HAM DAN DEMOKRASI : PERISTIWA PEMBUNUHAN DUKUN SANTET Dosen Pengampu :……
Di Susun Oleh Klompok : 5 1. Fira Hilmanisa (220603012) 2. Ayu Legi Tasya (220603024)
3. Dafa Maulana Zafran (220603028) 4. M. Fahrur Yogi (2206030)
PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULLUDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah “HAM DAN DEMOKRASI”, Dosen pengamp ….,dengan judul makalah “ HAM DAN DEMOKRASI : PERISTIWA PEMBUNUHAN DUKUN SANTET “.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari doa Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah tafsir dan ayay-ayat soasial yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Mataram, 28 Oktober 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...………i DAFTAR ISI ...….ii BAB I PENDAHULUAN... ….
A. Latar Belakang... …..
B. Rumusan Masalah...…..
C. Tujuan...…..
BAB II PEMBAHASAN... …..
A. ... ...
B. ... …..
C. …
BAB III PENUTUP... …..
A. Kesimpulan...…..
B. Saran... …..
DAFTAR PUSTAKA... …..
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Setiap Manusia Memiliki Hak Asasi Yang Sama, Yang Melekat Sejak Manusia Tersebut Di Lahirkan. Hak Dasar Itu Ialah Hak Untuk Hiduo, Hak Atas Rasa Aman , Dan Hak Untuk Terbebas Dari Segala Bentuk Penindasan. Hak-hak ini berlaku secara universal dan harus dihormati oleh semua orang. Perjuangan penegakan hak asasi manusia sudah berlangsung sejak manusia diciptakan di bumi. Mulai dari Nabi Adam hingga saat ini. Setiap manusia dituntut untuk saling menghormati dan menyayangi. 1
Rezim Orde Baru berakhir pada tanggal 21 Mei 1998. Peristiwa tersebut ditandai dengan pengunduran diri Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia di Istana Merdeka, dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J.Habibie. Pergantian kekuasaan sejak masa Orde Baru Hingga masa reformasi terdapat berbagai permasalahan, antara lain permasalahan besar seperti masalah KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), krisis ekonomi, dan peristiwa kekerasan. Salah satu peristiwa kekerasan yang terjadi sebelum runtuhnya rezim Orde Baru adalah terkait peristiwa dukun santet di Banyuwangi pada tahun 1998.
Namun dalam sejarah indonesia pelanggaran ham berat atau pemabantian kerap kali terjadi di mulai dari tahun 1965 sampai dengan 1998. Peristiwa terror dan pembantaian sejumlah kyai Nahdiyin berkedok dukun santet yang terjadi di sebagian wilayah Jawa Timur tahun 1998,
menambah daftar panjang serangkaian peristiwa berdarah yang terjadi selama masa kepemimpinan Soeharto. Pembantaian Banyuwangi 1998 adalah peristiwa terhadap orang yang diduga melakukan praktik ilmu hitam atau santet yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dalam kurun waktu Februari hingga September 1998. Ratusan orang menjadi korban demi memperjuangkan terwujudnya era reformasi dan terbebas dari belenggu orde baru. Pada tahun 1998, merupakan tahun yang meninggalkan sejarah yang akan diingat oleh masyarakat Indonesia. Terjadinya kejadian berdarah seperti ini bukanlah hal yang pertama kali terjadi pada masa 2 kepemimpinan militer Soeharto. Mulai dari rezimnya Presiden Soeharto menguasai negeri ini hingga akhir masa pemerintahanya, pertumpahan darah dijadikan sebagai cara untuk mempertahankan eksistensi kekuasaannya.
Awal bulan Februari 1998, terjadi insiden kekerasan di Banyuwangi terkait isu santet; pada bulan Agustus dan September di tahun yang sama, terdapat 75 korban yang mencengangkan.
Menanggapi pertanyaan siapa sebenarnya pembunuh terkait kasus ilmu hitam, Mayjen Pol. M.
Dayat, MM. MBA. SH Kapolda Jatim memberikan penjelasan mengenai jumlah korban, menangkap pelaku, aktor intelektual, penyandang dana, dan eksekutor, serta mengevakuasi 227 orang yang dianggap dukun oleh masyarakat setempat. Pembunuhan dukun di Banyuwangi, menurut Kapolda, merupakan kejahatan terorganisir dan murni kriminal. Komentar Kapolda Jatim itu mendapat tentangan dari PWNU Jatim, KH. Hasyim Muzadi mengatakan, kasus kekerasan yang melibatkan dukun merupakan kriminal murni.
1 Akmal, Hak Asasi Manusia Teori Dan Praktek, Padang: UNP Press Padang, 2015
Dalam perkembangannya, peristiwa kekerasan terkait masalah dukun santet justru
mengakibatkan meninggalnya para kyai dan guru mengaji. Wilayah Kabupaten Ponorogo menjadi salah satu dari sekian banyak lokasi di Jawa Timur dan sekitarnya yang tersebar luas peristiwa ini.
Kabupaten Ponorogo sepi pada malam hari karena sepinya aktivitas warga. Warga Kabupaten Ponorogo rutin melakukan patroli malam untuk melindungi lingkungannya dari kengerian ninja.
Kekhawatiran atas pemberitaan ini mulai muncul di kalangan tokoh masyarakat Kabupaten Ponorogo, termasuk para kyai pesantren.2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam makalah ini yakni sebagai berikut 1. Apa Itu Pelanggaran HAM ?
2. Bagaimana Kronologis Pelanggaran HAM 1998 Mengenai Dukun Santet ? 3. Bagaimana Penyelesaian Yang Di Lakukan Oleh Negara?
C. Tujuan
Untuk dapat menjelasakn apa itu pelanggaran HAM berat di tahun 1998 mengenai dukun santet dan bagaimana upaya penyelesaian yang di lakukan oleh negara.
2 Muhammad Dandi Prasetiyo, “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Persitiwa Dukun Santet Di Kabupaten Banyuwangi”, Jurnal, Vol : 3 No. 3, 2023
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Hak Asasi Manusia dan Jenis Pelanggaraannya
Hak Asasi Manusia dapat didefinisikan sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Hak Asasi Manusia (HAM) dimiliki oleh setiap individu yang merupakan hak dasar yang bila mendapat ancaman maka ia boleh menuntutnya. Marthen Kriale mengemukakan bahwa HAM adalah hak yang bersumber dari Tuhan. Sedangkan menurut
DF.Scheltens mengemukakan bahwa HAM adalah hak yang diperoleh manusia sebagai kosekuensi ia dilahirkan menjadi manusia. Karenanya HAM harus dibedakan dengan hak dasar, di mana HAM berasal dari kata “Mensen Rechten”, sedangkan hak dasar berasal dari kata “Grond Rechten”3.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi isu yang signifikan di berbagai negara, terutama di negara-negara yang sedang menghadapi transisi politik atau konflik internal.
Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian dunia terhadap pelanggaran HAM meningkat seiring dengan kemunculan laporan kekerasan negara, pelanggaran hak sipil, dan kekerasan terhadap kelompok rentan. Pelanggaran HAM merupakan jenis kejahatan yang berbeda dengan pelanggaran hukum atau pidana. Pelanggaran HAM (Human rights violations) Adalah segala pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh aparat negara (state actor) lewat sebuah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), baik berupa tindakan langsung (act of commision) maupun dengan pembiaran (act of omminission). Pada dasarnya pelanggaran ham terbagi menjadi dua, yaitu pelanggaran ham dan pelanggaran ham berat. Pelanggaran HAM adalah segala tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, termasuk aparat negara yang dianggap membatasi, menyeleweng, bahkan mencabut Hak Asasi Manusia seseorang. Sedangkan pelanggaran ham berat merupakan kejahatan yang merenggut kebebasan manusia dalam sekala yang luas, contohnya seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan genosida merupakan salah satu kejahatan paling serius dalam hukum pidana internasional, dengan definisi dan kerangka hukum yang jelas dalam Konvensi Genosida dan Statuta Roma.4 Genosida merupakan kejahatan internasional paling mengerikan, diakui sebagai pelanggaran
3 Atmaja, Y. D. G., Mulyani, T., & Sihotang, A. Analisis yuridis mengenai hak mengeluarkan pendapat dalam perspektif HAM. Semarang Law Review (SLR), 1(1), 128-144. 2022
4 Gröning, L., Haukvik, U. K., Morse, S. J., & Radovic, S. Remodelling criminal insanity: Exploring philosophical, legal, and medical premises of the medical model used in Norwegian law. International Journal of Law and Psychiatry. 2022
Hak Asasi Manusia yang bertujuan untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, rasial, atau religius.5 Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Raphael Lemkin pada tahun 1944, dalam konteks Holocaust selama Perang Dunia II. Konvensi PBB tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida tahun 1948, yang mendefinisikan genosida,12 sebagai tindakan-tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, rasial, atau religious:
1) Membunuh anggota kelompok tersebut;
2) Menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang serius terhadap anggota kelompok tersebut;
3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang ditujukan untuk menghancurkannya secara fisik secara keseluruhan atau sebagian;
4) Menerapkan tindakan-tindakan yang dimaksudkan untukmencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut;
5) Memindahkan anak-anak dari kelompok tersebut secara paksa ke kelompok lain Di Indonesia sudah banyak kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi, bahkan ada beberapa kasus sampai detik ini belum terselesaikan.
Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia setidaknya ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belun tuntas hingga sekarang. Namun dalam penulisan ini hanya akan membahas mengenai pelanggaran HAM 1998 Tentang Pembantaian dukun santet di Banyuwangi.
B. Kronologi Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet di Banyuwangi C.
5 Hetty Hassanah, “Genosida Dalam Ketentuan Hukum Nasional Sebagai Kejahatan Tradisional”,Maleo Law Jurnal, Volume 1, Nomor 2, 2017, hlm. 220.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka