MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL PENGARUH PEMERINTAH TERHADAP NILAI TUKAR
: Kelompok 5
Putu Agus Aditya Saputra (2115744151/27) Kadek Ayu Mawar Tismasari (2115744157/28) A.A.Istri Diva Shely Aulia (2115744163/29) Wayan Angga Diastika (2115744169/30) Ni Kadek Santhi Swandewi (2115744175/31) I Made Satya Dharma Yoga Putra (2115744181/32)
D4 MANAJEMEN BISNIS INTERNASIONAL JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
POLITEKNIK NEGERI BALI BADUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmat-Nya kami telah menyelesaikan Paper Manajemen Keuangan Internasional berjudul “Pengaruh Pemerintah Terhadap Nilai Tukar”. Serta penyertaannya kepada seluruh anggota kelompok atas pengerjaan paper untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Internasional ini. Melalui perlindungan-Nya juga, kami dapat melakukan hal – hal yang diperlukan dalam menunjang makalah ini, seperti pencarian materi dan lain sebagainya. Semua dapat terselesaikan dengan lancar.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Ida Bagus Gede Dananjaya, S.E.,M.M selaku dosen mata kuliah Manajemen Keuangan Internasional yang telah mengadakan penugasan ini sebagai tugas kelompok yang dapat menunjang pengetahuan kami akan seluruh materi mengenai Pengaruh Pemerintah Terhadap Nilai. Kepada rekan - rekan dalam anggota kelompok Manajemen Keuangan Internasional yang turut memberikan semangat serta membantu dalam penyusunan paper ini. Kepada sarana – sarana pencarian mengenai materi yang telah membantu kami untuk mencari hal – hal yang berkaitan dengan materi. Kami menyadari makalah yang dibuat ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon maaf atas kekurangannya dan dengan senang hati menerima saran dan kritikan yang dapat membuat kami memperbaiki kekurangan tersebut di kemudian hari.
Badung, 13 November 2023
Penulis
PEMBAHASAN
A. Pentinganya Nilai Tukar Bagi Pemerintahan
Menurut Mankiw (2007), nilai tukar mata uang antara dua negara adalah harga dari mata uang yang digunakan oleh penduduk negara-negara tersebut untuk saling melakukan perdagangan antara satu sama lain. Fabozzi dan Modigliani (1995) mendefinisikan nilai tukar mata uang sebagai jumlah dari mata uang suatu negara yang dapat ditukarkan per unit mata uang negara lain, atau dengan kata lain harga dari satu mata uang terhadap mata uang lain.
Sedangkan, Abimanyu (2004) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang adalah harga mata uang relatif terhadap mata uang negara lain, dan oleh karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang maka titik keseimbangannya ditentukan oleh penawaran dan permintaan dari kedua mata uang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai tukar mata uang adalah harga dari mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yang dipergunakan dalam melakukan perdagangan antara kedua negara tersebut dimana nilainya ditentukan oleh penawaran dan permintaan dari kedua mata uang.
Mata uang suatu negara dapat ditukarkan atau diperjualbelikan dengan mata uang negara lainnya sesuai dengan nilai tukar mata uang yang berlaku di pasar mata uang atau yang sering disebut dengan pasar valuta asing. Dengan perubahan kondisi ekonomi serta sosial politik yang terjadi di suatu negara, nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya dapat berubah secara substansial. Mata uang suatu negara dikatakan mengalami apresiasi jika nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara lain mengalami kenaikan. Sebaliknya, mata uang suatu negara dikatakan mengalami depresiasi jika nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara lain mengalami penurunan. Berikut pengertian beberapa keadaan dan kebijakan yang diambil berhubungan dengan nilai uang:
1. Inflasi adalah suatu keadaan dimana harga barang secara umum mengalami kenaikan secara terus menerus atau terjadi penurunan nilai uang dalam negeri.
2. Deflasi adalah suatu keadaan dimana terdapat peristiwa penurunan harga barang umum secara terus menerus atau terjadi peningkatan nilai uang.
3. Apresiasi adalah suatu proses peningkatan nilai mata uang dalam negeri yang disebabkan oleh adanya mekanisme perdagangan.
4. Depresiasi adalah suatu proses penurunan nilai mata uang dalam negeri yang disebabkan adanya mekanisme pedagangan.
Kebijakan:
1. Devaluasi adalah kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah ekspor ke luar negeri dan membatasi jumlah impor serta menambah devisa negara.
2. Revaluasi adalah kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan nilai mata uang di dalam negeri terhadap mata uang asing.
3. Sanering adalah kebijaksanaan pemerintan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat dengan cara memotong uang (nilai mata uang). Cara ini dilakukan bila berbagai cara untuk menjaga kestabilan nilai mata uang tidak membawa hasil.
Secara umum bisa diklasifikasikan hubungan pemerintah dan fluktuasi mata uang asing sebagai berikut:
1. Devaluasi
Beberapa pengertian dari devaluasi adalah menurunnya nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Devaluasi adalah suatu bentuk kebijakan pemerintah guna memperbaiki ekonomi negara dengan cara menurunkan nilai mata uang. Langkah tersebut berdampak pada nilai tukar mata uang negara terhadap mata uang asing. Adanya kebijakan devaluasi dapat mengakibatkan harga barang negara lain menjadi lebih murah di pasaran luar negeri dan menjadi mahal di pasaran dalam negeri. Apabila tingkat devaluasi yang dilakukan pemerintah semakin tinggi, maka daya saing antar negara yang bersangkutan pun semakin baik. Dalam jangka pendek, kebijakan devaluasi dapat menyebabkan suatu negara meningkatkan kegiatan ekspor dan mengurangi kegiatan impor barang dari luar negeri.
Dilihat dari sisi pengaruh devaluasi terhadap perdagangan internasional, perputaran arus perdagangan tersebut diharapkan mampu mengembalikan keseimbangan kurs mata uang dari luar negeri terhadap mata negara.
Adapun Faktor penyebab Devaluasi:
a) Kualitas produk impor dirasa lebih baik
Pola pikir masyarakat tentang kualitas produk luar negeri yang dianggap lebih baik berkontribusi dalam berlakunya kebijakan devaluasi. Kebiasaan membeli barang dari luar negeri secara berlebihan akan menyebabkan ketidakseimbangan kurs mata uang negara terhadap mata uang asing. Apabila nilai mata uang negara semakin menurun, maka dikhawatirkan dapat terjadi inflasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penanggulangan dengan cara menetapkan kebijakan devaluasi mata uang rupiah.
b) Peningkatan jumlah pengangguran
Kurangnya lapangan pekerjaan bisa meningkatkan jumlah pengangguran dalam suatu negara. Akibat tingginya jumlah pengangguran inilah yang membuat pemerintah memberlakukan kebijakan devaluasi guna memperbaiki ekonomi negara.
c) Ketidakseimbangan kegiatan ekspor impor
Kegiatan impor tinggi yang tidak berimbang dengan kegiatan ekspor dalam suatu negara bisa menyebabkan diberlakukannya kebijakan devaluasi. Pasalnya, hal tersebut dapat mengakibatkan buruknya kondisi balance of payment (BOP) negara. Tujuan devaluasi adalah untuk mengajak masyarakat membeli produk dalam negeri dan meningkatkan kegiatan ekspor negara secara bersamaan. Dengan begitu, BOP dapat tercapai dan ekonomi negara akan membaik.
2. Deflasi
Beberapa pengertian dari deflasi adalah sebagai berikut: Daya beli uang yang mengalami peningkatan, karena jumlah uang yang beredar relatif lebih sedikit dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Deflasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) deflasi merupakan penambahan nilai mata uang, antara lain, dengan pengurangan jumlah uang kertas yang beredar dengan tujuan mengembalikan daya beli uang yang nilainya turun.
Penurunan harga barang pada deflasi tersebut bisa terjadi secara periodik,bisa langsung maupun persamaan. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, inflasi terjadi karena beredarnya sejumlah besar uang dalam suatu masyarakat, deflasi terjadi karena kekurangan jumlah uang beredar. Penurunan harga secara umum yang berkaitan dengan konstraksi pasokan uang dan kredit sering disebut disinflasi (disinflation), deflasi adalah kecenderungan terjadinya penurunan harga secara menyeluruh (a decrease in the overall level of prices).
Adapun beberapa penjelasan singkat mengenasi jenis-jenis dari Deflasi, yakni sebagai berikut:
a) Deflasi Strategis
Deflasi strategis terjadi sebagai langkah untuk meredam gejala konsumsi berlebih akibat kenaikan harga pasar. Deflasi strategis adalah deflasi yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan. Pasalnya, kebijakan pemerintah belum mampu menurunkan konsumsi masyarakat.Kebijakan ini berdampak pada penurunan harga, bukan membatasi konsumsi berlebihan oleh masyarakat, dan meningkatkan konsumsi masyarakat. Kebijakan ini memudahkan konsumen untuk mendapatkan berbagai jenis kredit dari bank, memungkinkan produsen untuk menyimpan uangnya di bank untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih tinggi, dan memastikan sirkulasi uang dan harga komoditas mengarah pada penurunan.Secara umum, deflasi strategis terjadi ketika harga komoditas di pasar tidak menentu, dan pemerintah perlu mengurangi porsi konsumsi publik untuk mengimbanginya. Namun, jika kebijakan ini gagal, justru akan menyebabkan harga komoditas turun sehingga menyebabkan konsumsi masyarakat meningkat.
b) Deflasi Sirkulasi
Deflasi sirkulasi terjadi ketika ekonomi bertransisi dari kesuksesan ke resesi.
Akibatnya, keseimbangan antara kapasitas produksi dan konsumsi terganggu, permintaan barang-barang ekonomi surplus tidak mencukupi, dan harga pasar turun selama resesi, menyebabkan deflasi sirkulasi yang membuat perekonomian tidak stabil. Kondisi ini biasanya terjadi seiring dengan perlambatan ekonomi pada masa transisi dari perekonomian yang stabil. Jika keseimbangan antara produksi dan konsumsi hilang, harga akan turun secara signifikan. Selain itu, deflasi sirkulasi juga dapat disebabkan oleh kelebihan produksi barang yang sama. Deflasi sirkulasi dimulai dengan penurunan tajam kebutuhan masyarakat akan barang-barang ekonomi.
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya Deflasi, yakni sebagai berikut:
a) Penurunan jumlah uang beredar di masyarakat. Penurunan jumlah uang beredar masyarakat.Karena kebanyakan orang menyimpan uangnya di bank, jumlah uang beredar masyarakat menurun dan terjadi deflasi.
b) Peningkatan Pasokan Barang Ketika permintaan suatu produk meningkat, produksi produk tersebut tidak dapat dikurangi. Dalam keadaan seperti itu, produsen cenderung untuk terus meningkatkan produksi, dan jika produksi berlanjut tanpa mengurangi jumlah produk yang dijual ke konsumen, permintaan barang dapat berkurang dan penawaran barang dapat meningkat, dan harga komoditas ini akan turun.
c) Berkurangnya permintaan barang. Bahkan jika kita terus berproduksi, jika konsumen mudah bosan, permintaan akan berkurang jika mereka menjadi bosan dan acuh tak acuh. Konsumen juga lebih memilih bank untuk jangka panjang atau untuk mempersiapkan masa depan. Permintaan barang otomatis turun tajam.
d) Akibat perlambatan kegiatan ekonomi, banyak pekerja yang di-PHK karena majikannya tidak mampu membayar gajinya. Akibatnya pendapatan masyarakat berkurang dan jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang.
e) Sedangkan untuk investasi, deflasi juga enggan berinvestasi di sektor riil dan bursa.
Ini mencegah aktivitas bisnis yang berkelanjutan dan memperburuk kemerosotan ekonomi.
f) Deflasi dapat membawa suku bunga menjadi 0% di suatu negara. Setelah itu, suku bunga pinjaman bank turun. Hal ini memang merupakan langkah mitigasi untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat mengurangi peredaran uang.
Ada dua teori yang diajukan para ekonom guna menjelaskan mengapa penurunan harga dapat menekan tingkat pendapatan yang selanjutnya dapat menyeret ke resesi global, sebagaimana dikemukakan ekonom Harvard, Gregory Mankiw (Macroeconomics, Worth Publishers, New York, edisi 2003).
Teori Pertama (debt-deflation theory)
Dalam teori ini, penurunan harga akan menyebabkan para pengusaha kesulitan membayar utangnya. Para debitor mengalami penurunan penerimaan (revenue) dari hasil usahanya yang tak cukup untuk membayar utang kepada kreditor.
Teori Kedua Mengenai Efek deflasi
Konsekuensi logis dari peristiwa ini, perusahaan-perusahaan akan cenderung melakukan penghematan, antara lain dengan pemutusan hubungan kerja karyawannya
(lay-off). Selanjutnya, hal ini akan berakibat buruk pada perekonomian makro yang cenderung mengalami kontraksi.
Ada Fenomena/Perisitiwa Deflasi yang terjadi di beberapa negara, yakni sebagai berikut:
1. Amerika Serikat
Amerika Serikat pernah mengalami deflasi panjang, tahun 1920-an dan 1930-an, saat perekonomiannya terjerumus dalam depresi besar (great depression). Dari tahun 1929 hingga 1933, tingkat harga di Amerika Serikat jatuh 25%. Inilah deflasi terbesar dalam sejarah perekonomian Amerika Serikat.
2. Jepang
Selama dasawarsa 1990-an, perekonomian Jepang menunjukkan tanda-tanda menurun, setelah sebelumnya 103 menikmati pertumbuhan tinggi. Saat itu, rata-rata pertumbuhannya 1,3%, dibanding 4,3% 20 tahun sebelumnya, sedangkan tingkat pengangguran, yang sepanjang sejarah Jepang selalu rendah, meningkat dari 2,1%
(1990) menjadi 4,7% (1999). Sejak Agustus 2001, tingkat pengangguran mencapai lima persen atau tertinggi sejak Pemerintah Jepang mengenal statistik data ini pada tahun 1953.
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi terjadinya Deflasi, yakni sebagai berikut:
a) Menurunkan tingkat suku bunga
Salah satu cara mengatasi deflasi adalah dengan memangkas suku bunga. Tujuannya adalah untuk meningkatkan uang yang beredar di masyarakat. Dengan cara ini, masyarakat mengurungkan niat untuk menabung di bank, memilih menyimpan uangnya di bank, dan keinginan serta keinginan untuk membeli barang meningkat.
b) Penerapan kebijakan moneter
Beberapa cara yang dapat diterapkan adalah kebijakan diskonto, yaitu kebijakan berupa penurunan suku bunga yang ada agar masyarakat dapat menarik uang dari bank.
c) Deflasi dapat di atasi dengan cara pemerintah menambah pembelanjaan, masyarakat menambah pengeluaran. Deflasi pada gilirannya juga tercermin pada penurunan output dan naiknya angka pengangguran pada sektor terkait.
3. Depresiasi
Mengutip buku Ekonomi Teknik karya Muhammad Faisal Ibrahim, dkk, depresiasi dapat diartikan sebagai penyusutan nilai suatu aset yang tidak selalu berguna selamanya.
Beberapa pengertian dari depresiasi adalah sebagai berikut: Penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing yang terjadi di pasar uang. Ketika krisis keuangan melanda seluruh dunia, banyak orang kaya yang kekayaannya menyusut akibat saham, dari milioner menjadi jutawan. Namun, dari negara yang mata uangnya mengalami depresiasi besar, pecahan mata uangnya juga sangat besar, dengan adanya depresiasi mata uangnya, kekayaan milioner yang kaya menjadi meningkat.
Depresiasi dalam akuntansi biasa disebut juga sebagai penyusutan. Penyusutan adalah proses penyisihan sejumlah uang (biaya) atas harta/aset yang dipakai untuk menghasilkan pendapatan, atau bisa di artikan sebagai sejumlah biaya yang dikumpulkan dalam periode tertentu terhadap harta/aset yang dipakai dalam proses untuk 104 mendapatkan pendapatan, akan tetapi ini bukan berarti pengumpulan sejumlah dana untuk mengganti aset. Terdapat Jenis-Jenis Depresiasi, Menurut buku Ekonomi Teknik: Lengkap dengan Evaluasi Ekonomi Pabrik Kimia dan Soal - Penyelesaian karya Panut Mulyono, berikut adalah jenis-jenis dari depresiasi.
1. Depresiasi fisik adalah penurunan nilai yang disebabkan oleh perubahan suatu aser, misalnya ada sebab penggunaan dan kerusakan, korosi, kecelakaan, dan penurunan kinerja aset akibat umur.
2. Depresiasi fungsional disebabkan oleh kemajuan atau perkembangan teknologi yang membuat suatu aset yang sudah ada terlebih dahulu menjadi kuno
Metode-Metode perhitungan depresiasi:
1. Metode Garis Lurus
Metode garis lurus merupakan cara menghitung depresiasi dengan asumsi berdasarkan fungsi dari waktu, bukan dari fungsi pemakaian. Akibatnya, metode garis lurus dianggap kurang akurat sebab hasil konsumsi aset antar periode sama.
Rumus: Nilai Penyusutan = Harga Pendapatan – Nilai Residu : Usia Ekonomis 2. Metode Beban Menurun
Metode depresiasi beban menurun adalah cara menghitung depresiasi dengan acuan total pendapatan tahunan dan penurunan saldo. Sehingga beban penyusutan nilainya lebih besar dari periode awal, tetapi mengecil pada periode berikutnya.
Rumus: Nilai Penyusutan = HB Aset x persentase penyusutan
3. Metode Aktivitas
Cara menghitung depresiasi ini berdasarkan pemanfaatan aset. Sehingga metode ini mengukurnya dari hasil produktivitas aset.
Rumus: Depresiasi = [(Biaya Perolehan – Nilai Residu) x Estimasi Usia Penggunaan] : Usia Produktif
4. Metode Depresiasi Khusus
Metode depresiasi khusus merupakan cara menghitung depresiasi dengan metode perusahaan atau akuntan. Perhitungan ini guna mencari tahu manfaat dari penurunan nilai aset. Dalam hal ini, kita tidak memerlukan rumus depresiasi, tetapi menggunakan metode kelompok dan metode campuran. Metode kelompok untuk mengukur aktiva homogen dengan kemiripan fungsi. Sedangkan, metode campuran diterapkan berdasarkan akuntan
5. Metode Saldo Menurun Ganda
Metode depresiasi saldo menurun ganda adalah cara menghitung depresiasi berdasarkan biaya penyusutan garis lurus tanpa nilai residu, kemudian dilipatgandakan. Perhitungan ini dapat mengukur depresiasi dengan nilai buku aset setiap awal waktu.
Rumus: Depresiasi = (Harga Perolehan : Usia Ekonomis) x 2
6. Metode unit produksi
Metode unit produksi merupakan cara menghitung depresiasi merincikan perhitungan aset dalam satuan waktu (jam) dan berat (kg).
Rumus: Depresiasi = (Harga Pendapatan – Nilai Residu) x (Pemanfaat asset : Estimasi Usia)
Contoh Ilustrasi Depresiasi:
Seorang pedagang tahu goreng yang berjualan tiap hari dia memperoleh laba Rp.
20.000. Berikut adalah teknik perhitungan yang dipakai oleh si pedagang untuk menghitung laba atau keuntungan tiap hari:
harga jual 1 biji tahu goreng Rp 1000, tiap hari dia berhasil menjual tahu ± 100 buah, laba kotor diperoleh dengan rumus 1000 x 100 = Rp.100.000.
(harga tahu x jumlah tahu terjual = laba kotor)
berikut ini adalah cara untuk mengitung laba bersih, laba bersih = laba kotor - (harga beli tahu mentah + minyak goreng + bahan bakar untuk kompor), maka Rp.100.000 - (Rp.40.000 + Rp.20.000 + Rp.20.000) = Rp. 20.000, jadi laba bersih yang diperoleh penjual tahu goreng tersebut adalah Rp.20.000.
Namun, Bagaimana dengan peralatan atau asset lain yang digunakan oleh si pedagang tahu tersebut untuk memproduksi tahu seperti wajan dan kompor? Bukankah barang tersebut suatu saat akan rusak juga? Dan tiap kali digunakan wajan dan kompor tersebut mengalami penurunan nilai dengan kata lain wajan dan kompor tersebut mengalami kerusakan sedikit demi sedikit hingga suatu saat tidak bisa dipakai lagi, dan sang penjual tahu harus membelinya lagi, seharusnya sang penjual tahu juga memasukkan biaya berkurangnya wajan dan kompor. Biaya yang dikeluarkan untuk mengganti nilai berkurangnya wajan dan kompor inilah yang disebut sebagai biaya depresiasi atau biaya penyusutan, dengan begitu maka formula yang dipakai untuk menghitung laba bersih penjual tahu akan menjadi seperti ini:
“Pendapatan Kotor – (harga beli tahu mentah + minyak goreng + bahan bakar kompor + biaya penyusutan wajan dan kompor) = Laba Bersih”
Jadi:
100.000 – (40.000 + 20.000 + 20.000 + 250) = Rp. 19.750
laba bersih setelah dikurangi dengan biaya penyusutan menjadi Rp.19.750
Contoh Studi Kasus Depresiasi a. Metode Garis Lurus
Sebuah kios dibeli seharga Rp 8.000.000 dan diperkirakan dapat digunakan selama sepuluh tahun. Harga residu pada akhir tahun kesepuluh diperkirakan Rp 250.000 Depresiasi tahunan menurut metode garis lurus adalah:
(Rp 8.000.000- Rp 250.000)/10 = Rp 775.000
Perusahaan XYZ membeli Gedung pada tanggal 1 Januari 2019 dengan biaya perolehan sebesar Rp. 500.000.000 dan memiliki nilai residu Rp. 20.000.000. Umur ekonomis Gedung tersebut diperkirakan selama 20 tahun.
Jawab: Beban Depresiasi tiap tahunnnya pada tahun 2019 s/d 2039 adalah:
(500.000.000 – 20.000.000)/ 20 = 24.000.000
b. Metode Unit Produksi
Suatu Mesin dibeli pada tanggal 5 Januari seharga 1.500.000, mempunyai tafsiran usia manfaat 30.000 jam dan nilai sisa 300.000, dalam tahun pertama operasinya, mesin tersebut dipakai selama 15.000 jam. Berapa depresiasinya jika dihitung menggunakan metode unit produksi?
Jawab:
Depresiasi = [(Harga Perolehan – Nilai Sisa) x Pemakaian)] : Umur Manfaat
= [(1.500.000 – 300.000) x 15.000 jam) : 30.000
= 600.000 4. Apresiasi
Apresiasi merupakaan keadaan menguatnya nilai tukar suatu mata uang terhadap mata 106 uang tertentu lainnya; Kenaikan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing yang terjadi di pasar uang. Mengapa Jepang yang perekonomiannya tangguh bisa mengalami downturn?
Pertama, mata uang yen mengalami apresiasi (yendaka) tajam. Apresiasi yang keterusan menyebabkan biaya hidup dan biaya produksi di Jepang meningkat pesat.
Akibatnya, harga barang dan jasa Jepang berkurang daya saingnya.
Kedua, akibat yendaka, terjadi relokasi industri besarbesaran. Banyak perusahaan Jepang memindah lokasi pabriknya ke Cina dan Asia Tenggara. Pengangguran di Jepang pun meningkat.
Ketiga, tingkat kepercayaan (confidence level) atas perekonomian merosot yang ditunjukkan dengan harga saham rendah. Indeks akhir tahun 1990-an hanya separuh dari indeks satu dasawarsa sebelumnya.
Keempat, harga tanah ikut merosot. Pada dasawarsa 1980- an, harga tanah meroket tinggi lalu menurun tajam sejak 1990-an. Seperti kasus harga saham dan tanah, terjadi koreksi. Harga yang sudah kelewat tinggi, suatu saat akan mengalami koreksi menurun.
Kelima, saham dan tanah merupakan barang paling sering dipakai sebagai jaminan kredit bank. Karena harga keduanya jatuh, maka kredit-kredit perbankan banyak mengalami kemacetan. Terjadilah bad debt atau credit crunch.
Keenam, secara demografis, penduduk Jepang mengalami stagnasi. Jumlah penduduk mereka stabil di level 124 juta, dan praktis tidak bertambah. Sementara itu, tingkat harapan 107 hidup (life expectancy at birth) terus meningkat. Dengan struktur demografi yang cenderung menggelembung di kelompok usia lanjut (jumlah orang tua makin banyak), maka terjadi beban ketergantungan (dependency) yang kian tinggi. Usia produktif berkurang, usia lanjut bertambah. Implikasinya, pembayaran pensiun membesar yang menambah beban fiskal pemerintah.
B. Peran Pemerintah dalam Mengkontrol Nilai Tukar
Peran pemerintah dalam mengontrol nilai tukar sebuah mata uang sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi suatu negara. Pemerintah memiliki berbagai instrumen kebijakan, seperti kebijakan moneter dan fiskal, yang dapat digunakan untuk memengaruhi faktor-faktor yang memainkan peran dalam penentuan nilai tukar. Melalui pengaturan suku bunga, pengelolaan suplai uang, dan kebijakan ekonomi lainnya, pemerintah dapat mempengaruhi kondisi pasar keuangan. Intervensi langsung di pasar valuta asing, dengan membeli atau menjual mata uang, juga menjadi instrumen yang sering digunakan untuk mengendalikan fluktuasi nilai tukar. Selain itu, kebijakan perdagangan luar negeri dan pengelolaan cadangan devisa menjadi bagian integral dalam upaya pemerintah untuk memitigasi risiko dan menjaga stabilitas nilai tukar demi kepentingan nasional. Pemerintah memiliki peran yang penting dalam mengontrol nilai tukar. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengontrol nilai tukar antara lain :
1. Kebijakan Moneter
Pemerintah dapat bekerja sama dengan bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia, sebagai bank sentral Indonesia, memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan fokus pada menjaga stabilitas nilai tukar, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas).
2. Kebijakan Fiskal
Pemerintah juga dapat menggunakan kebijakan fiskal, seperti mengatur pajak dan subsidi, untuk mempengaruhi nilai tukar. Misalnya, pemerintah dapat mengatur pajak penghasilan terhadap barang impor untuk mengurangi defisit neraca perdagangan.
3. Kebijakan Ekonomi
Selain itu, pemerintah juga dapat mengambil langkah-langkah ekonomi, seperti meningkatkan penggunaan B20 atau Biodiesel 20 persen untuk mengurangi jumlah impor minyak, serta meningkatkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengurangi impor.
4. Kebijakan Penyesuaian
Pemerintah juga dapat menyesuaikan kebijakan terkait nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS sebagai mata uang utama dunia untuk mengendalikan cadangan devisa serta transaksi valas dan menjaga stabilitas keseimbangan neraca pembayaran Indonesia
Ada beberapa tujuan utama peran pemerintah dalam mengontrol nilai tukar melibatkan stabilitas ekonomi dan perlindungan kepentingan nasional seperti :
1. Stabilitas Ekonomi
Menjaga nilai tukar pada tingkat yang stabil membantu mencegah gejolak ekonomi yang merugikan, termasuk inflasi yang tinggi atau depresiasi mata uang yang cepat.
2. Daya Saing Ekspor-Impor
Pemerintah dapat mengontrol nilai tukar untuk meningkatkan daya saing ekspor, memperbaiki neraca perdagangan, dan mendukung pertumbuhan sektor ekonomi tertentu.
3. Investasi Asing
Menjaga nilai tukar yang stabil dapat meningkatkan kepercayaan investor asing, membuka peluang investasi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
4. Perlindungan terhadap Krisis Keuangan
Dengan mengontrol nilai tukar, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau merespons krisis keuangan, menjaga stabilitas sistem keuangan.
5. Peningkatan Daya Beli
Pengaturan nilai tukar dapat digunakan untuk memitigasi inflasi, sehingga menjaga daya beli masyarakat.
6. Keseimbangan Pembayaran
Pemerintah dapat berupaya mencapai keseimbangan dalam neraca pembayaran dengan mengontrol nilai tukar, mengurangi risiko defisit yang berlebihan.
Dalam mengontrol nilai tukar harus dapat dibedakan antara peran pemerintah dan peran negara dalam kontrol nilai tukar mata uanganya. Ada kemungkinan satu mata uang melemah dan satu mata uang menguat alasannya karena disengaja atau dibuat oleh pemerintah dari adanya beberapa kondisi yang terjadi dan sistem yang dikembalikan kemekanisme pasar , dan ini bergantung dengan permintaan dan penawaran atas mata uang.
Dalam ekonomi jika satu mata uang melemah yang disengajai oleh pemerintah dinamakan devaluasi, jika menguat dengan mata uang lain disebut revaluasi. Dikembalikan kemekanisme pasar dengan keadaan melemah dinamakan depresiasi dan jika menguat itu apresiasi.
1. Devaluasi
Devaluasi yakni suatu tindakan penyesuaian nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing lainnya yang dilakukan oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Devaluasi mata uang biasanya terjadi ketika suatu negara memiliki sistem nilai tukar tetap dan pemerintahnya merasa nilai mata uangnya terlalu tinggi dibandingkan dengan mata uang negara lain. Pemerintah menganggap bahwa nilai mata uang yang tinggi tersebut tidak sesuai dengan kekuatan ekonomi negara tersebut. Devaluasi biasanya terlihat dari perbedaan tingkat inflasi antara dua negara. Negara dengan tingkat inflasi tinggi seharusnya mengalami penurunan nilai mata uangnya, tetapi dalam sistem nilai tukar tetap, penyesuaian nilai
tersebut tidak terjadi secara otomatis. Pemerintah harus secara aktif menetapkan nilai tukar mata uang.
Dengan devaluasi rupiah terhadap mata uang asing, nilai tukar rupiah menjadi lebih rendah. Akibatnya, harga barang impor menjadi lebih tinggi jika diukur dalam rupiah. Pemerintah berharap bahwa kenaikan harga ini akan mendorong orang untuk lebih memilih produk-produk lokal, mengurangi impor, dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri. Di sisi lain, karena nilai tukar rupiah yang lebih rendah membuat barang-barang ekspor menjadi lebih murah bagi pasar internasional, pemerintah berharap bahwa ekspor meningkat. Jika kebijakan devaluasi berhasil mengurangi impor dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri, maka ini dapat memberikan dampak positif pada para produsen lokal, termasuk petani dan industri manufaktur dalam negeri. Peningkatan volume ekspor diharapkan dapat membantu pertumbuhan perusahaan dalam negeri. Meskipun devaluasi dapat membantu meningkatkan daya saing ekspor, hal ini juga dapat meningkatkan utang luar negeri.
Jika negara memiliki hutang dalam mata uang asing, pembayaran utang menjadi lebih mahal dalam rupiah setelah devaluasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa devaluasi yang diambil oleh pemerintahan dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang:
a) Dalam jangka pendek, devaluasi dapat mengubah kebiasaan belanja orang dari produk luar negeri ke produk dalam negeri atau disebut expenditure switching.
Ini bisa membuat harga barang dan jasa dalam negeri naik. Kenaikan harga ini dapat mempengaruhi keputusan belanja orang, yang mungkin menjadi lebih sedikit. Kurangnya pembelanjaan ini bisa menyebabkan turunnya kegiatan ekonomi secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan deflasi atau penurunan umum harga-harga. Jika kondisi ini berlanjut, bisa mendorong terjadinya resesi ekonomi, yang artinya perekonomian sedang mengalami penurunan yang signifikan.
b) Dalam jangka menengah memiliki efek positif terhadap Balance of Payment (BOP) dan Balance of Trade (BOT). Dengan devaluasi dapat membantu memperbaiki posisi BOP dengan cara membuat barang ekspor menjadi lebih murah bagi negara lain, sehingga meningkatkan ekspor. Sebaliknya, barang impor menjadi lebih mahal, mendorong penurunan impor sehingga devaluasi dapat meningkatkan pendapatan dari ekspor dan mengurangi pengeluaran
untuk impor. Sedangkan untuk Balance of Trade (BOT), devaluasi dapat membantu meningkatkan surplus dalam neraca perdagangan, yang berarti negara tersebut lebih banyak mengekspor daripada mengimpor.
c) Dampak jangka panjang adalah hasil dari perubahan yang terjadi dalam waktu lama setelah perubahan-perubahan yang terjadi dalam jangka pendek dan menengah. Dampak ini menyebabkan pergeseran dalam produksi barang dan jasa, baik yang dapat diperdagangkan (tradeable goods) maupun yang tidak dapat diperdagangkan (nontradeable goods). Pergeseran ini dapat menyebabkan perubahan dalam struktur ekonomi secara keseluruhan di tingkat nasional. Jadi, dampak jangka panjang mencakup perubahan lebih besar dalam cara produksi dan perdagangan berlangsung di negara tersebut.
Isu devaluasi selalu bertiup ketika mata uang sebuah negara ambruk. Tapi perlu dipahami efek negative devaluasi itu sendiri. Sehingga perlu dipahami dampak negative yang diberikan oleh devaluasi itu sendiri. Dengan mata uang yang melemah, biaya produksi dalam mata uang asing akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan masalah bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di negara tersebut, karena biaya produksi mereka menjadi lebih tinggi. Devaluasi juga dapat membuat investor asing ragu untuk berinvestasi di negara tersebut. Investor mungkin menarik investasinya atau enggan menyuntikkan modal baru karena ketidakpastian dan potensi kerugian.
2. Revaluasi
Revaluasi adalah kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan menguatkan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing atau luar negeri, revaluasi ini adalah kebalikan dari devaluasi yang hanya bisa dilakukan dengan keputusan pemerintah suatu negara, seperti bank sentral yang dapat mengubah nilai resmi mata uang. Kebijakan revaluasi ini diambil oleh pemerintah pada saat akan mendorong tingkat impor dan menurunkan tingkat ekspor. Tujuan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan ini supaya mengurangi akumulasi mata uang asing dalam negeri dengan hal ini nilai barang dalam negeri semakin mahal dan nilai barang luar negeri semakin murah. Dampak negative yang dibawa revaluasi adalah dalam daya saing dan keuntungan perusahaan dalam negeri. Dengan kebijakanya akan membuat barang-barang lokal lebih murah di pasar internasioanal. Sehingga perusahaan dalam
negeri akan mengalami tekanan untuk meningkatkan produktivitas, promosi agar benar-benar barangnya dapat bersaing dalam pasar internasionnal serta menurunkan harga barang-barangnya. Adapun penyebab terjadinya revaluasi mata uang dapat dipicu oleh berbagai peristiwa, termasuk perubahan suku bunga antara berbagai negara dan peristiwa berskala besar yang mempengaruhi profitabilitas atau daya saing ekonomi secara keseluruhan. Pada umumnya kebijakan revaluasi dirasakan oleh para pebisnis yang bekerja pada bidang ekspor-impor karena melibatkan nilai tukar rupiah.
Berikut merupakan contoh studi kasus mengenai pengaruh revaluasi terhadap bisnis dari sisi aktivitas ekspor dan impor.
a) Kasus Ekspor
Pada kasus ekspor kebijakan revaluasi dapat memberikan dampak negatif.
Saat anda menjual produk bisnis ke luar negeri dengan harga produk sebesar Rp 15 juta dengan nilai tukar awalnya sebesar Rp 15.000, maka anda akan menerima uang dollar sebesar $1.000. Tapi jika terjadi kebijakan revaluasi, uang dollar yang anda terima pada nilai tukar Rp 14.000 akan lebih dari $1000. Hal ini tentu akan merugikan perusahaan karena produk yang dijual menjadi lebih mahal harga jualnya di mata asing.
b) Kasus Impor
Jika perusahaan yang anda miliki memerlukan bahan baku produksi dari luar negeri, maka anda akan diuntungkan dengan adanya kebijakan revaluasi. Misalnya jika biasanya anda membeli bahan baku dengan harga
$1.000 dengan nilai tukar rupiah saat ini adalah Rp 15.000, maka anda perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 15 juta.
Tapi jika terjadi revaluasi dan nilai tukar menguat menjadi Rp 14.000, maka uang yang anda keluarkan untuk impor berkurang menjadi Rp 14 juta. Sehingga pada kasus importir, kebijakan revaluasi dibilang menguntungkan.
3. Sanering
Sanering adalah pemotongan nilai uang tanpa mengurangi nilai harga sehingga daya beli masyarakat menurun. Misalnya, jika nilai uang Rp.100.000 dipotong menjadi Rp. 100,00 karena nilainya sudah diturunkan. Jumlah barang yang dibeli dengan uang baru tersebut akan lebih sedikit dibandingkan dengan uang lama. Jika Rp.100.000,00 lama bisa membeli baju, maka dengan uang Rp.100,00 pecahan baru tidak bisa lagi mendapatkan baju yang sama. Di Indonesia kebijakan sanering beberapa kali dilakukan pemerintah dalam timeline sebagai berikut:
a) 19 Maret 1950
Dengan latar belakang bahwa belum lama dari Merdeka yang sepenuhnya, Indonesia harus menanggung hutang pemerintah Hindia-Belanda dan Indonesia nyaris bangkrut akbiat fisik keuangan. Rangkaian perang dan perundingan yang memakan biaya sangat besar, sejumlah pemberontakan dalam negeri semakin membuat stabilitas sosial politik ekonomi serta pertahanan dan keamanan terguncang. Dengan kondisi seperti itu pemerintah mengambil kebijakan yang sangat extreme yaitu menggunting uang yang dikenal dengan peristiwa gunting syafruddin. Saat itu ada 3 jenis mata uang beredar yakni mata uang dejavasche bank, mata uang mika, dan mata uang URI (Uang Republik Indonesia), dan kebijakan ini hanya diperlakukan pada mata uang mika dan dejavasche bank. Guntingan uang sebelah kiri sebagai alat pembayaran yang sah dengan nominal setengah dari nilai sebelumnya sedangkan untuk guntingan sebelah kanan tidak berlaku tapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai sebelumnya dan akan dibayar 30 tahun kemudian dengan bunga 3% per tahun. Kebijakan gunting syafruddin ini bukan hanya mengurangi jumlah uang beredar untuk menekan inflasi tapi sekaligus meniadakan peredaran uang dejavascha bank dan mika untuk diganti dengan mata uang URI.
b) 25 Agustus 1959
Kebijakan sanering yang kedua ini dilakukan untuk menanggulangi inflasi yang terus berlangsung, pemerintah berusaha mengurangi jumlah uang beredar sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PEPRU) No. 2 dan No. 3 tahun 1959 dengan melakukan penurunaan nilai uang sebesar 90% pada dua nominal mata uang yakni Rp500 bergambar macan menjadi Rp50 dan Rp1.000 bergambar gajah menjadi Rp100, dan pembekuan simpanan (giro dan
deposito) di bank-bank. Pemilihan pemotongan nilai uang dilakukan pada nominal besar mungkin pertimbangannya dengan asumsi bahwa pecahan besar umumnya dipegang oleh masyarakat menengah atas sehingga dampak sanering pada masyarakat bawah akan berkurang.
c) 13 Desember 1965
Selanjutnya pemerintah untuk yang ketiga kalinya melakukan tindakan sanering dengan sebab dan alasan yang sama dengan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi jumlah uang yang beredar yang disebabkan oleh inflasi. Hal ini menyebabkan penurunan drastis pada rupiah dari nilai Rp.1000,- (uang lama) menjadi Rp.1,-(uang baru).
