LAPORAN PENELITIAN
PERILAKU DINAMIS NILAI TUKAR
DAN PERDAGANGAN
Oleh:
Ketua : DR. Agung Nusantara, SE., MSi.
NIDN: 0618066401 – SINTA ID: 6025701
Anggota : DR. Sri Nawatmi, SE.,MSi
NIDN: 0627046701 – SINTA ID: 6025671 DR. Agus Budi Santosa, SE., MSi
NIDN: 061126701 – SINTA ID: 6025726 Faisal Riza Rahman, SE.
NIM: 1852020056
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Januari 2020
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh sangat lambatnya perekonomian Indoneia , khususnya dikaitkan dengan perkembangan internasional. Pada saat nilai tukar menguat kinerja perdagangan internasional nampaknya tidak terlalu responsive. Dengan mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang terbuka maka menarik untuk mengetahui dampak hubungan ekonomi luar negeri Indonesia secara makro dibandingkan dengan hubungan bilateral antara Indonesia-China dan Indonesia-Amerika Serikat sebagai dua negeri penting dalam perekonomian Indonesia
Metode yang digunakan adalah Granger-Cusality dan Impulse Response Function. Granger-Causality mampu mendeteksi hubungan antar dua variable sedangkan Impulse Response Function, yang berdasarkan Vector AutoRegressive Model (VAR) mampu melngetahui sensitivitas tiap variable jika variable lain mengalami perubahan.
Bukti empiris yang diperoleh adalah, fenomena makro perkonomian luar negeri Indonesia (terhadap dunia) mampu mengidentifikasi fenomena J-Curve, dimana pergerakan nilai tukar berdampak pada ekspor maupun impor. Sedangkan kajian hubungan bilateral Indonesia-China dan Indonesia-Amerika Serikat sulit untuk menghasilkan identifikasi J-Curve.
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah kami ucapkan syukur padaMU, ya ALLAH, dengan dapat diselesaikannya laporan penelitian sederhana ini.
Penelitian ini mengangkat isu sederhana, dengan alat sederhana, dan dilaporkan dengan cara yang ringkas. Namun dibalik kesederhanaan dan keringkasan ini, penelitian ini memberikan pelajaran bahwa isu-isu besar, seperti pergerakan nilai tukar – ekspor-impor dan hubungan dagang bilateral.
Penelitian ini memanfaatkan teknik Impulse Response Function, yang merupakan model analisis rentang waktu (time series). Analisis time series merupakan analisis yang bermanfaat untuk mengidentifikasi perilaku variable ekonomi dalam rentang waktu tertentu. Pentingnya analisis ini terletak pada dinamika yang melekat pada sector finansial maupun riil. Sehingga waktu menjadi aspek penting untuk dipahami. Sekumpulan data tentang ekspor-impor perekonomian Indonesia, ekspor-impor pada hubungan bilateral Indonesia-China dan Indonesia-Amerika Serikat digunakan untuk menguji teori J-Curve.
Diskusi-diskusi kecil, informal maupun formal, langsung ataupun tidak langsung, memberikan nilai tambah yang didapat peneliti untuk penelitian ini. Akhirnya, kepada semua rekan sejawat, peneliti mengucapkan terimakasih.
Semarang, 7 Januari 2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ……… i
ABSTRAK ……… ii
KATA PENGANTAR ………..……….………. iii
DAFTAR TABEL …………..………...…...……… iv DAFTAR LAMPIRAN ………..………..……… v ABSTRAKSI ………..…. vi BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….……….……… 1 1.2. Permasalahan ……….………. 7 1.3. Tujuan Penelitian ……….………...……… 7 1.4. Manfaat Penelitian ……… 7
BAB II : KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Dasar Nilai Tukar ………. 8
2.2. Ekspor-Impor dan Kinerja Perdagangan ……… 10
2.3. Konsep Dasar J-Curve ………. 12
BAB III: METODE ANALISIS 3.1. Spesifikasi Variabel dan Sumber Data .………..……….. 19
3.2. Teknik Analisis ………..… 19
BAB IV: HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Stasioneritas dan Kointegrasi ………... 24
4.2. Engle-Granger Causality ……… 26
4.3. Impulse Response Function dan Variance Decomposition ……… 29
BAB V: KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ………..………...… 33
KEPUSTAKAAN ……….……. 34 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1: Perdagangan Luar Negeri Indonesia terhadap Amerika
Serikat 3
TABEL 1.2: Perdagangan Luar Negeri Indonesia terhadap China 6
TABEL 3.1: Variabel, Spesifikasi Variabel dan Sumber Data 19
TABEL 4.1: Stasioneritas: ADF dan KPSS 25
TABEL 4.2: Engle-Granger Causality 26
TABEL 4.3: Akaike Information Criteria 26
TABEL 4.4: VAR Granger Causality – RP/USD-TOTEX-TOTIM 27
TABEL 4.5: VAR Granger Causality – RPCNY-EXCHINA-IMCHINA 28
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR-1.1: Kurs Transaksi USD 2
GAMBAR-1.2: Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia-USA 4
GAMBAR-1.3: Kurs Transaksi CNY 5
GAMBAR-1.4: Defisit/Surplus Neraca Perdagangan Indonesia-China 6
GAMBAR-2.1: Perubahan Permintaan Produk Ekspor karena Apresiasi
Nilai Tukar Mata Uang Negara Eksportir 11
GAMBAR-2.2: Kurva J-Curve 12
GAMBAR-3.1: Diagram Alir Metode Analisis 18
GAMBAR-4.1: Response to Cholesky – RPUSA-TOTEX-TOTIM 30
GAMBAR-4.2: Response to Cholesky – RPCNY-EXCHINA-IMCHINA 31
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 1
BAB I:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nilai tukar merupakan topik yang sering dibahas dalam ekonomi makro terkait pengaruhnya terhadap perekonomian secara keseluruhan. Fluktuasi nilai tukar memiliki pengaruh besar pada upah, suku bunga, harga, tingkat produksi, dan lapangan kerja, yang kesemuanya merupakan variable makro. Variabel-variabel ini berdampak besar pada kehidupan sehari-hari dan standar hidup masyarakat. Nilai tukar dan dampak utamanya pada perdagangan, pendapatan nasional, dan kesejahteraan negara sangat penting bagi pembuat kebijakan. Efek dari pergerakan nilai tukar terhadap mata uang dunia maupun mata uang negara partner dagangnya, merupakan informasi penting bagi pemerintah dalam membuat kebijakan perdagangan dan nilai tukar (Demirden & Pastine, 1995).
Para ekonom selama periode waktu yang lama, memberi tekanan penting terhadap hubungan keduanya, yaitu: nilai tukar dan neraca perdagangan. Sejak pertengahan abad kedua puluh, masalah tersebut sudah banyak dikaji dan menghasilkan kesimpulan yang mengarah pada satu pemahaman. Untuk perekonomian terbuka, reaksi dari fluktuasi nilai tukar pada neraca perdagangan, merupakan persoalan yang penting untuk dipahami karena kemungkinan untuk dijadikan indicator target neraca perdagangan untuk mendapatkan pendapatan nasional yang optimal.
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 2
Bank Indonesia menyatakan tingkat volatilitas nilai
tukar Rupiah sepanjang tahun ini berada di kisaran 7-8 persen. Sementara kurs
referensi bank sentral nasional pada hari terakhir perdagangan pasar keuangan
sebelum tutup tahun menempatkan Rupiah di posisi Rp14.542 per dolar AS.
Gubernur BI mengatakan bahwa tingkat volatilitas ini terus membaik sejak awal
tahun ketika Rupiah mulai melemah akibat berbagai sentimen. Volatilitas Rupiah
juga sudah membaik dalam dua bulan terakhir ketika Rupiah bahkan sempat
menyentuh kisaran Rp15 ribu per dolar AS. Volatilitas ini rendah, Rupiah
bergerak stabil dan menguat sampai hari ini di kisaran Rp14.500 per dolar AS.
Meski dilihat masih undervalue dari sisi fundamental.
Gambar 1.1:
Tren perubahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar telah berlangsung
sejak akhir tahun 2017 dan Bank Indonesia memiliki dugaan tren perubahan
berlanjut hingga akhir 2018. Pergerakan nilai tukar Rupiah menurut Bank Dunia
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 3
dan memiliki tendensi pergerakan yang lebih besar dibandingkan dengan mata
uang negara lain di Asia. Berdasarkan Gambar 1.1 di atas, terlihat dugaan tersebut
tidak meleset. Pergerakan masih atraktif sampai periode Agustus 2018, namun
setelahnya mengalami fluktuasi yang relative stabil.
Tabel 1.1:
Perdagangan Luar Negeri Indonesia terhadap Amerika Serikat (Nilai : Ribu US$)
URAIAN 2014 2015 2016 2017 2018 2018 Jan-Sep 2019 TOTAL PERDAGANGAN 24.700.210,70 23.833.999,30 23.439.852,90 25.916.152,40 28.615.987,40 21.433.446,60 19.965.152,40 MIGAS 740.834,70 975.050,60 548.347,20 1.082.783,80 1.840.275,00 1.387.736,80 849.308,50 NON MIGAS 23.959.376,00 22.858.948,70 22.891.505,70 24.833.368,50 26.775.712,40 20.045.709,80 19.115.843,90 EKSPOR 16.530.103,00 16.240.798,20 16.141.412,20 17.794.523,00 18.439.760,70 13.901.421,20 13.036.674,90 MIGAS 673.123,40 932.623,80 456.452,30 660.104,00 772.065,60 706.032,90 38.355,50 NON MIGAS 15.856.979,60 15.308.174,40 15.684.959,80 17.134.419,10 17.667.695,10 13.195.388,30 12.998.319,40 IMPOR 8.170.107,70 7.593.201,20 7.298.440,70 8.121.629,30 10.176.226,70 7.532.025,40 6.928.477,50 MIGAS 67.711,40 42.426,80 91.894,90 422.679,90 1.068.209,40 681.703,90 810.953,00 NON MIGAS 8.102.396,30 7.550.774,30 7.206.545,80 7.698.949,50 9.108.017,30 6.850.321,40 6.117.524,50 NERACA PERDAGANGAN 8.359.995,30 8.647.597,00 8.842.971,40 9.672.893,70 8.263.534,00 6.369.395,90 6.108.197,40 MIGAS 605.412,00 890.196,90 364.557,40 237.424,10 -296.143,80 24.329,00 -772.597,50 NON MIGAS 7.754.583,30 7.757.400,10 8.478.414,00 9.435.469,60 8.559.677,80 6.345.066,90 6.880.794,90
Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan Keterangan: *) Angka Sementara
Stabilitas pergerakan nilai tukar Rp/USD ini mempengaruhi stabilitas
perdagangan antar kedua Negara. Pada Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa
Indonesia memiliki neraca perdagangan yang positif sejak 2014-2019 (sampai
dengan September 2019). Besarnya surplus perdagangan Indonesia terhadap
perekonomian Amerika Serikat juga relative stabil. Sepanjang Januari-September
2018 relatif sebanding dengan periode yang sama pada tahun 2019. Perbedaan
menyolok hanyalah pada sisi pengelompokan komoditasnya, migas dan
non-migas, yang sangat mungkin memiliki elastisitas yang berbeda terhadap
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 4
Gambar 1.2:
Perkembangan neraca perdagangan Indo US
Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan Keterangan: *) Angka Sementara
Pola pergerakan Rupiah sedikit berbeda dengan Yuan China. Pergerakan
sepanjang 2017 hingga 2019 menunjukkan fluktuasi yang relative tinggi. Rupiah
memiliki kecenderungan menguat terhadap mata uang China (Gambar 2). Hal ini
karena kebijakan devaluasi yang dibuat oleh pemerintah China. Devaluasi mata
uang Yuan akan berdampak pada semaikin membanjirnya produk impor asal
China ke Indonesia. Kondisi ini dikhawatirkan pengusaha karena berpotensi
membuat neraca perdagangan semakin defisit. Secara mengejutkan, Bank Sentral
China pada Senin (5/8/2019), menetapkan nilai tengah kurs yuan sebesar CNY
6,922/US$ yang merupakan terendah sejak 3 Desember 2018.
2014 2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL 33.85% 36.28% 37.73% 37.32% 28.88% 30.59% MIGAS 2.45% 3.73% 1.56% 0.92% -1.03% -3.87% NON-MIGAS 31.39% 32.55% 36.17% 36.41% 29.91% 34.46% -10% -5% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% D E FIS IT /S U R PL U S N E R A C A PE R D A GA N GA N
DEFISIT/SURPLUS NERACA PERDAGANGAN INDONESIA-USA
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 5
Gambar 1.3:
Bagi konsumen perorangan bisa menggunakan fasilitas bebas masuk untuk
barang dari China asal harga barang tidak lebih dari US$75 dalam satu hari.
Kebijakan ini berlaku sejak September 2018. Artinya, konsumen yang membeli
barang senilai kurang dari US$ 75 (Rp 1.072.500; asumsi kurs Rp 14.300/US$)
tidak akan dikenakan pajak. Kombinasi antara kemudahan, bebas pajak, dan harga
murah akibat devaluasi yuan akan semakin mendorong minat konsumen untuk
belanja barang-barang langsung dari China. Pada saat yang bersamaan dengan
yuan yang lebih murah, ada indikasi ekspor Indonesia ke China akan terkoreksi,
karena permintaan produk asal Indonesia seperti komoditas minyak sawit mentah
(crude palm oil/CPO), batu bara akan berkurang, karena China harus membeli
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 6
Tabel 1.2:
Perdagangan Luar Negeri Indonesia terhadap China (Nilai : Ribu US$)
Uraian 2014 2015 2016 2017 2018 Jan-Sep 2018 2019 TOTAL PERDAGANGAN 48.230.279,90 44.457.320,90 47.591.263,50 58.849.923,50 72.670.066,40 52.782.367,70 52.394.880,60 MIGAS 1.309.636,80 1.971.828,00 1.783.674,90 1.988.304,40 3.010.801,20 1.761.672,60 1.694.402,40 NON MIGAS 46.920.643,20 42.485.492,90 45.807.588,70 56.861.619,20 69.659.265,20 51.020.695,10 50.700.478,20 EKSPOR 17.605.944,50 15.046.433,80 16.790.801,30 23.083.091,20 27.132.234,10 20.130.782,20 19.813.037,60 MIGAS 1.146.855,30 1.785.748,80 1.672.752,50 1.733.417,20 2.724.143,70 1.597.094,20 1.458.486,60 NON MIGAS 16.459.089,20 13.260.684,90 15.118.048,80 21.349.674,00 24.408.090,40 18.533.688,10 18.354.551,00 IMPOR 30.624.335,50 29.410.887,10 30.800.462,30 35.766.832,30 45.537.832,30 32.651.585,50 32.581.843,00 MIGAS 162.781,50 186.079,20 110.922,30 254.887,20 286.657,50 164.578,40 235.915,80 NON MIGAS 30.461.554,00 29.224.807,90 30.689.539,90 35.511.945,20 45.251.174,80 32.487.007,10 32.345.927,20 NERACA PERDAGANGAN -13.018.391,00 -14.364.453,40 -14.009.661,00 -12.683.741,10 -18.405.598,20 -12.520.803,30 -12.768.805,40 MIGAS 984.073,80 1.599.669,60 1.561.830,20 1.478.530,00 2.437.486,20 1.432.515,70 1.222.570,80 NON MIGAS -14.002.464,90 -15.964.123,00 -15.571.491,20 -14.162.271,20 -20.843.084,30 -13.953.319,00 -13.991.376,20
Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan Keterangan: *) Angka Sementara
Pergerakan nilai tukar antar Negara partner dagang dan berimbas pada
pergerakan nilai perdagangan kedua Negara memang bukan fenomena ekonomi
baru, namun seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari pergerakan nilai tukar
Rupiah tersebut, khususnya pada dinamika ekspor dan impor nasional perlu dikaji
secara lebih mendalam.
Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan Keterangan: *) Angka Sementara
2014 2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL -26.99% -32.31% -29.44% -21.55% -25.33% -24.37% MIGAS 2.04% 3.60% 3.28% 2.51% 3.35% 2.33% NON-MIGAS -29.03% -35.91% -32.72% -24.07% -28.68% -26.70% -40% -35% -30% -25% -20% -15% -10% -5% 0% 5% 10% % DE F ISI T /SU RPL US N E R A C A PE R D A GA N GA N Gambar 1.4:
Defisit/Surplus Neraca Perdagangan Indonesia-China
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 7
1.2. Permasalahan
Terdapat dua preposisi terhadap dampak pergerakan nilai tukar Rupiah.
Pertama, depresiasi nilai tukar Rupiah mempunyai dampak positif terhadap
permintaan ekspor sehingga neraca perdagangan meningkat. Secara komparatif,
produk Indonesia akan lebih murah dibandingkan negara pesaing. Leigh et. al
(2016) mengestimasi dampak depresiasi nilai tukar sebesar 10%, akan
menyebabkan kenaikan neraca perdagangan secara rata-rata sebesar 1,5%.
Kedua, nilai tukar Rupiah yang mengalami depresiasi akan berdampak
negatif terhadap neraca perdagangan. Ini disebabkan oleh tingginya kandungan
impor pada industri yang berorientasi ekspor, sehingga depresiasi nilai tukar
Rupiah menurunkan kemampuan produksi dan ekspor produk ke pasar global.
Dua ekspektasi yang bersifat inkonklusif ini menghendaki pembuktian
secara empirik dan akurat, sehingga kesahihan dampak pergerakan nilai tukar
Rupiah terhadap perdaangan luar negeri, baik ekspor maupun impor dapat
diperoleh jawabannya. Beberapa studi terdahulu masih memberikan kesimpulan
yang inkonklusif. Analisis dengan menggunakan metode kuantitatif perlu
dilakukan secara mendalam, baik secara agregat maupun sektoral.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis dan mengukur dampak pergerakan Rupiah terhadap kinerja
perdagangan internasional (ekspor dan impor)
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran alternative dan
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 8
BAB II:
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Konsep Dasar Nilai Tukar
Nilai tukar didefinisikan sebagai harga dari mata uang asing dalam mata
uang domestik, sehingga peningkatan nilai tukar berarti meningkatnya harga dari
valuta asing yang menyebabkan mata uang domestik relatif murah atau terjadi
depresiasi, se-baliknya jika terjadipenurunan jumlah unit mata uang domestik
yang diperlukan untuk membeli satu unit valuta asing, berarti terjadi peningkatan
relatif nilai mata uang domestik atau terjadi apresiasi. Di dalam sistem mata uang
mengambang (floating exchange rate), nilai tukar valuta asing (valas) ditentukan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valas. Pasar valas merupakan
pasar mata uang dari berbagai negara.
Terdapat tiga jenis nilai tukar valas yaitu Nilai Tukar Spot (Spot Exchange
Rate) atau Nilai tukar yang berlaku adalah nilai tukar pada saat transaksi jual beli
terjadi, delivery asset serta pembayaran dilaku-kan pada saat yang sama. Yang
kedua Nilai Tukar Forward (Foward Exchange Rate) yaitu nilai tukar yang
berlaku adalah nilai tukar pada perjanjian awal, delivery asset dan pembayaran
akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Yang ketiga Nilai Tukar Future
(Future Exchange Rate) yaitu nilai tukar yang berlaku adalah nilai tukar yang
telah disesuaikan setiap hari selama periode kontrak (marking to market), delivery
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 9
Sifat nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu volatile dan vis a vis. Nilai
tukar dikatakan volatile jika nilai tukar tersebut peka untuk bergerak atau mudah
naik atau turun tergantung pada perekonomian suatu negara. Perubahan yang
terjadi pada harga valas dalam sistem nilai tukar tetap disebut revaluasi atau
devaluasi, sedangkan pada system nilai tukar mengambang berarti terjadi apresiasi
atau depresiasi. Nilai tukar yang relatif stabil disebut hard currency sedangkan
mata uang yang tidak stabil disebut soft currency. Akibat nilai tukar yang volatile
me-nimbulkan tiga macam tindakan, pertama hedging yaitu pelaku lebih
menyukai untuk menghindari fluktuasi nilai tukar (risk averter). Kedua,
spekulasi yaitu pelaku lebih menyukai fluktuasi nilai tukar (risk lover) dan
terakhir adalah arbitrase yaitu pelaku yang mengambil keuntungan dengan adanya
perbedaan nilai tukar, harga aset finansial dan tingkat bunga antar Negara. Nilai
tukar dikatakan vis a vis jika nilai tukar tersebut dinyatakan secara berhadapan.
Penentuan nilai tukar juga terbagi menjadi tiga macam:
1. Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)
Negara mengumumkan suatu nilai tukar tertentu atas mata uangnya dan
menjaga nilai tukar ini dengan menyetujui untuk membeli atau menjual valas
dalam jumlah yang tak terbatas pada nilai tukar tersebut. Kebanyakan negara
industri utama memiliki nilai tukar tetap mulai akhir perang dunia kedua sampai
tahun 1973. Dalam sistem ini, bank sentral harus membiayai setiap surplus atau
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 10
2. Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate)
Dalam sistem ini, bank sentral sama sekali tidak ikut campur tangan dan
memperkenankan nilai tukar secara bebas ditentukan di pasar valas. Jadi, tingkat
keseimbangan ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
Ada dua pengertian dalam sistem ini yaitu clean float dan dirty float.
Clean float adalah nilai tukar dibiarkan bebas tanpa campur tangan pemerintah
sedangkan dirty float, pemerintah melakukan intervensi di pasar valas. Dibawah
sistem mengambang murni, cadangan valas konstan. Ke-untungan sistem ini
adalah tidak terjadi deficit atau surplus neraca pembayaran, karena nilai tukar
akan menyesuaikan diri sampai jumlah current account dan capital account
menjadi nol. Di sisi lain, nilai tukar yang tidak stabil sangat peka terhadap
perubahan.
3. Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Nilai tukar tidak secara bebas berfluktuasi sesuai kekuatan pasar, tetapi
tinggi rendahnya nilai tukar ditetapkan dalam batas-batas tertentu (band
intervention). Di samping itu, tinggi rendahnya nilai tukar tergantung seberapa
besar intervensi pemerintah dalam mempengaruhi nilai tukar. Intervensi
pemerintah berupa pembelian atau penjualan valas. Besarnya intervensi
pemerintah sangat bervariasi.
2.2. Ekspor-Impor dan Kinerja Perdagangn
Neraca perdagangan dan nilai ukar berjalan beriringan (comovement) di
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 11
perdagangan, begitu sebaliknya perubahan neraca perdagangan akan berakibat
pada naik/turunnya nilai tukar suatu negara.
Gambar 2.1:
Perubahan permintaan produk ekspor karena apresiasi nilai tukar mata uang negara eksportir
Gambar 2.1 mengilustrasikan dampak apresiasi nilai tukar mata uang
negara eksportir yang menyebabkan harga produk negara tersebut menjadi lebih
tinggi. Peningkatan harga tersebut menyebabkan menurunnya permintaan ekspor
dikarenakan pasar dunia mengharapkan harga yang lebih rendah. Apresiasi nilai
tukar memberi dampak harga produk impor menjadi lebih murah dibandingkan
harga sebelum terjadinya apresiasi. Akibatnya permintaan terhadap barang impor
akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada saat terjadi depresiasi nilai tukar,
permintaan barang ekspor akan meningkat akibat dari harga barang ekspor yang
lebih rendah. Sedangkan permintaan akan barang impor menjadi menurun karena
depresiasi nilai tukar menyebabkan harga barang impor menjadi lebih tinggi.
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 12
mata uang dalam negeri akibat dari transaksi ekspor dan impor yang
menyebabkan keluar masuknya mata uang.
2.3. Konsep Dasar J-Curve
Fenomena J-Curve menjelaskan depresiasi nilai tukar akan memperburuk
neraca perdagangan dalam jangka pendek, namun seiring dengan berjalannya
waktu, depresiasi tersebut membawa neraca perdagangan ke keadaan lebih baik
pada jangka panjang. Depresiasi mengakibatkan harga barang impor relatif lebih
mahal dan harga barang ekspor relatif lebih murah, dengan asumsi bahwa
perubahan volume ekspor dan impor berubah secara lamban, maka hal ini akan
menyebabkan deficit perdagangan yang semakin besar atau surplus perdagangan
yang menurun. Setelah beberapa waktu, volume ekspor akan mulai meningkat
seiring dengan harga produk ekspor yang relatif lebih murah dan diikuti dengan
penurunan volume impor akibat dari harga produk impor yang relatif lebih mahal.
Sehingga mengakibatkan surplus neraca perdagangan semakin meningkat di mana
adanya kemungkinan surplus perdagangan yang melebihi kondisi surplus sebelum
terjadinya depresiasi nilai tukar.
Gambar 2.2 Kurva J-Curve
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 13
Fenomena memburuknya di awal dan peningkatan selanjutnya dari neraca perdagangan setelah depresiasi adalah dikenal sebagai efek J-curve (Levi, 2005). Secara teori, menurunnya neraca perdagangan setelah depresiasi mata uang mungkin tidak permanen untuk dua alasan utama. Pertama, butuh waktu bagi orang untuk mengalihkan preferensi barang impor ke dalam negeri pengganti yang diproduksi. Dengan demikian, secara umum diyakini bahwa permintaan lebih tidak elastis dalam jangka pendek daripada dalam jangka panjang istilah. Kedua, komoditi pengganti domestik belum diproduksi tepat setelah depresiasi mata uang lokal (kurva penawaran domestik tidak elastis). Karena itu, hanya setelah produsen mulai memasok apa yang sebelumnya diimpor dan setelah konsumen memutuskan untuk membeli pengganti impor, dapat mengimpor permintaan sepenuhnya, dan impor menurun setelah depresiasi. Demikian pula, ekspor berkembang hanya setelah pemasok dapat memproduksi lebih banyak untuk ekspor dan setelah konsumen asing menyesuaikan preferensi mereka ke produk lain.
Gambar 2.2 mengasumsikan bahwa penyusutan terjadi pada t0, dan itu
karena masyarakat untuk sementara masih menghabiskan komoditas impor serta
karena ekspor tidak mencukupi peningkatannya, neraca perdagangan memburuk
segera setelah terjadi penyusutan. Baru kemudian, ketika elastisitas impor dan
ekspor meningkat, neraca perdagangan berbalik dan berubah membaik.
Untuk studi empiris, beberapa peneliti merilis hasil analisis berdasarkan
situasi spesifik negara mereka. Secara khusus, Onafowora (2003) menggunakan
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 14
untuk menyelidiki efek jangka panjang, dari perdagangan bilateral antara
Thailand, Malaysia, dan Indonesia dengan AS dan Jepang. Dalam studinya,
Onafowora menemukan hasil yang beragam. Sementara ada peningkatan jangka
panjang dalam neraca perdagangan, untuk enam pasang negara.
Thailand menunjukkan bukti untuk kurva J hanya dengan AS. Indonesia
dan Malaysia menunjukkan kurva-J pola dengan kedua mitra dagang. Dalam studi
lain, Hsing (2005) menggunakan IRF untuk mengevaluasi makalah Hsing dan
Savvides (1996) yang menggunakan metode OLS untuk mencari bukti kurva-J.
Neraca perdagangan agregat Korea, Jepang, dan Taiwan, serta perdagangan
bilateral dengan AS dimodelkan, tetapi hanya Jepang yang menunjukkan pola
kurva-J dalam arus perdagangan agregatnya.
Ada beberapa penelitian yang berfokus pada perdagangan agregat
negara-negara Asia. Akbostanci (2004) gagal menemukan bukti pola kurva-J
untuk neraca perdagangan Turki selama 1987-2000. Singh (2004) menunjukkan
tidak ada efek J-curve untuk India dari 1975 hingga 1996. De Silva dan Zhu
(2004) menggunakan fungsi Impuls Respons Function (IRF) untuk mencoba
berbagai urutan kombinasi variabel yang berbeda (termasuk suku bunga, jumlah
uang beredar, dan pengeluaran pemerintah). Mereka menemukan bahwa secara
keseluruhan, perdagangan membaik, tetapi PDB tidak merespons positif untuk
devaluasi.
Studi lebih lanjut menunjukkan kombinasi dalam penerapan metodologi
dengan menggunakan IRF dan kointegrasi untuk menguji perdagangan satu
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 15
Rahman dan Islam (2006) menggunakan pendekatan kointegrasi Engle-Granger
dan fungsi impuls-respons (IRF) untuk menganalisis keseimbangan perdagangan
Bangladesh; Halicioglu (2007) mempelajari perdagangan Turkey dengan sembilan
mitra dagang dengan menggunakan Vector Error Model koreksi, General IRF, dan
kointegrasi Johansen. Kesimpulan secara umum dari studi mereka adalah mereka
tidak menemukan bukti fenomena J-curve.
Karena beberapa kelemahan metode sebelumnya, maka beberapa peneliti
mempelajari efek J-curve dengan menggunakan metode kointegrasi dan ECM,
pendekatan ini dikembangkan dengan menggunakan model ARDL dalam banyak
penelitian selanjutnya.Misalnya, studi Rehman at.el di Pakistan, efeknya diukur
dengan menggunakan koefisien jangka pendek. Mereka menemukan bahwa
tanda-tanda koefisien pada jangka pendek bertolak belakang dengan tanda-tanda pada jangka
panjang.
Studi lain dari Arora et Al. (2003) meneliti perdagangan India dengan
tujuh mitra dagang industri. Hasilnya adalah tidak ditemukannya bukti efek dalam
jangka panjang di empat negara dan dengan demikian tidak ada kurva J yang
diilustrasikan. Namun, Bahmani-Oskooee et al. (2006) menemukan bukti kuat
efek dinamis untuk perdagangan antara Inggris dan dua puluh mitra dagang teratas
selama 1973-2001. Perdagangan Kanada-AS menampilkan pola yang mirip
dengan kurva J, sementara tiga negara lain menunjukkan efek berosilasi yang
digambarkan sebagai kurva-W. Studi-studi ini, menerapkan teknik kointegrasi
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 16
membuktikan fenomena kurva-J. Kemungkinan disebabkan oleh perilaku industri
yang berbeda-beda, dan data agregat menyembunyikan pergerakan yang terjadi
dalam bentukharian. Akibatnya, disagregasi data arus perdagangan negara
mungkin mampu mengungkapkan keberadaan kurva J khusus industri
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 17
BAB 3:
METODE ANALISIS
Penelitian ini menggunakan serangkaian prosedur ekonometrika untuk
mengestimasi dinamika peran variabel bebas terhadap variabel tak bebas, serta
untuk mengetahui respon variabel tak bebas terhadap external shock. Prosedur
ekonometrika yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian
disertasi ini adalah:
1. Pengujian sifat stasioner terhadap data runtun waktu, beserta optimal
lag-nya untuk memastikan bahwa variabel yang teramati memiliki
sifat stasioner.
2. Pengujian kointegrasi bisa dianggap sebagai pengujian awal untuk
menghindari situasi spurious regression. Disamping itu, persamaan
yang terbentuk pada pengujian kointegrasi dapat dianggap sebagai
gambaran hubungan jangka panjang antar variabel bebas dan
variabel tak bebasnya (Green, 2000: hal.790) dan mengindikasikan
proses penyesuaian yang dinamis (Wang, 2009: hal. 59)
3. Estimasi model Vector Autoregressive (VAR) jenis Vector Error
Correction (VEC). Model VAR untuk jenis VEC adalah jenis yang
restriktif dengan menentukan variabel endogen dan eksogennya
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 18
4. Estimasi Impulse Response Function (IRF) dan Variance
Decomposition (VD) untuk menganalisis dampak perubahan yang
terjadi sebagai akibat adanya faktor inovasi (external shock). IRF
dan VD merupakan konsekuensi logis dari model VAR.
Gambar 3.1:
Diagram Alir Metode Analisis
UJI INTEGRASI DATA
UJI KOINTEGRASI
MODEL GRANGER-CAUSALITY
IMPULSE RESPONSE FUNCTION / VARIANCE DECOMPOSITION
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 19
3.1. Spesifikasi variabel dan Sumber Data
Sebagai hasil turunan dari kerangka teoritikal dasar, maka dapat disusun
kebutuhan data untuk variabel penelitian ini.
Tabel 3.1:
Variabel, Spesifikasi Variabel dan Sumber Data
NO VAR KETERANGAN SUMBER
1
Nilai Tukar: RPUSA RPCNY
Ukuran terhadap nilai tukar, bisa dalam bentuk Nominal Exchange Rate (NER), Effective Exchange Rate (EER) atau Real Effective Exchange Rate (REER), untuk Rp/USD dan Rp/CNY International Financial Statistic, IMF Bank Indonesia Badan Pusat Statitik Perode pengamatan 2012-Januari sampai dengan 2019-Oktober 2 Export: TOTEX EXCHINA EXUSA
Nilai export Indonesia CIF dalam bentuk US Dollar
3 Import: TOTIM IMCHINA
IMUSA
Nilai Import Indonesia CIF dalam bentuk US Dollar
3.2. Teknik Analisis
Prosedur ekonometrika yang akan digunakan untuk menjawab
permasalahan penelitian ini adalah:
1. Pengujian sifat stasioner data time series, beserta optimal lag-nya untuk
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 20
2. Pengujian Cointegration bisa dianggap sebagai pengujian awal untuk
menghindari situasi spurious regression. (Green, 2000: hal.790 dan
Wang, 2009: hal. 59)
3. Estimasi model Vector Error Correction (VEC) sebagai variasi dari
Vector Autoregression (VAR)
4. Estimasi Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition
(VD) untuk menganalisis perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya
faktor inovasi (external shock).
Pengujian Stasioneritas Variabel. Stationary process pada data time series
dikenal sebagai weak stationary, memiliki tiga (3) kelengkapan, yaitu:
1. Mean : E(Yt) =
2. Variance : var (Yt) = E(Yt -)² = ²
3. Covariance : k = E[(Yt - )(Yt+k - )]
Apabila data memiliki sifat stasioner maka mean, variance, dan covariance akan
sama tanpa tergantung pada ukuran data tersebut, inilah yang disebut dengan time
invariant. Data time series dikatakan memiliki sifat stasioner pada derajad satu
atau I(1) berarti data tersebut memiliki unit root derajad satu (1) atau terintegrasi
pada derajad satu.
Secara umum digunakan symbol I(d), secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
( )
Penelitian ini akan menggunakan teknik pengujian stasioner Kwiatkowski,
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 21
lanjut dari model Dickey-Fuller. Sehingga memahami teknik pengujian KPSS
akan lebih mudah jika memahami konsep Dickey-Fuller terlebih dahulu.
Augmented Dickey-Fuller Test. Berawal dari model pengujian stasioneritas
Dickey-Fuller yang didasarkan atas persamaan:
;
Hipotesis yang diterapkan pada persamaan tersebut adalah:
H0 : = 0; dan Ha : < 1
Nilai dievaluasi dengan menggunakan : ( )̂̂
Namun demikian, pengujian dengan menggunakan distribusi-t tidak menunjukkan
konsistensi hasil.
Standar unit-root Dickey-Fuller ternyata hanya memiliki validitas jika
data berada dalam proses AR(1). Jika data berada dalam order yang lebih tinggi
maka asumsi white-noise untuk kesalahan pengganggu akan terlanggar. Oleh
sebab itu pengujian Dickey-Fuller standar diperbaiki prosesnya menjadi
Augmented Dickey-Fuller (ADF). Konstruksi pengujian ADF menggunakan
faktor koreksi parametric untuk order tinggi dengan menerapkan asumsi bahwa
data yang bersangkutan mengikuti pola AR(p) dan ditambahkan lag operator pada
perubahan data. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
Disamping keunggulan dari sisi operator lag untuk autoregressive yang lebih
longgar, ternyata ADF juga bersifat asimptotik pada eksistensi proses moving
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 22
The Kwiatkowski, Phillips, Schmidt dan Shin test (KPSS) melakukan
pengujian stasioneritas dengan menggunakan asumsi bahwa data yang diuji
memiliki trend stationary (hipotesis nol). Perhitungan KPSS didasarkan pada nilai
residual OLS dari regresi terhadap yt terhadap variabel eksogen xt.
Evaluasi terhadap didasarkan atas statistik LM: ∑ ( )
VAR sering digunakan untuk sistem peramalan pada data time series dan
untuk menganalisis dampak dinamis yang ditimbulkan oleh keslahan penggangu
dalam sistem persamaan. Secara matematis sistem VAR dapat dirumuskan
sebagai berikut:
dimana merupakan vector inovasi yang non-autocorrelated, E( ) = 0
(white-noise innovation). Vector inovasi merupakan independent Gaussian, karena
memiliki means = 0 dengan variance = ². Implikasinya adalah tidak memiliki kecenderungan terjadi korelasi serial tetapi dimungkinkan memiliki korelasi lintas
persamaan.
Vector Error Correction Model (VEC) merupakan restricted VAR yang
didisain untuk digunakan dalam kondisi data non-stasioner yang dapat
menghasilkan model yang terkointegrasi (WMS, 2009.p. 478).
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 23
Dalam model sederhana tersebut error correction term (ECT) adalah
yang berada di sisi kanan persamaan, ( ). Jika variabel y dan x menyimpang dari keseimbangan jangka panjang maka nilai ECT ≠ 0 dan jika
berada dalam jalur jangka panjang maka ECT = 0. Koefisien mengukur
penyesuaian atau speed of adjustment dari variabel endogen untuk mengarah ke
jalur keseimbangan jangka panjang.
Berawal dari model VEC, yang mampu menggambarkan adanya shock
sehingga menempatkan persamaan pada interpretasi jangka pendek, maka Impulse
Response Function (IRF) digunakan untuk menangkap variabel mana yang
responsive terhadap terjadinya external shock. IRF dibangun dari model VAR,
dengan berbagai modifikasinya, termasuk VEC.
Dalam penelitian ini model IRF akan dibangun berdasarkan VEC karena
IRF akan menjadi lebih konsisten (Ben-Kaabia,2002). Secara umum model IRF
adalah:
( )
∑
∑
IRF ditunjukkan oleh besaran yang menggambarkan response variabel y
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 24
BAB 4:
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan dan pembahasan akanmerupakan bahasan yang
dilakukan untuk setiap tahap perhitungan. Dimulai dari pengujian
stasioneritas-kointegrasi-kausalitas Engle Granger dan Impulse Response.
4.1. Uji Stasioneritas dan Kointegrasi
Sebelum membangun sebuah mdel statistik time-series, maka harus
dipastikan variabel yang terlibat di dalamnya harus besifat stasioner. Adapun
ketyika variabel-variabel tersebut membentuk persamaan, maka dilanjutan dengan
uji kointegrasi.
Berdasarkan bangun persamaan berikut ini, maka akan dilakukan kedua
uji tersebut secara bersamaan:
Model 1:
Model 2:
Model 3:
Hasil pengujian stasioneritas menggunakan dua metode, yaitu ADF dan KPSS,
hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Pengujian ADF mensyaratkan statistik-T
harus signifikan untuk disebut bersifat stasioner. Hasil pengjan menunjukkan
semua variabel memiliki kederungan signifiann pada derajad pertama, I(1).
Sedangkan untuk model pengujian KPSS mensyaratkan LM-Statistik harus tidak
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 25
dengan hasil pengujian ADF kecuali variabel impor Indonesia dari China
(IMCHINA) yang kecenderungannya stasioner pada derajad dua, I(2).
Tabel 4.1:
Stasioneritas: ADF dan KPSS VARIABEL &
TEST TYPE
ADF (Prob) KPSS (LM Stat) Level 1st Difference Level 1st Difference TOTEX Contant: Constant Linear Trend:
0.146 0.412 0.000 0.000 0.353*** 0.263* 0.209 (ts) 0.192 (ts) TOTIM Contant: Constant Linear Trend:
0.389 0.767 0.000 0.000 0.305 (ts) 0.251 * 0.103 (ts) 0.066 (ts) EXCHINA Contant: Constant Linear Trend:
0.013 0.063 0.000 0.000 0.308 (ts) 0.241 * 0.189 (ts) 0.109 (ts) IMCHINA Contant: Constant Linear Trend:
1.000 1.000 0.013 0.012 0.958* 0.239* 0.500 ** 0.500* RPCNY Contant: Constant Linear Trend:
0.019 0.053 0.197 0.169 0.224 (ts) 0.210 ** 0.115 (ts) 0.088 (ts) EXUSA Contant: Constant Linear Trend:
0.043 0.000 0.000 0.000 0.881* 0.099 (ts) 0.034 (ts) 0.032 (ts) IMUSA Contant: Constant Linear Trend:
0.054 0.079 0.000 0.000 0.656 ** 0.253 * 0.243 (ts) 0.245 * RPUSA Contant: Constant Linear Trend:
0.321 0.085 0.024 0.097 1.106 * 0.223 * 0.048 (ts) 0.023 (ts)
Berdasarkan pengujian stasioneritas di atas, mka terbuka peluang untuk
membangun model persamaa yang terkointegrasi. Hasil pengujian kointegrasi
menggunakan Single Equation Cointegration.
Hasil penguja kointegrasi menunjukkan, Model-1 semua variabel
berpotens untuk menjadi variabel dependent (dan sekaligus independent),
sedangkan Model-2 hanya variabel IMCHINA dan Model-2 hnya terbentuk sat
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 26
Tabel 4.2:
Single Equation Cointegration Test
DEPENDENT STATISTIC PROB Z-STATISTIC PROB MODEL-1 D(RPUSA) -9.99573 0.000 -96.3054 0.000 D(TOTEX) -10.2472 0.000 -209.423 0.000 D(TOTIM) -12.1388 0.000 -298.631 0.000 MODEL-2 D(RPCNY) -2.329612 0.579 -32.5328 0.007 D(EXCHINA) -9.845123 0.000 -190.623 0.000 D(DIMCHINA) -6.03259 0.000 19.7804 0.999 MODEL-3 D(RPUSA) -3.20257 0.185 454.404 0.999 D(EXUSA) -16.2024 0.000 -541.623 0.000 D(IMUSA) -7.96929 0.000 105.936 0.999 4.2. Engle-Granger Causality
Pada bagian ini akan diuji apakah ada hubungan kausalitas, baik yang
bersifat hubungan searah (one-directional) maupun hubungan dua arah
(bi-directional) antar variabel dalam Model-1; Model-2; maupun Model-3. Pengujan
akan menggnakan Engle-Granger Causality. Namun sebelumnya akan ditentukan
lag-optimum berdasarkan Akakike Information Criteria (AIC) yang memiliki
stabilitas hasil pengkuran lebih baik untuk sampel kecil.
Hasil pengukuran Lag-Optimum adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3:
Akake Information Crieria
MODEL AIC LAG
MODEL-1 49.01237* 2
MODEL-2 43.03245* 8
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 27
Berdasarkan hasil Granger-Causality pada tabel 4.4 terlihat bahwa
terdapat hubungan dua arah antara nilai tukar Rp/USD dengan Total Export,
sedangkan Total Impor memiliki hubungan searah dengan Total Export dan nilai
tukar Rp/USD
Tabel 4.4:
VAR Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Date: 11/01/06 Time: 11:05
Sample: 2012M01 2019M10 Included observations: 91
Dependent variable: D(RPUSA)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(TOTEX) 3.638013 2 0.1622
D(TOTIM) 7.018148 2 0.0299
All 7.124516 4 0.1295
Dependent variable: D(TOTEX)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(RPUSA) 4.301145 2 0.1164
D(TOTIM) 8.160558 2 0.0169
All 10.32099 4 0.0354
Dependent variable: D(TOTIM)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(RPUSA) 4.648788 2 0.0978
D(TOTEX) 13.83983 2 0.0010
All 16.50039 4 0.0024
Sedangkan untuk kasus hubungan ekonomi Indonesia China tidak terdapat
hubungan antara ketiga variabel. Perlu mendapat catatan disini bahwa China
memiliki kebijakan nilai tukar yang bersifat manage floating exchange rate yang
sangat ketat dan nyaris menyerupai fixed exchange rate. Baru sekitar 2019an
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 28
nilai tukarnya, dan disampaikan oleh IMF bahwa China semakin mendekatkan diri
dengan nilai pasar.
Tabel 4.5:
VAR Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Sample: 2012M01 2019M10
Included observations: 90
Dependent variable: D(RPCNY)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(EXCHINA) 3.249826 2 0.1969
D(DIMCHINA) 1.236822 2 0.5388
All 4.526613 4 0.3394
Dependent variable: D(EXCHINA)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(RPCNY) 3.840361 2 0.1466
D(DIMCHINA) 0.479266 2 0.7869
All 4.213382 4 0.3779
Dependent variable: D(DIMCHINA)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(RPCNY) 0.757031 2 0.6849
D(EXCHINA) 2.555714 2 0.2786
All 3.241430 4 0.5183
Sedangkan hubungan ekonomi antara Indonesia dan USA yang
menunjukkan hubungan hanyalah import Indonesia yang berasal dari Amerika
Serikat dipengaruhi oleh ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Secara umum, terdapat kecenderungan analisis terhadap hubungan
dagang antar dua negara lebih didominasi oleh hubungan imbal beli, sehingga
terdapat kecenderungan tidak ada hubungan yang kuat antara nilai tukar dengan
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 29
kecenderungan pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan impor sebagai reaksi
atas pergerakan nilai tukar dan pergerakan ekspor.
Tabel 4.6:
VAR Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Date: 11/01/06 Time: 10:41
Sample: 2012M01 2019M10 Included observations: 91
Dependent variable: D(RPUSA)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(EXUSA) 2.227448 2 0.3283
D(IMUSA) 0.984511 2 0.6112
All 3.905360 4 0.4190
Dependent variable: D(EXUSA)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(RPUSA) 3.372205 2 0.1852
D(IMUSA) 1.374305 2 0.5030
All 4.883977 4 0.2994
Dependent variable: D(IMUSA)
Excluded Chi-sq df Prob.
D(RPUSA) 8.628178 2 0.0134
D(EXUSA) 1.334645 2 0.5131
All 10.45251 4 0.0335
4.3. Impulse Response Function dan Variance Decomposition
Dengan mendasarkan diri pada model Granger-Causality maka relevansi
model Impulse Response hanya untuk model-1. Untuk Model-2 dan Model-3
hampir dipastikan dampaknya sangat kecil. Namun tidak menutup kemungkinan
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 30
Dampak pergerakan rupiah terhadap Total Ekspor masih menunjukkan
dampak besar sampai pada lag 2 namun semakin mengecil sampai. Dan pada lag 8
semakin netral dampaknya. Sedangkan dampak perubahan Total Ekspor terhadap
nilai tukar Rp/USD membesar pada lag 2 dan semakin netarl pada lag 6.
Tabel 4.7: -400 -200 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPUSA) to D(RPUSA)
-400 -200 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPUSA) to D(TOTEX)
-400 -200 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPUSA) to D(TOTIM)
-1,000 -500 0 500 1,000 1,500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TOTEX) to D(RPUSA)
-1,000 -500 0 500 1,000 1,500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TOTEX) to D(TOTEX)
-1,000 -500 0 500 1,000 1,500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TOTEX) to D(TOTIM)
-1,000 -500 0 500 1,000 1,500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TOTIM) to D(RPUSA)
-1,000 -500 0 500 1,000 1,500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TOTIM) to D(TOTEX)
-1,000 -500 0 500 1,000 1,500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TOTIM) to D(TOTIM) Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Untuk hubungan perdagangan antara Indonesia dan China, yang menarik
adalah dampak antara nilai tukar Rp/CNY terhadap ekspor maupun impor.
Dampak pergerakan nilai tukar lebih lama bertahan untuk impor Indonesia ke
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 31 Tabel 4.8: -100 0 100 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPCNY) to D(RPCNY)
-100 0 100 200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPCNY) to D(EXCHINA)
-100 0 100 200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPCNY) to D(DIMCHINA)
-200 0 200 400 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(EXCHINA) to D(RPCNY)
-200 0 200 400 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(EXCHINA) to D(EXCHINA)
-200 0 200 400 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(EXCHINA) to D(DIMCHINA)
-1,200 -800 -400 0 400 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DIMCHINA) to D(RPCNY)
-1,200 -800 -400 0 400 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DIMCHINA) to D(EXCHINA)
-1,200 -800 -400 0 400 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DIMCHINA) to D(DIMCHINA) Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Untuk hubungan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat,
menunjukkan dampak pergerakan Rp/USD lebih lama bertahan untuk ekspor
Indonesia ke Amerika daripada impor. Namun dampak yang paling bertahan lama
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 32 Tabel 4.9 -200 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPUSA) to D(RPUSA)
-200 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPUSA) to D(EXUSA)
-200 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(RPUSA) to D(IMUSA)
-200 -100 0 100 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(EXUSA) to D(RPUSA)
-200 -100 0 100 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(EXUSA) to D(EXUSA)
-200 -100 0 100 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(EXUSA) to D(IMUSA)
-150 -100 -50 0 50 100 150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IMUSA) to D(RPUSA)
-150 -100 -50 0 50 100 150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IMUSA) to D(EXUSA)
-150 -100 -50 0 50 100 150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IMUSA) to D(IMUSA) Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 33
BAB 5:
KESIMPULAN
1. Hubungan ekonomi secara makro antara Indonesia dengan dunia
internasional dengan menggunakan standar nilai tukar yang paling banyak
digunakan dalam perekonomian Indonesia (Rp/USD), maka terdapat bukti
empiric fenomena J-Curve
2. Namun dalam kajian hubungan dagang bilateral, hubungan J-curve tidak
ditemukan bukti yang memadai karena adanya kecenderungan hubungan
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page 34
KEPUSTAKAAN
Begovic. S., and S. Kreso, 2017. TheAdverse Effect of Real Effective Exchange Rate Change on Trade Balance in European Transiton Countries. https://doi.org/10.18045/zbefri.2017.2.277
Ben-Kaabia, M., J.M. Gill, dan H. Chebbi, 2002. The Effect of Long-Run Identification on Impulse Response Functions: An Application tothe Relationship between Macroeconomics and Agriculture in Tunisia.
Agricultural Economics Review, Vol.3 No.2 August: 36-48.
Choudhri, E.U. and D.S. Hakura , 2012. The Exchange Rate Pass-Through to
Import and
Export Prices: The Role of Nominal Rigidities and Currency Choice WP/12/226
Choudhri, EU and D.S.Hakura, 2012. The Exchange Rate Pass-Through to Import and Export Prices: The Role o Nominl Rigidities and Currency Choice. IMF orking Paper, WP/12/226.
Elsadig, A., 2014. The Real Effective Exchange Rate Impact on ASEAN-5 Economic Growth; https://www.researchgate.net/publication/268801311 Firdaus, M. , 2018. Dampak Pergeakan Nilai Tukar Rupiah tehadap Aktivtas
Ekpor dan Impor Nasiona. Kerjasama antara: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor dan Indonesia EXIM Bank.
Green, W.H., 2000. Econometric Analysis. Prentice Hall.
Leigh, D., et.al. , 2017. Exchange Rates and Trade: A Disconnect? WP/17/58 Nawatmi, S., 2012. Volatilitas Nilai Tukar Dan Perdagangan Interasional (The
Exchange Rate Volatility and International Trade)
Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, Mei 2012, Hal: 41 - 56 Vol. 1, No. 1
Putra, A.A, H. Lindawati, S.F Sari, 2016. Are The ASEAN-5 Foreign Exchange Markets Effcient? Evidence from Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapore, and Philippines: Post-Global Economic Crisis 2008 Indonesian Capital Market Review 8 (2016) 83-93
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page i
LAMPIRAN: Uji Stasioneritas ADF & KPSS
1. TOTAL EXPORT INDONESIA (TOTEX) A. ADF - Level
Null Hypothesis: TOTEX has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.395475 0.1458 Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230 10% level -2.583740 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: TOTEX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.332999 0.4120 Test critical values: 1% level -4.060874
5% level -3.459397 10% level -3.155786 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B. ADF – 1st DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(TOTEX) has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.63560 0.0000 Test critical values: 1% level -3.503879
5% level -2.893589 10% level -2.583931 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page ii
Null Hypothesis: D(TOTEX) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.66220 0.0000 Test critical values: 1% level -4.062040
5% level -3.459950 10% level -3.156109 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
C. KPSS – Level
Null Hypothesis: TOTEX is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat. Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.353696 Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000 5% level 0.463000 10% level 0.347000 *Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: TOTEX is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat. Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.263142 Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000 5% level 0.146000 10% level 0.119000 *Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
D. KPSS-1st DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(TOTEX) is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 33 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat. Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.209360 Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000 5% level 0.463000 10% level 0.347000 *Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page iii
Null Hypothesis: D(TOTEX) is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 37 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat. Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.192085 Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000 5% level 0.146000 10% level 0.119000 *Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
2. EXPORT-OIL INDONESIA (OILEX) A. ADF - Level
Null Hypothesis: OILEX has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.482810 0.5379 Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230 10% level -2.583740 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: OILEX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.127080 0.5238 Test critical values: 1% level -4.060874
5% level -3.459397 10% level -3.155786 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B. ADF – 1st DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(OILEX) has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -17.41954 0.0001
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page iv
Test critical values: 1% level -3.503049 5% level -2.893230 10% level -2.583740 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(OILEX) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -17.35497 0.0000 Test critical values: 1% level -4.060874
5% level -3.459397 10% level -3.155786 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
C. KPSS - Level
Null Hypothesis: OILEX is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat. Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 1.088757 Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000 5% level 0.463000 10% level 0.347000 *Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: OILEX is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat. Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.225323 Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000 5% level 0.146000 10% level 0.119000 *Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page v Null Hypothesis: D(OILEX) is stationary
Exogenous: Constant
Bandwidth: 9 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.102213
Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000
5% level 0.463000
10% level 0.347000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: D(OILEX) is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 10 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.070713
Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000
5% level 0.146000
10% level 0.119000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
3. EXPORT-NON-OIL INDONESIA (NOILEX) A. ADF - Level
Null Hypothesis: NOILEX has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.747860 0.0700
Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230
10% level -2.583740
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: NOILEX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.894270 0.1692
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page vi
5% level -3.459397
10% level -3.155786
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B. ADF – 1st DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(NOILEX) has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.85245 0.0000
Test critical values: 1% level -3.503879
5% level -2.893589
10% level -2.583931
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NOILEX) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.85266 0.0000
Test critical values: 1% level -4.062040
5% level -3.459950
10% level -3.156109
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B. KPSS - Level
Null Hypothesis: NOILEX is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.337928
Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000
5% level 0.463000
10% level 0.347000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: NOILEX is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page vii Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.255547
Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000
5% level 0.146000
10% level 0.119000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
D. KPSS – 1st DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(NOILEX) is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 64 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.360099
Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000
5% level 0.463000
10% level 0.347000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: D(NOILEX) is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 56 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.304776
Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000
5% level 0.146000
10% level 0.119000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
EXPORT INDONESIA KE CHINA (EXCHINA) A. ADF - Level
Null Hypothesis: EXCHINA has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.400682 0.0134
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page viii Null Hypothesis: EXCHINA has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.358170 0.0635
Test critical values: 1% level -4.059734
5% level -3.458856
10% level -3.155470
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B. ADF – 1st DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(EXCHINA) has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.27065 0.0000
Test critical values: 1% level -3.503879
5% level -2.893589
10% level -2.583931
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(EXCHINA) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.20401 0.0000
Test critical values: 1% level -4.062040
5% level -3.459950
10% level -3.156109
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
KPSS – Level
Null Hypothesis: EXCHINA is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.308045
LAPORAN PENELITIAN: Perilaku Dinamis Nilai Tukar dan Perdagangan – Nusantara, et.al. Page ix
5% level 0.463000
10% level 0.347000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: EXCHINA is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.240890
Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000
5% level 0.146000
10% level 0.119000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
C. KPSS – 1ST DIFFERENCE
Null Hypothesis: D(EXCHINA) is stationary Exogenous: Constant
Bandwidth: 12 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.189454
Asymptotic critical values*: 1% level 0.739000
5% level 0.463000
10% level 0.347000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
Null Hypothesis: D(EXCHINA) is stationary Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 12 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
LM-Stat.
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin test statistic 0.108917
Asymptotic critical values*: 1% level 0.216000
5% level 0.146000
10% level 0.119000
*Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (1992, Table 1)
4. EXPORT INDONESIA KE USA (EXUSA) A. ADF - Level
Null Hypothesis: EXUSA has a unit root Exogenous: Constant