• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Muh Akbar

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

NAMA KELOMPOK 7

1. LISTA PATIUNG ( D081211056 ) 2. M. FARREL RISAI ( D081211058 )

3. MUH AKBAR ( D081211062 )

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN

2022

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Internalisasi dan Aktualisasi Ideologi Pancasila” dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pancasila. Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Internalisasi dan Aktualisasi terhadap Ideologi Pancasila. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan pancasila yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun makalah ini. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB 1 PENDAHULUAN...4

A. Latar Belakang...4

B. Batasan Masalah...4

C. Tujuan...5

BAB II PEMBAHASAN...6

A. Pengertian Pancasila dan Paradigma...6

B. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Poleksosbudhankam...6

1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Politik dan Hukum...6

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya...7

3. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Hankam...9

4. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama...11

5. Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK...11

BAB III PENUTUP...15

Kesimpulan...15

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.

Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.

Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.

Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.

Istilah paradigma makin lama makin berkembang dan biasa dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu, termasuk dalam pembangunan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penulisan ini akan diberi judul “ Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Pertahanan Keam anan:.

B. Batasan Masalah

Untuk menghindari kesimpangsiuran penulis dalam membuat makalah ini, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas di makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Apa Pancasila dan Paradigma?

(5)

b. Bagaimana Hubungan Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang Poleksosbudhankam?

c. Bagaimana pengaruh Pancasila sebagai paradigma pengembangan dalam kehidupan beragama?

d. Bagaimana Implementasi Pancasila sebagai pengembangan Ipteks?

C. Tujuan

Tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk : a. Memberikan pemahaman tentang Pancasila.

b. Mengetahui hubungan Pancasila dengan pembangunan Poleksosbuddhankam.

c. Mengetahui pengaruh hubungan Pancasila dengan pengembangan kehidupan Beragama.

d. Ingin mengetahui implementasi Pancasila dengan pengembangan IPTEKS.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila dan Paradigma

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945 .

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.

Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.

B. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Poleksosbudhankam.

1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Politik dan Hukum

Indonesia adalah Negara hukum ini berarti hukum merupakan sarana utama untuk mengatur kehidupannya. Hukum dalam hal ini harus diartikan dalam pengertian yang luas. Dalam konteks Indonesia sebagai Negara hukum, hukum harus dijadikan sebagai saringan yang harus dilalui oleh konsep apapun yang akan diterapkan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi diakui bahwa tidak semua hal dapat dicapai melalui saluran hukum formal, sekalipun hukum formal adalah yang idealnya. Dalam hal ini terjadi proses interaksi saling tarik menarik dan

(7)

pengaruh mempengaruhi yang intensif antara hukum dan berbagai proses yang berlangsung dalam masyarakat.

Dalam Politik Hukum nasional ditegaskan bahwa sasaran pembangunan hukum adalah terbentuk dan berfungsinya system hukum nasional yang mantap bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, yang didukung oleh aparat hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum. Dengan demikian terlihat bahwa pembangunan hukum mrupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan.

Bagi Indonesia dalam melakukan pembangunan diperlukan suatu perencanaan pembangunan, dan prencanaan pembangunan itu perlu memanfaatkan hukum karena : a. Hukum merupakan hasil penjelajahan ide dan pengalaman manusia dalam

mengatur hidupnya.

b. Hakekat pengadaan dan keberadaan hukum hukum dalam masyarakat;

c. Fungsi mengatur yang telah didukung oleh potensi dasar yang terkandung dalam hukum yang melampaui fungsi mengatur, yaitu sebagai pembri kepastian, pengaman, pelindung, dan penyeimbang yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif;

d. Dalam isu pembangunan global itu hukum telah dipercaya unuk mengemban misinya yang paling baru yaitu sebagai sarana perubahan social atau sarana pembangunan.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pembangunan bidang sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, aman, tentram, dan damai. Pertimbangan ini menjadi sangat strategis manakala kita dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kepentingan yang beragam sesuai dengan kemajemukan etnis, agama, ras, dan sistem nilai yang tercakup dalam kebudayaannya.

Pemikiran tersebut bukan berarti bahwa bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh budaya asing. Artinya, pengaruh budaya asing harus diterima apabila diperlukan dalam membangun masyarakat Indonesia yang modern. Namun, perlu diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti masyarakat yang berbudaya barat, melainkan

(8)

masyarakat yang tetap berpijak pada akar budayanya. Nilai-nilai kehidupan yang telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia dan dianggap masih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern harus tetap dipelihara dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya. Dengan kata lain, nilai-nilai kehidupan yang telah mengakar harus menjadi dasar dan paradigma pembangunan sosial budaya.

Bardasarkan pemikiran diatas maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan satu-satunya paradigma pembangunan bidang social budaya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Baik buruknya perencanaan, proses dan hasil pembangunan bidang sosial budaya harus diukur dengan Pancasila.

Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial budaya bukan satu-satunya jaminan akan tercapai keberhasilan secara optimal. Banyak factor yang dapat mempengaruhi keberhasilan, seperti keyakinan bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai Pancasila, konsekuen tidaknya bangsa Indonesia melaksanakan pancasila, pengaruh nilai-nilai asing yang terus masuk seiring dengan proses globalisasi.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan dan kehidupan social berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan social budaya tidak menciptakan kesenjangan,kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan social.

Paradigma –barudalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya.

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah ya komuniti- komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat

(9)

persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:

a. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

b. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;

c. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;

d. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;

e. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

3. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Hankam

Salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Untuk itu, pemerintah berkewajiban membangun system pertahanan dan keamanan yang mampu mewujudkan tujuan atau cita-cita tersebut. Namun, para pendiri negara menyadari bahwa tugas tersebut bukan pekerjaan yang ringan. Oleh karena itu, tugas ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau sekelompok orang saja, melainkn menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.

Atas pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan sistem

“pertahanan dan keamanan rakyat semesta” (hankamrata). System ini pada dasarnya

(10)

sesuai dengan nilai nilai Pancasila, dimana pemerintah dan rakyat (baik perseorangan maupun kelompok) memiliki hak dn kewajiban yang sama dalam usaha bela negara.

Pancasila juga menganjurkan agar bangsa Indonesia dapat hidu berdampingan secara damai : saling membantu, menolong, menjaga perasaan orang atau kelompok lain, mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati sehingga terbentuk kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan. Pengembangan Hankam negara tetap bertumpu dan berpegang pada pendekatan historis Sishankamrata. Sishankamrata yang kita anut selama ini adalah sistem pertahanan dan keamanan negara yuang hakikatnya adalah perlawanan rakyat semesta. Dalam arti bahwa kemampuan penangkalan yang diwujudkan oleh sistem ini, sepenuhnya disandarkan kepada partisipasi, semangat dan tekat rakyat yang diwujudkan dengan kemampuan bela negara yang dapat diandalkan. Kesemestaan harus dibina sehingga seluruh kemampuan nasional dimungkinkan untuk dilibatkan guna menanggulangi setiap bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. .

Seluruh wilayah merupakan tumpuan perlawanan dan segenap lingkungan harus dapat didayagunakan untuk mendukung setiap bentuk dan kesemestaan, memang menuntut pemanduan upaya lintas sektoral serta pemahaman dari semua pihak, baik yang berada di suprastruktur politik maupun di infrastruktur politik. Corak perlawanan rakyat semesta tersebut dengan sendirinya merupakan kebutuhan, baik konteks kesiapan menghadapi kontinjensi sosial yang setiap saat bisa terjadi, maupun menghadapi kontijensi bidang hankam. Disamping itu TNI juga mendapat embanan tugas bantuan yang meliputi : Pertama, membantu penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan. Kedua, memberikan bantuan kepada kepolisian atas permintaan. Ketiga, membantu tugas pemeliharaan perdamaian dunia.

Meskipun MPR telah dapat menetapkan peran TNI, maka masih diperlukan payung hukum yang menjadi dasar dari perubahan fungsi dan organisasi.

Sebagaimana diketahui Tap MPR merupakan aturan dasar yang melalui undang- undang dapat berwujud Verbindliche Rechtsnormen yang disertai paksaan dan hukuman. Tingkat pertama undang-undang merupakan tempat selain untuk merinci aturan dasar yang terdapat dapam Tap MPR, juga untuk menjadikan aturan dasar itu mempunyai kekuatan memaksa hukum bagi pelanggar-pelanggarnya.

(11)

4. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama

Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia mengalami adanya suatu kemunduran, yaitu kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. hal ini dapat kita lihat adanya suatu kenyataan banyak terjadinya konflik sosial pada masalah-masalah SARA, terutama pada masalah agama, sebagai contoh tragedi di Ambon, Poso, Medan, Mataram, Kupang, dan masih banyak lagi daerah yang lain yang terlihat semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama sehingga menyimpang dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk dapat hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta ini. Sebagai makhluk Tuhan YME manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan YME dimanapun mereka hidup. Akan tetapi Tuhan menghendaki kehidupan manusia yang penuh kedamaian dengan hidup berdampingan, saling menghormati, meskipun Tuhan menciptakan adanya perbedaan, berbangsa-bangsa, bergolong-golong, berkelompok, baik sosial, politik, budaya maupun etnis tidak lain untuk kehidupan yang damai berdasar pada kemanusiaan.Dalam Pokok Pikiran IV, negara menegaskan bahwa, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini berarti bahwa kehidupan dalam negara berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan memberikan kebebasan atas kehidupan beragama atau dengan menjamin atas demokrasi dibidang agama. Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran yang sesuai dengan keyakinan masing-masing dengan mendasarkan pergaulan kehidupan dalam beragama atas nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berdasar bahwa pemeluk agama adalah bagian dari umat manusia di dunia. Maka sudah seharusnya negara Indonesia mengembangkan kehidupan beragama ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan yang beradab.

5. Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK

Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat. Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu

(12)

nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam internet). Ada beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu:

a. Dimensi Reality.

Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.

b. Dimensi Idealisme.

Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.

c. Dimensi Fleksibility.

Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan YME.

Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai – nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :

1) Aspek ontology

Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :

(13)

a) Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

b) Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.

c) Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya – karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.

2) Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir.

3) Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.

Sila-sila pancasila yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK:

Sila ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap beradab karena IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu, pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia. Iptek bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia. Namun, harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.

Sila persatuan Indonesia mengkomplementasiakan universalitas dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, artinya setip ilmuan

(14)

harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun di bandingkan dengan penemuan lainnya.

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengkomplementasikan pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya senndiri maupun dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.

(15)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia- manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.

Keanekaragaman suku, adat-istiadat, dan agama serta berada pada ribuan pulau yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi keanekaragaman kehendak dalam kehidupan bermasyarakat, karena tumbuhnya sikap premordalisme sempit, yang akhirnya dapat terjadi konflik yang negative, oleh karena itu dalam kehidupan dilingkungan bermasyarakat dibutuhkan alat perekat antar masyarakat dengan adanya kesamaan cara pandang tentang misi dan visi yang ada di lingkungan masyarakat. Dengan adanya Pancasila dapat dijadikan sebagai suatu elemen mampu menahan emosi dari banyaknya perbedaaan kebudayaan di lingkungan masyarakat. Agar dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, aman, tentram, nyaman, dan adil di lingkungan masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaspisahkan dari. kehidupan bangsa

Penyataan hidup berbangsa dan bernegara bagi kita bangsa Indonesia tidak dapat dilepas pisahkan dari sejarah masa lampau. Demikianlah halnya dengan terbentuknya

Namun apabila kita semua, termasuk para elit politik, cinta dan setia kepada negara dan bangsa, dengan penuh tanggung jawab, Pancasila sebagai pegangan hidup berbangsa dan bernegara

 MENEGASKAN BAHWA BANGSA INDONESIA MEYAKINI DAN MENGHORMATI KODRAT, HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK CIPTAAN TUHAN YME YANG DIANUGERAHI. AKAL BUDI DAN

yang berarti dasar. Jadi Pancasila merupakan lima dasar negara yang harus dijadikan pedoman hidup bagi seluruh bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak

Sebagai bangsa yang telah memiliki pandangan hidup Pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan ipteks didasarkan atas paradigma Pancasila.. Oleh karena itu,

Di era sekarang menjadi penting bagi mahasiswa untuk berbenah diri dan mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara dengan jiwa Pancasila sehingga mahasiswa dapat