Jika dilihat dari sebab terjadinya sanering mulai 1950, 1959 dan 1965. Maka kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah terlihat adanya dampak positif (manfaatnya) yaitu:
a) Pada sanering tahun 1950, untuk mengatasi situasi ekonomi indonesia yang saat itu sedang terpuruk dan belum tertata setelah kemerdekaan, yakni utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan adanya sanering bisa mengisi kas pemerintah yang kosong setelah kemerdekaan dan menurunkan harga-harga akibat inflasi.
b) Sanering pada tahun 1959 dilakukan untuk menekan laju inflasi dan menutup hutang pemerintah di bank yaitu dengan adanya pembekuan simpanan (giro dan deposito) yang diganti dengan simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
Sehingga membantu menutup sebagian hutang pemerintah.
c) Sanering pada tahun 1965 dilakukan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar akibat inflasi yang telah menjadi hyperinflasi.
Setelah diuraikan sebelumnya tentang adanya manfaat dari kebijakan sanering, akan tetapi terdapat juga dampak negatif dari kebijakan sanering yaitu:
a) Kebijakan sanering yang dilakukan pada tahun 1950 kurang tepat dilakukan pemerintah pada saat itu karena menyebabkan terjadinya tindakan sanering berikutnya yang semakin menyebabkan masyarakat menderita. Dan pada dasarnya sanering tersebut dilakukan cenderung untuk kepentingan pemerintah semata, yaitu untuk mengatasi hutang pemerintah yang menumpuk tanpa
memikirkan kesulitan rakyatnya yang disebabkan pemotongan nilai rupiah tersebut.
b) Sanering yang kedua yaitu tahun 1959 menyebabkan banyak bank-bank yang mengalami kesulitan liquiditas. Sehingga akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PERPU) No.2 dan N0.3 yang isinya melakukan penurunan nilai rupiah dan pembekuan simpanan di bank-bank.
c) Sanering yang ketiga juga tidak membawa perubahan yang lebih baik karena terjadi penurunan secara drastis nilai rupiah dari Rp1000,- menjadi Rp1,-.
Setelah itu tanpa henti terjadi depresiasi nilai rupiah sehingga pada saat terjadi krisis financial di Asia tahun 1997, nilai rupiah semakin menurun dan tidak berharga.
Kebijakan redenominasi seringkali sulit dibedakan oleh banyak Masyarakat, sesungguhnya ini merupakan dua buah kebijakan yang berbeda. Redenominasi rupiah adalah pengurangan jumlah digit pada pecahan mata uang rupiah tanpa mengurangi nilai tukar dengan tujuan agar lebih efisien dan nyaman dalam bertransaksi dan juga untuk meningkatkan kredibilitas mata uang rupiah di mata dunia, misalnya pecahan Rp100.000 diredenominasi maka 3 angka dibelakang akan hilang dan penulisannya menjadi Rp100. Jika sebelum redenominalisasi membeli sebungkus rokok Rp 20.000 dan setelah redenominalisasi harganya akan menjadi Rp20 per bungkus.
Sementara sanering adalah pemotongan nilai uang sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat. Kebijakan ini biasanya dilakukan dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat. Adapun tujuan kebijakan sanering dilakukan untuk mengurangi jumlah uang beredar akibat harga-harga yang mengalami lonjakan.
C. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Perkembangan sistem nilai tukar di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan seiring waktu. Pada tahun 1960-an, Indonesia menerapkan multiple exchange system, kemudian beralih ke fixed exchange rate system pada Agustus 1971 - November 1978, dan managed floating system dari November 1978 - September 1992. Selanjutnya, dari September 1992 - Agustus 1997, pemerintah mengadopsi managed floating dengan crawling band system, dan terakhir, sejak Agustus 1997, Indonesia menganut floating/flexible system.
Perubahan sistem nilai tukar tersebut didasarkan pada kebutuhan untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi. Transisi dari managed floating terkendali ke floating bebas pada Agustus 1998 menyebabkan depresiasi besar-besaran nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, meningkatkan ketidakpastian dalam aktivitas bisnis dan ekonomi Indonesia.
Faktor-faktor non-ekonomi dianggap sebagai penyebab fluktuasi nilai tukar yang tinggi, namun pengaruhnya sulit diukur secara pasti. Sistem nilai tukar mengambang bebas menentukan nilai tukar melalui mekanisme pasar tanpa campur tangan otoritas moneter.
Penentuan nilai tukar ini bergantung pada faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar. Ada beberapa kebijakan nilai tukar yang pernah diterapkan di Indonesia:
1. Sistem kurs tetap (1970- 1978)
Pada tahun 1964, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap dengan kurs resmi Rp. 250/US$. Dalam sistem ini, Central Bank menetapkan nilai tukar tanpa mempertimbangkan aktivitas pasar uang, dan apabila terjadi fluktuasi yang signifikan, pemerintah dapat melakukan intervensi aktif di pasar valas. Bank sentral terlibat dalam menjaga nilai tukar dalam rentang yang sangat sempit. Jika nilai tukar dianggap melenceng dari nilai ekonomi yang seharusnya dan dapat mengganggu kinerja perekonomian, pemerintah bisa menerapkan kebijakan devaluasi atau pelemahan mata uang domestik terhadap mata uang asing.
Keunggulan :
a) Kegiatan spekulasi mata uang sangat sempit.
b) Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil.
c) Pemerintah memegang peranan penuh dalam kontrol devisa. d. Kepastian nilai tukar ke depan.
Kelemahan :
a) Cadangan devisa harus besar agar tetap dapat selalu intervensi untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas.
b) Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
c) Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor negara bersangkutan.
Pada era UU No.32 tahun 1964, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap dengan kurs Rp. 250/USD. Selama periode ini, Indonesia juga menetapkan aturan kontrol
devisa yang ketat. Namun, karena nilai tersebut mengancam aktivitas ekspor-impor, Indonesia terpaksa melakukan tiga kali devaluasi. Devaluasi pertama pada 17 April 1970, kurs menjadi Rp 378/USD, devaluasi kedua pada 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415/USD, dan devaluasi ketiga pada 15 November 1978 menjadi Rp 625/USD.
2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada periode ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sekeranjang mata uang, diterapkan seiring devaluasi rupiah pada 1978. Kursnya bergerak dalam rentang pasar tertentu, memungkinkan intervensi pemerintah bila perlu. Sistem ini tidak sepenuhnya mengandalkan aktivitas pasar valas; pemerintah tetap campur tangan melalui alat ekonomi moneter dan fiskal. Dengan demikian, pergerakan nilai tukar tidak hanya dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan uang semata.
Keunggulan :
a) Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih fleksibel.
b) Adanya aktifitas demand dan supply dalam pasar valas akan mampu menstabilkan nilai tukar sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
c) Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang.
Kelemahan :
a) Devisa tetap harus selalu tersedia dan siap digunakan sewaktu-waktu.
b) Ada persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekulan dalam memprediksi dan menetapkan kurs.
c) Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran atau perdagangan.
Sistem Kurs Mengambang Terkendali di Indonesia diberlakukan seiring kebijakan devaluasi Rupiah pada 1978 sebesar 33%. Dalam sistem ini, nilai tukar Rupiah mengambang terhadap sekeranjang mata uang negara mitra dagang utama Indonesia.
Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak dalam rentang tertentu, mengindikasikan adanya unsur pengendalian. Selama penerapan sistem ini, nilai tukar Rupiah terus mengalami depresiasi terhadap USD, berkisar antara Rp 650/USD hingga Rp 2.500/USD.
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap USD mengalami pelemahan.
Untuk mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pemerintah memutuskan pada tanggal 14 Agustus 1997 untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar
mengambang terkendali) dan beralih ke sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate). Sistem ini lebih cocok untuk negara dengan perekonomian yang sudah mapan, karena seluruhnya menyerahkan penentuan nilai tukar kepada pasar untuk mencapai kondisi ekuilibrium sesuai dengan kondisi internal dan eksternal negara bersangkutan. Dengan demikian, dalam sistem nilai tukar ini seharusnya tidak ada campur tangan pemerintah.
Keunggulan :
a) Cadangan devisa lebih aman.
b) Persaingan pasar ekspor-impor sesuai dengan mekanisme pasar.
c) Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi dalam negeri.
d) Masalah neraca pembayaran dapat diminimalisir.
e) Tidak ada batasan valas.
f) Tercipta ekuilibrium pasar valas.
Kelemahan :
a) Praktik spekulasi semakin bebas.
b) Kurang tepat untuk negara berkembang karena berpotensi depresiasi yang fluktuatif.
Pada periode 1997 hingga sekarang, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sejak Juli 1997, Rupiah mengalami pelemahan karena tekanan dari currency turmoil yang melanda ASEAN. Bank Indonesia melakukan intervensi untuk stabilkan nilai tukar, namun tekanan terhadap depresiasi terus meningkat, bahkan mencapai lebih dari Rp. 15.000/USD. Pada 14 Agustus 1997, Bank Indonesia menghapus rentang intervensi, membiarkan nilai tukar Rupiah mengikuti mekanisme pasar. Namun, pemerintah mengeluarkan UU No. 23 dan 24 tahun 1999 yang menyatakan bahwa nilai tukar ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendengar rekomendasi dari Bank Indonesia. Meskipun Indonesia mendeklarasikan nilai tukar sebagai mengambang bebas, praktiknya Bank Indonesia masih melakukan intervensi secara berkala, selektif, dan sesuai kebutuhan.
Kebijakan nilai tukar di Indonesia bertujuan untuk mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, serta menjaga stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai
Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bank Indonesia juga bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan.
Independensi Bank Indonesia harus disertai dengan transparansi dan akuntabilitas, yang diatur dalam Undang-undang pasal 58. Bank Indonesia juga menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Presiden dan DPR.
Kebijakan nilai tukar Rupiah juga melibatkan pengelolaan likuiditas Rupiah, pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing, serta intervensi di pasar valas domestik untuk melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia juga melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward.
Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata uang asing, sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar. Di Indonesia, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia juga berperan dalam menstabilkan kurs Rupiah.
Bank Indonesia menggunakan instrumen kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka untuk mencapai tujuan kestabilan nilai Rupiah.
Beralihnya sistem nilai tukar Rupiah dari sistem mengambang terkendali menjadi sistem yang mengambang penuh memberikan beberapa implikasi terhadap pengendalian moneter di Indonesia. Dalam sistem nilai tukar Rupiah yang fleksibel, kebijakan moneter memerlukan sensivitas yang tinggi antara suku bunga domestik terhadap aliran modal internasional dan hubungan negatif antara nilai tukar Rupiah dengan suku bunga serta perubahan nilai tukar Rupiah dengan penawaran ekspor dan permintaan impor. Dengan demikian, kebijakan nilai tukar di Indonesia mencakup berbagai aspek yang melibatkan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mencapai stabilitas nilai Rupiah dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
KESIMPULAN
Pemerintah memiliki peran yang signifikan dalam menentukan nilai tukar suatu mata uang. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah, seperti intervensi mata uang, revaluasi, atau devaluasi, dapat secara langsung mempengaruhi nilai tukar domestik terhadap mata uang asing. Sebagai contoh, revaluasi dapat membuat mata uang domestik menguat terhadap mata uang asing, sementara devaluasi dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar. Keputusan pemerintah ini dapat memengaruhi sektor ekspor dan impor, harga barang impor, serta daya saing produk dalam negeri di pasar internasional. Oleh karena itu, kebijakan nilai tukar yang bijaksana dan cermat dari pemerintah dapat menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mengatasi tantangan global yang melibatkan perubahan nilai tukar mata uang. Pemahaman dan implementasi kebijakan semacam itu memainkan peran krusial dalam membentuk dinamika ekonomi suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, b. (2023, August 31). Pengaruh, Dampak dan Contoh Kebijakan Revaluasi.
Retrieved from Sekolahan.co.id: https://www.sekolahan.co.id/pengertian-pengaruh-dampak- dan-contoh-kebijakan-revaluasi/
Budi.S. (2021, January 22). Kebijakan Revaluasi. Retrieved from Wartaekonomi:
https://wartaekonomi.co.id/read367421/apa-itu-revaluasi#:~:text=Revaluasi
%20adalah%20kebijakan%20ekonomi%20yang%20dikeluarkan%20oleh
%20pemerintah,atau%20luar%20negeri.%20Revaluasi%20adalah%20kebalikan
%20dari%20devaluasi.
Indonesia, B. (2004). Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Jakarta: libs.ibs.
Intan, P. (2022, June 12). Pengertian Depresiasi, Manfaat, Jenis dan Rumusnya. Retrieved from Kumparan.com: https://kumparan.com/kabar-harian/pengertian-depresiasi- manfaat-jenis-jenis-dan-rumusnya-1xIT5pKV9pz/3
Novianti, A. (2009). Nilai Tukar Mata Uang. Analisis Pengaruh Perubahan , 9.
Santoso, W. (2010). Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar Yang Fleksibel. bmeb, 3.
Setiawan, B. (2022, April 24). Pengertian Devaluasi. Retrieved from OCBC:
https://www.ocbc.id/id/article/2022/04/24/devaluasi-adalah
Unknown. (2021, March 9). Apa Itu Deflasi. Retrieved from umsu: https://umsu.ac.id/deflasi- adalah/