• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Referat Uveitis Anterior

N/A
N/A
19.018 - Chintya Lubna Cahyadi

Academic year: 2023

Membagikan "Makalah Referat Uveitis Anterior"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Referat Uveitis Anterior

Dibuat Oleh : Wilfridus Erik

112015215

Program Profesi Dokter Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

10 Oktober 2016 – 12 November 2016

(2)

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Uveitis anterior adalah inflamasi pada traktus uvea yang termasuk di dalamnya yaitu iris, bagian anterior dari badan siliar atau keduanya. Dapat diklasifikasikan menjadi uveitis anterior akut dan kronik, menurut penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu, uveitis anterior granulomatosus atau non-granulomatosus, dan juga yang uveitis anterior infeksius dan non infeksius. Penyakit ini paling sering terjadi pada kasus uveitis dan penanganannya sangat ringan disbanding inflamasi pada segmen posterior. Namun beberapa komplikasi dapat dicegah jika uveitis anterior dapat didiagnosis dan ditangani tepat waktu.1

Di United State, prevalensi penderita uveitis adalah 2,3 juta orang dan menjadi penyebab 10% kebutaan. Prevalensi di United State adalah 70 dari 115 kasus per 100.000 populasi, dan lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Uveitis dapat terjadi di segala usia, namun rata-rata terjadi pada orang usia 40an. Uveitis anterior adalah yang paling umum terjadi, yaitu 90% penderita uveitis adalah uveitus anterior.2

(3)

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada traktus uvea. Traktus uvea terdiri atas koroid, corpus ciliaris, dan iris. Uveitis bisa terjadi sekunder akibat radang kornea, radang sklera, atau keduanya (sklerokeratitis).4

2.2 Anatomi Traktus Uvea

Traktus uvea terdiri atas iris, corpus ciliaris, dan koroid. Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina.

a. Iris

Iris adalah perpanjangan dari corpus ciliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Perdarah iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikan secara intravena. Persarafan sensoris iris melalui serabut- serabut dalam nervi ciliaris.5

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.5

b. Corpus Ciliaris

Corpus ciliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Corpus ciliaris terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata, dan zona posterior yang datar, pars plana. Processus ciliaris berasal dari pars plicata. Processus ciliaris ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa. Kapiler-

(4)

kapilernya besar dan berlubang-lubang. Ada dua lapisan epitel ciliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior; dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina.

Processus ciliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor.5

Musculus ciliaris tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkular, dan radial. Fungsi serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus ciliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal musculus ciliaris menyisip kedalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. Pembuluh darah yang mendarahi corpus ciliaris berasal dari circulus arteriosus major iris. Persarafan sensoris iris melalui saraf-saraf ciliaris.5

c. Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin besar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di setiap kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suparkoroid terletak antara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi nervus opticus. Se anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliaris. Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.5

2.3 Klasifikasi Uveitis

Kriteria klasifikasi uveitis didukung berdasarkan guideline sangat penting untuk kelainan yang berhubungan dengan etiologi yang banyak. Beberapa terjadi karena agen infeksi, lainnya mungkin karena penyakit autoimun, beberapa terjadi karena penyakit sistemik. Tahun 1987, International Uveitis Study Group (IUSG) membuat kriteria berdasarkan lokasi anatomi terjadinya peradangan. Pada 2004, Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) menganalisa kriteria ini (table 1).6,7

Tabel 1. Tabel Klasifikas Uveitis Berdasarkan Anatomi Traktus Uvea7

(5)

Selain dibagi berdasarkan letak anatomi, uveitis juga dijabarkan lagi menjadi berdasarkan onsetnya, durasinya, sifat penyakitnya, dan lateralisasi penyakitnya.6,7

2.4 Patofisiologi

Etiologi dari uveitis adalah idiopatik, dimana genetik, trauma, atau mekanisme infeksi dapat menjadi pemicu terjadinya uveitis. Uveitis sering berhubungan dengan penyakit sistemik, baik infeksi maupun non-infeksi. Penyebab infeksi dapat berupa virus (Sitomegalovirus, Virus Herpes Simpleks), fungi (Candida sp., Aspergillus sp.), bakteri (M. tuberculosis, T. pallidum), maupun parasit (cacing, toksoplasma). Kelainan sistemik non-infeksi yang berkaitan dengan timbulnya uveitis juga sangat banyak. Penyakit Bechet, sarkoidosis, sindrom Vogt-Koyanagi- Harada, juvenile arthritis, colitis ulseratif, dan penyakit Chron hanyalah beberapa diantaranya.2,3,6 Trauma dapat memicu terjadinya uveitis dikarenakan adanya kombinasi kontaminasi mikroba dan akumulasi produk nekrotik pada bagian yang terkena luka, menstimulasi tubuh untuk menghasilkan respon inflamasi pada segmen anterior mata. Uveitis yang disebabkan oleh karena faktor infeksius akan merangsang reaksi imun langsung terhadap molekul asing atau antigen tersebut. Hal ini yang mungkin dapat membuat sel dan pembuluh darah uvea mengalami luka. Saat uveitis ditemukan dan berhubungan dengan kelainan autoimun, mekanisme

(6)

penyebabnya mungkin karena reaksi hipersensitivitas deposisi kompleks imun diantara traktus uvea. 2,3,6

2.5 Gejala Klinis

Uveitis anterior dapat terjadi secara akut, kronik, atau bentuk yang rekuren, pasien dengan uveitis anterior kronik yang tidak memiliki gejala sampai menuju komplikasi yang dapat menyebabkan penglihatan buram. Anak-anak dengan uveitis anterior kronik biasanya asimptomatik. Dengan kontras, pasien dengan uveitis anterior akut yang berhubungan dengan HLA-B27 antigen biasanya simptomatik dan biasa dirasakan nyeri tumpul pada mata sebelum serangan akut dapat dideteksi dengan pemeriksaan klinis. Gejala uveitis anterior akut termasuk nyeri, fotofobia, kemerahan, berair, penglihatan buram.1

Pasien datang dengan mata merah, nyeri, dan penurunan ketajaman penglihatan. Pupil dapat berkonstriksi (miosis), fotopobia, dan keluar air mata. Pada pemeriksaan slit-lamp, didapatkan sel dan flare (protein) pada COA. Pada permukaan dalam kornea dapat ditemukan adanya keratic prechipitate yang besar (granulomatous, “mutton fatkeratic prechipitate) atau yang lembut (granular). Granulomatous keratic preciphitate lebih jarang ditemukan dibandingkan granular precipitates dan lebih sering berhubungan dengan sarkoidosis, sifilis, atau tuberculosis.2

a. Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah bentuk paling umum dan biasanya unilateral dengan onset akut.

Gejala yang khas meliputi nyeri, fotopobia, dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva palpebralis dan sekret yang minimal. Pupil kemungkinan akan mengecil (miosis) atau ireguler karena terdapat sinekia posterior. Peradangan yang terbatas pada bilik mata depan disebut iritis dan peradangan pada bilik mata depan dan vitreus anterior sering disebut iridosiklitis. Sensasi kornea dan tekanan intraokular harus diperiksa pada setiap pasien uveitis.4

Penurunan sensasi terjadi pada infeksi herpes simpleks atau herpes zooster atau lepra.

Peningkatan TIO bisa terjadi pada iridosiklitis herpes simpleks, herpes zoster, toksoplasmosis, sifilis, dan sarkoiditis. Kelompokan sel putih dan debris inflamatorik kornea (keratic precipitate) biasanya tampak jelas pada endotel kornea pasien dengan perdangan aktif. Keratic precipitate mungkin besar (granulomatosa), kecil (non-granulomatosa), atau stelata. Peradangan bilik mata

(7)

depan yang sangat berat dapat menyebabkan timbulnya tumpukan sel-sel radang di sudut inferior (hipopion). Penyebab uveitis hipopion yang tersering di Amerika Utara dan Eropa adalah uveitis yang berkaitan dengan HLA-B27.4

2.6 Pemeriksaan Fisik

Evaluasi tanda-tanda vital, visus, dan pergerakan extraokular. Lakukan pemeriksaan funduskopi dan pengukuran tekanan intraokuler. Terpenting adalah lakukan pemeriksaan slit- lamp. Pemeriksaan pada lipatan mata, bulu mata, dan duktus lakrimal adalah normal.

Pemeriksaan konjungtiva akan ditemukan injeksi perilimbar yang meningkat. Pada uveitis, injeksi perilimbar yang sudah inflamasi berat akan lebih dekat dengan limbus. Pada pemeriksaan visus, akan ditemukan penurunan pada mata yang sakit. Pada pemeriksaan pupil, pasien akan mengalami fotopobia saat cahaya ditujukan langsuung pada mata yang sakit. Pupil akan mengalami miosis.4,6

Pemeriksaan slit-lamp juga dilakukan dengan langkah :4,6

 Periksa kornea dengan iluminasi langsung dengan sudut 30o-40o antara mikroskop dan sumber cahaya.

 Periksa bagian epitel untuk melihat adanya abrasi, edema, ulkus, dan benda-benda asing.

 Inspeksi stroma untuk ulkus dalam dan edema.

 Lakukan scanning pada endotel untuk melihat adanya keratitic precipitates (sel darah putih pada endotelium), tanda iritis.

 Lakukan pemeriksaan pada COA. Periksa bagian COA menggunakan cahaya vertikal dan horizontal. Normalnya aqueous humor harus jernih. Pada uveitis, peningkatan protein pada aqueous dapat memberikan efek selama pemeriksaan seperti flare.

 Sel darah putih yang menutupi COA disebut hipopion.

 TIO dapat bersifat normal atau berkurang pada fase akut.

Tabel 2. Derajat Pemeriksaan COA Berdasarkan Flare yang Ditemukan7

(8)

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan pada pasien uveitis ringan dan pasien dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini atau dengan tanda-tanda infeksi virus HSV atau herpes zoster yang jelas. Pasien uveitis difus, posterior, atau intermediet dengan kelainan granulomatosa, bilateral, berat, dan rekuren harus diperiksa sebagaimana setiap pasien uveitis yang tidak cepat merespon pengobatan standar. Pemeriksaan sifilis harus mencakup uji Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) atau rapid plasma reagin (RPR), dan uji antibodi anti-Treponema yang lebih spesifik, seperti FTA-ABS atau MHA-TP assay. Kemungkinan tuberkulosis dan sarkoidosis harus disingkirkan dengan pemeriksaan sinar-X dada dan uji kulit (PPD). Pemeriksaan lain di luar uji untuk sifilis, TBC, dan sarkoidosis dilakukan sesuai dengan temuan yang didapat pada anamnesis atau pemeriksaan fisik.4

2.8 Diagnosis Banding a. Uveitis Intermediet

Uveitis intermediet juga disebut siklitis adalah jenis peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediate yang terpenting, yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediate khasnya bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita. Gejala khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotopobia, dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit.

Temuan pemeriksaan yang paling menyolok adalah vitritis, sering disertai dengan kondensat vitreus, yang melayang bebas seperti bola salju (snowball) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliaris seperti gundukan salju (snowbanking). Peradangan bilik mata depan mungkin hanya minimal, tetapi jika sangat jelas, peradangan ini lebih tepat disebut sebagai uveitis difusa

(9)

atau panuveitis. Komplikasi uveitis intermediet yang tersering meliputi edema makula kistoid, vaskulitis retina, dan neovaskularisasi pada diskus optikus.4

b. Uveitis Posterior

Gejala yang timbul pada umumnya berupa floaters, kehilangan lapangan pandang atau scotoma, atau penurunan tajam penglihatan, yang mungkin parah. Ablasio retina, walaupun jarang, paling sering terjadi pada uveitis posterior, jenisnya dapat berupa traksional, regmatogenosa, dan eksudatif.4

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan akhir dari pengobatan farmakoterapi adalah untuk mengurangi nyeri dan inflamasi dengan siklopegik dan kortikosteroid. Tetes mata kortikosteroid sudah menjadi standar pengobatan untuk uveitis sejak awal 1950an. Selama pemberian terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, seperti kemungkinan defek epitel dan trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat trauma, harus diperiksa sensibilitas kornea dan TIO untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpes simpleks atau zoster. Terapi topikal yang agresif dengan prednisolon acetate 1%, satu atau dua tetes pada mata yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga, biasanya mampu mengontrol peradangan anterior. Prednisolon acetate adalah suatu suspensi dan harus dikocok selama 30-40 menit sebelum tiap-tiap penggunaan. Homatropin 2-5%, dua sampai empat kali sehari, membantu mencegah terbentuknya sinekia dan meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris.

Pada pasien dengan uveitis herpetic anterior haruslah diobati dengan pemberian kortikosteroid. Asyclovir oral juga dapat diberikan lebih awal, karena profilaksis jangka panjang asyclovir oral akan lebih menguntungkan untuk mencegah rekurensi keratitis herpetik stromal dan uveitis anterior. Sifilis okular harus diobati sama seperti neurosifilis dengan 10-14 hari dengan penicillin IV. Kortikosteroid sistemik diberikan sebelum pemberian antibiotik yang akan ditapering. Kortikosteroid diberikan untuk mngurangi inflamasi dan mencegah inflamasi rebound dari reaksi Jarisch-Herxheimer.2

2.11 Komplikasi9

a. Complicated Cataract. Ini adalah komplikasi umum dari iridosiklitis.

(10)

b. Glaukoma sekunder yang muncul sebagai komplikasi awal atau akhir dari iridosiklitis.

- Early glaucoma pada fase akut dari penyakit. Ditandai dengan eksudat dan sel inflamasi pada bagian COA yang dapat menyebabkan penyumbatan pada serabut trabekular. Akhirnya akan menurunkan drainase aqueous dan mneingkatkan TIO.

- Late glaucoma pada iridosiklitis adalah hasil dari pupil yang terhalangi sehingga aliran aqueous dari posterior ke anterior tidak dapat terjadi. Hal ini dapat atau tidak berhubungan dengan formasi sinekia anterior perifer.

c. Koroiditis yang muncul pada kasus lama dari iridosiklitik.

d. Komplikasi retinal yang termasuk dalamnya adalah sistoid macular edema, degenerasi makula, detachment retina eksudat, dan periphlebitis retina sekunder.

e. Papilitis (inflamasi pada diskus optikus) yang dapat berhubungan dengan kasus berat iridosiklitik.

f. Phthisis bulbi yang merupakan stadium akhir dari segala jenis uveitis kronis. Pada kondisi ini badan siliaris tidak teratur dan produksi aqueous terhambat. Sebagai hasilnya mata akan menjadi lembek, menyusut, dan terkadang akan menjadi small athropic globe (phthisis bulbi).

Daftar Pustaka

1. Guney E, Tugal I. Symptoms and Signs of Anterior Uveitis. Available from:

http://www.touchophthalmology.com/articles/symptoms-and-signs-anterior-uveitis ; 27 November 2012.

(11)

2. Mustafa M, Muthusamy P, Hussain SS, Shimmi SC, Sein MM. Uveitis : Pathogenesis ,   Clinical presentations and Treatment. IOSR J Pharm. 2014;4(12):42–7.

3. Hertanto M. Perkembangan Tata Laksana Uveitis : dari Kortikosteroid hingga   Imunomodulator. J Indon Med Assoc [Internet]. 2011;61(6):235–6. Available from:

indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/481/669.

4. Jr. ETC, Shetlar DJ. Traktus uvealis & sklera. In: Susanto D, editor. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed. The McGraw-Hill Companies Inc.; 2010. p. 150–68.

5. Eva PR. Anatomi dan embriologi mata. In: Susanto D, editor. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed. The McGraw-Hill Companies Inc.; 2010. p. 1-27.

6. Muchatuta MN, Sinert RH, Talavera F, Lavenburg D, O'Connor RE, Kardon EM, etc.

Iritis and uveitis. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/798323- overview ; 18 September 2016.

7. Zierhut M, Deuter C, Murray PI. Classification of uveitis - current guidelines. Available from :http://www.touchophthalmology.com/articles/classification-uveitis-current- guidelines ; 16 September 2016.

8. Read RW. General approach to the uveitis patient and treatment strategies. In Ophthalmology. 4th ed. Elsevier Inc.; 2009.p.694-9.

9. Khurana AK. Disease of the uveal tract. In Comprehensive Ophthalmology. 4th ed.

India : New Age International (P) Limited ; 2007.p.133-66.

Referensi

Dokumen terkait

Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekskremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia

Gejala yang paling sering ditemukan pada pria adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar ke proksimal, keluhan subyektif yang dirasakan adalah rasa gatal dan

Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub akut, maupun kronik yang terjadi pada liang telinga luar ( kanalis auditorius

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut,

ejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer, sekunder  ataupun gejala non spesifik. ejala primer diakibatkan oleh gangguan pada sensorium.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis uveitis anterior pada okuli sinistra pasien ini yaitu terdapat edema pada palpebra superior, konjungtiva

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah