• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah kerajaan medang

N/A
N/A
Deno Haryoko

Academic year: 2024

Membagikan " makalah kerajaan medang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...

1

A. SEJARAH BERDIRINYA MATARAM KUNO... 2

B. NAMA RAJA-RAJA MATARAM KUNO... 2

C. KEHIDUPAN EKONOMI, SOSIAL DAN AGAMA KERAJAAN MEDANG... 3

D. TOKOH-TOKOH YANG BERPENGARUH DARI KERAJAAN MEDANG... 4

E. KEJAYAAN KERAJAAN MEDANG... 5

F. KERUNTUHAN KERAJAAN MEDANG... 6

G. PENINGGALAN KERAJAAN MEDANG... 6

(2)

A. SEJARAH BERDIRINYA MATARAM KUNO

Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.

Sanna, juga dikenal dengan nama “Sena” atau “Bratasenawa”, merupakan raja Kerajaan Galuh yang ketiga (709-716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari takhta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yang merupakan sahabat Sanna).

Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama istrinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi takhta Kerajaan Mataram dari orang tuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara putranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan.

Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putra bungsu Sempakwaja. Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.

B. NAMA RAJA-RAJA MATARAM KUNO

Apabila teori Slamet Muljana benar, maka daftar raja-raja Medang sejak masih berpusat di Bhumi Mataram sampai berakhir di Wawatan dapat disusun secara lengkap sebagai berikut:

1) Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang.

2) Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra.

3) Rakai Panunggalan alias Dharanindra.

4) Rakai Warak alias Samaragrawira.

5) Rakai Garung alias Samaratungga.

6) Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya.

7) Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala.

8) Rakai Watuhumalang.

(3)

9) Rakai Watukura Dyah Balitung.

10) Mpu Daksa.

11) Rakai Layang Dyah Tulodong.

12) Rakai Sumba Dyah Wawa.

13) Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur.

14) Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya.

15) Makuthawangsawardhana.

16) Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir.

Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja-raja sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.

C. KEHIDUPAN EKONOMI, SOSIAL DAN AGAMA KERAJAAN MEDANG a) Kehidupan Sosial

Masa pemerintahan MpuSindok lalu Sri IsanaTunggawijaya, merupakan masa yang damai. Namun, sejak pemerintahan Dharmawangsa Teguh, politik Kerajaan cenderung mengarah ke luar negeri. Tujuannya adalah untuk merebut dominasi perdagangan di perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, yang ketika itu dikuasai Sriwijaya. Untuk keperluan ini, Dharmawangsa Teguh membangun armada militer yang tangguh. Dengan kekuatan militer ini, Medang Kamulan menaklukkan Bali, lalu mendirikan semacam koloni di Kalimantan Barat. Dengan armada ini pula, Medang Kamulan kemudian menyerang Sriwijaya, walaupun tidak menang.

Dharmawangsa pun mengembangkan pelabuhan Hujung Galuh di selatan Surabaya dan Kembang Putih (Tuban) sebagai tempat para pedagang bertemu. Ketika Airlangga berkuasa, kerajaan menjaga hubungan damai dengan kerajaan-kerajaan tetangga demi kesejahteraan rakyat. Ini diperlihatkan dengan mengadakan perjanjian damai dengan Sriwijaya. Kerajaan pun memperlakukan umat Hindu dan Buddha sederajat..

b) Kehidupan Ekonomi

Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat Mataram terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Di samping itu, penduduk di desa (disebutwanua) memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai tenaga kerja, mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin.

Dari Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi tentang kegiatan perdagangan.

Kegiatan di pasar ini tidak diadakan setiap hari melainkan bergilir, berdasarkan pada hari pasaran menurut kalender Jawa Kuno. Pada hari Kliwon, pasar diadakan di pusat kota. Pada hari I Mani satau legi, pasar diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Pada hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara.

(4)

c) Kehidupan Agama

Berdasarkan garis keturunannya, MpuSindok merupakan keturunan Sanjaya, dimana Sanjaya merupakan penganut agama Hindu Siwa. Sehingga dapat diketahui bahwa MpuSindok juga merupakan penganut agama Hindu aliran Siwa. Dengan demikian dapat diketahui pula bahwa kerajaan yang dipimpin Mpu Sendok juga beralirkan Hindu Siwa.

Agama yang berkembang pada masa pemerintahan Airlangga adalah agama Hindu Waisnawa. Hal ini Nampak pada candi belahan di mana Airlangga diwujudkan sebagai sebuah arca sebagai Wisnu menaiki garuda. Untuk mengenang jerih payah Airlangga mempersatukan kerajaan yang porak- poranda disusunlah kitab Arjuna Wiwaha oleh MpuKanwa 1030. Inilah hasil sastra zaman Airlangga yang sampai pada kita. Sementara Airlangga sendiri sebelum mengundurkan diri jadi pertapa, ia telah membangunkan sebuah pertapaan bagi anaknya Sangramawijaya di Pucangan (gunung penanggungan).

D. TOKOH-TOKOH YANG BERPENGARUH DARI KERAJAAN MEDANG

Terdapat beberapa tokoh yang berpengaruh selama Medang Kamulan berdiri, di antaranya adalah:

Mpu Sindok

Mpu Sindok tentunya menjadi salah satu sosok yang paling penting bagi Medang Kamulan. Sebab, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendiri dari Kerajaan Medang Kamulan adalah Mpu Sindok.

Selain itu, Mpu Sindok juga dijadikan sebagai raja pertama Medang Kamulan dengan dibantu oleh permaisuri, Sri Wardhani Pu Kbi. Adapun Mpu Sindok juga mendirikan dinasti baru, yakni Dinasti Isyana setelah Dinasti Sanjaya dan Syailendra. Mpu Sindok juga mendapatkan gelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Isyana Wikrama Dharmatunggadewa.

Raja Dharmawangsa

Raja Dharmawangsa adalah raja yang keempat dari Medang Kamulan. Sebelumnya, Kerajaan ini dipimpin oleh menantu Mpu Sindok, yaitu Raja Lokapala, dan kemudian ada Raja Makutawangsawardhana. Raja Dharmawangsa adalah salah satu raja yang membuat Kerajaan ini berhasil mencapai puncak kejayaan.

(5)

Di bawah kepemimpinannya, Medang Kamulan mampu menyaingi Kerajaan Sriwijaya yang juga memiliki kebijakan politik luar negeri. Namun, kesalahan dari Raja Dharmawangsa adalah ketika menyerang Kerajaan Sriwijaya. Sebab, Medang Kamulan justru mengalami kekalahan. Bahkan, Raja Dharmawangsa gugur karena serangan balik dari kerajaan bawahan Kerajaan Sriwijaya.

Airlangga

Airlangga adalah menantu dari Raja Dharmawangsa. Ia sempat melarikan diri ketika Medang Kamulan diserang oleh bawahan dari Kerajaan Sriwijaya. Airlangga sembunyi di hutan selama serangan terjadi, hingga pada akhirnya ia kembali dan merebut lagi Kerajaan ini.

Airlangga pun akhirnya dijadikan sebagai raja pengganti mertuanya dan diberikan gelar Rakai Halu Sri Lakeswara Dharmawangsa Airlangga Teguh Ananta Wikramatunggadewa.

Seperti mertuanya, Airlangga juga melakukan kesalahan ketika membagi dua kerajaan. Maksud Airlangga membagi Kerajaan Medang Kamulan menjadi dua sebenarnya baik, yaitu untuk menghindarkan dari perang saudara. Namun, pembagian itu membuat Medang Kamulan justru mengalami kemunduran.

Kala itu kerajaan dibagi menjadi dua, yaitu Jenggala yang dikuasai oleh Samarawijaya dan Panjalu yang dipimpin oleh Mapanji Garasakan. Alhasil pembagian itu justru membuat Medang Kamulan runtuh.

E. KEJAYAAN KERAJAAN MEDANG

Kerajaan Medang Kamulan merupakan salah satu kerajaan yang berjaya di Jawa kuno. Kerajaan ini memiliki beberapa keunggulan dan prestasi dalam bidang-bidang berikut:

Politik: Kerajaan Medang Kamulan berhasil mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaannya dari ancaman Sriwijaya, yang merupakan kerajaan maritim terkuat di Nusantara pada saat itu. Kerajaan ini juga berhasil menjalin hubungan baik dengan kerajaan- kerajaan lain di Nusantara, seperti Bali, Lombok, Jawa Barat, dan Sumatera. Kerajaan ini juga memiliki hubungan dagang dan diplomatik dengan Cina, yang merupakan negara besar dan maju di Asia pada saat itu.

Agama: Kerajaan Medang Kamulan mengembangkan agama Buddha dan Hindu di wilayahnya, serta menghormati keberagaman agama dan kepercayaan yang ada di masyarakat. Kerajaan ini juga mendukung perkembangan ajaran-ajaran baru dalam agama Buddha dan Hindu, seperti Tantrayana, Mahayana, Vajrayana, Saiva Siddhanta, dan Waisnawa. Kerajaan ini juga mengirimkan utusan-utusan ke India untuk belajar tentang agama Buddha dan Hindu dari para guru dan biksu.

(6)

Budaya: Kerajaan Medang Kamulan menghasilkan banyak karya budaya yang menunjukkan tingkat kecerdasan dan kreativitas yang tinggi. Kerajaan ini menghasilkan banyak prasasti yang berisi informasi penting tentang sejarah, politik, agama, budaya, dan hukum kerajaan tersebut. Kerajaan ini juga membangun banyak candi yang memiliki arsitektur yang indah dan ukiran yang halus. Kerajaan ini juga menghasilkan banyak karya sastra yang menjadi khasanah budaya Jawa kuno.

F. KERUNTUHAN KERAJAAN MEDANG

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno sejatinya merupakan dendam lama atas pengusiran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raja dari Sriwijaya masih menyimpan dendam kepada Rakai Pikatan. Perselisihan antara dua raja tersebut lalu berkembang menjadi sebuah permusuhan turun-temurun. Terjadi beberapa kali pertempuran antara Sriwijaya dan Mataram seperti pertempuran yang terjadi di daerah Anjukladang (sekarang wilayah Nganjuk, provinsi Jawa Timur) pertempuran ini di menangkan oleh Mpu Sindok ( yang pada saat itu memimpin Mataram ). Kemudian ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang adalah cicit dari Mpu Sindok memimpin. pada masa itu permusuhan Kerajaan Mataram dan Kerajaan Sriwijaya sedang memanas. Sriwijaya pernah menggempur Mataram tetapi pertempuran itu dimenangkan oleh pihak Raja Dharmawangsa.

Mahapralaya merupakan peristiwa dimana hancurnya istana Medang di provinsi Jawa Timur berdasarkan info di dalam prasasti Pucangan. Muncul dua versi pendapat tentang kapan tahun pasti runtuhnya kerajaan medang, hal ini dikarenakan tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak bisa dibaca dengan jelas. Sebagian ahli memperkirakan Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedang yang lain memperkirakan pada tahun 1016. Ketika dharmawangsa mengadakan pesta pernikahan putrinya, istana kerajaan Medang di serang oleh Aji Wurawari dari Lwaram. Ia di perkirakan merupakan sekutu dari Kerajaan Sriwijaya.

Dalam peristiwa penyerangan itu, Dharmawangsa tewas.

G. PENINGGALAN KERAJAAN MEDANG

Kerajaan Medang Kamulan meninggalkan beberapa peninggalan yang menjadi bukti sejarah kebudayaan Jawa kuno. Peninggalan tersebut antara lain adalah:

Prasasti-prasasti: Kerajaan Medang Kamulan menghasilkan beberapa prasasti yang berisi informasi tentang sejarah, politik, agama, budaya, dan hukum kerajaan tersebut. Beberapa prasasti yang berasal dari kerajaan ini adalah Prasasti Mpu Sindok (929 M), Prasasti Tengaran (928 M), Prasasti Lor (929 M), Prasasti Bangil (929 M), Prasasti Kalkuta (1041 M), dan Prasasti Mantyasih (907 M). Prasasti-prasasti ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan menggunakan aksara Pallawa atau Kawi.

(7)

Gambar : 1 Prasasti Mpu Sindok Dan Tengaran

Candi-candi: Kerajaan Medang Kamulan juga membangun beberapa candi sebagai tempat ibadah dan pemujaan bagi agama Buddha dan Hindu. Beberapa candi yang berasal dari kerajaan ini adalah Candi Kalasan (778 M), Candi Sewu (792 M), Candi Sari (850 M), Candi Plaosan (850 M), Candi Borobudur (800-900 M), Candi Pawon (800-900 M), Candi Mendut (800-900 M), Candi Dieng (800-900 M), Candi Belahan (1030 M), Candi Jawi (1030 M), dan Candi Surawana (1042 M). Candi-candi ini memiliki arsitektur yang indah dan ukiran yang halus.

Gambar : 2 Cand Kalasan Dan Candi Sewu

(8)

Karya sastra: Kerajaan Medang Kamulan juga menghasilkan beberapa karya sastra yang menjadi khasanah budaya Jawa kuno. Beberapa karya sastra yang berasal dari kerajaan ini adalah Arjuna Wiwaha (1030 M), Bharatayuddha (1030 M), Smaradahana (1030 M), Gatotkacasraya (1030 M), Sutasoma (1030 M), Kunjarakarna (1030 M), dan Nagarakretagama (1365 M). Karya sastra ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan menggunakan metrum atau ukuran puisi yang khas, seperti Anustubh, Arya, Guru Laghu, dan Totaka. Karya sastra ini menceritakan tentang kisah-kisah epik, romantis, religius, dan sejarah dari Jawa kuno.

Gambar : 3 Arjuna Wiwaha Dan Bharatayuddha

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan objek pariwisata budaya oleh pemerintah, seperti penataan komplek Candi Pulau Sawah, dan peninggalan sejarah dan budaya lainnya dapat menimbulkan

Budaya dan kearifan lokal Indonesia yang belum tereksplor seperti Candi Tikus Peninggalan Kerajaan Majapahit, menjadi peluang untuk dijadikan sumber inspirasi perhiasan ciri

Perkembangan agama Budha pada masa kerajaan Sriwijaya dapat diketahui dari isi prasasti Talang Tuo yang menjelaskan raja Sriwijaya, Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah

Dalam prasasti tersebut juga membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu.. Raja-raja yang pernah memerintah

Sebagai daerah asal adat, budaya dan etnis Suku Minangkabau, di kabupaten Tanah Datar banyak terdapat peninggalan situs-situs dan prasasti sumber sejarah, bangunan tradisional

Perkembangan agama Budha pada masa kerajaan Sriwijaya dapat diketahui dari isi prasasti Talang Tuo yang menjelaskan raja Sriwijaya, Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah raja

Adapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan

Kerajaan Bali Lokasi : - Di sebuah pulau berukuran kecil yang tak jauh dari Pulau Jawa dan berada di sebelah Timur - Muncul sekitar 914 M - Bercorak Hindu Sumber Sejarah : -