MAKALAH
PERKEMBANGAN HUKUM ADMINISTRASI
Dosen Pengampu : 1. Latifah Amir, S.H., M.H 2. Muhammad Ichsan, M.Si
Disusun Oleh :
1. Dina Fitria Amalia (A1A321012) 2. Jenny MB Sihombing (A1A321006) 3. Tri Puji Yulianti (A1A321052)
4. Fadhli Pramudia (A1A321058) 5. Teguh Widodo (A1A321058) 6. Florida Sinurat (A1A321058)
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat serta Karunia-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis berada dalam keadaan sehat wal’afiat dan berkat rahmat-Nya pula, Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin.
Makalah Perencanaan Pembelajaran ini dapat kami selesaikan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, dorongan semangat, maupun material.
Dengan banyaknya pengaruh positif yang didapatkan dari berbagai dukungan tersebut, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Pembelajaran bapak Drs. Irwan, M.Pd dan bapak Tohap Pandapotan Simaremare, M.Pd serta teman-teman yang telah mensuport kami dalam menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, agar makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.
Jambi, 22 November 2022
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I... 1
BAB II...2
BAB III...3
DAFTAR PUSTAKA...4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman dan kompleksitas masyarakat modern, hukum administrasi sebagai cabang hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya telah menghadapi berbagai tantangan dan perubahan. Perkembangan teknologi informasi dan globalisasi telah mempercepat interaksi di antara berbagai lembaga administrasi, baik di tingkat lokal maupun internasional, sehingga menuntut adanya penyesuaian dalam regulasi hukum administrasi.
Pergeseran paradigma pemerintahan dari yang berbasis otoritarian menuju pemerintahan yang lebih demokratis telah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan hukum administrasi. Konsep pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, dan responsif menjadi nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam proses pembuatan kebijakan administrasi agar tetap relevan dan dapat bersaing dalam era informasi.
Perkembangan hukum administrasi juga dipengaruhi oleh dinamika politik dan sosial yang terus berubah. Berbagai isu seperti korupsi, perlindungan lingkungan, hak asasi manusia, dan kebebasan berpendapat menjadi fokus perhatian publik dan menjadi titik berat dalam proses pembuatan kebijakan administrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan aktif dari berbagai pihak terkait dalam memperbarui dan mengembangkan hukum administrasi yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Selain itu, adanya perkembangan ekonomi yang sangat cepat juga mendorong perubahan dalam hukum administrasi. Pembangunan infrastruktur, investasi asing, perpajakan, perdagangan internasional, dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya memerlukan kerangka regulasi hukum yang jelas dan terperinci guna melindungi kepentingan masyarakat dan menjamin keberlangsungan usaha.
Dalam konteks globalisasi dan integrasi ekonomi antarnegara, harmonisasi hukum administrasi antara negara-negara yang berbeda menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Keberagaman sistem pemerintahan, hukum, dan budaya mengharuskan para ahli hukum administrasi untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan mereka agar
bisa beradaptasi dengan perubahan global yang semakin cepat. Oleh karena itu, pengembangan hukum administrasi haruslah menjadi agenda utama dalam rangka membangun tatanan dunia yang lebih adil, demokratis, dan berkelanjutan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka didapatkan beberapa rumusan permasalahan diantaranya :
1. Apa saja teori-teori pembagian kekuasaan ? 2. Bagaimana pertumbuhan hukum administrasi ?
3. Bagaimana perkembangan hukum administrasi di Indonesia ?
1. Tujuan Penulisan
1. Untuk menganalisis apa saja teori-teori pembagian kekuasaan.
2. Untuk menganalisis pertumbuhan hukum administrasi.
3. Untuk menganalisis perkembangan hukum administrasi di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini ialah agar para pembaca dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman mereka tentang aspek-aspek penting dalam hukum administrasi. Selain itu, agar para pembaca dapat mengembangkan kemampuan analisisnya, karena mereka perlu menganalisis berbagai perspektif dan pendekatan yang terkait dengan topik yang dibahas.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Teori Pembagian Kekuasaan
Teori pembagian kekuasaan merupakan konsep yang mendasari sistem pemerintahan demokratis.Kekuasaan itu secara umum diartikan sebagai sebuah kewenangan yang sudah dimiliki oleh individu atau kelompok untuk menjalankan sesuatu, baik yang bersifat wajib atau hanya hak saja. Oleh sebab itu, kekuasaan hanya sebagai pengertian atau pemahaman saja, jika tidak diterapkan atau dijalankan Pembagian kekuasaan adalah sebuah prinsip di mana kekuasaan negara sebaiknya tidak diserahkan kepada orang atau satu badan saja.
