• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan kasus uveitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan kasus uveitis"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Bersama dengan konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma akut termasuk kedalam kelompok kasus mata merah. Teori patogenesis uveitis anterior beragam, meliputi proses imunologik, komponen genetik, penyakit infeksi mikroba, reaksi kompleks imun, reaksi toksik disebabkan oleh tumbuhan dan obat-obatan dan infeksi fokal. Selama dekade terakhir terjadi perubahan pola etiologi uveitis anterior ditemukan penyebab baru uveitis anterior dan akibat tindakan pembedahan dalam bola mata dengan teknologi canggih.1,2

Uveitis anterior terjadi 8-12 kasus dari setiap 100.000 orang di USA pertahun. Insiden tertinggi berkisar usia 20-50 tahun dengan insiden puncak ditemukan pada dekade ketiga. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Di Indonesia belum ada data akurat mengenai prevalensi kasus uveítis. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik. Kebutaan disebabkan oleh penyulit-penyulit yang ditimbulkan akibat kronisitas dan rekurensi perjalanan penyakit.1,3

Karena uveitis anterior dihubungkan dengan penyakit sistemik dan jika tidak terdeteksi dan tidak dirawat, dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pemeriksaan mata segera harus dilakukan. Diagnosis banding dari uveitis anterior dapat disingkirkan melalui pemeriksaan mata dan penilaian fisik dengan seksama. Apabila identifikasi dilakukan selayaknya, uveitis anterior dapat diobati dan penyulit dapat dihindari. Pengenalan tanda dan gejala dari penyakit sistemik penyebab uveitis anterior dan rujukan untuk mendapat perawatan akan menghasilkan kemajuan kondisi kesehatan pasien.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.

B. ETIOLOGI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.

Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi beberapa golongan antara lain: autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain. Penyebab autoimun terdiri dari: artritis Rhematoid juvenile, spondilitis ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa, sarkoidosis, penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari: sifilis, tuberkulosis, lepra, herpes zooster, herpes simpleks, onkoserkiasis, adenovirus. Untuk penyebab keganasan terdiri dari: sindrom masquerada, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma maligna. Sedangkan yang lainnya berasal dari: iridopati, uveitis traumatika, ablatio retina, gout, dan krisis glaukomatosiklitik. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata. Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh infeksi fokal seperti: gigi, telinga, hidung, tenggorokan, traktus urogenitalis, traktus digestivus, kulit, dan lain-lain. Trauma perforata dan oftalmia simpatika juga dapat menyebabkan uveitis anterior.1-6

Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan

(3)

peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.2

Tabel 1. Etiologi uveitis anterior berdasakan agen penyebab infeksi

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaris) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok: a) Iritis: dimana inflamasi umumnya mengenai iris. b) Iridocyclitis: dimana mengenai dari iris dan bagian anterior dari korpus ciliaris. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai korpus ciliaris bagian posterior (Pars Plana), retina perifer dan sedikit koroid. Uveitis Posterior adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina posterior sampai ke dasar dari vitreus. Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai seluruh bagian dari badan uvea.6,7

(4)

Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior).Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. 5,6

Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta. Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.

Gambar 1. Stuktur uvea

Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera oculi anterior (COA), yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke COA dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.6

Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler, letaknya didalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan

(5)

diinervasi saraf simpatis. Pasokan darah ke iris adalah dari sirkulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat didalam nervi siliaris.5,6,7

Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2 mm dan pars plana, yang posterior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat. 5

Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Didalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel. 6,7

D. PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.2,8

(6)

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebut fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior). 2,8

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.2,8

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam kamera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam kamera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans).2,8

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut kamera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase lanjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8

E. KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR

Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior dapat dibagi atas uveitis infeksius, uveitis non infeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang jelas. Uveitis infeksius dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus. Uveitis non infeksius dapat disebabkan oleh agen non spesifik (endotoksin dan mediator peradangan lainnya),

(7)

agen spesifik pada mata (oftalmia simpatika, uveitis akibat lensa), dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarkoidosis, sindroma Reiter, dll.

Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis eksogen dan uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi intra okuler, ataupun iatrogenik. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh fokal infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun.

Secara klinis (menurut cara timbul dan lama perjalanan penyakitnya) uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronis. Uveitis anterior akut onset simptomatik, biasanya timbulnya mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang dari 6 minggu, jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren akut. Sedangkan uveitis kronik mulainya berangsur-angsur berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

Berdasarkan patologi anatomi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortikosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuklear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.

Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam

(8)

tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.

Tabel perbedaan uveitis granulomatosa dan nongranulomatosa

Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan uveitis anterior akut, yaitu:

1. Traumatic Anterior Uveitis

Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya terdapat riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya Uveitis Anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular mungkin terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber. 9

2.Idiopathic Anterior Uveitis

Istilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatik. Diagnosis ini ditegakkan sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan.9

3.HLA-B27 Associated Uveitis

HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome. Mekanisme pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien dengan genotype seperti ini tidak diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom

(9)

Reiter, Inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang. 9

4.Behcet’s Diseases/syndrome

Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut Uveitis Anterior dan ulkus pada mulut dan genital. Penyakit behcet yang menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah sangat langka. 9

5.Lens Associated Anterior Uveitis

Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior chamber dan penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-anaphylactic endhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma; dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema).9

6.Masquerade syndrome

Merupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma, leukemia, retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat menimbulkan Uveitis Anterior.9

Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :

1. Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA)

Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan test ANA (Anti Nuklear Antibody), yang merupakan pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak perempuan dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis Anterior. 9

(10)

Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis, tuberculosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam Uveitis Anterior baik primer ataupun sekunder dari uveitis posterior.9

3. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis

Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pasien Uveitis Anterior.9

F. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri, terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2

Pada kasus akut nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri. Pada kasus kronik nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa akibat glaukoma sekunder.

Fotofobia dan lakrimasi pada uveitis anterior akut dan subakut ditandai dengan blefarospasmus. Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Derajat 3+ 4+ blefarospasmus menetap, ringan 1+ 2+ bila disinari dengan sinar yang kuat baru timbul bleforaspasmus. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. Pada uveitis anterior kronik, gejala subjektif ini hampir tidak ada atau ringan.

Gangguan penglihatan berupa kabur. Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab. Pada uveitis anterior akut disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Pada uveitis anterior residif atau

(11)

kronik disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kelainan kornea seperti edema, lipatan Descemet, vesikel epitel dan keratopati. Edema kornea akibat glaukoma sekunder dapat mengalami kalsifikasi. Pada infeksi herpes simpleks terdapat edema menetap disertai neovaskularisasi stroma perifer dan pannus kornea.

Gambar 2. Uveitis anterior granulomatosa dengan muttan-fat keratic presipitat dan nodul koeepe dan busacca

Gambar 3. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada permukaan iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit, konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena oedem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1 mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2,8

Tabel 2. Berat ringannya flare dan Cells

(12)

0 tidak ada tidak ada

1+ flare tipis atau lemah 5-10 /lapang pandang 2+ flare tingkat sedang (Iris dan lensa secara 10-20/lapang pandang

detail masih tampak)

3+ kekeruhan lebih berat (Iris dan lensa 20-50/lapang pandang diselimuti kekeruhan

4+ flare sangat berat (penggumpalan fibrin pada >50/lapang pandang humor aquos)

Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat ringan. 2,8

(13)
(14)

Tabel 3. Klasifikasi tanda-tanda klinis uveitis anterior berdasarkan keparahan

Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi hijau, coklat menjadi warna lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior seperti pada gambar 4.2,8

(15)

Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterior atau seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputih-putihan yaitu oklusi pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang lensa (katarak kortikalis posterior).2,8

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis).9

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitis bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda.10

Tabel 4. Anjuran pemeriksaan Untuk mengetahui penyebab sistemik uveitis anterior

(16)

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis, keratitis atau keratokonjungtivitis dan glaukoma akut. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi ciliar. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaukoma akut, pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan korneanya “beruap”.7

Uveitis akut Konjungtivitis Keratitis Glaukoma akut

Rasa nyeri ++ - ++ ++/+++

Fotofobia +++ - +++ +

Visus N/ sedang N Menurun Menurun

Sekret - + -/+

-Hiperemi/injeksi Perikornea Konjungtiva Siliar Episklera

Fler ++ - -/+ -/+

Pupil <N N ≤N >N

Reflek pupil Lambat N N

-Kornea Presipitat Jernih Keruh/ infiltrat Edema

Iris Warna kotor N N Warna kotor

Bilik mata depan Flare + N N Dangkal

TIO <N> N N N+++

(17)

Ada empat komplikasi utama uveitis anterior antara lain: katarak, glaukoma, band keratopathy, dan cystoid macular edema (CME). Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang manghalangi humor akuos keluar dari sudut kamera anterior dan berakibat glaukoma. Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya humor aqueus di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan terus menerus mengurangi kemungkinan timbulnya sinekia posterior. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak. Katarak subkapsular posterior merupakan salah satu komplikasi dari pengobatan uveitis anterior berupa penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang. Ablasio retina kadang-kadang timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus. Edema kistoid makular dan degenerasi dapat terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan. Hal ini mungkin disebabkan karena penurunan kadar prostaglandin. Band keratopathi terjadi pada uveitis yang lama. Terjadi karena penumpukan kalsium pada kornea anterior.7,8

Glaukoma sekunder yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, antara lain:

• Gangguan sirkulasi humor aqueous karena tersumbat oleh sel radang

• Sinekia posterior memungkinkan humor aqueous terkumpul di belakang iris. • Sinekia anterior peripheral progresif menutup sudut bilik mata

• Kortikosteroid topikal yang digunakan pada terapi dapat meningkatkan tekanan intra okular

• Rubeosis iridis menyebabkan neovaskular glaukoma

Gambar 6: Glaucoma sudut tertutup dan Katarak matur

(18)

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical atau oral adalah ditujuan untuk mengurangi peradangan.Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.10

Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau nonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan glaukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil. 10

Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan.8Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.9 Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan. 10

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial. 10

Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam

(19)

lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air. Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat biphasic. 10

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.10

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%, dexametason alcohol 0,1%, dexamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan medrysone 1%. 10

Cycloplegics dan mydriatics

Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior (sinekia posterior), yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraokular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%. 9

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs

Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan steroid topikal hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs (biasanya aspirin dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk mengurangi peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior. 9

(20)

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametason dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. 9

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9

Pengobatan lainnya

Jika pasien tidak koperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan topikal steroid, injects subkonjuctival steroid (seperi celestone) akan berguna. Depot steroid seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah.8

Injeksi periokular dapat diberikan dalam bentuk long acting berupa Depo maupun bentuk short acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal.10

Indikasi injeksi periokular adalah apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan, Uveitis unilateral, pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid periokular merupakan kontra indikasi pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis. 10

Lokasi injeksi periokular subkonjungtiva dan subtenon steroid repository serta Injeksi subtenon posterior dan retrobulbar. Keuntungan injeksi subkonjungtiva dan subtenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior

(21)

berat dapat dipakai dexametason 24 mg. Injeksi subtenon posterior dan retrobulbar, cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid, retina dan saraf optik). 10

Komplikasi injeksi periokular adalah perforasi bola mata, injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan katarak subkapsular posterior, glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk Depo dimana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, atrofi lemak subdermal pada teknik injeksi via palpebra.10

Tabel 5. Penatalaksanaan uveitis anterior berdasarkan keparahan

Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1 – 7 hari, tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setip follow-up adalah visual acuity, pengukuran tekanan intraokular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp, assesment cell dan flare, dan evaluasi respon terhadap terapi. 9

Adapun pendekatan untuk menegakkan diagnosis uveitis anterior dapat dilihat pada diagram berikut :

(22)

K. PROGNOSIS

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya. Dengan pengobatan, serangan uveitis non-granulomatosa umumnya berlangsung beberapa hari sampai minggu dan sering kambuh. Uveitis granulomatosa berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan yang nyata. Prognosis bagi lesi korioretinal perifer lokal jauh lebih baik, sering sembuh tanpa gangguan penglihatan yang berarti. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak, glaukoma atau uveitis posterior.9,10

BAB III LAPORAN KASUS

(23)

Anamnesa (autoanamnesa) dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari selasa, 22 Februari 2011. Identitas Pasien Nama : Ny.I Umur : 49 tahun Pekerjaan : Penjahit Agama : Islam Suku : Banjar

Alamat : Jl. Pangeran Suryanata Samarinda

Anamnesa

Keluhan Utama : mata kiri terasa perih Riwayat penyakit Sekarang :

Mata kiri terasa perih sejak ± 4 hari yang lalu, rasa sakit seperti rasa di iris-iris, dan bertambah bila terkena cahaya. Sakit pada mata juga disertai mata merah, dan rasa mengganjal pada mata yang sakit. Pada awalnya sebelum mata tampak merah pasien hanya merasakan gatal pada mata kirinya lalu setelah pasien bepergian tanpa menggunakan pelindung kepala mata pasien mulai merah dan nyeri. Pada kelopak mata pasien juga tampak bengkak ± selama 3 hari terakhir. Pasien menyangkal adanya keluhan mata berair dan kotoran berlebihan pada mata. Riwayat trauma juga disangkal pasien.

Sebelumnya berobat ke poli pasien membeli sendiri obat tetes mata yaitu Tobrizon namun tidak memberi banyak perubahan. Dari pengakuan pasien tidak ada anggota keluarga atau orang yang dekat dengan pasien yang memiliki penyakit serupa dengan pasien. Pasien mengaku mengeluhkan rasa sakit pada gigi geraham kanan dan kiri atas sejak ± 2 tahun yang lalu, rasa sakit hilang timbul namun tidak pernah diobati.

Riwayat penyakit dahulu :

(24)

• Riwayat keluhan serupa satu tahun yang lalu

• Riwayat hipertensi ± 5 tahun

• Riwayat diabetes mellitus ± 3 tahun, tidak rutin minum obat

• Riwayat kolesterol tinggi dan sakit maag

• Pasien tidak memiliki penyakit sendi, penyakit kulit dan kelamin dan penyakit sistemik lainnya.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda vital : • Nadi : 78 kali/menit • Respirasi : 20 kali/menit • Tekanan darah: 130/90 mmHg • Suhu : 36.8 °C Status generalisata :

• Kepala leher : dalam batas normal

• Thorax : dalam batas normal

• Abdomen : dalam batas normal

• Ekstremitas : dalam batas normal

Status Oftalmologi

Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra

Visus 6/6 6/6

Posisi bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata Normal Normal

Silia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Palpebra superior Tidak ada kelainan Edema +

Palpebra inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Konjungtiva tarsus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Konjungtiva bulbi Hiperemi - Hiperemi +

Kornea Jernih, intak Jernih, intak

(25)

Flare +1, sudut mata normal

Pupil Bentuk bulat, reguler, diameter ± 3 mm

Bentuk bulat, regular, diameter ± 3 mm, Iris Warna kecoklatan, kripte

baik

Warna kecoklatan, kripte baik

Lensa jernih jernih

Reflek cahaya Normal Tampak menurun

Humor vitreus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Retina Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

TIO (palpasi) Normal Normal

RESUME

Seorang wanita, umur 49 thn datang berobat ke poli mata dengan keluhan mata kiri merah, nyeri, nyeri bertambah berat bila terkena cahaya, rasa mengganjal pada mata, namun tidak ada penglihatan kabur dan menurun pada mata kiri. Dialami sejak ± 4 hari yang lalu. Tidak ada riwayat trauma, nyeri kepala, silau, fotofobia, lakrimasi, sekret (-).

Pemeriksaan oftalmologis OS : visus 6/6, konjungtiva bulbi hiperemis (+), nyeri tekan (+), konjungtiva bulbi hiperemis, injeksio (+), kornea jernih dan intak, bilik mata depan tampak sedikit keruh, flare (+) 1, pupil isokor, tepi reguler diameter 3 mm, lensa jernih, reflek cahaya sedikit menurun, TIO palpasi normal.

Diagnosis Kerja :

Uveitis Anterior Okuli Sinistra

Diagnosa Banding : Konjungtivitis Keratitis Diagnosa Komplikasi : -Penatalaksanaan : • Prednison tab 2-2-0

(26)

• Dexamethason 1 mg eye drop 4 gtt 2 OS

• Ranitidin tab 2x1

• Konsul ke bagian gigi dan mulut

Prognosis : Ad vitam : bonam Ad functionam : bonam

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien wanita berumur 49 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata kiri terasa nyeri seperti diiris-iris, nyeri bertambah bila melihat cahaya, mata merah, rasa mengganjal pada mata dan bengkak pada kelopak mata atas yang terjadi sejak ± 4 hari sebelum ke rumah sakit yang lalu. Tidak ada mata berair, pandangan kabur dan riwayat trauma, hanya menurut pasien mata tampak mulai merah setelah

(27)

pasien bepergian tanpa pelindung kepala. Riwayat sakit gigi hilang timbul dalam 2 tahun terkahir karena gigi geraham bawah berlubang. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan fisik terutama pada status oftalmologis antara lain pada mata kiri visus 6/6, nyeri tekan pada mata kiri konjungtiva bulbi hiperemis, injeksio (+), kornea jernih dan intak, bilik mata depan tampak sedikit keruh, flare (+) 1, pada iris tidak tampak sinekia posterior, pupil reguler diameter 3 mm, lensa jernih, reflek cahaya sedikit menurun. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik mengarah pada suatu diagnosis yaitu Uveitis Anterior okuli sinistra.

