MAKALAH PENYIDIKAN
Disusun Oleh :
Charly A Samori (2020021014355)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI CENDERAWASIH
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah ini tepat waktu.
Penulisan makalah berjudul “Penyidikan” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak.. Kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pembaca.
Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...i
Daftar Isi...ii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...2
BAB II PEMBAHASAN...3
2.1 Pengertian Penyidikan...3
2.2 Fungsi Penyidikan...4
2.3 Pejabat penyidik, Tugas dan Kewenangannya...4
2.4 Tugas dan Wewenang Penyidik Pembantu...6
2.5 Tugas dan wewenang penuntut umum...7
2.6 Tahap penyidikan...9
2.7 Visum Et Repertum...10
BAB III PENUTUP...16
3.1 Kesimpulan...16
Daftar Pustaka...17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dakam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Dilihat dari segi hukum ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan ada juga perilaku yang sesuai dengan norma. Perilaku yang sesuai dengan norma hukum
tentunya tidak menjadi masalah. Namun, jika perilaku yang tidak sesuai dengan norma sangat rentan dapat menimbulkan permasalahan dan merugikan masyarakat. Salah satu perilaku yang tidak sesuai dengan norma yaitu kejahatan.
Kejahatan merupakan suatu tindakan yang melawan hukum atau perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat, yang berarti bertentangan dan menghambat terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat dianggap baik dan adil. Kejahatan pun hanya dapat dicegah dan dikurangi karena sangat sulit untuk diberantas sampai tuntas. Penegakan hukum dijalankan oleh aparat penegak hukum, aparat penegak hukum yang berada di garis depan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan yang menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang ada agar menciptakan disiplin dalam
bermsyarakat, terutama ketika terjadi suatu tindak pidana, maka polisi yang pertama menanganinya.
Menyidik artinya pemeriksaan awal oleh pejabat-pejabat yang telah ditentukan atau telah tercantum dalam Undang-undang. Sehingga apabila ada laporan atau pengaduan seseorang atau masyarakat tentang adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, maka polisi wajib untuk segera menindak lanjuti laporan atau aduan tersebut. Dalam proses penyidikan yaitu dalam proses pemeriksaan tersangka seorang penyidik harus menggunakan teknik-teknik tertentu agar dapat menggali abnyak informasi dari tersangka. Bukan hal yang mustahil bahwa dalam
proses pemeriksaan tersangka penyidik yang bertugas kurang mampu untuk mendalami atau memahami tingkah laku dari tersangka itu sendiri, sehingga penyidik tentu akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan atau informasi yang diperlukan dan tentu keadaan seperti ini yang dapat menghambat kelancaran pemeriksaan. Namun dalam kenyataannya sering terjadi kekerasan dalam proses pemeriksaan tersangka.
Untuk itu diperlukan keterampilan penyidik agar dapat menggali keterangan dari
tersangka. Dalam rangka pemeriksaan terhadap tersangka, seorang penyidik tentu tidak hanya menggunakan cara-cara yang biasa namun mereka mempunyai cara-cara
tersendiri dalam melakukan interogasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka ditemukan rumusan masalah berikut : 1. Apa itu Penyidikan ?
2. Apa saja unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan ? 3. Apa saja fungsi penyidikan ?
4. Apa saja wewenang penyidik ? 5. Apa saja tugas seorang penyidik ? 6. Apa itu visum et repertum ?
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penyidikan
Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah
penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan
penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan”
suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” Sedangkan KUHAP sendiri diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah :
1. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakantindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan
2. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik
3. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundangundangan
4. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.
2.2 Fungsi Penyidikan
Fungsi penyidikan ialah mencari dan menemukan kebenaran materiil yaitu kebenaran menurut fakta yang sebenarnya, seperti apa yang dikemukakan R.Soesilo. Bahwa R Soesilo menyamakan fungsi penyidikan dengan tugas penyidikan sebagai berikut :
“Sejalan dengan tugas Hukum Acara Pidana maka tugas penyidikan perkara adalah mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran menurut fakta yang sebenarbenarnya.
2.3 Pejabat penyidik, Tugas dan Kewenangannya
Pasal 1 butir 1 KUHAP menyatakan bahwa : “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
pada pasal 6 ayat (2) KUHAP dalam ayat (2) pasal tersebut ditentukan mengenai syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana, pada bab II pasal 2 ditentukan syarat kepangkatan Penyidik adalah sebagai berikut :
1. Penyidik adalah :
a) Pejabat Polisi Negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi, Sekarang dengan berdasarkan Surat Keputusan No. Pol. : Skep/ 82
/ VI/ 2000 tentang Penetapan Berlakunya Kembali Penggunaan Pakaian Dinas Harian di Lingkungan POLRI pangkat ini berubah menjadi Inspektur Polisi II (AIPDA Pol.).
b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu.
2. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang
berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.
Dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP ditentukan mengenai wewenang penyidik, yaitu sebagai berikut :
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana 2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka 4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 6) Mengambil sidik jari dan memotret seorang
7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
9) Mengadakan penghentian penyidikan
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Tugas dari seorang penyidik yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan tugas yang paling berat,hal ini dikarenakan harus menemukan bukti-bukti maupun saksi disamping itu harus memperhatikan hak-hak tersangka dan dilakukan pemeriksaan sebagai subyek yang mana tidak boleh ditekan dalam pemeriksaan. Di dalam pemeriksaan ini setiap perkara pidana yang dilakukan oleh penyidik dalam hal ini pihak kepolisian tidak boleh seorang tersangka dianggap bersalah sebelum adanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan tetap.Oleh sebab itulah dalam
pemeriksaan tingkat pendahuluan sangat berhati-hati,hal ini karena nantinya dapat dikatakan melanggar hak asasi manusia. Disamping itu perkembangan kejahatan yang semakin meningkat apalagi ditengah Pandemi Covid -19 saat ini potensi kriminalitas selalu ada bahkan sangat meningkat, terutama dalam situasi seperti ini, membuat aparat kepolisian lebih keras untuk menangani dan memberantasnya.
Berikut adalah tugas dari seorang penyidik :
1. Mengawasi, mengkordinasi dan memberi petunjuk
2. pelaksana pada waktu dimulai penyidikan, dan memberi tahu kepada penuntutumum
3. pelaksana jika penyidikan dihentikan
4. pelaksana jika minta ijin atau lapor kepada ketua pengadilan jika melakukanpenggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat
5. pelaksana jika melakukan pemeriksaan tambahan jika diperlukan
6. dapat memberikan alasan baru untuk melakukan penuntutan dalam hal telahdilakukan penghentian penuntutan
7. pelaksana atas kuasa penuntut umum, mengirim berkas acara cepat kepengadilan 8. pelaksana untuk menyampaikan amar putusan acara cepat kepada terpidana 9. menerima pemberitahuan jika tersangka dalam acara cepat
mengajukanperlawanan.
2.4 Tugas dan Wewenang Penyidik Pembantu.
Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, berdasarkan syarat kepangkatan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal10 ayat (1-2).
Penyidik pembantu mempunyai wewenang, yaitu sebagaimana wewenang penyidik, kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik dan berita acara pemeriksaan/berkas perkara harus
diserahkan ke penyidik, pengecualian berikutnya adalah untuk perkara dengan acara pemeriksaan singkat maka penyidik pembantu dapat langsung menyerahkan berkas perkara kepenuntut umum. (Pasal 10 s/d Pasal 12)
2.5 Tugas dan wewenang penuntut umum.
1. memberi arahan jika hasil penyidikan kurang lengkap
2. memberi perpanjangan (penahanan lanjutan), jika diminta oleh penyidik.
3. pelaksana wajib kirim tembusan surat pelimpahan perkara dan surat dakwaan kepada penyidik
4. pelaksana dalam hal penuntutan dihentikan
5. pelaksana melakukan pemanggilan dan mengajukan tersangka, saksi, barangbukti ke persidangan
6. pelaksana pengajuan banding
7. memberikan pendapat dalam hal permohonan peninjauan kembali 8. pelaksana putusan pengadilan, selaku jaksa.
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Wewenang Penuntut umum yang diatur dalam Pasal 14, antara lain yaitu :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikandari penyidik atau penyidik pembantu.
b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
denganmemperhatikan ketentuan :Pasal 110 ayat (3) yakni : Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasilpenyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
Pasal 110 ayat (4) yakni : Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengambalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari
penuntutumum kepada penyidik.
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau
penahananlanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan olehpenyidik
d. membuat surat dakwaan
e. melimpahkan perkara ke pengadilan
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktuperkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupunkepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;g. melakukan penuntutan
h. menutup perkara demi kepentingan hukum.