Pembagian kekuasaan bertujuan menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan pada satu pihak atau satu lembaga saja. Kekuasaan yang berpusat pada satu tangan maka akan menjadikan pemerintah otoriter.
Lembaga negara dalam menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara perlu dibatasi, agar tidak sewenang-wenang, tidak tumpeng tindih kewenangan dan tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu lembaga, maka perlu adanya suatu pembagian atau pemisahan kekuasaan. Hal ini tentutnya dimaksudkan semata-mata untuk menjamin hak-hak asasi para masyarakat agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa. Hal ini senada dengan ungkapan dari Lord Acton “Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalah-gunakan, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan mutlak pasti akan menyalahgunakannya).
Pembagian kekuasaan menurut John Locke :
1) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang- undang.
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
3) Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untung melaksanakan hubungan luar negeri.
Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi yang menganut trias politika milik Montesquieu yang memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu legislatif, eksekutif,dan yudikatif.Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang- undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Di Indonesia, kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Sementara kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk undang- undang yang dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang."
Selanjutnya kekuasaan yudikatif atau kehakiman adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Di Indonesia, kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK)Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi."
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan. Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
Pembagian Kekuasaan secara Horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat.
Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara yaitu : 1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang- Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki
suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
Pembagian Kekuasaan secara Vertikal
Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal.22 Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemberian otonomi kepada daerah bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
terutama dalam pelaksanaan kepada masyarakat maupun meningkatkan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
2.2 Pertumbuhan Hukum Administrasi
Pertumbuhan Administrasi Negara di Dunia Administrasi negara merupakan bidang ilmu yang terus berkembang dan dinamis di seluruh dunia. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:
1. globalisasi, Globalisasi mendorong pertukaran informasi dan ide antar negara, termasuk dalam bidang administrasi negara. Hal ini memungkinkan negara-negara untuk mempelajari dan mengadopsi praktik-praktik terbaik dari negara lain.
2. Perkembangan teknologi, Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah cara kerja administrasi negara. TIK memungkinkan pemerintah untuk memberikan layanan publik yang lebih efisien, efektif, dan transparan.
3. Peningkatan tuntutan masyarakat, Masyarakat di seluruh dunia semakin menuntut pemerintahan yang lebih baik, akuntabel, dan responsif. Hal ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas administrasi negara.
Berikut beberapa contoh perkembangan terbaru dalam administrasi negara di dunia:
1. Pengembangan e-government: Banyak negara di dunia yang sedang mengembangkan e-government untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi penyelenggaraan administrasi negara.
2. Penguatan peran masyarakat sipil: Masyarakat sipil di banyak negara di dunia memainkan peran yang semakin penting dalam mengawasi kinerja pemerintah dan mendorong akuntabilitas.
3. Peningkatan kerjasama antar negara: Kerjasama antar negara di bidang administrasi negara semakin meningkat, seperti melalui pertukaran informasi dan best practices.
Tantangan dalam pertumbuhan administrasi negara di dunia:
1. Korupsi: Korupsi masih menjadi hambatan utama dalam mewujudkan administrasi negara yang baik di banyak negara.
2. Kurangnya sumber daya: Banyak negara di dunia masih kekurangan sumber daya manusia dan keuangan untuk mengembangkan administrasi negara yang baik.
3. Kesenjangan digital: Kesenjangan digital antara negara maju dan negara berkembang dapat menghambat adopsi teknologi baru dalam administrasi negara.
Meskipun terdapat berbagai tantangan, pertumbuhan administrasi negara di dunia menunjukkan bahwa negara-negara di seluruh dunia terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pemerintahan dan pelayanan publik.
Berikut beberapa contoh negara yang telah mencapai kemajuan significant dalam administrasi negara:
1. Singapura: Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan administrasi negara yang paling baik di dunia. Singapura telah berhasil menerapkan e-government secara menyeluruh dan memberikan layanan publik yang berkualitas tinggi.
2. Korea Selatan: Korea Selatan juga telah mencapai kemajuan significant dalam administrasi negara. Korea Selatan telah berhasil meningkatkan efisiensi dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan melalui berbagai reformasi.
3. Estonia: Estonia adalah negara kecil di Eropa yang telah menjadi pionir dalam e- government. Estonia telah berhasil menyediakan hampir semua layanan publik secara online.
Negara-negara di dunia terus belajar dari satu sama lain dan berusaha untuk meningkatkan kualitas administrasi negara. Hal ini penting untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang berkualitas tinggi.
2.3 Perkembangan Hukum Administrasi di Indonesia
Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana manakalah pihak Pemerintah mulai menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum, umpamanya dengan menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistem-sistem perizinan. Oleh karena itu dapat disepakati bahwa, hukum administrasi dalam bentuk sangat awalnya sudah terlalu kuno, oleh karena pihak Pemerintah juga sejak dahulu kalah telah bertanggungjawab atas penataan dan pengelolaan masyarakat secara lebih kurang.Hukum administrasi dalam bentuk yang demikian ini nampaknya senantiasa merupakan “hukum administrasi luar biasa",yakni
suatu hukum administrasi dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan tertentu,juga ketentuan-ketentuan pelaksanaan tambahan yang tertentu dan jika diperlukan beberapa yurisprudensi dalam suatu bidang konkrit Yang terbatas dari urusan Pemerintah.Maka orang sudah melihat dalam pertengahan pertama dari abad ke- 20 contoh-contoh hukum administrasi dalam bentuk aturan-aturan menurut undang- undang untuk mencegah rintangan,untuk melindungi monumen-monumen,untuk meningkatkan pembangunan perumahan yang baik,untuk meningkatkan keselamatan dalam situasi ketenagaan, dan sebagainya. Hasilnya adalah suatu hukum administrasi yang sangat tersebar dengan kata lain, timbullah berbagai macam hukum administrasi yang perlu disesuaikan dengan tugas Pemerintah yang akan dilaksanakan. Hukum Administrasi Negara (HAN) di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat sejak kemerdekaan. Berikut beberapa tonggak penting dalam perkembangan HAN di Indonesia:
1. Masa Penjajahan:
Sistem hukum kolonial: Pada masa penjajahan, hukum administrasi negara di Indonesia dianut berdasarkan sistem hukum kolonial Belanda.
Konsepsi "bestuur" dan "rechtspraak": Konsepsi "bestuur"
(pemerintahan) dan "rechtspraak" (peradilan) menjadi dasar hukum administrasi negara pada masa itu.
2. Masa Kemerdekaan:
UUD 1945: UUD 1945 tidak memuat secara eksplisit tentang HAN.
UU No. 1 Tahun 1950 tentang Kekuasaan Keuangan Negara: UU ini merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HAN pada masa awal kemerdekaan.
Perkembangan putusan Mahkamah Agung: Putusan-putusan Mahkamah Agung mulai memuat prinsip-prinsip HAN.
3. Masa Orde Baru:
Penetapan TAP MPR No. IV/MPR/1973: TAP MPR ini memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membentuk peraturan perundang- undangan di bidang administrasi negara.
UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara: UU ini merupakan tonggak sejarah penting bagi HAN di Indonesia karena untuk pertama kalinya mengatur secara khusus tentang peradilan tata usaha negara.
4. Masa Reformasi:
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: UU ini merupakan peraturan perundang-undangan yang paling komprehensif tentang HAN di Indonesia.
Perkembangan putusan PTUN: Jumlah putusan PTUN terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan hak-haknya dan semakin berani untuk menggugat tindakan pemerintah yang dianggap tidak sah.
Perkembangan ilmu pengetahuan HAN: Perkembangan ilmu pengetahuan HAN di Indonesia ditandai dengan semakin banyaknya buku, artikel, dan jurnal ilmiah yang membahas tentang HAN.
Berikut beberapa contoh perkembangan terbaru dalam Admintrasi Negara di Indonesia:
1. Pengembangan e-government: Pemerintah Indonesia sedang gencar mengembangkan e-government untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi penyelenggaraan administrasi negara indonesia..
2. Penguatan peran PTUN: PTUN terus memperkuat perannya dalam mengawasi tindakan pemerintah.
3. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang administrasi negara indonesia: Masyarakat semakin sadar tentang hak-haknya dan semakin berani untuk menggugat tindakan pemerintah yang dianggap tidak sah. Perkembangan- perkembangan ini menunjukkan bahwa administrasi negara di Indonesia terus berkembang dan diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA