i
MAKALAH
FILSAFAT ILMU DAN PERKEMBANGAN TEORI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Dosen pengampu : Prof. Dr. Agil Al Idrus, M.Si Dr. Mansur Hakim, M.Pd
Penyusun
: 1. YUNITA SARI (I2K02410034) 2. ASTARINA ( I2K02410036) 3. JUMADIL AWAL (I2K02410041)MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2024
MAGISTER
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Program Pascasarjana Universitas Mataram
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran ALLAH SWT. Yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-NYA kepada kita , sholawat serta salam kami curahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Yang kita nantikan syafa‟atnya diakhirat kelak. Tanpa pertolongan-NYA , tentu kami tidak akan sanggup menyelesikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Dan Perkembangan Teori Administrasi Pendidikan dengan judul „KONSEP MATEMATIKA, BAHASA, DAN STATISTIKA SEBAGAI SARANA BERFIKIR ILMIAH„.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini mungkin jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya ilmu pengetahuan yang kami miliki . Kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat juga menambah ilmu tentang dunia pendidikan. Maaf jika ada kekeliruan atau kekurang sempurnaan makalah ini.
Mataram, 24 Agustus 2024
Penulis
iii DAFTAR ISI
Cover ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... iv
1.1 Latar Belakang ... iv
1.2 Rumusan Masalah ... iv
1.3 Tujuan ... v
BAB II PEMBAHASAN ... 1
2.1 Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah ... 1
2.2 Matematika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah ... 3
2.3 Bahasa Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah... 5
2.4 Statistika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah ... 12
BAB III PENUTUP ... 16
DAFTAR PUSTAKA ... 17
iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk yang berakal, manusia mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan akalnya.
Manusia dapat membuat peralatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan manusia membuat peralatan bukanlah hal yang dapat dilakukan begitu saja, tetapi telah melalui proses pengalaman dan pengalaman yang dilalui merupakan dasar bagi pembentukan pengetahuan.
Manusia sering disebut sebagai homo faber (manusia yang membuat alat, dan kemampuan membuat alat itu dimungkinkan oleh pengetahuan). Berkembangnya pengetahuan tersebut memerlukan alat-alat. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berfikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penggunaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika, dan statistika agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat berjalan dengan baik, teratur dan cermat. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yag dipakai dalam seluruh proses berfikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. ditinjau dari pola berfikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berfikir deduktif dan berfikir induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam berfikir deduktif ini, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sarana berfikir ilmiah ? 2. Apa itu bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah ? 3. Apa itu matematika sebagai sarana berfikir ilmiah?
4. Apa itu statistika sebagai sarana berfikir ilmiah ?
v 1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sarana berfikir ilmiah
2. Untuk mengetahui bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah 3. Untuk mengetahui matematika sebagai sarana berfikir ilmiah 4. Untuk mengetahui statistika sebagai sarana berfikir ilmiah
1 BAB II PEMBAHASAN
KONSEP MATEMATIKA, BAHASA, DAN STATISTKA SEBAGAI SARANA BERFIKIR ILMIAH
2.1 Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah
Berfikir adalah suatu aktivitas untuk menemukan pengetahuan yang benar atau kebenaran. Berfikir juga dapat diartikan sebagai proses yang dilakukan untuk menentukan langkah yang dapat ditempuh. Sedangkan ilmiah adalah ilmu. Jadi berfikir ilmiah adalah proses atau aktifitas manusia untuk menemukan atau mendapatkan ilmu yang bercirikan dengan adanya kausalitas, analisis, dan sintesis. Berfikir ilmiah juga diartikan sebagai berfikir yang logis dan empiris.
Logis adalah masuk akal dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. Secara umum setiap perkembangan dalam ide dan konsep dapat disebut dengan berfikir dan yang akan kita kupas secara mendalam pada pembahasan ini adalah berfikir yang didasarkan pada keilmuan, atau dengan kata lain berfikir secara ilmiah.
Tentu saja pemikiran yang didasarkan pada keilmuan akan sangat berbeda dengan pemikiran biasa, seperti memikirkan mau membeli apa nanti, atau berfikir untuk pergi kemana. Dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri (2010), bochenski juga menerangkan bahwa pemikiran yang didasarkan keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-sungguh, artinya suatu cara yang disiplin. Ide dan konsep itu diarahkan pada suatu tujuan tertentu. berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis berarti masuk akal, sedangkan empiris berarti dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dapat kita garis bawahi bahwa makna dari berfikir ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan prinsip-prinsip keilmuan yang tentu saja berarti juga erat kaitannya dengan proses untuk mendapatkan ilmu itu sendiri dan untuk melaksanakan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana ilmiah.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh dalam mencapai satu tujuan tertentu. Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berfikir ilmiah. Sarana
2
berfikir ilmiah hanyalah alat bantu bagi manusia untuk berfikir ilmiah agar memperoleh ilmu. Sarana berfikir ilmiah bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses kegiatan ilmiah (Jujun, 2010).
Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperlukan adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah ini adalah alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi, fungsi sarana berfikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dalam mendapatkan ilmu atau teori yang lain. sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai kegiatan langkah yang harus ditempuh, dengan alat ini manusia dapat melaksanakan kegiata ilmiah. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena manusia berfikir mengikuti kerangka berfikir ilmiah dan menggunakan alat-alat berfikir yang benar. Sarana berfikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berfikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut (Ishak, Dkk, 2024).
Sarana berfikir ilmiah ada empat, yaitu bahasa, logika, matematika dan statistika. Sarana berfikir ilmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika sebagai alat berfikir agar sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan dalam pola pikir deduktif sehingga orang lain dapat mengikuti dan melacak kembali proses berfikir untuk menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola pikir induktif untuk mencari kebenaran secara umum (Suriasumantri, 2003).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sarana berfikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik. Jelaslah sekarang kiranya mengapa sarana berfikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam pengetahuannya, sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
3
2.2 Matematika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal memiliki banyak kelemahan karena tidak semua pernyataan dapat diwakili secara verbal. Kelemahan-kelemahan bahsa tersebut diatasi dengan matematika. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Bahsa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan kita berpaling kepada matematika. Matematika adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
Umpamanya kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak maka objeknya “ kecepatan jalan kaki seorang anak” dilambnagkan dengan x , dalam hal ini maka x hanya mempunyai arti yang jelas yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Demikian juga bila kita hubungkan “kecepatan jalan kaki seorang anak” dengan objek lain misalnya “jarak yang ditempuh seorang anak” yang kita lambankan dengan y, maka kita lambangkan hubungan tersebut dengan z = y / x dimana z melambangkan “waktu berjalan kaki seorang anak”. Pernyataan z = y / x tidak mempunyai konotasi emosional, selain itu brsifat jelas dan spesifik (Suriasumatri, 2003)
Matematika mempunyai kelebihan lain dibanding dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitaif. Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua objek yang berlainan umpamanya gajah dan semut maka kita hanya mengatakan bahwa gajah lebih besar dari semut. Kalau kita menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut maka kita akan mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu. Kemudian jika sekiranya kita ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut maka dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmudalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Kita bisa mengetahui bahwa logam kalau dipanaskan akan memanjang, namun pengertian kita hanya sampai disitu. Kita tidak bisa mengatakan dengan tepat besar pertambahan panjangnya. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan yang
4
diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak, menyebabkan daya prediktif dan control ilmu kurang cermat dan tepat. Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjangnya kalau logam dipanaskan (Suriasumantri, 2003).
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual.
Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan. Penghitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran dibidang sosial dan ekonomi bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni lukis.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam, matematika memberikan kontribusi yang cukup besar. kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang bilangan untuk perhitungan dan pengukuran, disamping seperti bahasa, metode dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala-gejala alam yang dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan pengamatan, disamping objek penelahaan yang tidak berulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang bilangan (Surajiyo, 2007).
Matematika sebagai sarana berfikir deduktif menggunakan bahasa artifisial, yakni murni bahasa buatan manusia. keistimewaan bahasa ini terbatas dari aspek emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya. Matematika lebih mementingkan kelogisan pernyataannya yang mempunyai sifat yang jelas.
Dengan matematika, sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa dapat dihilangkan. Lambang yang digunakan dalam matematika lebih eksas dan jelas, lambang-lambang tersebut tidak dapat dicampuri oleh emosional seseorang, suatu lambang dalam matematika jelas hanya mengandung satu arti sehingga orang lain tidak dapat memberikan penafsiran selain dari maksud pemberi informasi.
Misalnya, seorang yang mengatakan “saya punya satu adik perempuan”, orang lain dapat menerima bahwa orang itu mempunyai satu adik, tidak mungkin 11 orang lain akan mempunyai penafsiran bahwa orang itu mempunyai dua atau tiga orang adik (Burhanudin, 2007).
5
Matematika memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang jelas.
Untuk membandingkan tinggi dua buah objek yang berbeda, misalnya pohon jagung dan pohon manga. Dengan bahasa hanya dapat dikatakan bahwa pohon manga lebih tinggi dari pohon jagung, tetapi tidak tahu dengan jelas berapa perbedaan tinggi kedua pohon tersebut. Dengan matematika maka perbedaan kedua tinggi tersebut dapat diketahui dengan jelas dan tepat. Missal, setelah diukur ternyata tinggi pohon jagung 100 cm dan tinggi pohon manga 250 meter, maka dapat dikatakan bahwa pohon mangga lebih tinggi 150 cm dari pohon jagung. Matematika memberikan jawaban yang lebih eksak dan menjadikan manusia dapat menyelesaikan masalah sehari-harinya dengan lebih tepat dan teliti (Ishak, Dkk, 2024).
Matematika sebagai sarana berfikir deduktif, memungkinkan manusia untuk mengembangkan pengetahuannya berdasarkan teori-teori yang telah ada.
Berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Misal, jumlah sudut sebuah lingkaran 360. Dari pengetahuan ini dapat dikembangkan, seperti besar sudut keliling lingkaran sama dengan setengah besar sudut pusat jika menghadap busur yang sama (Ishak, 2024)
2.3 Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Salah satu perbedaan manusia dengan mahluk lainnya adalah kemampuan manusia berbahasa. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah sangat berkaitan erat dengan bahasa, dengan menggunakan bahasa yang baik dalam berfikir membantu untuk mengkomunikasikan jalan pikiran kepada orang lain. berfikir sebagai hasil kegiatan otak manusia tidak ada artinya apabila tidak diketahui oleh orang lain. Cara untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain adalah menggunakan sarana bahasa. Bahasa merupakan lambang serangkaian bunyi yang membentuk suatu arti tertentu (Jujun, 2010) .
Bahasa merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia yang terdiri dari kata-kata atau istilah-istilah dan sintaksis.
Kata atau istilah merupakan simbol dari arti sesuatu, sedangkan sintaksis merupakan cara menyusun kata-kata menjadi kalimat yang bermakna. Suatu objek dapat dilambangkan dengan bunyi tertentu. misalnya, suatu alat berbentuk runcing yang diisi tinta dan digunakan untuk menulis dilambangkan dengan bunyi “pena”.
Untuk melambangkan warna yang sama dengan darah digunakan bunyi “merah”.
6
Dari kedua kata tersebut (pena dan merah) dapat dibuat sebuah kalimat bermakna menjadi “Andi membeli sebuah pena merah”. (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010)
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berfikir ilmiah. Bahasa sebagai kemampuan mental membuat manusia dapat menggunakan prilaku linguistik, untuk menghasilkan penyebutan- penyebutan tertentu. bahasa bersifat universal bagi semua manusia. Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk melakukan komunikasi dengan sesama manusia dengan menggunakan tanda, seperti kata-kata dan gerakan. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa tersebut dilafalkan secara operasional melalui bahasa tertentu sesuai dengan tempat dan linkungannya. Kata bahasa berasal dari bahasa sanskerta, yaitu bhasa. Bahasa menjadi alat agar manusia dapat saling berinteraksi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan kepada orang lain sebagai lawan bicaranya (Yosephus, 2019)
Pertama-tama bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi dengan mempergunakan alat-alat lain, umpamanya saja dengan memakai berbagai isyarat.
Manusia mempergunakan bunyi sebagai alat komunikasi yang paling utama.
Tentu saja, mereka yang tidak dianugrahi kemampuan bersuara harus mempergunakan alat komunikasi yang lain, seperti kita lihat pada mereka yang bisu. Komunikasi dengan mempergunakan bunyi ini dikatakan juga sebagai komunikasi verbal, dan manusia yang bermasyarakat dengan alat komunikasi bunyi, disebut juga sebagai masyarakat verbal.
Kedua, bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu objek tertentu umpamanya saja gunung atau seekor burung merpati.
Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada dua objek tertentu. kiranya patut disadari bahwa kita memberikan lambang yang kita berikan kepada dua objek tadi secara begitu saja, dimana tiap bangsa dengan bahasanya yang berbeda, memberikan lambang yang berbeda pula.
Misal, bagi kita objek tersebut dilambangkan dengan bunyi “gunung” sedangkan bagi bahasa lain dilambangkan dengan “mountain”dalam bahasa inggris atau
“jaba”dalam bahasa arab. Adanya lambang-lambang ini memungkinkan manusia dapat berfikir dan belajar dengan lebih baik. Adanya bahasa ini memungkinkan
7
kita untuk memikirkan sesuatu dalam benak kepala kita, meskipun objek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada didekat kita (Jujun, 2007).
Adapun penggolongan bahasa menurut Surajiyo (2007) pada umumnya dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Bahasa Alamiah
yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibedakan menjadi dua bagian yaitu; bahasa Isyarat, bahasa ini dapat berlaku umum dan dapat berlaku khusus dan bahasa Biasa, bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari
2) Bahasa Buatan
Yaitu bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan- pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu: bahasa istilah, bahasa ini rumusanya diambil dari bahasa biasa yang diberi arti tertentu, misal demokrasi (demos dan kratien) dan bahasa artifisial atau sering juga disebut dengan bahasa simbolik, bahasa berupa simbol-simbol sebagaimana yang digunakan dalam logika dan matematika.
Dikarenakan bahasa sebagai alat komunikasi itulah kemudian para pakar bahasa menyepakati bahwasanya bahasa memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Sistematik; mempunyai pola atau aturan
2. Arbitrer (manasuka); kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang disimbolkan
3. Ucapan/vocal; bahasa berupa bunyi
4. Bahasa itu simbol; kata sebagai simbol yang mengacu pada objeknya 5. Bahasa selain mengacu pada simbol juga mengacu pada dirinya
sendiri; dapat dipakai untuk menganalisa bahasa itu sendiri 6. Manusiawi; hanya dimiliki oleh manusia
7. Komunikatif; menjadi alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi 2.3.1 Fungsi Bahasa Sebagai Sarana Berpiki Ilmiah
Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah untuk perubahan masyarakat. Menurut Bakhtir (2004) adapun fungsi bahasa adalah sebagai berikut:
8
1. Fungsi instrumental; penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti mkan, minum dan sebagainya 2. Fungsi regulatoris; penggunaan bahasa untuk memerintahkan
dan perbaikan tingkah laku
3. Fungsi interaksional; penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain
4. Fungsi personal; seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran
5. Fungsi heuristic; penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya
6. Fungsi imajinatif; penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita
7. Fungsi representasional; penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain
2.3.2 Unsur-Unsur Bahasa
Menurut bakhtiar (2011) ada beberapa unsur bahasa adalah sebagai berikut:
1) Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things that stand for other things (sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain). sebagai contoh adalah awan hitam dan turunnya hujan, dimana awan hitam adalah awal turunnya hujan. Jika dikatakan bahasa adalah sebuah simbol-simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis 2) Simbol-simbol vocal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia adalah simbol- simbol vocal, yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau tubuh dengan sistem pernapasan. Tapi tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh organ-organ vocal manusia merupakan simbol-simbol bahasa ataupun lambang- lambang kebahasaan. Bersin, dengkur, batuk dan lain sebagainya,
9
biasanya tidak mengandung nilai simbol. Hanya apabila bunyi tersebut mempunyai makna tertentu dalam suatu kelompok sosial tertentu.
Simbol-simbol yang membangun 3) Simbol-simbol vocal arbitrer
Istilah arbitrer disini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Misalnya, untuk menyatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang inggris menyebutnya horse, orang prancis menyebutnya cheval, orang Indonesia kuda dan orang arab hisan. Semua ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap makna tertentu.
4) Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi). Gabungan bunyi dan urutan bunyi membuktikan betapa pentingnya kriteria kecocokan dan permulaan ynag teratur rapi
5) Yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat.
fungsi bahasa memang sangat penting dalam dunia manusia. dengan bahasa para anggota masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial.
Bahasa mengandung unsur simbol, sesuatu yang diucapkan oleh manusia merupakan kegiatan memberi simbol terhadap suatu obyek nyata dalam dunia praktis. Agar simbol tersebut dapat memenuhi tujuan pembicara maka simbol tersebut harus diucapkan dengan bunyi tertentu yang dapat didengar oleh orang yang dituju sehingga memudahkan pendengar untuk mengetahui dengan jelas obyek yang dimaksud oleh pembicara. Bunyi simbol suatu obyek tidak harus sama antara ucapan dan makna yang dikandungnya, artinya makna suatu obyek dapat diucapkan dengan kata yang berbeda untuk daerah atau komunitas yang berbeda. Para anggota komunitas kelompok sosial menggunakan bahasa untuk dapat berinteraksi satu sama lainnya.
“Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan, dan sikap”. (Suriasumantri, 2003) Manusia dapat menyampaikan sesuatu yang
10
dipikirkan kepada orang lain menggunakan bahasa. Dengan bahasa, orang lain dapat mengetahui dan mempelajari sesuatu yang sedang dipikirkan. Dengan bahasa, manusia juga dapat mengekspresikan sesuatu yang dirasakannya kepada orang lain. Orang lain dapat mengetahui seseorang sedang sedih atau senang melalui bahasa yang disimbolkan.
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk mampu mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas maka seseorang harus menguasai bahasa yang baik (Suriasumantri, 2003).
Ketika manusia telah memperoleh suatu pengetahuan melalui kegiatan ilmiah yang dilakukan, maka harus mengkomunikasikan hasil yang telah diperoleh tersebut agar pengetahuannya dapat bermanfaat bagi kemakmuran umat manusia. Hal-hal yang harus dikomunikasikan tersebut meliputi jalan pemikiran untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri.
Pengkomunikasian tersebut dituangkan dalam sebuah karya ilmiah. Untuk dapat menyusun sebuah karya ilmiah, dituntut kemampuan untuk menguasai bahasa yang baik dan benar. Tanpa menguasai bahasa yang baik, tidak mungkin dapat menyusun sebuah karya ilmiah.
Sumarna (2008) mengungkapkan bahwa ”Melalui bahasa manusia dengan sesama manusia lainnya dapat saling menambah dan berbagi pengetahuan yang dimilikinya”. Bahasa menjadi sarana untuk berbagi dengan sesama manusia.
Seseorang dapat memberitahukan sesuatu yang diketahuinya kepada orang lain dengan menggunakan bahasa. Dalam proses berbagi tersebut manusia mengalami penambahan pengetahuan, menjadi mengetahui sesuatu yang semula belum diketahui. Dalam komunikasi ilmiah menonjolkan fungsi simbolik bahasa.
Dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi harus terbebas dari unsur emotif agar pesan yang disampaikan dapat diterima secara reproduktif, artinya sama dengan pesan yang dikirimkan.
Bahasa merupakan sarana komunikasi maka segala sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti halnya berpikir sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa, seseorang tidak akan dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan benar. Dalam komunikasi ilmiah harus memperhatikan fungsi simbolik bahasa, karena komunikasi ilmiah dilakukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan kepada orang lain. Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik maka harus
11
menggunakan bahasa yang terbebas dari unsur emotif. Unsur emotif dalam bahasa hanya akan mengacaukan komunikasi ilmiah sehingga pesan yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh penerima. Komunikasi simbolik yang bebas dari unsur emotif dapat mencegah salah informasi.
2.3.3 Kelebihan Bahasa
Adapun kelebihan bahasa adalah sebagai berikut:
- Sebagai sistem; bahasa berfungsi apabila unsur-unsurnya tersusun dengan pola
- Bermakna; bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, maka didalamnya terdapat suatu pengertian, konsep, ideatau pikiran
- Unik; setiap bahasa mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki bahasa lainnya
- Dinamis; hanya dimiliki manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan
- Bervariasi; digunakan oleh sekelompok orang 2.3.4 Kekurangan Bahasa
Bahasa sebagai sarana ilmiah mempunyai kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Suriasumantri (2003) antara lain:
- Bersifat multifungsi; Peranan bahasa yang multifungsi, artinya komunikasi ilmiah hanya menginginkan penyampaian buah pikiran/ penalaran saja, sedangkan bahasa verbal harus mengandung unsur emotif (perasaan), afektif (sikap), dan simbolik
- Arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Misalnya kata “cinta” banyak makna termuat didalam kata tersebut menyulitkan kita untuk membuat bahasa yang tepat dan menyeluruh
- Bahasa seringkali bersifat sirkular (berputar-putar). Misalnya kata „pengelolaan” yang berdefinisi “ kegiatan yang dilakuka dalam sebuah organisasi” sedangkan kata “organisasi” sendiri didefinisikan sebagai “suatu bentuk kerjasama yang merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan”
- Konotasi yang besifat emosional
Keberadaan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ternyata memiliki
12
kelemahan-kelemahan yang melekat pada bahasa tersebut. Bahasa sulit dilepaskan dari emosi dan sikap seseorang, sedangkan bahasa sebagai sarana ilmiah dituntut untuk obyektif agar informasi yang dikomunikasikan dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Kelemahan berikutnya adalah sulit untuk mendefinisikan suatu obyek dengan sejelas- jelasnya, terkadang karena keinginan untuk memberikan penjelasan yang detil tentang suatu obyek, yang terjadi justru komunikasi yang dilakukan terkesan bertele-tele dan menjadi tidak jelas. Kelemahan bahasa juga dapat dilihat dari keberadaan beberapa kata yang yang memiliki arti sama atau sebaliknya beberapa arti cukup menggunakan satu kata saja. Selain itu, ada kelemahan bahasa lain yaitu bahasa sulit dilepaskan dari emosional seseorang. Ada makna-makna tertentu yang dapat ditambahkan pada makna sebenarnya sebagai akibat emosional seseorang.
2.4 Statistika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata “status” (latin) yang punya persamaan arti dengan “state” (bahasa inggris) dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah Negara. Pada mulanya statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Perkembangannya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja). (Nurhasanah, 2023)
Sudjana (dalam Sunarto, 2004) mengatakan statistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang dilakukan. Kemudian J. Supranto (dalam Ishak, 2024) memberikan pengertian statistik dalam dua arti, pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif), kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolaha, penganalisisan, penafsiran dan penarikan kesimpulan dari data yang berbtnuk angka-angka.
13
Suriasumantri (2003) mengatakan bahwa “ statistika merupakan sarana berfikir yang diperlukan untuk memperoses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan”
Dalam kamus ilmu popular, kata statistik berarti tabel, grafik, data informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan karifikasi data, angka sebagai dasar induksi. Jadi statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu (Redmon, 2019). Statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Statistika merupakan sarana berfikir yang diperluaskan untuk memperoses pengetahuan secara ilmiah.
Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, maka statistika membantu kita untuk mengeneralisasikan dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan. Statistika harus mendapat tempat sejajar dengan matematika agar keseimbangan berfikir deduktif dan induktif yang merupakan cara dan berfikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Kalau matematika merupakan sarana berpikir deduktif maka orang dapat menggunakan statistika untuk berpikir induktif. Matematika dan statistika sama-sama diperlukan untuk menunjang kegiatan ilmiah yang benar sehingga akan menghasilkan suatu pengetahuan yang benar pula (Liang Gie, 2004).
kesimpulan yang ditarik dalam penalaran deduktif adalah benar jika premis- premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya sah.
Sedangkan dalam penalaran induktif, meskipun premis-premisnya adalah benar dan penarikan kesimpulannya adalah sah (Rudolf, 1966), namun kesimpulan tersebut belum tentu benar, tetapi kesimpulan tersebut mempunyai peluang untuk benar. Dalam pengambilan kesimpulan secara induktif dapat diketahui mengenai banyaknya kasus yang diteliti karena dalam hal ini statistika dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan cara mengamati hanya sebagian dari populasi yang diteliti. Statistika mampu menarik tingkat ketelitian kesimpulan secara kuantitatif, yakni semakin besar sampel yang diambil maka semakin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. sebaliknya, semakin sedikit sampel yang diambil maka semakin rendah pula tingkat ketelitiannya,
14
2.4.1 Peranan Statistika Dalam Tahap-Tahap Metode Keilmuan
Jujun (1999) statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan dan mengenai langkah-langkah dalam kegiatan keilmuan rinciannya adalah sebagai berikut:
1) Observasi; mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Dalam hal ini, statistika memiliki peranan untuk mengemukakan secara rinci tentang analisis mana yang akan dipakai dalam observasi dan tafsiran apa yang akan dihasilkan dari observasi tersebut
2) Hipotesis; untuk menjelaskan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis atau teori yang menggambarkan sebuah pola yang menurut anggapan ditemukan dalam data tersebut. Disini satistika membantu kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi dalam bentuk yang dapat difahami dam meudahkan kita dalam mengembangkan hipotesis
3) Ramalan; dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Nilai dari suatu teori tergantung dari kemampuan ilmuan untuk menghasilkan pengetahuan baru tersebut. fakta baru ini disebut ramalan, yaitu menduga apa yang akan terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu 4) Pengujian kebenaran; ilmuan mengumpulkan fakta untuk menguji
kebenaran ramalan yang dikembangkan sari teori. Jika teorinya didukung sebuah data, maka akan mengalami pengujian yang lebih berat, dengan jalan membuat ramalan yang lebih spesifik dan memiliki jangkauan lebih jauh, hingga akhirnya ramalan diuji kembali kebenarannya sampai ilmuan tersebut menemukan penyimpangan yang memerlukan beberapa perubahan dalam teorinya. Sebaliknya, bila dikemukakan bertentangan dengan fakta, ilmuan tersebut menyusun hipotesis baru yang sesuai dengan berbagai fakta yang dia kumpulkan. Lalu hipotesis baru tersebut kembali di uji kebenarannya lewat “langkah perjanjian” seterusnya. Dalam tahap ini hipotesis dianggap teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkan berupa fakta.
15
2.4.2 Karakteristik Berpikir Induktif Dalam Statistika
Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah tidak memberikan kepastian namun memberi tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan, dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Menurut Sumarna (2008) langkah yang ditempuh dalam logika induktif menggunakan statistika menurut adalah:
a. Observasi dan eksperimen, b. Memunculkan hipotesis ilmiah, c. Verifikasi dan pengukuran, dan d. Sebuah teori dan hukum ilmiah.
Untuk mengetahui keadaan suatu obyek, seseorang tidak harus melakukan pengukuran satu persatu terhadap semua obyek yang sama, tetapi cukup dengan melakukan pengukuran terhadap sebagian obyek yang dijadikan sampel. Walaupun pengukuran terhadap sampel tidak akan seteliti jika pengukuran dilakukan terhadap populasinya, namun hasil dari pengukuran sampel dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Setelah melakukan observasi dan eksperimen kemudian merumuskan suatu hipotesis untuk dilakukan verifikasi dan uji coba terhadap suatu data dan keadaan yang sebenarnya dilapangan.
Berdasarkan pengkajian-pengkajian terhadap data dan keadaan dilapangan tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang nantinya menjadi sebuah teori dan hukum ilmiah. Artinya, kesimpulan yang ditarik bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi telah melalui tahap-tahap berpikir tertntu dengan melibatkatkan data dan fakta yang terjadi dilapangan.
Setelah melakukan observasi dan eksperimen kemudian merumuskan suatu hipotesis untuk dilakukan verifikasi dan uji coba terhadap data dan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Berdasarkan pengkajian-pengkajian terhadap data dan keadaan di lapangan tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang nantinya menjadi sebuah teori atau hukum ilmiah. Artinya, kesimpulan yang ditarik bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi telah melalui tahap-tahap berpikir tertentu dengan melibatkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.
16 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh dalam mencapai satu tujuan tertentu. Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah hanyalah alat bantu bagi manusia untuk berfikir ilmiah agar memperoleh ilmu. Sarana berfikir ilmiah bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses kegiatan ilmiah.
Sarana berfikir ilmiah ada empat, yaitu bahasa, logika, matematika dan statistika.
Sarana berfikir ilmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika sebagai alat berfikir agar sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan dalam pola pikir deduktif sehingga orang lain dapat mengikuti dan melacak kembali proses berfikir untuk menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola pikir induktif untuk mencari kebenaran secara umum
17
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar (2011), Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Bakhtiar (2004), Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Burhanudin Salam (2007), Logika Materil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta:
Rineka Cipta Bakhtiar
Ishak Bagea, Andi Syaiful Zainal, Dkk (2024), Filsafat Ilmu, Sumatera Barat:
CV Azka Pustaka
Jujun S. Suriasumantri (1999), Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Jujun S. Suriasumantri (2010), Filsafat Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Jujun S. Suriasumantri (2003), Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Redmon Windu Gumati (2019), Filsafat Ilmu, Berdasarkan Kurikulum Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Bandung: CV Cendekia Press
Ridwan & Sunarto (2011), Pengantar Statistika Untuk Penelitian: Pendidikan Sosial, Komunikasi, Ekonomi, Bisnis, Bandung: Alfabeta
Rudolf Carnap (1966), An Introduction To The Philosophy Of Science, Newyork:
Basic
Siti Nurhasanah (2023), Statistika Pendidikan: Teori, Aplikasi, dan Kasus, Jakarta: Penerbit Salemba)
Surajiyo( 2007), Filsafat Ilmu Dan Perkembangan Di Indonesia, Jakarta: PT.
Bumi Aksara
Sumarna (2008), Filsafat Ilmu, Bandung, Mulia Press
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM (2010), Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Liberty
The Liang Gie (2004), Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty
Yosephus Sudiantara (2019), Filsafat Ilmu Pengetahuan, Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata
1