• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH GALENIKA “MINYAK ATSIRI”

N/A
N/A
Pricilia Ticoalu

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH GALENIKA “MINYAK ATSIRI” "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH GALENIKA

“MINYAK ATSIRI”

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Herny E. I. Simbala M.Si

Disusun Oleh:

Pricilia Kesia Ticoalu 20101105039

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Galenika.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu Prof. Dr.Ir. Herny E.I. Simbala M.Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Galenika yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang sudah membantu baik secara moral dan materi sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan.

Tujuan penulisan tugas makalah ini adalah untuk menambah wawasan mengenai materi Minyak Atsiri. Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami terima dengan senang hati demi perbaikan tugas project ini dan untuk meningkatkan kualitas kedepannya.

Penyusun,

Manado, 11 Juni 2023

(3)

DAFTAR ISI

COVER ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.3 Tujuan ... 1

BAB II ... 2

PEMBAHASAN ... 2

2.1 Pengertian Minyak Atsiri ... 2

2.2 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri ... 2

2.3 Produksi Minyak Atsiri ... 4

2.4 Proses Produksi secara destilasi air, uap, air dan uap ... 5

2.5 Proses Produksi dengan Metode pengepresan, ekstraksi solven, dan enfleurage ... 8

BAB III ... 12

PENUTUP ... 12

3.1 Kesimpulan ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri terbesar yang diperdagangkan di dunia.

Pada tahun 2017 produksi minyak atsiri global mencapai sekitar 1300 ton, dan 90% produksinya direalisasikan di Indonesia (Van Beek & Joulain, 2017). Dari sekitar 300 jenis minyak atsiri dunia, baru 40 jenis minyak atsiri Indonesia yang sudah dan sedang dikembangkan, adapun minyak atsiri Indonesia yang berpotensi adalah serai wangi, serai dapur, daun cengkeh, kayu putih, jeruk purut, nilam, kemangi, kenanga, akar wangi, jahe, pala, kemukus, lada hitam, cendana, kayu manis, gaharu, gaharu buaya, dan kemenyan.

Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan minyak atsiri dunia, dengan cara memaksimalkan agribisnis dan agro industri minyak atsiri di Indonesia. Sehingga dapat mensejahterakan seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Indonesia (Dewan Atsiri Indonesia, 2015).

Minyak atsiri merupakan salah satu produk bahan rempah-rempah. Minyak atsiri lazim disebut minyak yang mudah menguap (volatil oils). Minyak atsiri umumnya berwujud cair, diperoleh dari bagian tanaman akar, kulit batang, daun, buah, biji atau bunga dengan cara destilasi uap, ekstaksi atau dipres (ditekan).

Minyak serch, minyak daun cengkeh, minyak akar wangi, minyak nilam, minyak kenanga, minyak kayu cendana merupakan beberapa bahan ekspor minyak atsiri Indonesia. Minyak atsiri awalnya digunakan sebagai bahan pewangi, parfum, obat-obatan, dan bahan aroma makanan. Dalam perkembangan sekarang hasil sintesis senyawa turunanan minyak atsin dapat digunakan sebagai feromon, aditif biodisel, antioksidan, polimer, aromaterapi, penjerap logam, sun screen block dan banyak lagi kegunaan lainnya.

Kemampuan untuk melakukan konversi komponen minyak atsiri menjadi menjadi senyawa-senyawa yang lebih berguna merupakan suatu hal penting yang mendesak sekarang. Hal ini disebabkan senyawa turunan minyak atsiri yang diimpor ke Indonesia harganya jauh lebih mahal daripada harga minyak atsiri yang dieskpor oleh Indonesia Oleh sebab itu, makalah ini akan mempelajari tentang minyak atsiri agar lebih banyak diketahui oleh masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Minyak Atsiri?

2. Jelaskan mengenai Sifat Fisikokimia Minyak atsiri 3. Jelaskan mengenai Produksi Minyak atsiri

4. Jelaskan Proses Produksi secara destilasi air, uap, air dan uap

5. Jelaskan Proses Produksi dengan Metode pengepresan, ekstraksi solven, dan enfleurage

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Pengertian dari Minyak Atsiri

2. Mengetahui mengenai Sifat Fisikokimia Minyak atsiri 3. Mengetahui Produksi Minyak atsiri

6. Mengetahui Proses Produksi secara destilasi air, uap, air dan uap

4. Mengetahui Proses Produksi dengan Metode pengepresan, ekstraksi solven, dan enfleurage

(5)

BAB II PEMBAHASAN 4.1 Pengertian Minyak atsiri

Minyak Atisiri atau esensial adalah minyak yang mempunyai sifat mudah menguap atau volatil yang berbau sedap yang banyak terdapat dalam tanaman dan baunya sama seperti tanaman aslinya yang diambil dari bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau dibuat secara sintetis (Anto, 2020).

4.2 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri 4.2.1 Sifat Fisik Minyak Atsiri

Seperti bahan-bahan lain yang memiliki sifat fisik, minyak atsiri juga memiliki sifat fisik yang bisa diketahui melalui beberapa pengujian. Sifat fisik dari setiap minyak atsiri berbeda satu sama lain.

Sifat fisik terpenting dari minyak atsiri adalah dapat menguap pada suhu kamar sehingga sangat berpengaruh dalam menentukan metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan komponen kimia dan komposisinya dalam minyak asal. Sifat-sifat fisika minyak atsiri, meliputi: aroma yang khas, berat jenis, indeks bias yang tinggi, serta bersifat optis aktif.

a. Aroma yang khas

Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji, dan rimpang serta umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (25⁰ C) tanpa mengalami dekomposisi sehingga menghasilkan aroma yang khas sesuai dengan tanaman penghasilnya.

b. Berat Jenis

Bobot jenis adalah perbandingan berat zat di udara pada suhu 250 C terhadap berat air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan berat jenis menggunakan alat piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800 - 1,180. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri.

Nilai berat jenis minyak atsiri ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya.

Semakin tinggi kadar fraksi berat maka berat jenis minyak atsiri semakin tinggi. Berat jenis pada berbagai minyak atsiri juga sangat dipengaruhi oleh ukuran bahan yang akan diekstrak, metode ekstraksi, serta lama penyulingan yang dilakukan. Pada waktu penyulingan, penetrasi uap pada bahan yang memiliki ukuran yang lebih kecil akan berlangsung secara lebih mudah karena jaringannya lebih terbuka dengan luas bidang kontak yang lebih luas sehingga jumlah uap air panas yang kontak dengan minyak lebih banyak. Kondisi tersebut mengakibatkan komponen fraksi berat minyaknya lebih mudah dan cepat diuapkan.

c. Indeks Bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer. Prinsip penggunaan alat refraktometer adalah penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda, kemudian terjadi pembiasan (perubahan arah sinar) akibat perbedaan kerapatan media. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian.

(6)

Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih baik dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.

Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alkohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penguapan minyak dari bahan berukuran kecil berlangsung lebih mudah sehingga fraksi berat minyaknya lebih banyak terkandung dalam minyak, yang mengakibatkan kerapatan molekul minyak lebih tinggi dan sinar yang menembus minyak sukar diteruskan. Semakin sukar sinar diteruskan dalam suatu medium (minyak) maka nilai indeks bias medium tersebut semakin tinggi.

Sebagian besar komponen minyak kulit kayu manis terdiri atas kelompok senyawa terpen-o yang mempunyai berat molekul dan kerapatan yang lebih tinggi dibanding kelompok senyawa terpen, tetapi relatif mudah larut dalam air. Semakin lama penyulingan, senyawa terpen-o semakin banyak terlarut dalam air panas yang mengakibatkan kerapatan minyak menurun sehingga indeks biasnya lebih rendah. Standar mutu minyak atsiri menurut Essential Oil Association of USA (EOA) adalah minyak atsiri dengan indeks bias berkisar antara 1,5730 – 1,5910.

d. Putaran Optik

Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat polarimeter. Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut dan suhu pengukuran.

Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai putaran optik senyawa penyusunnya.

Penyulingan bahan berukuran kecil akan menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak (lengkap) dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik yang terukur adalah putaran optik dari gabungan (interaksi) senyawasenyawa yang biasanya lebih kecil dibanding putaran optik gabungan senyawa yang kurang lengkap (sedikit) yang dihasilkan bahan berukuran besar. Standar mutu minyak atsiri menurut Essential Oil Association of USA (EOA) adalah minyak atsiri dengan putaran optik berkisar antara (-) 2 sampai 0 derajat.

e. Kelarutan dalam Alkohol

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri.

Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi.

Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi. Kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat mempercepat polimerisasi di antaranya adalah cahaya, udara, dan adanya air dapat menimbulkan pengaruh yang tidak baik.

(7)

Tingkat kelarutan minyak dalam alkohol dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi senyawa yang dikandungnya. Minyak atsiri yang konsentrasi senyawa terpennya tinggi lebih sukar larut dalam alkohol; sedangkan yang banyak mengandung senyawa terpen-o lebih mudah larut dalam alkohol.

Dalam penyulingan bertingkat, uap panas lebih mudah dan cepat menembus bahan yang susunannya tidak padat, sehingga senyawa terpen-o yang titik didihnya lebih rendah, lebih banyak terdapat dalam minyak sehingga minyaknya mudah larut dalam alkohol. Bahan yang berukuran lebih besar, lebih sukar diuapkan minyak atsirinya sehingga senyawa fraksi berat dalam minyak seperti seskuiterpen akan terpolimerisasi akibat pengaruh panas terus menerus dalam penyulingan dan polimer yang terbentuk tidak dapat diuapkan. Kondisi tersebut mengakibatkan komposisi terpen-o dalam minyaknya lebih rendah sehingga minyaknya sukar larut dalam alkohol.

Semakin lama penyulingan maka senyawa fraksi-fraksi berat dalam minyak akan lebih banyak sehingga kelarutannya dalam alkohol semakin rendah. Menurut standar EOA, kelarutan minyak dalam etanol 70% adalah dengan nilai rasio antara volume alkohol dengan minyak atsiri sebesar 3:1 atau lebih.

f. Warna

Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri memiliki warna antara kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak atsiri biasanya akan berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Minyak atsiri akan berwarna gelap yang disebabkan oleh proses aging, di mana bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat, serta tahan lama.

4.2.2 Sifat Kimia Minyak Atsiri a. Bilangan Asam

Metode Bilangan asam pada minyak atsiri mengindikasikan adanya kandungan asam organik pada minyak tersebut. Asam organik pada minyak atsiri bisa terdapat secara alamiah. Nilai bilangan asam dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak. Semakin besar kandungan asam dalam suatu minyak atsiri, mutunya semakin rendah, karena asam sangat mudah berubah oleh reaksi oksidasi yang menyebabkan berubahnya aroma minyak tersebut.

b. Bilangan Ester

Bilangan ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk penyabunan ester.

Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai aroma yang baik.

4.3 Produksi Minyak Atsiri

Proses Produksi Minyak atsiri adalah proses yang kompleks dan memerlukan peningkatan efisiensi produksi dengan peningkatan produktivitas tanaman dan perbaikan penanganan pasca panen. Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) penyulingan (distillation). Penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan (SKKNI, 2019).

(8)

4.4 Proses Produksi secara destilasi air, uap, air dan uap 3.4.1 Destilasi dengan air (water destillation)

Metode ini merupakan metode penyulingan yang paling sederhana, karena membutuhkan susunan alat yang relatif sederhana. Pada metode ini, bahan kering yang telah disiapkan untuk disuling dimasukkan ke dalam ketel suling yang telah diisi dengan air, di mana rasio antara bahan kering dan air adalah 1:1, dengan demikian bahan tercampur dan kontak langsung dengan air. Ketika ketel dipanaskan dan tercapai titik didih air, maka pergerakan air panas pada ketel akan membuka jaringan- jaringan dari bahan, sehingga minyak atsiri yang terkandung dapat lepas dan menguap bersama uap air. Uap air dan uap minyak kemudian dikondensasi dengan pendingin balik/kondensor dengan dibuat kontruksi sedemikian rupa sehingga kondensat tidak kembali lagi ke ketel, tetapi masuk ke dalam penampungan. Proses Produksi minyak atsiri melalui destilasi dengan air ini diilustrasikan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Proses Produksi melalui destilasi dengan air

Dalam labu penampungan tersebut terkandung air dan minyak atsiri. Perbedaan polaritas serta berat jenis antara minyak atsiri dan air, maka minyak atsiri dapat dipisahkan secara manual menggunakan labu pemisah. Meskipun demikian, untuk mendapatkan rendemen minyak atsiri yang lebih tinggi, maka proses pemisahan air dengan minyak atsiri atau pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik seperti eter, yang memiliki sifat kelarutan dengan minyak atsiri yang baik tetapi memiliki tingkat kelarutan yang rendah dengan minyak. Minyak atsiri yang terlarut dengan eter dapat dipisahkan dengan mengevaporasi eter, karena sifat fisika eter yang memiliki titik didih cukup rendah.

(9)

3.4.2 Destilasi dengan uap (steam destillation)

2.2 Proses Produksi melalui destilasi dengan uap.

Pada metode destilasi dengan uap, air sebagai sumber uap panas diproduksi dari sebuah ketel atau boiler khusus sebagai penghasil uap yang diposisikan terpisah dari ketel penyulingan (Gambar 2.2).

Dibandingkan dengan water and steam destillation, metode ini menghasilkan tekanan uap yang lebih tinggi, dan tekanan uapnya lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara luar. Maka metode ini lebih cocok digunakan untuk menyuling minyak atsiri yang sumbernya berasal dari bahan-bahan yang memiliki serat keras, seperti kayu, kulit batang, atau biji-bijian. Tentunya kelemahan metode ini adalah biaya yang lebih tinggi, selain peralatan yang dibutuhkan lebih kompleks, biaya produksi juga lebih tinggi karena membutuhkan energi panas yang lebih besar.

3.4.3 Destilasi dengan air dan uap (water and steam destillation)

Prinsip metode ekstraksi dengan destilasi dengan air dan uap adalah mirip dengan metode mengukus, yaitu dengan menempatkan bahan baku kering di atas plat besi berlobang (saringan) yang diposisikan di atas permukaan air yang akan diuapkan. Saat air dipanaskan sampai mendidih, maka uap air akan bergerak ke atas melewati saringan dan uap akan turut serta memanaskan bahan, sehingga sel-sel pada bahan akan terbuka dan minyak atsiri yang ada di dalamnya akan menguap bersama uap air.

Uap air dan minyak atsiri akan dikondensasi bersama menggunakan kondensor (pendingin) sehingga diperoleh cairan campuran air dan minyak atsiri yang dapat dipisahkan menggunakan labu pemisah. Untuk mendapatkan rendemen minyak atsiri yang lebih tinggi, maka proses pemisahan air dengan minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan pelarut organik seperti eter, yang memiliki sifat kelarutan dengan minyak atsiri yang baik tetapi memiliki tingkat kelarutan yang rendah dengan minyak. Minyak atsiri yang terlarut bersama eter dapat dipisahkan dengan cara menguapkannya menggunakan vacuum rotary evaporator. Gambar dibawah ini menggambarkan proses ekstraksi minyak atsiri melalui destilasi air dan uap seperti yang telah dijelaskan.

(10)

Gambar 2.3 Proses Produksi melalui destilasi dengan air dan uap

Keuntungan dari teknik ini adalah penetrasi uap terjadi secara lebih merata di seluruh jaringan bahan, selain itu suhu dapat terus dipertahankan sampai 100°C karena uap air memiliki suhu yang lebih tinggi dan stabil dibandingkan fase cairnya sebelum menjadi uap. Hal ini berimplikasi pada waktu penyulingan yang semakin pendek, dengan rendemen yang lebih tinggi serta kualitas serta mutu minyak atsiri yang lebih baik dibandingkan dengan sistem penyulingan dengan air. Gambar 2.4 di bawah ini memberikan contoh penerapan proses ekstraksi minyak atsiri dengan metode destilasi air dan uap pada skala laboratorium.

Gambar 2.4 Penyulingan minyak atsiri dengan teknik destilasi air dan uap

(11)

4.5 Proses Produksi dengan Metode pengepresan, ekstraksi solven, dan enfleurage 3.5.1 Proses Ekstraksi dengan Metode Pengepresan

Gambar 2.5 Metode ekstraksi melalui pengepresan.

Pengepresan merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Pada metode ini alat yang digunakan adalah mesin pengepres yang bekerja dengan menekan bahan baku sehingga sel-sel penghasil minyak atsiri akan pecah yang memungkinkan minyak dapat keluar, seperti diilustrasikan pada Gambar 2.5 di atas. Metode pengepresan pada umumnya diaplikasikan untuk bahan berupa biji, buah, ataupun kulit luar yang dihasilkan oleh tanaman dari famili citrus (jeruk). Hal ini disebabkan karena minyak dari famili citrus mudah mengalami kerusakan jika terpapar panas melalui metode penyulingan dengan uap atau air. Beberapa jenis minyak atsiri lain yang dihasilkan melalui metode pengepresan antara lain adalah minyak almond, aprikot, lemon, minyak kulit jeruk, minyak biji anggur, dll.

3.5.2 Proses Produksi dengan Metode Ekstraksi dengan Pelarut Organik (Solven)

Prinsip dari metode ekstraksi dengan pelarut organik adalah melarutkan bahan yang mengandung minyak atsiri dengan pelarut organik yang mudah menguap (volatile). Pelarut organik yang biasa digunakan antara lain eter dan kloroform atau pelarut lain dengan titik didih rendah. Pelarut organik tersebut akan masuk ke dalam jaringan bahan dan merusak dinding sel dan jaringan serta membuka jalan untuk keluarnya minyak atsiri dan melarutkannya bersama senyawa-senyawa lain seperti resin, lilin, dan beberapa senyawa pewarna.

(12)

Gambar 2.6 Metode ekstraksi dengan pelarut organik.

Proses ekstraksi dilakukan dengan memasukkan bahan segar ke dalam sebuah wadah yang berbentuk kerucut (ekstraktor) bersama-sama dengan pelarut organic (Gambar 2.6). Kemudian ekstraktor diputar untuk menghasilkan gaya sentrifugal sehingga pelarut akan berpenetrasi ke dalam jaringan bahan baku serta melarutkan minyak atsiri bersama-sama bahan lain yang terikut seperti resin dan lilin. Proses ini pada umumnya berlangsung antara 30 s.d. 60 menit. Pelarut dan minyak atsiri serta bahan lainnya akan berada di ujung bawah wadah, sehingga dapat dipisahkan dengan membuka ujung kerucutnya. Larutan hasil ekstraksi kemudian didestilasi dengan vacuum rotary evaporator pada suhu yang relatif rendah (sekitar 40°C). Hal ini dilakukan karena ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya dilakukan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dengan uap/air, seperti minyak atsiri dari bunga melati, cempaka, mawar, lavender, lily, tuberose, geranum, labdanum, dll.

