al-Saffah yakni menindak tegas setiap orang

yang menentang kekuasaannya, termasuk juga dari kalangan keluarganya sendiri.

Sifat dan watak Al-Mansur dikenal oleh para penulis sejarah sebagai seorang politikus yang

demoktratis, peemberani, cerdas, teliti, disiplin, kuat beribadah, sederhana, fasih dalam

berbicara, sangat dekat dan memperhatikan kepentingaan rakyat. Oleh karena itu, tidaklah

mengerankan bahwa selama lebih kurang 20 tahun kekuasaannya, ia telah berhasil meletakkan

landasan yang kuat dan kokoh bagi kehidupan dan kelanjutan kekuasaan Dinasti Abbasiyah itu.

[7]

B.

Kemajuan Bani Abbasiyah

Umat Islam sesungguhnya banyak dipacu untuk dapat mengembangkan dan memberikan

motivasi, melakukan inovasi serta kreativitas dalam upaya membawa umat kepada keutuhan dan

kesempurnaan hidup.

Dari perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbasiyah dalam sejarah lebih banyak

(9)

hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah, menorah wajah Dunia

Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani

Abbasiyahmerupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.[8]

Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun ketika

mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar

yang di beri nama Baitul Hikmah dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.[9]

1. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan

Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada masjid.

Masjid dijadikan centre of edication. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan

keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had. Lembaga ini kita kenal dua tingkatan yaitu :

a. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal

dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.

b. Tingkat pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah atau ke

masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.

Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah-madrasah yang dipelopori

Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga inilah yang kemudian

berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Nizhamul Muluk merupakan pelopor pertama yang

mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada seperti sekarang ini dengan nama madrasah.

Madrasah ini dapat ditemukan di Bagdad, Balkan, Naishabur, Hara, Isfahan, Basrah, Mausil dan

kota-kota lainnya. Madrasah yang didirikan ini mulai dari tingkat rendah, menengah, serta

(10)

2. Corak Gerakan Keilmuan

Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian keilmuan yang

kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, disamping kajian yang

bersifat pada Al-Qur’an dan Al-Hadis; sedang astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan

dengan penerjemahan dari Yunani.

3. Kemajuan dalam Bidang Agama

Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang terutama dua

metode penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi.

Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari

catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara sistematis

dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan

klasifikasi hadis Shahih, Dhaif, dan Maudhu. Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan,

sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadis tersebut.

Dalam bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal, seperti Imam

Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafei (767-820 M) dan Imam Ahmad

Ibnu Hambal (780-855 M).

Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin

dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah

nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh dan insya. Sebagai kelanjutan dari masa Amawiyah I

di Damaskus.

(11)

Kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah direkayasa oleh ilmu Muslim.

Kemajuan tersebut adalah sebsgai berikut.

a. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian diterjemahkan oleh Muhammad

Ibnu Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah astronom Muslim pertama yang membuat astrolabe,

yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Di samping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan

Islam lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Asturlabi, Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khayyam dan

Al-Tusi.

b. Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah ibnu Rabban Al-Tabari. Pada

tahun 850 ia mengarang buku Firdaus Al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah Al-Razi, Al-Farabi, dan

Ibnu Sina.

c. Ilmu kimia. Bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815 M). Sebenarnya banyak

ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-Tuqrai yang hidup pada abad ke-12 M.

d. Sejarah dan geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama abad ke-3 H adalah Ahmad bin

Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Kemudian, ahli ilmu bumi yang

masyhur adalah ibnu Khurdazabah.

5. Perkembangan Politik, Ekonomi dan Administrasi

Sejarah telah mengukir bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, umat Islam benar-benar berada

di puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu. Masa pemerintahan ini merupakan

golden age dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, terutama pada masa Khalifah

Al-Makmun.

Daulat Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1258 M). pemerintahan

(12)

750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai Al-Mustakfi. Periode II adalah masa antara

tahun 945-1258 M, yaitu masa Al-Mu’ti sampai Al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi ini

diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan di berbagai bidang masih

menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus

merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil menghancurkan Dinasti Abbasiyah.

Pada masa pemerintahan Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik yang

dikembangkan antara lain:

a. Memindahkan ibukota negara dari Damaskus ke Bagdad

b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah

c. Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi

peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum mawali

d. Menumpas pemberontakan-pemberontakan

e. Menghapus politik kasta

Selain kebijakan-kebijakan di atas, langkah-langkah lain yang diambil dalam program

politiknya adalah:

a. Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri, gubernur, panglima perang dan pegawai

lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali

b. Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi

dan kebudayaan

(13)

Pada masa pemerintahan Abbasiyah II, kekuasaan politik mulai menurun dan terus menurun,

terutama kekuasaan politik pusat. Karena negara-negara bagian sudah tidak begitu

mempedulikan lagi pemerintahan pusat, kecuali pengakuan secara politis saja.

Dalam masa permulaan pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan

cukup stabil dan menunjukkan angka vertikal Devisa negara penuh berlimpah-limpah. Khalifah

Al-Mansur merupakan tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar

yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara.

Di sektor pertanian, daerah-daerah pertanian diperluas disegenap wilayah negara,

bendungan-bendungan dan digali kanal-kanal sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak

terjangkau oleh irigasi.

Disektor perdagangan, kota Bagdad disamping sebagai kota politik agama dan kebudayaan,

juga merupakan kota perdagangan yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota Damaskus

merupakan kota kedua Sungai Tigris dan Efrat menjadi pelabuhan transmisi bagi kapal-kapal

dagang dari berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontrak perdagangan tingkat Internasional ini

semenjak Khalifah Al-Mansur.

Dalam bidang administrasi negara, masa Dinasti Abbasiyah tidak jauh berbeda dengan masa

Umayyah. Hanya saja pada masa ini telah mengalami kemajuan-kemajuan, perbaikan dan

penyemprunaan.

Secara umum, menurut Philip K. Hitti, kendali pemerintahan dipegang oleh khalifah sendiri.

Sementara itu, dalam operasionalnya, yang menyangkut urusan-urusan sipil dipercayakan kepada

wazir (menteri), masalah hukum diserahkan kepada qadi (hakim) dan masalah militer dipegang

(14)

PENUTUP

A.

Kesimpulan

1. Dinamakan Bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan Al Abbas

paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn

Abdullah ibn Abbas.

2. Kejayaan Bani Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan anaknya

Al-Makmun. Pada masanya berkembang Ilmu Pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum maupun

ilmu pengetahuan agama. Disamping itu berkembang pula ilmu astronomi, kedokteran, kimia,

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, 1996. Sejarah Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Mufrodi, Ali, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Surabaya : Logos Wacana Ilmu.

Thohir, Ajid, 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Syalabi, 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta : PT Alhusna Zikra.

Yatim, Badri, 2003. Sejarah Perdaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

[1] Drs. Ajid Thohir, M.Ag, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam , cet. I, 2004, hal. 44

[2] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, cet. IX, 1997, hlm. 1

[3] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, cet. XIV, 2003, hlm. 49

[4] Drs. Ajid Thohir, M.Ag, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam , cet. I, 2004, hal. 44

[5] Drs. Ajid Thohir, M.Ag, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam , cet. I, 2004, hal. 45

[6] Drs. Ajid Thohir, M.Ag, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam , cet. I, 2004, hal. 46

[7] Drs. Ajid Thohir, M.Ag, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam , cet. I, 2004, hal. 48

[8] Drs. Ajid Thohir, M.Ag, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam , cet. I, 2004, hal. 50

[9] DR. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, cet. I, 1997, hal. 102

Referensi

Dokumen terkait

Standar Kompetensi : Mampu mengenali mana Sejarah Peradaban Islam dan mana Sejarah Kebudayaan Islam, mampu menganalisa perkembangan Peradaban Islam yang menyangkut

 Dari penjabaran di atas maka dapat disimpulkan, bahwa pengertian sejarah peradaban Islam adalah suatu proses panjang yang dilalui oleh umat Islam untuk

Kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Mughal merupakan sumbangan yang berarti dalam mensyiarkan dan membangun peradaban Islam di India.. Kemajuan-kemajuan tersebut antara

Berkat pesan Alquran yang mendorong umat Islam untuk selalu mencintai ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi peradaban,muncullah pusat-pusat kebudayaan Islam di

Terutama pada Dinasti Abbasiyah benar-benar mengakibatkan suatu kejadian yang tidak akan pernah terlupakan oleh sejarah, Namun tidak dapat dipungkira bahwa dari

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara

Selain kekuasaan Abbasiyah yang sungguh mencolok, juga karena keikutsertaan dinasti-dinasti kecil dalam memeriahkan perjalanan Sejarah Islam di dunia.. Pada setiap masa pasti ada

Menjelaskan proses hegemoni Persia dan marginalisasi ulama pada zaman Abbasiyah Sejarah Peradaban Islam 8 Mid Semester 9 Memahami konflik otoritas agama dan