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagaipenuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini
j. melaksanakan penetapan hakim.
Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah
hukumnya menurut ketentuan undang-undang. (Pasal 15).4. Tugas ketua pengadilan negeri :
1. memberi atau tidak memberi ijin penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat oleh penyidik
2. memegang wewenang menyidangkan praperadilan 3. memberi atau tidak memberi penahanan lanjutan 4. memimpin persidangan
5. menyelesaikan administrasi permintaan banding
6. membuat berita pendapat dalam hal permintaan peninjauan kembali 7. mengawasi pelaksanaan.
2.5 Tahap penyidikan
Menurut Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia PER-036/1/JA/09/2011 tentang standar operasional prosedur penanganan perkara tindak pidana umum Pasal 1 Angka 7 menjelaskan, ada 2 tahap dalam perkara tindakan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada jaksa penuntut umum.
Dalam angka 18 peraturan ini menjelaskan, jaksa penuntut umum diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim. Berdasarkan Pasal 83 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia PER- 036/1/JA/09/2011, penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada jaksa penuntut umum dilaksanakan di daerah hukum Kejaksaan Negeri perkara itu akan disidangkan.
Ada 2 jenis penyerahan tersangka dan barang bukti yaitu penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti sesuai Pasal 8 Ayat (3) huruf B KUHAP dan penyerahan tersangka dan barang bukti atas permintaan jaksa penuntut umum atau P22 untuk kepentingan pemeriksaan tambahan.
Sebelum terlaksananya tahap 2 penyidikan, penyidik harus memenuhi unsur. Yaitu unsur yang ada di dalam tahap 1 penyidikan sebelum melanjutkan. Menurut
peraturan jaksa agung PER-036/1/JA/09/2011, Pasal 1 angka 6, tahap 1 penyidikan tindakan penyerahan berkas perkara dari penyidik kepada jaksa penuntut umum untuk dilakukan penelitian.
2.6 Visum Et Repertum A. Pengertian
Visum et repertum berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran Forensik.
Sebelumnya ilmu ini dikenal dengan Ilmu Kedokteran Kehakiman, R. Atang Ranoemihardja menjelaskan bahwa Ilmu Kedokteran Kehakiman atau Ilmu
Kedokteran Forensik adalah ilmu yang menggunakan pengetahuan Ilmu Kedokteran untuk membantu peradilan baik dalam perkara pidana maupun dalam perkara lain.
Tujuan serta kewajiban Ilmu Kedokteran Kehakiman adalah membantu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dalam menghadapi kasus perkara yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan kedokteran.
Bentuk bantuan ahli kedokteran kehakiman dapat diberikan pada ketika terjadi tindak pidana di tempat kejadian perkara, pemeriksaan
korban yang luka atau meninggal dan pemeriksaan barang bukti, dimana hal ini akan disampaikan dan diberikan hasilnya secara tertulis dalam bentuk surat yang dikenal dengan istilah visum et repertum.
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”.
Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” yang berarti penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan.
Berdasarkan ketentuan hukum acara pidana Indonesia, khususnya KUHAP tidak diberikan pengaturan secara eksplisit mengenai pengertian visum et repertum. Satu- satunya ketentuan perundangan yang memberikan pengertian mengenai visum et repertum yaitu Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350. Disebutkan dalam ketentuan Staatsblad tersebut bahwa : “Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada saat
pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaikbaiknya. Dari pengertian visum et
repertum tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa visum et repertum adalah
keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan barang bukti guna kepentingan peradilan. Jadi dalam hal ini visum et repertum merupakan kesaksian tertulis dalam proses peradilan.
B. Jenis Visum et Repertum
Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, Visum et Repertum digolongkan menurut objek yang diperiksa sebagai berikut :
1. Visum et repertum untuk orang hidup, jenis ini dibedakan lagi dalam :
a) Visum et repertum biasa. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak penyidik untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
b) Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan.
c) Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
2. Visum et repertum untuk jenazah. Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan outopsi.
3. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.
4. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
5. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.
6. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang
ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau. Dalam penulisan skripsi ini, visum et repertum yang dimaksud adalah visum et repertum untuk orang hidup, khususnya yang dibuat oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap korban tindak pidana perkosaan.
C. Bentuk Umum Visum Et Repertum
Agar didapat keseragaman mengenai bentuk pokok visum etrepertum, maka ditetapkan ketentuan mengenai susunan visum etrepertum sebagai berikut : 1. Pada sudut kiri atas dituliskan “PRO YUSTISIA”, artinya bahwa isi visum et
repertum hanya untuk kepentingan peradian.
2. Di tengah atas di tuliskan jenis Visum Et Repertum serta nomor Visum Et Repertum tersebut.
3. Bagian pendahuluan, merupakan pendahuluan yang berisikan : a. Identitas Peminta Visum Et Repertum
b. Identitas Surat Permintaan Visum Et Repertum
c. Saat penerimaan Surat Permintaan Visum et Repertum d. Identitas Dokter pembuat Visum Et Repertum
e. Identitas korban/ barang bukti yang dimintakan Visum Et Repertum
4. Bagian pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan dokter yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti.
5. Bagian kesimpulan, merupakan kesimpulan dokter atas analisa yang dilakukan terhadap hasil pemeriksaan barang bukti.
6. Bagian penutup, merupakan pernyataan dari dokter bahwa Visum Et Repertum ini dibuat atas dasar sumpah dan janji pada waktu menerima jabatan.
7. Di sebelah kanan bawah diberikan Nama dan Tanda tangan serta cap dinas dokter pemeriksa.
D. Peranan Visum Et Repertum Dalam Proses Penanganan Delik Pidana visum et repertum mempunyai peran sebagai berikut :
a. Sebagai alat bukti yang sah
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) jo pasal 187 huruf c.
b. Bukti penahanan Tersangka
Didalam suatu perkara yang mengaharuskan penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti-bukti yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum Et Repertum yang dibuat oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka.
c. Sebagai bahan pertimbangan hakim
Meskipun bagian kesimpulan Visum Et Repertum tidak mengikat hakim, namun apa yang diuraikan di dalam bagian pemberitaan sebuah Visum Et Repertum adalah merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak pidana, disamping itu bagian pemberitaan ini adalah dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh dokter. Dengan demikian dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi hakim yang sedang menyidangkan perkara tersebut.
Berkaitan dengan di atas bahwa pemeriksaan perkara pidana adalah mencari
kebenaran materiil, maka setiap masalah yang berhubungan dengan perkara pidana tersebut harus dapat terungkap secara jelas. Demikian halnya dengan visum et repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik atau atau dokter ahli lainnya, dapat memperjelas alat bukti yang ada bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sehubungan dengan hakekat
pemeriksaan perkara pidana adalah mencari kebenaran materiil maka kemungkinan menghadapkan Dokter untuk membuat visum et repertum adalah suatu hal yang wajar demi kepentingan pemeriksaan dan pembuktian. Mengenai dasar hukum peranan visum et repertum dalam fungsinya membantu aparat penegak hukum menangani suatu perkara pidana, hal ini berdasarkan ketentuan dalam KUHAP yang memberi kemungkinan dipergunakannya bantuan tenaga ahli untuk lebih
memperjelas dan mempermudah pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana. Ketentuan dalam KUHAP yang memberi dasar hukum bahwa pada
tahap penyidikan penyidik dapat meminta keterangan ahli, dimana hal ini meliputi pula keterangan ahli yang diberikan oleh dokter pada visum et repertum yang dibuatnya atas pemeriksaan barang bukti.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” Sedangkan KUHAP sendiri diatur dalam Undang- undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP ditentukan mengenai wewenang penyidik. Tugas dari seorang penyidik yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan tugas yang paling berat,hal ini dikarenakan harus menemukan bukti-bukti maupun saksi disamping itu harus memperhatikan hak-hak tersangka dan dilakukan pemeriksaan sebagai subyek yang mana tidak boleh ditekan dalam pemeriksaan.
Di dalam pemeriksaan ini setiap perkara pidana yang dilakukan oleh penyidik dalam hal ini pihak kepolisian tidak boleh seorang tersangka dianggap bersalah sebelum adanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan tetap.Oleh sebab itulah dalam pemeriksaan tingkat pendahuluan sangat berhati-hati,hal ini karena nantinya dapat dikatakan
melanggar hak asasi manusia.
Daftar Pustaka
http://digilib.uinsby.ac.id/10724/3/Bab%202.pdf http://scholar.unand.ac.id/38537/2/BAB%20I.pdf http://eprints.ums.ac.id/23918/3/04.BAB_I.pdf