Nyeri pada pasien disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Pandangan kabur dapat disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos, dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Hiperemi yang terjadi merupakan gambaran bendungan pembuluh darah sekitar kornea atau limbus. Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna ungu. Kekeruhan dalam bilik mata depan dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel, dan fibrin.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab timbulnya uveitis pada pasien ini adalah infeksi gigi yang sudah dialami selama ± 2 tahun tanpa adanya pengobatan dan perawatan sehingga infeksi fokal pada gigi menyebar hingga ke mata. Berdasarkan anamnesa pasien mengaku mempunyai penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan kolesterol namun penyakit-penyakit tersebut tidak berhubungan dengan kondisi pasien saat ini. Menurut pasien timbulnya mata merah pernah dialami juga satu tahun yang lalu, saat itu pasien juga mengalami sakit gigi karena giginya yang berlubang namun pasien hanya berobat ke dokter mata tanpa ada perawatan pada masalah giginya. Sehingga infeksi gigi ini diduga mejadi penyebab uveitis pada pasien ini. Adapun penyebab uveitis anterior berdasarkan literatur adalah autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain. Penyebab autoimun terdiri dari: artritis Rhematoid juvenile, spondilitis ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa, sarkoidosis, penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari: sifilis, tuberkulosis, lepra, herpes zooster, hepes simpleks, onkoserkiasis, adenovirus. Untuk penyebab keganasan terdiri dari: sindrom masquerada, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma maligna. Sedangkan

(28)

yang lainnya berasal dari: iridopati, uveitis traumatika, ablatio retina, gout, dan krisis glaukomatosiklitik. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata. Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh infeksi fokal seperti: gigi, telinga, hidung, tenggorokan, traktus urogenitalis, traktus digestivus, kulit, dan lain-lain. Trauma perforata dan oftalmia simpatika juga dapat menyebabkan uveitis anterior.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis uveitis anterior pada okuli sinistra pasien ini yaitu terdapat edema pada palpebra superior, konjungtiva bulbi yang hiperemi, dan pada pemeriksaan kornea masih tampak jernih dan intak, bilik mata depan tampak sedikit keruh, flare +1, pupil regular, isokor diameter ± 3 mm, reflek cahaya sedikit menurun, sedangkan lensa tampak jernih dan tidak didapatkan adanya kelainan pula pada segmen posterior mata. Pada pemeriksaan tekanan intraokuler secara palpasi tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intraokuler sehingga tidak terjadi suatu glaukoma yang merupakan salah satu penyulit ataupun diagnosis banding kasus ini. Temuan yang mengarah pada diagnosis banding lain seperti konjungtivitis hanya ada konjungtiva yang hiperemi, untuk keratitis juga tidak tampak adanya kelainan pada kornea pasien sehingga diagnosis kerja sementara pada pasien ini adalah uveitis anterior.

Terapi medikamentosa pada pasien ini adalah pemberian prednisone oral 2-2-0, konsultasi pada bagian gigi dan mulut, penggunaan tetes mata steroid dan obat untuk mengatasi efek samping pada lambung berupa ranitidine tablet yang sebelumnya telah ada pada pasien dapat diteruskan. Pemberian terapi pada pasien ini sesuai dengan penatalaksanaan uveitis anterior ringan yaitu pemberian prednisone oral, kortikosteroid topikal, dan obat-obat yang bekerja melindungi efek samping pada lambung akibat steroid seperti ranitidine. Pemberian kortikosteroid topikal untuk mengurangi peradangan dengan mengurangi produksi eksudat, stabilisasi membrane sel, menghambat pelepasan lisozim oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit. Prednison tablet merupakan salah satu agen kortikosteroid oral karena pemberian topikal steroid hanya memiliki sedikit respon. Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dengan mengurangi pembentukan jaringan parut dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai

(29)

preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametason dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. Pasien juga dikonsulkan ke bagian gigi dan mulut untuk mengevaluasi infeksi gigi yang dialami pasien dan mendapat perawatan lebih lanjut agar tidak terjadi rekurensi infeksi pada mata akibat infeksi fokal pada gigi. Pasien juga diminta untuk kontrol kembali ke poli apabila obat habis (4-5 hari kemudian) untuk mengevaluasi respon terapi.

Prognosis pada pasien ini baik karena pasien datang berobat segera, inflamasi masih pada fase akut dimana belum terjadi penyulit lanjut sehingga penanganan didapat secepatnya dan komplikasi yang lebih berat dapat dihindari.

BAB V KESIMPULAN

Pasien wanita berumur 49 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata kiri nyeri, nyeri bertambah bila terkena cahaya, rasa mengganjal pada mata dan bengkak pada kelopak mata atas. Terjadi sejak 4 hari yang lalu, tidak ada penurunan visus dan riwayat trauma.

(30)

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan fisik terutama pada status oftalmologis antara lain pada mata kiri visus 6/6, konjungtiva bulbi hiperemis, injeksio (+), sementara pada pemeriksaan slit lamp mata kiri didapatkan kornea jernih dan intak, bilik mata depan flare (+) 1, pupil isokor 3 mm reguler, lensa jernih, reflek cahaya menurun. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik telah ditegakkan diagnosa Uveitis Anterior Okuli Sinistra.

Terapi medikamentosa pada pasien ini adalah pemberian kortikosteroid topikal dan oral serta obat-obat pelindung mukosa lambung. Penanganan lain pada pasien ini adalah konsultasi ke bagian Gigi dan Mulut dan kontrol kembali bila obat telah habis untuk menilai respon terapi.

(31)

1. American Optometric Association, 2004, Anterior Uveitis, dalam Optometric Clinical Practice Guideline, American Optometric Association, St. Louis

2. Anonim, 2007, Uveitis Anterior,

http://exdeathhealth.blogspot.com/2008/03/uveitis-anterior.html

3. Ardy, H., 1993, Diagnosis Etiologik Uveitis Anterior, dalam Cermin Dunia Kedokteran no 87. sept 1993, Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta: 47-54

4. Ghozie, M., 2002, Kornea, Uvea, dan Lensa, dalam Hand Book of Ophtalmology, Yogyakarta

5. Hodge, W. G., 2000, Traktus Uvealis & Sklera, dalam Vaughan, D. G., Asbury, T. dan Riodan, P., Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 155-174

6. Riodan, P., 2000, Anatomi & Embriologi Mata, dalam Vaughan, D. G., Asbury, T. dan Riodan, P., Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 1-29

7. Rosenbaum, J,T, 2007, Up to Date: Canada, http://www.uptodate.com

8. Sjamsoe, S., 1993, Penatalaksanaan Uveitis, dalam Cermin Dunia Kedokteran no 87. sept 1993, Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta: 55-58

9. Suhardjo dan Gunawan, S., 1993. Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akuta Pada HLA-B27 positif, FK UGM, Yogyakarta

10. Wijana, N., 1993, Uvea, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta: 126-153

Gambar

Tabel 1. Etiologi uveitis anterior berdasakan agen penyebab infeksi
Gambar 1. Stuktur uvea
Tabel perbedaan uveitis granulomatosa dan nongranulomatosa
Gambar 3. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca  pada permukaan iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan segmen anterior pada mata kiri didapatkan koloboma palpebra, konjungtiva sulit dinilai dan kornea keruh, terdapat keratopati eksposur.. Bilik mata

Pada pemeriksaan fisik didapatkan silia superior mata kanan dan silia inferior mata kiri melengkung ke dalam, palpebra superior dan inferior mengalami

Pemeriksaan segmen anterior mata kanan dengan menggunakan lampu celah ditemukan adanya palpebra hiperemis minimal, edema palpebra minimal, blefarospame minimal, dan

Pemeriksaan segmen anterior didapatkan hiperemis pada konjungtiva, kornea edema, terdapat lipat descemet, dan mikrobula, bilik mata depan Van Herricks grade III dengan

Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen,

Pada pemeriksaan fisik didapatkan silia superior mata kanan dan silia inferior mata kiri melengkung ke dalam, palpebra superior dan inferior mengalami

Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva dan kornea.. Entropion

Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan didapatkan palpebra dan konjungtiva tenang, kornea posterior embryotoxon, bilik mata depan kesan sedang, pupil lonjong, iris kesan sinekia