MAJALAH ILMU FIQIH KETENTUAN PUASA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih Dosen Pengampu : KHOERUL ANWAR M.pd
Disusun oleh: Kelompok 7
Ernisa Aulia Sari Mufida Malika Nafrayu Seroja Mohammad Darmawan
Falakhur
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL (IAIN) LAA ROIBA BOGOR
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Karena atas rahmat, karunia serta kasih sayang-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai KETENTUAN PUASA, dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Terakhir, penutup para nabi sekaligus satu-satunya Uswatun Hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bpk.Khoerul Anwar M.pd. selaku dosen mata kuliah Ilmu Fiqih . Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku penulis makalah ini. Semoga dalam makalah ini pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna Memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
Bogor,8 Juni 2023 Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……….ii Daftar isi ………...iii BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...1 BAB II Pembahasan
A. Pengertian Puasa ...
B. Rukun Puasa ...
C. Syarat Puasa ...
D. Macam-macam Puasa ...
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ...
Daftar Pustaka ...
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh manusia sebelum Islam. Islam mengajarkan antara lain agar manusia beriman kepada Allah SWT, kepada malaikat- malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rosul-rosulNya, kepada hari akhirat dan kepada qodo qodarNya. Islam juga mengajarkan lima kewajiban pokok, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai pernyataan kesediaan hati menerima Islam sebagai agama, mendirikan sholat, membayar zakat, mengerjakan puasa dan menunaikan ibadah haji.
Saumu (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.
1.2 Rumusan masalah
Apa pengertian puasa ? Apa rukun-rukun puasa?
Apa syarat-syarat puasa ?
Apa macam- macam puasa ?
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Puasa
Puasa secara bahasa berasal dari kata "As-shaum" yang berarti menahan diri dari suatu perbuatan.
Sedangkan menurut syara', As-shaum adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari di sertai niat dan syarat-syarat tertentu . Dengan demikian, puasa disebut juga menahan makan dan minum, menahan hawa nafsu, perbuatan dan perkataan yang sia-sia serta perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Termasuk juga memasukkan benda konkrit ke dalam rongga tubuh seperti minum obat dan sejenisnya.
b. Rukun puasa
Rukun puasa adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam ibadah puasa agar puasanya sah dan diterima oleh Allah. Adapun rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat. Niat adalah menyengaja melakukan ibadah puasa karena Allah semata dengan mengetahui jenis puasanya, baik puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa sunnah seperti Senin-Kamis. Niat harus dilakukan sebelum terbit fajar pada setiap hari puasa, kecuali untuk puasa sunnah yang boleh berniat setelah terbit fajar asalkan belum makan, minum, atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak subuh.
2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa adalah:
• Makan dan minum dengan sengaja. Jika makan dan minum karena lupa atau terpaksa, maka puasanya tidak batal.
• Berhubungan intim dengan istri atau suami. Jika berhubungan intim dengan sengaja, maka harus membayar kaffarah (denda) yaitu memerdekakan seorang budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh orang miskin. Jika berhubungan intim karena lupa atau terpaksa, maka cukup mengganti puasanya di hari lain (qadha).
• Muntah dengan sengaja. Jika muntah karena sakit atau tidak sengaja, maka puasanya tidak batal.
• Haid dan nifas. Perempuan yang sedang haid atau nifas harus berhenti berpuasa dan menggantinya di hari lain (qadha).
• Keluarnya mani dari kemaluan karena onani, bermimpi basah, melihat, mendengar, atau membayangkan sesuatu yang menggairahkan. Jika keluar mani karena sakit atau tidak sengaja, maka puasanya tidak batal.
• Menyuntikkan cairan ke dalam tubuh yang dapat menghilangkan rasa lapar atau haus.
Jika menyuntikkan cairan yang tidak mempengaruhi rasa lapar atau haus seperti obat atau vitamin, maka puasanya tidak batal.
c. Syarat-syarat puasa
Syarat wajib puasa adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum melaksanakan ibadah puasa. Seseorang yang tidak memenuhi syarat wajib puasa, maka gugurlah tuntutan kewajiban kepadanya Islam. Hanya orang yang beragama Islam yang diwajibkan berpuasa. Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan tidak sah puasanya jika ia berpuasa.
1. Islam. Hanya orang yang beragama Islam yang diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang tidak beragama Islam tidak perlu berpuasa dan tidak akan mendapatkan pahala dari puasa
.
2. Baligh. Orang yang sudah mencapai usia baligh atau dewasa diwajibkan berpuasa. Tanda-tanda baligh adalah keluarnya mani dari kemaluan baik dalam keadaan tidur atau terjaga untuk laki-laki dan keluarnya haid untuk perempuan. Batas usia minimal baligh adalah 9 tahun untuk perempuan dan 12 tahun untuk laki-laki. Jika belum keluar mani atau haid, maka batas usia maksimal baligh adalah 15 tahun.
3. Berakal. Orang yang memiliki akal yang sempurna atau tidak gila diwajibkan berpuasa. Orang yang gila atau tidak sadar karena mabuk atau sakit tidak diwajibkan berpuasa karena ia tidak bisa membedakan antara halal dan haram.
4. Sehat. Orang yang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani diwajibkan berpuasa. Orang yang sakit atau lemah sehingga puasa akan membahayakan dirinya atau menambah parah penyakitnya tidak diwajibkan berpuasa dan boleh menggantinya di hari lain (qadha) atau membayar fidyah jika tidak mampu berpuasa sama sekali.
5. Bermukim (tidak musafir). Orang yang dalam keadaan menetap di suatu tempat diwajibkan berpuasa. Orang yang dalam perjalanan jauh (musafir) lebih dari dua marhalah (sekitar 88 km) tidak diwajibkan berpuasa dan boleh menggantinya di hari lain (qadha).
d. Macam-macam puasa A. Puasa Wajib
1. Puasa Ramadhan
Sebagaimana disebutkan, bahwa puasa ramadhan termasuk ke dalam puasa wajib. Artinya, jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan berdosa dan wajib untuk diganti (qadha).
Adapun ketentuan puasa di dalam quran surat al-baqarah ayat 183 yaitu :
ن ْوُق َّت ت ْمُكَّل ع ل ْمُكِلْب ق ْنِم نْيِذَّلا ى ل ع بِتُك ا م ك ُما ي ِ صلا ُمُكْي ل ع بِتُك ا ْوُن مٰا نْيِذَّلا ا هُّي آٰٰي
Artinya:"wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa." (QS. Al Baqarah: 183).
Puasa ramadhan juga termasuk dalam salah satu rukun Islam yang lima. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :
"Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan" (HR. Bukhari - Muslim).
- Puasa qhada
Seorang muslim yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan uzur syar’I wajib menggantinya dengan puasa qadha bagi yang sanggup mengerjakannya .
Jika tidak sanggup maka wajib mengganti utang puasa Ramadhan dengan puasa qadha, maka muslim tersebut wajib membayar fidyah.
Orang yang wajib mengganti puasa itu adalah
➢ orang yang sakit dan orang yang berada di perjalanan sehingga tak bisa berpuasa saat Ramadhan.
"Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain," surat Al-Baqarah ayat 184.
➢ Perempuan yang haid, hamil, nifas, dan menyusui juga wajib mengganti puasa mereka di hari lain,
Waktu puasa qadha Ramadhan boleh dilakukan pada hari-hari lain setelah bulan Ramadhan, yakni
pada bulan Syawal hingga bulan Sya'ban atau sebelum Ramadhan berikutnya. Beberapa mazhab menyebutkan harus mengganti puasa sebelum pertengahan bulan Sya'ban.
Puasa qadha Ramadhan tidak boleh dilakukan pada hari yang diharamkan untuk berpuasa yakni pada Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal, dan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah. Berpuasa juga haram dilakukan pada hari-hari tasyrik yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
- Puasa kafarat
Kafarat puasa merupakan sebuah bentuk penebusan atas pelanggaran dalam berpuasa. Dalam Islam, terdapat dua jenis kafarat puasa, yaitu kafarat puasa untuk pelanggaran puasa wajib dan kafarat puasa untuk pelanggaran nadzar atau sumpah. Kafarat puasa untuk pelanggaran puasa wajib adalah dengan melakukan puasa selama 60 hari berturut-turut, sedangkan kafarat puasa untuk pelanggaran nadzar atau sumpah adalah dengan melakukan puasa selama tiga hari berturut-turut.
- Puasa nadzar
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, puasa nazar merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan.
Hal ini karena seorang muslim telah berjanji dalam hatinya untuk berpuasa jika suatu keadaan yang diinginkannya terjadi. Namun, bila pada suatu hari orang tersebut tidak dapat menunaikan puasa nazar yang telah diniatkannya, maka ia perlu membayar kafarat atau denda. Cara membayar kafarat yaitu dengan menunaikan sumpah menggati puasa seperti pada umumnya.
Puasa nazar yang sebelumnya bersifat sunah pun juga berubah hukumnya menjadi wajib.
Maksudnya di sini adalah bila seorang muslim berjanji untuk menunaikan puasa sunah senin kamu bila diterima kerja. Maka, puasa senin kamis yang awalnya hukumnya sunah berubah menjadi wajib karena sudah dijanjikan atau menjadi nazar.
Hal ini juga berlaku pada puasa yang awalnya hukumnya makruh. Contohnya, seseorang bernazar akan melakukan puasa selama satu tahun penuh. Maka hal tersebut menjadi wajib bagi dirinya sendiri untuk menunaikan puasa tersebut sepanjang tidak menimbulkan bahaya. Jika menyebabkan bahaya, maka puasa tersebut menjadi tidak sah.
Ada beberapa ketentuan pasa puasa nadzar yaitu :
1. Bila seorang muslim tidak menyebutkan jenis puasa yang akan dia laksanakan saat bernazar, maka ia wajin memenuhi puasa selama satu hari.
2. Bila seorang muslim tidak menyebutkan jumlah hari untuk melaksanakan puasa nazar, maka ia terkena kewajiban untuk puasa selama tiga hari. Puasa selama tiga hari tersebut tentunya perlu dilakukan dengan membaca niat puasa nazar terlebih dahulu.
3. Waktu berpuasa nazar juga penting untuk diperhatikan. Ketentuan melaksanakan puasa nazar tidak berbeda dengan puasa pada umumnya, yaitu dilakukan sejak matahari terbit hingga terbenam.
Sementara itu, waktu puasa nazar disesuaikan dengan jenis puasa yang kamu niatkan. Misalnya, kamu bernazar untuk puasa Senin-Kamis, maka pelaksanaan puasa nazar dilakukan pada hari Senin dan Kamis.
B. Puasa sunnah
Di samping puasa wajib, ada pula puasa sunat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.
Hikmahnya secara umum adalah menambah penghambaan dan pendekatan diri kepada Allah, juga meraih kecintaan dan keridaan-Nya, serta keselamatan diri dari siksa api neraka. Rasulullah saw. Dalam suatu haditsnya yang pernah di sampaikan yang artinya :
Artunya :Siapa saja yang berpuasa satu hari di jalan allah semata karnanya , maka allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh musim:(HR,Bukhari Muslim )
1. Puasa Arafah dan Delapan Hari Sebelumnya Puasa Arafah disunahkan pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan disunahkan pula 8 hari sebelumnya dimulai dari tanggal 1. Sehingga total puasa menjadi 9 hari dan berlebaran pada tanggal 10-nya atau Hari Raya Idul Adha.
Keutamaan adalah menebus dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. Selain itu, hari Arafah termasuk hari di mana Allah banyak membebaskan hamba-Nya dari siksa api neraka.
Artinya:“ Puasa arafah (9 dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang puasa asyuro (10 Muharram) akan
menghapuskan dosa setahun yang lalu (HR. Bukhari muslim)
Hanya saja orang yang sedang menunaikan ibadah haji tidak disunahkan menunaikan puasa ini. Mereka dianjurkan berbuka karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi saw. Salah satu tujuannya yaitu untug lebih menguatkan doa pada hari itu,yang
2. Puasa Asyura dan Tasu’a
Puasa ini disunahkan pada tanggal 10 dan 9 Muharram. Keutamaannya menghapus dosa satu tahun ke belakang.
Artinya, “Puasa Asyura melebur dosa satu tahun yang lalu,” (HR Muslim).
Puasa Asyura ini disandingkan dengan puasa Tasu’a berdasarkan perintah Rasulullah saw.
meskipun beliau tidak sempat menunaikannya karena usia. Hikmahnya adalah demi menjaga kesalahan dalam penentuan awal bulan dan juga untuk menyelisihi kebiasaan Yahudi, karena mereka juga biasa berpuasa pada tanggal sepuluh. Sehingga jika tidak sempat pada tanggal sembilan, disunahkan pula pada tanggal sebelasnya.
3. Puasa Senin-Kamis
Puasa ini disunahkan setiap hari Senin dan Kamis setiap minggunya. Keutamaannya adalah menyertai dilaporkannya amal manusia pada hari-hari tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw.
Artinya, “Amal-amalan itu ditunjukkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku ingin amalku ditunjukkan saat aku sedang berpuasa,” (HR At-Tirmidzi).
4. Puasa Bulan Sya’ban
Termasuk bulan yang dianjurkan Nabi saw kepada kita untuk memperbanyak puasa karena menjadi bulan diangkatnya amal hamba seperti hari Senin dan Kamis adalah bulan Sya’ban.
Artinya: Saat Nabi saw. ditanya karena memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, beliau menjawab, “Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat. Aku ingin amalku diangkat pada saat aku berpuasa,” (HR. Ahmad).
5. Puasa Ayyamul Bidh
Menurut sebagian ulama, yang lebih tepat istilahnya adalah puasa Layalil Bidh, sebab siang hari yang disunahkan puasa itu, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dalam setiap bulan Hijriah, malam- malam harinya sedang terang bulan. Dikecualikan, pada bulan Dzulhijjah karena tanggal 13 bertepatan dengan hari Tasyriq. Keutamaan puasa ini luar biasa, yakni menandingi puasa satu tahun.
Artinya, “Puasa tiga hari dalam setiap bulan laksana puasa satu tahun,” (HR. Muslim).
Selain puasa ayyamul bidh, juga disunahkan puasa ayyamus siwad, atau malam-malam gelap, yakni tanggal 28, 29, 30. Namun sebagai kehati-hatian dan mengantisipasi bulan kurang dari 30 hari, maka puasa ini biasa dimulai pada tanggal 27 setiap bulannya.
6. Puasa Enam Hari Bulan Syawal
Puasa ini disunahkan selama enam hari di bulan Syawal, baik ditunaikan berturut-turut sejak tanggal 2 Syawal, di pertengahan, atau di enam hari terakhir. Namun boleh juga ditunaikan secara berangsur dan tidak berturut-turut. Hanya saja, bagi yang memiliki hutang puasa wajib di bulan Ramadhan, hendaknya dibayar terlebih dahulu sebelum menunaikan puasa sunah enam hari ini.
Artinya, “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa selama satu tahun,” (HR. Abu Dawud).
7. Puasa Dawud
Maksud puasa Dawud adalah selang sehari: sehari berpuasa, sehari berbuka. Demikian seterusnya. Disampaikan Rasulullah saw. puasa ini termasuk puasa sunah yang paling utama.
Sebab, tidak ada puasa yang memakan waktu sampai setengah tahun kecuali puasa Dawud ini dan tidak ada nabi yang kuat menunaikannya kecuali Nabi Dawud a.s.
Artinya, “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku, yaitu Dawud. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari,” (HR. Ahmad).
Pada ulama fiqih berkesimpulan, jika tidak mampu menunaikan puasa Dawud, satu hari berpuasa dan satu hari berbuka, maka boleh pula dengan satu hari berpuasa dan dua hari berbuka.
8. Puasa Bulan-bulan Haram
Bulan-bulan haram maksudnya adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa Nabi saw. menganjurkan berpuasa pada bulan-bulan tersebut. Termasuk di dalamnya bulan Rajab yang kerap diperdebatkan landasannya. Menurutnya, tidak ada larangan puasa di bulan tersebut, tidak pula ada anjuran secara khusus. Dalam setiap bulannya, disunahkan berpuasa sebanyak 7 hari, baik di awal, di tengah ataupun di akhir
9. Puasa Ketiadaan Makanan
Rasulullah saw sendiri mencontohkan puasa ini saat pagi hari tidak mendapati makanan di rumah istrinya. Puasa ini bisa langsung dilaksanakan dan diniatkan selama pagi harinya belum makan apa-apa dan belum melewati waktu zhuhur. Adapun puasa dahri atau sepanjang
waktu, menurut ulama Syafi’i, hukumnya boleh selama tidak dilakukan pada hari-hari terlarang dan tidak mendatangkan madharat serta tidak melemahkan puasa fardu. Sementara jika dilakukan pada waktu terlarang, hukumnya haram; dan jika mendatangkan madharat atau melemahkan yang fardhu, hukumnya makruh.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Puasa secara bahasa berasal dari kata "As-shaum" yang berarti menahan diri dari suatu perbuatan.
Sedangkan menurut syara', As-shaum adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari di sertai niat dan syarat-syarat tertentu.
2. Syarat wajib pusa ada 5 yaitu islam ,balig , berakal, sehat , mukim
Rukun puasa sunnah sama dengan rukum puasa wajib yaitu niat dan Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari
3. Puasa ada 2 macam yaitu puasa wajib ; Puasa ramadhan ,puasa qadha ,puasa kafarat, puasa nadzar.
Dan puasa sunnah; Puasa Arafah dan Delapan Hari Sebelumnya.puasa asyurra dan tasu’a, puasa senin kamis , puasa bulan sya’ban, puasa ayyamul bidh, puasa enam hari bulan syawal , puasa daud ,puasa bulan-bulan haram dan puasa ketiadaan makanan