Dari proses evaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator maka akan didapatkan larutan kental atau semi padat berwarna gelap yang disebut sebagai concrete, yang merupakan campuran antara minyak atsiri, resin, lilin, dan zat pewarna alami. Kemudian concrete dilarutkan dengan alkohol sambil dipanaskan untuk meningkatkan kelarutan. Alkohol digunakan karena jenis pelarut ini mampu mengikat minyak atsiri dengan baik. Larutan concrete dan alkohol ini selanjutnya didinginkan pada suhu -50°C sehingga terbentuk endapan dan berbentuk lilin. Endapan lilin tersebut kemudian diperas dan disaring sehingga diperoleh larutan jernih. Larutan jernih inilah yang kemudian dievaporasi lagi untuk memisahkan alkohol dari minyak pada suhu 40°C. Minyak atsiri yang dihasilkan disebut sebagai absolut, yaitu larutan minyak atsiri yang dijual dengan harga tinggi, karena mengandung konsentrasi minyak atsiri yang cukup tinggi.

3.5.3 Proses Produksi dengan Metode Enfleurasi (Ekstraksi dengan lemak dingin)

Metode ekstraksi selanjutnya adalah enfleurasi. Metode ini diaplikasikan untuk mengekstrak minyak atsiri dari bahan-bahan yang mudah rusak karena pemanasan, seperti minyak atsiri dari bunga sedap malam, melati, mawar, dll. Dengan enfleurasi akan diperoleh minyak atsiri yang bermutu serta dengan rendemen yang cukup tinggi. Hal itu dimungkinkan karena pada umumnya setelah bunga dipetik dari tangkainya, sebenarnya secara fisiologis bunga tersebut akan tetap hidup, artinya metabolisme masih tetap berjalan. Bunga tersebut terus menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri, meskipun minyak yang terbentuk akan menguap dengan cepat. Jika

(13)

dilakukan penyulingan dengan uap panas ataupun dengan pelarut organik maka secara spontan kegiatan bunga dalam memproduksi minyak atsiri akan terhenti dan mati karena panas dan rusak karena pelarut organik. Di sisi lain, minyak atsiri yang terbentuk sebelumnya sangat cepat menguap.

Oleh sebab itu ekstraksi dengan pelarut organik biasanya menghasilkan rendemen yang rendah.

Untuk itu dicari alternatif metode yang mampu mengatasi kelemahan- kelemahan dari metode penyulingan dan pelarut organik, yang mampu menghasilkan minyak atsiri dengan rendemen yang tinggi dengan mutu yang baik. Kuncinya adalah menjaga agar proses fisiologi dalam bunga selama proses ekstraksi dapat terus terjaga selama mungkin sehingga bunga tetap terus mampu memproduksi minyak atsiri. Material kunci yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan ini adalah bahan lemak, yang memiliki sifat menyerap bau serta tidak merusak bahan itu sendiri. Lemak yang digunakan dapat berupa lemak hewani maupun lemak nabati, seperti lemak sapi, lemak domba, mentega putih atau dikombinasi dengan minyak nabati seperti minyak kedelai, kanola, atau kacang-kacangan.

Syarat lemak yang dapat digunakan untuk enfleurasi adalah lemak yang tidak berbau, tidak berwarna, dan bersih dari kontaminan. Lemak dengan bau tajam dan warna kuat tentu saja akan mempengaruhi mutu dari produk minyak atsiri yang dihasilkan. Selain itu, lemak yang digunakan harus memiliki konsistensi atau kekenyalan tertentu. Lemak yang terlalu keras memiliki daya adsorpsi yang relatif lebih rendah, sedangkan lemak yang terlalu encer akan mudah menempel pada permukaan daun sehingga ketika bunga diangkat akan terbawa bersama bunga tersebut. Titik leleh lemak yang optimal adalah sekitar 36-37°C. Lemak dengan titik leleh yang rendah lebih memiliki sifat adsorbsi yang lebih baik, tetapi menyulitkan proses deflourasi atau pengambilan bunga layu disebabkan banyaknya lemak yang menempel pada bunga. Sementara lemak dengan titik leleh di atas 37°C memudahkan proses deflourasi tetapi dengan daya adsorpsi yang lebih rendah.

Gambar 2.7 Metode ekstraksi dengan enfleurasi.

Teknik ekstraksi enfleurasi dimulai dengan membuat bidang datar/permukaan datar pada sebuah bejana kaca yang dapat ditutup untuk menjaga agar minyak tidak menguap keluar sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi (Gambar 2.7). Bahan yang diekstrak dari jenis bunga-bunga harus dibersihkan dari tangkainya dan dipilih bunga yang masih kuncup tetapi dengan tingkat ketuaan yang optimum. Bunga tersebut selanjutnya disebar di atas lapisan lemak secara merata. Semakin lebar bidang kontak antara bunga dengan bidang lemak maka tingkat minyak atsiri yang terserap semakin

(14)

tinggi. Proses dapat berlangsung selama 24 jam. Setelah itu bunga lama dapat diganti dengan bunga baru. Penggantian bunga harus hati-hati agar jumlah lemak yang terikut dapat diminimalisasi.

Penggantian bunga ini dapat dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh minyak dengan kandungan yang lebih tinggi. Lemak yang mengandung minyak disebut sebagai pomade.

Pomade yang telah mengandung minyak bunga selanjutnya diangkat dari lapisan kaca dan ditampung dalam suatu wadah, kemudian dilarutkan dengan alkohol sambil dipanaskan untuk meningkatkan kelarutan. Selanjutnya larutan pomade ini didinginkan sampai lemak membeku dan diperas untuk memisahkan larutan minyak dalam alkohol dengan lemak. Larutan yang mengandung minyak ini selanjutnya dievaporasi dengan vacuum rotary evaporator untuk mendapatkan minyak bunga murni atau disebut sebagai absolute.

(15)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Minyak atsiri sebagai senyawa volatil sangat mudah menguap. Selain itu banyak bahan-bahan tanaman yang menjadi sumber minyak atsiri merupakan bahan yang tidak tahan panas, seperti pada berbagai jenis bunga. Secara umum ada dua kelompok teknik ekstraksi minyak atsiri, yaitu dengan metode dingin dan metode panas. Metode dingin, berarti tanpa ada perlakuan panas, seperti pada teknik enfleurasi, maserasi, pengepresan, dan ekstraksi dengan pelarut organik. Sedangkan ekstraksi dengan panas antara lain melalui penyulingan/destilasi baik dengan metode destilasi uap, air, maupun campuran air dan uap.

Sifat fisik dan kimianya karena mutu dari minyak atsiri yang dihasilkan melalui proses ekstraksi tergantung pada beberapa sifat fisikokimianya seperti berat jenis, indek bias, putaran optik, kelarutan pada alkohol, warna, bilangan asam, dan bilangan ester. Nilai dari parameter-parameter sifat tadi dapat mengindikasikan tingkat kemurnian dan kualitas minyak atsiri yang ujungnya sangat menentukan harga produk.

(16)

DAFTAR PUSTAKA Anto. 2020. Rempah-rempah dan Minyak Atsiri. Klaten: Lakeisha.

Baser, K.H. dan Buchbauer, G., 2010. Handbook of Essential Oils: Science, Technology, and Applications.

CRC Press, Florida.

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia. 2019. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 37 Tahun 2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori industri pengolahan golongan Pokok Industri Bahan Kimia dan Barang dari bahan kimia bidang industri minyak atsiri dan turunannya.

Nugroho Agung. 2017. Buku Ajar Teknologi Bahan Alam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Cengkeh Pemakain cengkeh dalam industri karena cengkeh memiliki aroma yang enak yang berasal dari minyak atsiri yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar, baik dalam bunga 10-20%,