• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERTANGGUNG JAWABAN PEMERINTAHAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

N/A
N/A
geple

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH PERTANGGUNG JAWABAN PEMERINTAHAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA "

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN PEMERINTAHAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disusun Oleh:

Kelompok 3

FACHRUL ROZI PASARIBU (2206200625) AULIA AZ ZIKRI (2206200653) DINI AMANDA (2206200617) SYAHDAN ALWI (2206200528)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2023/2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, November 2022

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. I DAFTAR ISI ……….. II

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

a. Latar Belakang ……….. 1

b. Rumusan Masalah ………. 2

c. Tujuan ………... 2

BAB II PEMBAHASAN ……… 3

a. Pertanggungjawaban Pemerintah Dalam Hukum Administrasi Negara .…………... 3

b. Definisi Undang-Undang Pertanggungjawaban Administrasi Publik .……….. 6

c. Aspek Teoritis Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah ….……… 9

d. Pertanggungjawaban Suatu Pemerintah Dalam Hukum Administrasi Bagi pejabat Yang Menyakahgunakan Kewenangannya Dengan Melakukan Tindak Korupsi …...…... 11

BAB III PENUTUP ……….. 13

a. Kesimpulan ……….. 13

b. Saran ……….... 13

DAFTAR PUSTAKA ………...….. 14

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai salah satu tugas yaitu melindungi dan menciptakan kesejahteraan yang bersifat umum bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Berdasarkan tugas tersebut negara mempunyai kewajiban dalam hal memberikan sarana bagi pemenuhan hak seluruh masyarakat indonesia yang selaras pada tujuan negara yakni mendorong kesejahteraan umum. Pelaksanaan kewajiban tersebut akan menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pihak penyelenggara pemerintah dalam beroperasi aktif bagi seluruh sektor kehidupan social ekonomi bangsa Indonesia. Sehingga pemerintah perlu memberikan tanggung jawab tersebut untuk lebih fokus dalam menjalankan kewajiban dan misi yang telah ditetapkan negara kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Permasalahan yang selalu muncul dalam ruang lingkup hukum yaitu dimana fungsi dari hukum itu sendiri dalam memberikan jaminan mengenai perlindungan dan hukum yang bersifat pasti bagi seluruh masyarakat. Dalam mencapai fungsi tersebut hukum harus berperang dengan beberapa tantangan dan suatu kendala yang menjadi hambatan dalam menjalankan fungsi yang telah ditetapkan berdasarkan kewenangan dari hukum. Salah satu contoh yaitu hukum banyak dijadikan makanan dari instrument rekayasa masyarakat yang diinginkan oleh satu pihak atau pihak penguasa dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga menggunakan hukum tidak sesuai aturan. Jika kita lihat dari sudut pandang masyarakat, banyak instrumen penting dari hukum yang dijadikan untuk mengatur masyarakat dalam mengendalikan penuh yang dipegang oleh para penguasa. Pernyataan- pernyataan tersebut berdasarkan peristiwa yang berturut-turut berlangsung sehingga membutuhkan instrumen hukum yang murni dan pasti dalam memberikan jaminan perlindungan hukum mengenai tindakan yang dilakukan penguasa dalam memberi kepuasan tersendiri dengan mengendalikan masyarakat.

Perkembangan dari pemahaman mengenai fungsi hukum dapat ditampilkan dengan adanya konsep negara hukum yaitu tanggung jawab pemerintah yang memiliki maksud yaitu kewajiban bagi seluruh petinggi negara yang memiliki kuasa penuh untuk mempertimbangkan seluruh tindakan dan pengaruh yang diberikan karena semua akan dijadikan sebagai tanggung jawab dalam hal hukum untuk meminimalisir tingkat kerugian yang didapat masyarakat Indonesia. Konsep dari tanggung jawab yang dimaksud yaitu memiliki pengertian hukum yang saling berhubungan antara hak dan kewajibannya.

Tanggung Jawab dalam konsep hukum mengenai permasalahan pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya dalam hukum administrasi negara dikenal dengan sebutan diskresi. Bentuk tanggung jawab yang dilakukan pemerintah dalam hukum administrasi negara yaitu pelaksanaan pemerintahan dalam mengatasi berbagai tindakan hukum yang tidak sesuai dengan ketetapan yang berlaku dan tidak sesuai dengan tugas dan fungsi pokok yang ditugaskan. Dalam melakukan tindakan hukum, pemerintah harus bersandar pada asas legalitas. Asas ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara. Tindakan hukum mengandung makna penggunaan kewenangan dan di dalamnya tersirat adanya kewajiban pertanggung jawaban.

Pertanggungjawab hukum adalah sikap pemerintah yang mau menunjukan bahwa mereka tidak mau melepaskan diri konsekuensi tindakan hukumnya.

(5)

B. Rumusan Masalah

1) Apa pengertian pertanggungjawaban pemerintah dalam hukum administrasi negara?

2) Apa saja definisi undang-undang pertanggungjawaban hukum administrasi negara?

3) Bagaimana aspek teoritis pertanggungjawaban suatu pemerintah dalam menjalankan administrasi pemerintahan negara?

4) Bagaimana implementasi pertanggungjawaban pemerintah yang menyalahgunakana kewenangannya dalam melaksanakan administrasi pemerintahan yang berhubungan dengan pidana tindakan korupsi?

C. Tujuan

1) Untuk mengetahui apa itu pertanggungjawaban pemerintah dalam hukum administrasi negara

2) Untuk mengetahui bagaimana cara kerja pemerintah dalam mempertanggungjawabkan mengenai administrasi negara.

3) Untuk menyadarkan masyarakat bahwa terdapat jaminan perlindungan bagi warga apabila terjadi kesewenang-wenangan dari pemerintah atas kebijakan atau tindakan pemerintah yang melanggar hukum.

4) Untuk pengedali tindakan para pejabat pemerintah atas pertanggungjawaban tindakannya apabila menyalahgunakan wewenang dalam melaksanakan administrasi negara.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

Dalam suatu negara terdapat jajaran pemerintahan yang bertugas menjalankan segala urusan administrasi negara yaitu mengatur tindakan-tindakan setiap warga negaranya dengan pemerintah. Hukum Administrasi Negara sendiri berasal dari Belanda yang disebut Administratif recht atau Bestuursrecht. Tidak mudah untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara, akan tetapi Hukum Administrasi Negara dapat diartikan sebagai hukum atau aturan yang mengkaji apa yang harus dilakukan dan bagaimana dilakukannya tugas-tugas yang dimiliki oleh alat atau instrument negara.

Hukum Administrasi Negara juga mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Pada dasarnya, hukum administrasi negara mengatur batasan-batasan wewenang tiap-tiap badan negara agar tetap menjalankan tugas yang seharusnya dijalankan. Oleh karena itu, pemerintah dan badan-badannya memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan hukum administrasi negara yang diatur didalam Undang Undang.

A. Pertanggungjawaban Pemerintah Dalam Hukum Administrasi Negara

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. Dalam istilah belanda juga dikenal ada dua istilah, yaitu aansprakelijk dan verantwoordelik. Dalam kamus, pertanggungjawaban berarti dapat dituntut ganti rugi (oleh karena kerugian yang ditimbulkan), dan kerusakan terhadap barang barang yang disebabkan karena kesalahan seseorang, dapat dituntut ganti rugi.

Pertanggungjawaban menurut undang-undang yaitu kewajiban mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar hukum. Kewajiban untuk memikul tanggung jawab dan kewajiban untuk menanggung kerugian yang muncul jika diperlukan, baik dalam hukum maupun dalam hubungan pemerintahan. Berdasarkan perspektif hukum, dalam kehidupan sehari-hari dikenal istilah pergaulan hukum, yang di dalamnya mengisyaratkan adanya tindakan hukum dan hubungan hukum antar subjek hukum. Dalam kamus hukum terdapat dua istilah yang masuk dalam istilah pertanggungjawaban, yaitu dengan istilah liability (the state of being liable) dan responsibility (the state of fact being responsible).

Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban, yang bermakna paling komprehensif meliputi hampir setiap karakter tanggung jawab dan resikonya.

Sementara responsibility merupakan hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas sesuatu kewajiban yang termasuk suatu keputusan, keterampilan, kecakapan, dan kemampuan.

Pertanggungjawaban menurut Undang-Undang merupakan kewajiban mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar hukum.

Menurut Kamus hukum ada dua istilah yang menunjukkan Pertanggungjawaban yaitu Liability dan Resposibility. Liability bersifat komprehensif yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Kondisi tunduk pada kewajiban secara aktual atau potensial.

2) Kondisi bertanggung jawab terhadap hal yang aktual seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban.

3) Kondisi menciptakan tugas untuk melaksanakan UU dengan segera maupun yang akan datang.

(7)

Responsibility mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu:

1) Hal yang dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan.

2) Kewajiban bertanggung jawab atas UU yang dilaksanakan serta meperbaiki dan memberi ganti rugi atas kerusakan atau apapun yang telah ditimbulkan.

Istilah Liability menunjukkan pertanggungjawaban hukum sedangkan responsibilty menunjukan pertanggungjawaban politik.

Tanggung jawab pemerintah dalam hukum administrasi negara dilaksanakan pemerintah untuk menerapkan seluruh tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan dalam tindakan hukum yang bersifat nyata di negara dan seluruh masyarakat. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat beberapa ahli salah satunya yaitu Donner yang menjelaskan mengenai tugas dari administrasi negara dalam hal tugas politik walaupun hal itu bukan menjadi tugas pokok dari administrasi negara hal ini berhubungan dengan tindakan hukum pemerintah. Administrasi negara juga mempunyai beberapa tugas yang bersifat khusus yaitu membentuk undang-undang dan beberapa peraturan dengan ketetapan yang berlaku sehingga tugas sebenarnya dariadministrasi negara yaitu tugas legislative. Tugas yang diberikan kepada administrasi negara berdasarkan lembaga “delegasi” atau pelimpahan tugas kepada administrasi negara berdasarkan hal tersebut maka pengertian dari pemberian tugas administrasi negara disebut delegasi perundang-undangan. Kewenangan tersebut bersifat dari suatu gagasan hukum pemerintah yang menghasilkan peraturan yang tingkatnya berada di bawah UU yaitu peraturan pemerintah. Dasar dari pembentukan kewenangan administrasi negara dalam membuat peraturan yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu pada Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 yang menjelaskan mengenai hal penting yang bersifat memaksa presiden untuk memberikan kepastian dalam menetapkan peraturan pemerintah yang dijadikan sebagai alternatif kedua setelah undang- undang atau dijadikan sebagai pengganti undang-undang. Peperpu yang diciptakan Presiden sesuai dengan Pasal 22 Ayat (1) sehingga dalam pembentukan UU harus menyertakan persetujuan dari pihak DPR selama proses persidangan selanjutnya. Apabila terjadi kendala dari bagian persetujuan DPR atau penolakan DPR dalam pembentukan UU, maka Perpu tidak bisa dibentuk dan harus diberhentikan. Pentingnya pembentukan UU berdasarkan asas hak negara hukum yang menetapkan seluruh kegiatan pemerintah dilakukan berdasarkan UU dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersifat sah. Mengenai tanggung jawab publik kepada pemerintah, ketentuan hukum publik akan berlaku. Dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, tanggung jawab melekat pada kedudukan, dan hukum melekat pada kekuasaan. Dari perspektif hukum publik, kekuasaan semacam ini menghasilkan pertanggungjawaban yang sejalan dengan prinsip umum namun tanpa pertanggungjawaban, tidak ada kekuasaan. Suyoto percaya bahwa proses pemisahan beberapa bagian kekuasaan terdapat prinsip yang mendasar dari masing masing kekuasaan yang menjadi fokus. dalam sistem pembagian kekuasaan, prinsip yang berlaku adalah bahwa setiap kekuasaan harus diperhatikan. Berdasarkan hal tersebut kekuasaan yang sudah diberikan dari pemerintahan pusat harus dilaksanakan sebaik mungkin sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Bintoro Tjokroamidjojo menjelaskan melalui sudut pandangnya bahwa dalam suatu negara dengan sistem satu partai, maka pelaksanaan dari sistem pemerintahan berhak untuk dipertanggungjawabkan kepada bagian legislatif beserta seluruh masyarakat Indonesia yang ditampilkan pada kekuasaan yang bersifat tunggal.

(8)

Pernyataan tersebut sesuai dengan aspek internal dan aspek eksternal menurut Suwoto yang diterapkan dalam bentuk sebuah laporan dari penyelenggaraan kedua aspek tersebut.

Berdasarkan aspek eksternal, pertanggungjawaban menjadi objek ketiga selama proses pelaksanaan akan menyebabkan suatu derita atau sebuah kerugian. Penyelesaian kerugian tersebut merupakan pertanggungjawaban yang akan diselesaikan pihak ketiga di peradilan.

Selama proses peradilan berlangsung, hakim mempunyai sebuah kewenanangan dalam memberikan keadilan dan memeriksa dalam penerimaan kewenangan kepada pihak ketiga apakah berdampak kerugian atau tidak bagi beberapa pihak lain yang terkena dampak. Jika dalam prosesperadilan ditemukan bukti atau dinyatakan menimbulkan kerugian maka seluruh kerugian yang rakyat derita akan menjadi tanggung jawab pejabat pemerintahan.

Sjachran Basah mempunyai pemikiran yaitu:

1) Pelaksanaan yang tidak benar pada sikap tindakan administrasi yang melanggar ketentuan hukum padahal hukum adalah hal yang benar

2) Sikap tindakan administrasi berdasarkan pelaksanaan yang tidak benar secara materiil.

Hal ini mengacu pada asas legalitas, yang menyatakan bahwa perbuatan hukum oleh suatu pemerintah atau badan pengatur wajib berdasarkan undang-undang atau kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk menghindari kerugian yang diakibatkan oleh tindakan pemerintah. Menurut Sjachran Basah, pemerintah bertanggung jawab dan tidak bisa meminta keringanan. Namun, tidak semua kerugian yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan pemerintah di sektor publik. Kemudian apabila kerugian warga negara tidak dapat diganti rugi maka pemerintah membuat atau mengesahkan UUD untuk warga dengan mengatur kemungkinan ganti rugi atau tidak.

Dalam melakukan berbagi tindakan (termasuk tindakan hukum) pemerintah harus pada asas legalitas. Tindakan hukumnya mengandung makna penggunaan kewenangan dan di dalamnya tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban. Tanggung jawabn negara terhadap warga negara atau pihak ketiga dianut oleh hamper semua negara. Dalam perspektif hukum publik, tindakan hukum pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dan dipergunakan dalam beberapa instrument hukum dan kebijakan seperti peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan dan keputusan. Disamping itu, pemerintah juga sering menggunakan instrument hukum keperdataan seperti perjanjian dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Telah jelas bahwa setiap penggunaa kewenangan itu di dalamnya terkandung pertanggungjawaban, namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara memperoleh dan menjalankan kewenangan.

Telah jelas bahwa setiap penggunaan kewenangan itu di dalamnya terkandung pertanggungjawaban, namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara memperoleh dan menjalankan kewenangan. Di samping penentuan kewajiban tanggung jawab itu didasarkan pada cara-cara memperoleh kewenangan, juga harus ada kejelasan tentang siapa yang dimaksud oleh pejabat dan kapan atau pada saat bagaimana seseorang itu disebut dan dikategorikan sebagai pejabat. Yang dimaksud dengan pejabat adalah seorang yang bertindak sebagai wakil dari jabatan, yang melakukan perbuatan untuk dan atas nama jabatan. Sehingga, tampak bahwa tindakan hukum yang dijalankan oleh pejabat dalam rangka menjalankan kewenangan jabatan atau melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama jabatan, maka tindakannya itu dikategorikan sebagai tindakan hukum jabatan.

(9)

Mengenai pertanggungjawaban pejabat ada dua teori yang dikemukakan oleh Kranenburg dan Vegting, yaitu;

1) Fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian.

2) Fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan.

B. Definisi Undang-Undang Pertanggungjawaban Administrasi Publik

Administrasi Publik adalah ilmu tentang bagaimana mengatur kebijakan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah negara bagian untuk mencapai tujuan negara secara efisien, efektif dan efisien. Daerah administrasi khusus dari negara bagian terletak di lembaga nonkementerian, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Menurut Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2013, lembaga ini bertanggung jawab melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Lingkup tugas ketatanegaraan meliputi penegakan hukum di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Selain ketiga elemen kunci tersebut, tujuan dari mandat pemerintah negara bagian adalah untuk membahas kebijakan nasional, kebijakan daerah, pelayanan publik, dan tujuan negara. Tanggung jawab pemerintah terhadap warga negara piha ketiga ditanggung bersama oleh hukum di sebagian besar negara. Pelaksanaan semua kekuasaan, termasuk akuntabilitas atau tanggung jawab, tetapi tidak semua pejabat publik yang menjalankan kekuasaan pemerintah secara otomatis bertanggung jawab, sehingga cara memperoleh dan menjalankan kekuasaan juga harus dijelaskan. Beban tangggung jawab ini harus diklasifikasikan untuk menentukan kapan tanggung jawab berada pada individu dan ketika dibebankan pada posisi atau organisasi pegawai negeri Kranenburg dan Vegting, mengklasifikasikan otoritas untuk melakukan kejahatan sebagai otoritas. Keputusan tentang siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan yurisdiksi atau dikeluarkannya suatu keputusan harus dilakukan melalui pengadilan baik pengadilan semi-administrasi dan pengadilan administrasi murni. Jadi bagaimana bisa seorang manajer manusia melakukan kesalahan subjektif dengan mengeluarkan KTUN, merugikan pihak lain, dan bertanggung jawab secara pribadi, ini adalah keputusan hakim selama persidangan. Hukum Tata Usaha Negara adalah seperangkat ketentuan yang mengikat baik peralatan negara tingkat tinggi maupun tingkat rendah setelah peralatan digunakan oleh badan administrasi. Putusan adalah hakikat peradilan, inti dan tujuan dari segala kegiatan atau proses peradilan, memuat penyelesaian perkara yang sejak proses bermula telah membebani pihak-pihak. Dari rangkaian proses peradilan tidak satupun di luar putusan peradilan yang dapat menentukan hak suatu pihak dan beban kewajiban pada pihak lain, sah tidaknya suatu tindakan menurut hukum dan meletakkan kewajiban untuk dilaksanakan oleh pihak yang diwajibkan dalam perkara.

Diantara proses peradilan hanya putusan yang menimbulkan konsekuensi krusial kepada para pihak.

Perubahan signifikan mengenai konstruksi definisi KTUN dalam UU AP akan memperluas makna KTUN tersebut. Definisi sebuah KTUN hanya menggunakan kriteria berupa ketetapan tertulis, dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan ketetapan tersebut dikeluarkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Dibanding definisi

(10)

KTUN yang diatur dalam UU PTUN memberikan kriteria yang lebih sempit. Sebuah KTUN harus memenuhi unsur konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dengan adanya definisi yang lebih luas dalam UU AP, kriteria KTUN dalam UU PTUN menjadi tidak relevan lagi. Namun dalam pasal 87 UU AP menjunjukkan kriteria KTUN yang diatur dalam UU PTUN masih diakui eksistensinya sepanjang diberikan pemaknaan yang lebih luas terhadap makna sebuah KTUN.

Penetapan Tertulis dalan UU PERATUN direvitalisasi dalam UU AP menjadi bentuk yang tidak sekedar tindakan formal dalam bentuk tulisan, namun sebuah penetapan juga harus dimaknai dalam bentuk Tindakan Faktual, meskipun tidak dalam bentuk tertulis.

Penetapan tertulis dalam UU PERATUN harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Bentuk penetapan itu harus tertulis

2) Ia dikeluarkan oelh Badan atau Pejabat TUN 3) Berisi tindakan hukum TUN

4) Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 5) Bersifat konkret, individual dan final

6) Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Pembangunan Hukum Administrasi Negara merupakan suatu prasyarat dalam pembangunan administrasi negara untuk menciptakan Good Governance. Dalam kaca mata administrasi negara, reformasi administrasi adalah pembenahan sejumlah kebijakan hukum yang terkait dengan struktur, proses dan manajemen baik dalam bidang keuangan, pengawasan, sumber daya manusia aparatur, akuntabilitas dan transparansi serta proses pembuatan kebijakan dan implementasinya. Reformasi administrasi negara berarti pula reformasi dalam bidang hukum administrasi negara.

Sebagai hukum publik, hukum administrasi berlandaskan pada prinsip-prinsip negara hukum (rechtsstaat), prinsip-prinsip demokrasi dan sesuai dengan konsep dasar hukum administrasi sebagai instrumen yuridis (juridische instrumenten), hukum administrasi juga mengandung karakter instrumental (instrumental karakter). Asas negara hukum berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum terhadap kekuasaan pemerintahan. Asas demokrasi terutama berkaitan dengan prosedur dan substansi dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik berupa pengambilan keputusan maupun berupa perbuatan-perbuatan nyata. Asas instrumental berkaitan dengan pencapaian tujuan pemerintahan. Diundangkannya Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) pada tanggal 17 Oktober 2014 merupakan langkah yang sangat mencerahkan dalam reformasi administrasi pemerintahan. Hal ini adalah bentuk tanggungjawab negara dan pemerintah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang cepat, nyaman dan murah. UU AP ini merupakan salah satu pilar reformasi administrasi. Dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia, UU AP ini juga merupakan instrumen penting dalam mencegah terjadinya korupsi dan dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan wewenang. Selama ini pendekatan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme lebih diarahkan pada sanksi terhadap para pelaku korupsi. Padahal deteksi dini dapat dilakukan melalui pendekatan prosedur administrasi. Salah satu bentuk pengawasan yudisial adalah oleh peradilan administrasi yang melalui mekanisme suatu gugatan oleh orang atau badan hukum perdata.

(11)

Administrasi pemerintahan dalam hal ini didefinisikan sebagai tindakan pejabat atau badan pemerintahan yang memiliki kekuatan hukum mengikat secara eksternal yang didasarkan kepada pengujian syarat dan prasyarat yang telah ditetapkan dalam undang- undang atau produk hukum lainnya. UU AP mengatur hubungan antara badan atau pejabat administrasi pemerintahan dengan masyarakat. Dalam hubungan antara badan atau pejabat administrasi pemerintahan dengan masyarakat ini sangat erat kaitannya dengan badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PERATUN) merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam melaksanakan urusan pemerintahan, memiliki kewenangan mengeluarkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara inilah yang bersinggungan dengan masyarakat dalam hal pelayanan publik. UU AP ini mengatur hubungan hukum antara badan atau pejabat administrasi pemerintahan dengan masyarakat dalam wilayah hukum publik. Undang-undang ini menetapkan batasan dan aturan yang memuat kewajiban dan hak kedua belah pihak tersebut (badan atau pejabat administrasi pemerintahan dengan masyarakat). Gugatan terhadap pelanggaran ketentuan undang- undang ini dapat diajukan kepada Badan Peradilan Tata Usaha Negara dengan hukum acara berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, peradilan administrasi negara bertujuan menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum. Secara khusus bertujuan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Salah satu permasalahan pokok dalam studi tentang dasar-dasar hukum administrasi adalah pelajaran tentang adanya atau dikenalnya berbagai macam kontrol atau pengawasan yang dapat dilakukan terhadap pemerintah. Dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan untuk kesejahteraan umum dan pelayanan kepentingan umum, maka terhadap pemerintah selaku organ administrasi negara dapat dikenakan bermacam-macam bentuk kontrol atau pengawasan. Namun dengan berlakunya UU AP, reformasi hukum administrasi negara bergerak menuju paradigma baru, sehingga dibutuhkan penyelarasan hukum acara peradilan administrasi yang harmonis. Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang- undangan di Indonesia sudah merupakan suatu kebutuhan yang mendesak karena permasalahan pembangunan hukum semakin hari membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Pendekatan penanganan pembangunan yang masih mengandalkan pada pendekatan sektoral hanya akan mengakibatkan penyelesaian yang tambal sulam, sehingga tidak menyelesaikan berbagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang ada. UU AP meniscayakan adanya pengaturan yang jelas terhadap tertib administrasi pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan seperti mengatur tentang kewenangan, jenis-jenis Keputusan, sistem dan model pengujian Keputusan, sanksi administratif dan lain-lain sebagainya. Dalam konteks penegakan hukum terhadap penyelenggaraan pemerintahan, maka UU AP ini juga menjadi landasan baru bagi Peradilan Tata Usaha Negara dalam menguji sengketa Tata Usaha Negara.

(12)

Hal-hal tersebut menuntut aturan-aturan baru yang dapat mengakomodir, menjadi landasan hukum bertindak setiap aparatur administrasi pemerintah. Adanya tumpang tindih kewenangan yang sering kali terjadi di antara Badan atau Pejabat Administrasi Negara, seperti halnya yang tercermin dalam kasus “cicak-buaya”. Maka dari itu, hubungan hukum antara penyelenggara administrasi negara dan masyarakat perlu diatur dengan tegas sehingga masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan kewenangannya. Disini dapat dilihat perubahan paradigma dalam pelayanan publik. Hal ini akan mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hukum acara mengenai pengajuan permohonan ini semestinya harus menyesuaikan diri agar tidak terjadi tumpang tindih dalam tindakan dan keputusan pihak yang berwenang.

C. Aspek Teoritis Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah

Konsep “onrechtmatige daad” yang terdapat dalam hukum perdata secara yuridis formal diatur salam pasal 1365,1366, dan 1367 KUH perdata. Bisa dikatakan bahwa konsep ini merupakan konsep yang paling sulit ketika diterapkan di pemerintahan karena dinyatakan bahwa hukum tidak tertulis dimasukkan sebagai salah satu kriteria perbuatan melanggar hukum. Namun konsep tersebut akhirnya berubah dan dinyatakan bahwa siapapun yang melawan hukum serta merugikan orang lain (dalam bidang perdata, baik yang dilanggar hukum tertulis maupun tidak tertulis) harus dihukum sesuai dengan pelanggarannya dan tidak pandang bulu siapapun pelanggarnya.

Di indonesia sendiri, kasus onrechmatigeoverheidsdaad ini dalam yurisprudensi berkembang baik berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis dan berlaku kepada siapa saja tidak peduli seseorang, badan hukum, maupun pemerintah, di bidang publik maupun privat. Namun permasalahannya, apabila yang tergugat adalah negara atau pemerintah, pertanggungjawabannya akan menjadi hal yang sulit karena yurisprudensi gugatan terhadap negara atau pemerintah itu berbeda-beda karena banyak dipengaruhi berbagai faktor.

Berikut aspek teoritis pertanggungjawaban hukum pemerintah yaitu:

1) Ajaran tentang pemisahan (lembaga) kekuasaan negara

Ajaran tentang ini menghendaki agar setiap lembaga negara berdiri sendiri dengan kekuasaannya dan peranannya sendiri-sendiri sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan konstitusi. Dalam hal ini, masing-masing lembaga kekuasaan negara harus saling menghormati dan tidak boleh saling mempengaruhi atau intervensi. Namun dalam konsep negara hukum, setiap subjek hukumnya harus sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku dalam segala tindakannya atau perbuatannya. Sehingga, ketika lembaga yudisial menyelesaikan masalah pelanggaran hukum yang dibuat oleh pemerintah (lembaga eksekutif), maka tidak dapat disebut sedang melakukan intervensi pada kegiatan pemerintahan.

2) Pergeseran konsep dari kedaulatan negara menjadi kedaulatan hukum

Dalam doktrin kedaulatan negara mengandaikan bahwa negara itu lebih dari hukum, dan semua kegiatan negara tidak dapat dicapai oleh hukum. Implikasi lain, hukum merupakan buatan negara atau apabila merujuk pada John Austin, yang menyebutkan:

"law is a command of the lawgiver," sehingga tidak logis apabila buatan negara itu menghakimi pembuatnya. Dari segi hukum, negara atau pemerintah sebagai subyek hukum, merupakan badan hukum yang memiliki kedudukan istimewa dibandingkan

(13)

dengan badan hukum lainnya. Namun negara tidak dibebaskan dari tanggung jawab dalam segala tindakannya. Secara umum, diakui bahwa tidak ada subjek hukum dalam bentuk apapun yang dapat menghindari akibat dari perbuatan hukumnya.

3) Perluasan makna hukum tertulis dan tidak tertulis

Hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) merupakan produk dari suatu lembaga pemerintah (legislatif) yang dianggap sakral dan memerlukan ketaatan dan kepatuhan dari semua pihak. Kenyataannya, rumusan ini hanyalah rumusan kepentingan sekelompok orang, tidak mencerminkan keadilan dan persamaan. Di luar hukum tertulis terdapat nilai-nilai kebenaran, keadilan, kepatuhan, dan nilai-nilai etika lainnya yang dipegang dan menjadi pedoman oleh anggota masyarakat, yang tergolong atau disebut sebagai hukum yang tidak tertulis. Dalam perkembangannya, dapat diterima bahwa hukum tidak tertulis dapat berlaku bagi siapa saja yang melanggar hukum, termasuk pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah juga harus bertindak hati-hati dan mengikuti aturan tersebut.

4) Perluasan peranan dan aktivitas negara/pemerintah

Sebagai subyek hukum, pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum baik bersifat positif maupun akibat bersifat negatif.

Akibat hukum yang negatif ini memiliki relevansi dengan pertanggungjawaban karena dapat memunculkan tuntutan dari pihak yang terkena akibat hukum yang negatif.

Tuntutan dapat dilakukan ketika pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya tidak berdasarkan hukum atau melakukan pelanggaran hukum, dan perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan umum. Dengan mengadopsi konsep negara kesejahteraan (welfare state), pemerintah memiliki kewajiban untuk melayani kepentingan umum dan mewujudkan kesejahteraan umum, di mana pemerintah ikut campur dalam banyak kehidupan warga negaranya.

Tanggung jawab mengandung dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal.

Pertanggungjawaban yang beraspek internal, hanya diwujudkan dalam bentuk suatu laporan pelaksanaan kekuasaan. Pertanggungjawaban dengan aspek eksternal, adalah pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga, apabila dalam melaksanakan kekuasaan itu menimbulkan suatu derita atau kerugian”. Dalam suatu negara hukum demokratis, pertanggungjawaban ini muncul dalam dua dimensi; dimensi hukum dan dimensi politik.

Pertanggungjawaban dalam dimensi hukum mengandung arti bentuk pertanggungjawaban dalam penggunaan kewenangan apakah sesuai atau tidak dengan hukum yang dibuktikan melalui proses peradilan di hadapan hakim, sedangkan pertanggungjawaban dalam dimensi politik dilakukan dalam bentuk "laporan" penggunaan kewenangan di hadapan rakyat.

Pertanggungjawaban politik di hadapan rakyat ini diperlukan sehubungan dengan penggunaan kewenangan yang berasal dari rakyat. yang sudah dituangkan dalam bentuk undang-undang. Artinya rakyat melalui wakilnya di Pariemen mempunyai hak untuk menilai apakah penggunaan kewenangan oleh pemerintah itu sesuai atau tidak dengan undang-undang yang merupakan kristalisasi kemauan dan kehendak rakyat. Sudah barang tentu dua dimensi pertanggungjawaban Ini akan memunculkan dua konsekuensi bagi pemegang kewenangan, konsekuensi hukum dan konsekuensi politik. Telah disebutkan, salah satu prinsip dalam negara hukum demokratis adaiah bahwa setiap tindakan hukum pemerintah atau administrasi negara harus didasarkan pada kewenangan yang berikan oleh undang-undang. Pemberian kewenangan ini dapat terjadi secara atribusi maupun delegasi.

(14)

Lebih lanjut, tindakan-tindakan hukum dari pemerintah ini, yang secara garis besar bertindak dalam bidang pengaturandan pelayanan,seianjutnya dituangkan dalam suatu bentuk instrumen yuridis seperti peraluran-peraturan (regelingen), keputusan-keputusan pada istilah (besluiten), ketetapan-ketetapan (beschikkingen), dan peraturan kebijaksanaan (beleidsregef). Oleh karena tindakan pemenntah itu tertuang pada instrument yuridis, maka pertanggungjawaban publik pemerintah akan berkaitan dengan bagaimana pembuatan dan penggunaan Instrumen-instrumen tersebut, serta apa akibat-akibat hukum yang muncul darinya.

Undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif negara kedudukannya adalah paten dan wajib dipatuhi oleh siapapun. Diakui secara umum bahwa diluar undang-undang memiliki kandungan etik. Memasukkan hukum tertulis dalam undang undang dianggap sebagai tindakan yang berlebihan apalagi jika kaitannya dengan pemerintah sehingga pada penerapannya menimbulkan kontroversi. Hal ini yang dikatakan oleh Sudargo Gautama sebagai hal yang tidak pantas karena apa yang tidak pantas menurut pandangan masyarakat belum tentu tidak pantas dari pandangan pemerintah.

D. Pertanggungjawaban Pemerintah Hukum Administrasi Bagi Pejabat Yang Menyalahgunakan Kewenangannya Dengan Melakukan Tindak Korupsi

Dalam sub bab judul ini penyalahgunaan wewenang yang dimaksud adalah wewenang yang pemberian dilakukan secara atributif, delegatif atau pejabat pemerintah untuk menjalankan pemerintahan demk mewujudkan kesejahteraan umum. Dalam wewenang, asas legalitas merupakan aspek yang sangat penting karena pemerintah setiap bertindak harus mendapatkan legitimasi dari rakyatnya yang secara sah tertuang dalam undang-undang. Pemerintah yang memegang mandat pemerintah ini harus dipastikan menjalankan wewenangnya dengan satu instrument yang mengikat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Asas legalitas ini melingkupi tiga aspek, yaitu: wewenang, prosedur, dan substansi.

Contoh penyalahgunaan kekuasaan yang sering dilakukan oleh pejabat pemerintah adalah korupsi, dalam UU Tipikor Pasal 14 disebutkan bahwa “setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang sebagai tindak pidana korupsi yang berlaku diatur dalam UU Tipikor. Karena itu, tindak pidana korupsi dalam hukum pidana khusus tepat karena korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Karena bersifat luar biasa, maka diperlukan pula upaya yang luar biasa untuk mengatasinya”.

Dengan jelas bisa kita lihat bahwa apabila seorang pejabat tertangkap dan terbukti melakukan korupsi maka tindakannya bisa diproses secara hukum karena telah terbukti melanggar undang-undang. HansKelsen menyatakan sesuatu bahwa konsep yang ada hubungannya dengan kewajiban hukum termasuk dalam konsep tanggung jawab hukum, diatur bahwa seseorang harus bertanggung jawab secara hukum karena tindakannya bertentangan dengan hukum. Teori suatu hukum yang umum memasukkan pemerintah ke dalam subyek yang dimaksud jadi apabila terjadi tindakan yang bertentangan hukum dilakukannya harus dipertanggungjawabkan meskipun tindakan itu tanpa kesalahan sekalipun. Wetercuen juga sejalan dengan pendapat tersebut, ia menyatakanbahwa pejabat pemerintah yang terbukti menyalahi peraturan perundang-undangan wajib dikenai tanggung jawab internal yakni hukum kepegawaian. Sebagaimana disebutkan Stroink,

(15)

karena seorang pejabat itu selain mewakili jabatan yang dipegang olehnya juga merupakan subyek yang tunduk padahukum kepegawaian jadi apabila melanggar hukum dikenakan hukum yangberlaku di dalamnya yang bentuk hukumannya bisa berupa denda sebagaiganti kerugian negara maupun hukuman disipliner. Macam macam pertanggungjawaban pegawai negeri diuraikan sebagai berikut:

1) Pertanggungjawaban kepidanaan

Jenis pertanggungjawaban ini dibebankan apabila pegawai yang bersangkutan melakukan tindakan serius pelanggaran hukum yang sangat membahayakan sehingga pertanggungjawaban hanya berada pada pilihan sanksi pidana sesuai dengan hukum yang berkaitan dengan tugas pegawai negeri. Hukum kepegawaian yang berlaku pada aspek pertanggungjawaban ini ada pada titel XXVIII buku II, Pasal 413 sampai 437 KUH Pidana (kejahatan jabatan), titel VII buku III Pasal 552 sampai 559 KUH Pidana (pelanggaran jabatan) serta UU No.3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

2) Pertanggungjawaban finansial/keuangan dan kehartaan

Pertanggungjawaban ini diminta oleh pihak ketiga kepada tergugat. Teori yang mendukung pertanggungjawaban ini adalah teori personalles. Teori ini menyatakan bahwa apabila pegawai negeri dikenai pertanggungjawaban keuangan malah yang menggantinya adalah pegawai (ambtennar) secara pribadi terhadap pihak ketiga yang dirugikan.

(16)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Pada saat menjalankan tugas kepemerintahan, alat atau instrument negara memiliki pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan. Salah satunya dalam hal hukum administrasi negara. Pemerintah memiliki tanggung jawab perihal hukum Administrasi negara guna menerapkan seluruh tugas serta fungsi yang telah ditentukan dalam aturan yang sifatnya nyata di negara dan di seluruh kalangan masyarakat, tanpa terkecuali.

Serta pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan prasarana dalam mendukung aktivitas tersebut sehingga dapat terlaksana sesuai dengan hal -hal yang dimaksudkan.

Pemerintah juga harus memiliki pertanggungjawaban atas keberlangsungan atau terlaksananya hal-hal yang bersangkutan dengan suatu hukum administrasi negara, pertanggungjawaban yang dimaksud ialah berupa sebagai pengawas, penyedia, pelaksana dan hal-hal lainnya yang bersifat operasional. Pemerintah dalam memenuhi peran pertanggungjawaban atas hukum administrasi negara melakukan upaya-upaya tertentu seperti dengan membuat atau merumuskan berbagai macam regulasi yang mengatur serta membatasi perilaku para ASN dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan wewenang, hal ini dibuktikan dengan terdapatnya UU mengenai Korupsi, UU mengenai ASN, KUHPerdata, dan lain sebagainya.

B. Saran

Saran dari kelompok kami dalam mempertanggungjawabkan hukum administrasi negara yang dapat dilakukan pemerintah ialah selalu untuk merevisi atau melihat apakah regulasi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur hal-hal yang dilakukan masih relevan atau tidaknya dengan kehidupan. Membatasi keterlibatan pihak lainnya dalam memenuhi hal ini karena ditakutkan dapat berindikasi membuat perpecahan pemikiran yang dapat berakibat lebih buruk kedepannya.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku Ridwan HR. 2006, Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Fachruddin, Irfan, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Bandung: P.T. Alumni, 2004

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Yogyakarta: Liberty 1992

SF, Marbun, Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administratif Di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997

Peraturan.kemenkumham.go.id Ptun-Palangkaraya.go.id Ptun-Samarinda.go.id

Referensi

Dokumen terkait

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 43 Tahun

Adanya kelalaian negara dari suatu kewajiban internasional akan melahirkan tanggung jawab bagi negara tersebut, dalam hukum internasional belum ada aturan-aturan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggung jawaban hukum bagi pegawai negeri sipil (PNS) dalam penyalahgunaan wewenang ditinjau dari prespektif hukum administrasi

Eny, Kusdarini , Dasar-dasar Hukum Administrasi Negara dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik , Cetakan I, UNY Press, Yogyakarta, 2011.. Gatot, Istomo, Himpunan Lengkap

ketidakefektifan kinerja pegawai yang bersangkutan.Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban –

Marcel Waline mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiataan-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara yang bukan alat

Mengawali pengantar hukum administrasi Negara secara umum berupaya untuk memahami konsep tertentu, pertama-tama kita batasi pada term ‘hukum administrasi negara’

(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3