• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tebu

N/A
N/A
fika

Academic year: 2024

Membagikan "Makalah Tebu"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TEBU (Saccharum officinarum) MAKALAH

Disusun Oleh:

FIKA FEBRIANI PUTRI 2104290032

AGROTEKNOLOGI 1

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN

2024

(2)

MAKALAH TEBU (Saccharum officinarum) MAKALAH

Oleh:

FIKA FEBRIANI PUTRI 2104290032

AGROTEKNOLOGI 1

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu pada Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara

Diperiksa Oleh :

Dicky Zulkarnain Tanjung S.P Fiona Aisyah Amini Rahman S.P Asisten Praktikum Asisten Praktikum

Muhammamad Fahrul Akbar Daulay Asisten Praktikum

Diahkan Oleh :

Assoc. Prof. Ir Efrida Lubis, M.P Dosen Penanggung Jawab

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Sehinggah penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Tidak lupa penulis haturkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun judul makalah ini adalah “Makalah Tebu (Saccharum officinarum)”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan Terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua Penulis yang Telah Memberi dan Dukungan Baik Secara Moral Maupun Material.

2. Ibu Assoc. Prof. Ir Efrida Lubis, M.P selaku Dosen Penanggung Jawab Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

3. Abang Dicky Zulkarnain Tanjung S.P Selaku Asisten Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

4. Kakak Fiona Aisyah Amini Rahman S.P Selaku Asisten Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

5. Abang Muhammamad Fahrul Akbar Daulay Selaku Asisten Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

6. Teman - teman yang Telah Memberikan Dukungan dan Partisipasinya Baik Dalam Pembuatan proposal dan Dokumentasi

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

20 Desember 2024 Penulis

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN...

1.1 Latar Belakang ...

1.2 Tujuan Penelitian ...

1.3 Kegunaan Penelitian ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

2.1 Botani Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)...

2.2 Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)...

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)...

2.4 Fase Pertumbuhan Pemilihan Indukan Tebu...

2.5 Fase Pertumbuhan Tebu (Saccharum officinarum)...

2.6 Hama dan Penyakit Tebu (Saccharum officinarum)...

2.7 Jenis – Jenis Tebu (Saccharum officinarum)...

2.8 Proses Penanaman Tebu (Saccharum officinarum)...

2.9 Proses Pasca Panen Tebu (Saccharum officinarum)...

BAB III BAHAN DAN METODE...

3.1 Tempat dan Waktu ...

3.2 Bahan dan Alat...

3.3 Metode Penelitian...

3.4 Pelaksanaan Penelitian ...

3.4.1 Persiapan Lahan...

3.4.2 Pengolahan Media Tanam...

3.4.3 Pembuatan Naungan... 16

3.4.4 Pengolahan Media Tanam... 16

3.4.5 Pembuatan Bedengan ... 16

3.4.6 Penanaman ... 16

(5)

3.5 Pemeliharaan Tanaman... 17

3.5.2 Penyiraman ... 17

3.5.2 Pemupukan ... 17

3.5.3 Penyiangan ... 18

BAB IV ISI... 4.1 Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)... 4.2 Produk Turunan Dari Tebu Tebu (Saccharum officinarum)... 4.3 Pengaruh Pupuk Pada Budidaya Tebu (Saccharum officinarum)... 4.3.1 Pupuk NPK... 4.3.2 Kandungan Pupuk NPK... 4.3.3 Peranan Pupuk NPK... 4.3.4 Peranan Pupuk NPK Pada Budidaya Tebu... 4.3.5 Tanaman Tebu... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1 Kesimpul ... 5.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA... 20

LAMPIRAN... 21

(6)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Pembukaan Lahan...

2. Pembuatan Bedengan... 2 3. Penanaman ... 2 4. Penyiraman...

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Bagan Plot Penelitian...

2. Dokumentasi Kegiatan Praktikum...

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penghasil gula utama dan salah satu bahan pangan penting kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Tanaman tebu tumbuh subur pada lingkungan yang dikelola dengan baik dan pada lahan yang memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Pada tahun 2021, pemanfaatan gula di Indonesia mencapai 3,35juta ton, sedangkan produksi gula masyarakat baru mencapai 2,3 juta ton sehingga masih terdapat defisit gula sekitar 1 juta ton. Defisit tersebut diperkirakan akan meningkat seiring dengan pertmbuhan jumlah penduduk Indonesia. Menurunnya kesuburan tanah di Indonesia tidak bisa hanya disebabkan oleh salah satu permasalahan yang dihadapi industri gula nasional. Pada tahun 2021, luas areal perkebunan tanaman tebu di Indonesia mencapai 450.618 hektar dengan produktivitas tebu 71,4% dan rendemen 7,17%

(NSC, 2022).

Kebutuhan gula konsumsi nasional sebesar 2,24 juta ton dan menargetkan produksi menjadi 2,8 juta ton di tahun 2021. Produksi gula tahun 2020 adalah sebesar 2,13 juta ton dan lahan tebu nasional tahun ini mengalami peningkatan dari sebelumnya dari 432 ribu (ha) pada tahun 2020 menjadi 443.501 ha pada tahun 2021 (Kementrian Pertanian, 2021). Produksi gula salah satunya sangat bergantung pada besarnya rendemen tebu. Data Direktorat Jendral Perkebunan (2021), menunjukkan bahwa rata-rata rendemen tebu di Indonesia pada tahun 2021 6,86%. Rendemen pada tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata sepanjang tahun 2020 yaitu sebesar 7,17%.

Besarnya rendemen tersebut tidak cukup untuk memenuhi produksi gula nasional yang mencapai 2,24 juta ton. Impor gula dilakukan oleh pemerintah guna menutupi kekurangan pasokan gula dalam negeri. Apabila tebu di Indonesia memiliki rata-rata rendemen di atas 10%, maka impor gula dapat ditekan sebagian besar kebutuhan gula nasional dapat dipenuhi sendiri. Rendemen tebu sangat ditentukan oleh banyak faktor, seperti bahan tanam, teknik budidaya dan lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan yang sama akan memberikan besarnya rendemen yang sama, sehingga pengaruh faktor ini dapat diminimalkan. Perbedaan bahan tanam dan teknik budidaya sangat mempengaruhi besarnya rendemen tebu. Bahan tanam berupa tebu yang memiliki potensi rendemen

(9)

tinggi menjadi salah satu alternatif dalam mendongkrak produksi gula di Indonesia (Rianditya dan Hartatik, 2022).

Penyebab rendahnya produksi gula dalam negeri salah satunya dapat dilihat dari sisi lahan perkebunan, diantaranya penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu. Bibit merupakan faktor produksi yang sangat penting, akan tetapi saat ini mutu dan jumlahnya masih kurang. Penyimpanan bibit melalui kebun bibit berjenjang membutuhkan waktu 6 bulan untuk masing-masing periode tanam, sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu pada saat penanaman pemotongan ruas sangat menentukan kualitas pertumbuhan, pemotongan ruas yang di anjurkan yaitu 2-3 ruas batang tebu, karena tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek sehingga pertumbuhan merata. Sebaik apapun bibit yang dipergunakan, apabila pelaksaan budidaya tanaman dilapangan masih meningalkan kaidah-kaidah budidaya tanaman yang benar sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman, akan berdampak pada hasil produksi yang jauh dari harapan.

Salah satu usaha untuk mendapatka bibit yang baik adalah dengan cara pemberian pupuk organik, pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas hasil pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pecemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjut untuk menjaga petani berkelanjutan yaitu dengan meningkatkan pemberian pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk an organik (Hawalid dan Widodo, 2019).

Faktor iklim terutama curah hujan turut menentukan pertumbuhan dan produksi tebu, yang berpengaruh terhadap kadar gula atau nira tebu, serta mempengaruhi besaran produksi gula. Kejadian anomali iklim di Indonesia telah terbukti mempengaruhi produksi pertanian. Karena kaitannya dengan ketersediaan air, jika terjadi anomali iklim terutama yang menyebabkan kekeringan di Indonesia, maka tanaman pangan yang paling terpengaruh adalah tanaman-tanaman yang membutuhkan banyak air dalam satu daur hidupnya (seperti padi), sehingga ketika musim bergeser maju atau mundur dari yang dijadwalkan, tanaman akan mengalami kekeringan. Untuk itu karakteristik perubahan anomali iklim perlu dikuantifikasi besaran (magnitude) agar dampak anomali iklim dapat diantisipasi lebih dini dan diminimalkan resikonya. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan pola curah hujan menjadi tidak menentu dan sangat berpengaruh terhadap musim tanam. Pertumbuhan tanaman tebu memerlukan perbedaan nyata antara musim hujan dan kemarau. Umumnya tanaman tebu membutuhkan curah hujan tahunan antara

(10)

1.000-1.300 mm/tahun. Selama masa vegetatif tebu membutuhkan banyak air, sedangkan pada akhir masa vegetatif atau menjelang tebu masak untuk dipanen maka tebu membutuhkan keadaan kering atau tidak ada hujan yang menyebabkan terhentinya pertumbuhan tebu dan memulai proses penimbunan sukrosa dalam batang tebu. Apabila curah hujan cukup tinggi maka kesempatan tanaman tebu untuk matang terus tertunda sehingga menyebabkan kadar gula atau nira tebu turun dan berakibat terhadap produksi gula rendah (Hartatie dkk., 2021).

Selain faktor curah hujan, faktor utama yang mempengaruhi produksi tebu yaitu pemupukan. Pemupukan dalam budidaya tebu harus memperhatikan kebutuhan tanaman dan ketersediaan unsur hara dalam tanah, sehingga dosis pemupukan dalam setiap lokasi juga berbeda. Pada umumnya tanaman tebu membutuhkan 3 jenis pupuk yang berbeda yaitu ZA 8-9 Ku/Ha, SP36 2 Ku/Ha, dan KCl 2 Ku/Ha. Magandi dan Purwono (2019), menyatakan bahwa permasalahan yang dialami saat ini beberapa petani tebu mengaplikasikan pupuk yang lebih dari dosis anjuran dengan harapan hasil yang diperoleh dapat maksimal. Namun hal ini menjadi tidak efektif dan efisien. Pemupukan yang berlebih tanpa melalui analisis daun dan analisis tanah akan berdampak negatif pada tanaman tebu. Menurut Magandi dan Purwono (2019) pemupukan yang melebihi dosis dan tidak seimbang dapat menurunkan produktivitas maupun rendemen tebu serta akan berdampak juga terhadap lingkungan.

Dalam budidaya tanaman tebu, pemupukan merupakan faktor penting, dan juga sebagai sarana produksi yang menyerap biaya budidaya paling banyak, sebesar 65% dari total biaya. Karena tanaman tebu mempunyai kebutuhan unsur hara yang tinggi, maka persediaan unsur hara dalam tanah relatif cepat berkurang. Oleh karena itu, perlakuan berbagai pupuk yang efektif merupakan persyaratan penting untuk mencapai hasil yang optimal. Selama beberapa tahun, bahkan tanah yang sangat subur pun tidak akan mampu mempertahankan unsur hara dalam jumlah tinggi. Oleh karena itu, sangat penting untuk menggunakan pupuk yang di rancang untuk mempertahankan hasil optimal pada tingkat tertentu guna menyediakan atau meningkatkan unsur hara secara tepat (Sukoco, 2024).

Tanaman tebu membutuhkan banyak unsur hara esensial seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Penyediaan unsur hara yang seimbang sangat penting supaya tanaman tebu dapat mencapai potensi hasil yang optimal. Dalam peraturan pemerintah mengenai budidaya tebu giling yang baik, kebutuhan hara umum untuk mendapatkan tebu 100

(11)

ton/ha dibutuhkan nitrogen sebesar 150 kg/ha, P2O5 105 kg/ha dan K2O 105 kg/ha.

Ditambahkan oleh Merdeka (2019), kebutuhan hara tanaman tebu (anorganik) adalah Nitrogen 100-160 kg/ha, Fosfor 36-108 kg/ha, Kalium 36-108 kg/ha. Dosis N optimal untuk tanaman tebu biasanya berkisar antara 100 hingga 200 kg kg/ha, dengan kadar N yang direkomendasikan berkisar antara 45 hingga 300 kg N/ha di berbagai belahan dunia.

Unsur esensial seperti Nitrogen (N), Pospat (P), dan Kalium (K) dibutuhkan tanaman tebu dalam jumlah yang cukup banyak Dengan ketersediaan yang terbatas di dalam tanah, maka unsur-unsur tersebut perlu ditambahkan melalui pemupukan.

Banyaknya pupuk yang perlu diberikan tergantung dari jumlah dan ketersediannya di dalam tanah. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara yang lebih dari dua jenis, dengan kandungan unsur hara Nitrogen 15% dalam bentuk NH3, fosfor 15% dalam bentuk P2O5, dan kalium 15% dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen (pembawa nitrogen) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman yang dapat menunjang pertumbuhan bibit tanaman tebu, kebutuhan pupuk NPK majemuk yaitu 100 kg/ha untuk tanaman Tebu dilahan (Palmasari dkk., 2021).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah dari Makalah Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) sebagai berikut:

1. Apa Botani Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) ?

2. Apa saja Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)?

3. Apa saja Syarat Tumbuh Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) ?

4. Bagaimana Fase Pertumbuhan Pemilihan Indukan Tebu (Saccharum officinarum) ? 5. Bagaimana Fase Pertumbuhan Tebu (Saccharum officinarum) ?

6. Apa saja Hama dan Penyakit Tebu (Saccharum officinarum) ?

7. Apa saja Jenis – Jenis Tebu (Saccharum officinarum) ? 8. Bagaimana Proses Penanaman Tebu (Saccharum officinarum) ? 9. Bagaimana Proses Pasca Panen Tebu (Saccharum officinarum) ?

10. Apa saja Varietas Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) ?

11. Apa saja Produk Turunan Dari Tebu Tebu (Saccharum officinarum)?

12. Bagaimana Pengaruh Pupuk Pada Budidaya Tebu (Saccharum officinarum) ?

(12)

1.3 Tujuan Makalah

Adapun Tujuan Makalah Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) sebagai berikut:

1. Mengetahui Botani Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) ? 2. Mengetahui Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)?

3. Mengetahui Syarat Tumbuh Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) ?

4. Mengetahui Fase Pertumbuhan Pemilihan Indukan Tebu (Saccharum officinarum)?

5. Mengetahui Fase Pertumbuhan Tebu (Saccharum officinarum) ? 6. Mengetahui Hama dan Penyakit Tebu (Saccharum officinarum) ?

7. Mengetahui Jenis – Jenis Tebu (Saccharum officinarum) ? 8. Mengetahui Proses Penanaman Tebu (Saccharum officinarum) ? 9. Mengetahui Proses Pasca Panen Tebu (Saccharum officinarum) ?

10. Mengetahui Varietas Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) ?

11. Mengetahui Produk Turunan Dari Tebu Tebu (Saccharum officinarum)?

12. Mengetahui Pengaruh Pupuk Pada Budidaya Tebu (Saccharum officinarum) ? 1.4 Kegunaan Makalah

Adapun kegunaaan dari Makalah Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

2. Sebagai salah satu syarat untuk practical test dan praktikum budidaya tanaman kakao, kelapa dan tebu pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai penelitian ini

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)

Tebu adalah tanaman semusim yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis, berasal dari famili Poaceae atau rumput-rumputan dan memiliki tipe fotosintesis C4. Tebu pertama kali diklasifikasikan oleh Linnaeus pada tahun 1753 ke dalam genus Saccharum L. Genus ini kemudian diperluas menjadi enam spesies, yaitu S. robustum Brandes dan Jeswiet ex Grassl, S. spontaneum L., S. sinense (Roxb) Jesw., S. barberi Jesw., S. edule Hassk, dan S. officinarum L. Spesies S. officinarum L. (dikenal juga sebagai noble cane) adalah yang paling banyak dibudidayakan untuk produksi gula. Dalam sistem taksonomi, tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta, Kelas : Liliopsida,

Ordo : Poales

Famili : Poaceae, Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum L. (Riastuti dan Febrianti, 2021).

2.2 Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Akar

Tebu memiliki akar serabut dengan warna putih kecoklatan dan panjang bisa mencapai satu meter. Sewaktu tanaman tebu masih muda atau masih berbentuk bibit, ada dua macam akar, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek berasal dari stek batangnya, tidak berumur panjang, dan hanya berguna saat tanaman masih berumur muda. Akar tunas berasal dari tunasnya, berumur panjang dan akan tetap ada selama tanaman masih hidup.

Pertumbuhan akar dipengaruhi oleh kelembapan, suhu, dan volume tanah. Tanaman ratoon akan membentuk sistem perakarannya sendiri dengan cara mengganti akar tua, mati dan rusak dari tanaman plant cane. Tebu memiliki sistem perakaran serabut yang keluar dari pangkal batang yang tidak banyak bercabang dengan ukuran yang hampir sama. Persebaran akar tanaman tebu menjadi semakin berkurang seiring pertambahan periode ratoon. Tebu muda menampilkan dua jenis akar tanaman yaitu: sett roots dari

(14)

primordia akar dari pemotongan, dan shoot roots berasal dari primordia akar tunas (mata akar). Akar pertama (first root) yang terbentuk adalah akar sett (sett root), 10 yang muncul dari pita primordial akar di atas bekas luka daun pada simpul set. Akar sett dapat tumbuh dalam waktu 24 jam setelah tanam. Akar sett merupakan akar halus dan bercabang, akar ini mampu menopang tanaman yang tumbuh pada minggu pertama setelah perkecambahan. Shoot root (akar pucuk) akan muncul dari pangkal pucuk yang telah berumur 5-7 hari setelah tanam. Akar pucuk lebih tebal dibandingkan dengan akar yang pertama, kemudian akan berkembang menjadi akar utama tanaman. Akar pertama akan terus tumbuh selama 6-15 hari setelah tanam (hst), namun sebagian besar akan mati dan menghilang pada 60-90 hst dan akar pucuk akan terus berkembang dan mengambil alih untuk menyerap air dan nutrisi ke tunas yang tumbuh.

Batang

Batang tebu berkedudukan tegak, beruas dan tidak bercabang. Batang tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Pertumbuhannya dapat mencapai tinggi 2-5 m dengan ukuran batang 3-5 cm, menyesuaikan baik buruknya pertumbuhan, varietas tebu, iklim serta perawatan botaninya. Tebu memiliki kulit yang keras dilapisi lilin berwarna putih keabuabuan. Panjang ruas batang bagian pangkal dan puncak batang lebih pendek dibandingkan dengan batang bagian tengah. Batang bagian atas memiliki kandungan sukrosa yang lebih rendah.

Daun

Daun tebu berwarna hijau, berbentuk memanjang dan sejajar, tepi daun bergelombang dan berbulu. Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras. Daun tebu melekat pada buku-buku batang. Daun tebu tidak lengkap karena hanya memiliki tangkai daun dan tidak memiliki tanda-tanda daun, permukaan daun kasar dan berbulu, panjang 1-2 meter dan lebar 4-8 cm.

Mata Tunas

Mata tunas tebu varietas PS 862 terletak pada bekas pangkal pelepah daun.

Berbentuk bulat dengan bagian terlebar pada tengah mata. Pusat tumbuh terletak di atas tengah mata. Tepi sayap mata tunas rata, pangkal sayap di atas tengah tepi mata. Tidak mempunyai rambut tepi basal dan rambut jambul.

(15)

Bunga

Tanaman tebu berbunga majemuk dengan panjang 70-90 cm. Bunga memiliki 3 kelopak, 3 benang sari, 1 mahkota bunga dan 2 kepala putik. Cabang pertama bunga adalah batang bunga, dan yang kedua adalah batang bergelombang yang memiliki diameter tiga setengah milimeter. Pembungaan tanaman tebu dapat menyebabkan penurunan kualitas hasil tebu karena penurunan kandungan sukrosa pada batang.

Pembungaan dapat dihindari dengan memilih varietas tebu yang tidak berbunga atau sporadic. Daerah rendah dengan 1,500–3,000 mm/tahun curah hujan tahunan dan suhu ideal 24–30 ° C adalah tempat terbaik untuk menumbuhkan tanaman tebu. Jika ada penurunan rendemen, kecepatan angin yang direkomendasikan untuk tanaman tebu tidak lebih dari 10 km/jam. Siklus pertumbuhan dan pematangan tanaman tebu dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kelembaban dan cuaca panas mendukung pertumbuhan, sedangkan periode cerah yang kering dan suhu malam yang rendah menguntungkan untuk pematangan dan akumulasi gula pada batang (Rahmat, 2020).

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Tanah

Kondisi tanah optimal untuk pertumbuhan tebu adalah bertekstur gembur, ringan sampai agak berat. Optimum pada pH 6-7,5 dan masih tahan pada rentan pH 4,5 ± 8,5, dengan porositas minimal 30%. Dalam pertumbuhannya menghendaki kemiringan lahan kurang dari 8%. Kedalaman tanah yang dikehendaki minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air permukaan 40 cm. Komponen di dalam tanah yang baik untuk tanaman adalah mineral 50%, bahan organik 5%, dan air 25% Tanah yang sesuai untuk tanaman tebu adalah tanah yang bertekstur lempung. Keadaan tanah ini dapat mempengaruhi kadar sukrosa dalam tebu. Beragam jenis tanah di lahan kering, namun tanah vertisol, ultisol, dan inceptisol merupakan tanah-tanah yang dominan di lahan kering di Indonesia.

Tebu merupakan tanaman yang suka air dan tidak suka air, sehingga sistem drainase harus diolah dengan baik. Budidaya tebu tidak memerlukan jenis tanah spesifik namun umumnya dikembangkan pada jenis tanah alluvial, grumosol, latosol, vertisol, ultisol inceptisol dan regosol ketinggiaan 0–1400 mdpl. Tanah grumusol merupakan tanah yang sudah cukup berkembang dan memiliki sifat mengembang dan mengerut tergantung dari lengas tanah. Tanah grumusol dicirikan memiliki kandungan bahan organik tanah

(16)

sekitar 1.94%, pH H2O sebesar 6.29, kandungan Ntotal, P tersedia, dan K tersedia masing-masing sebesar 0.04%, 28 ppm, dan 115 ppm.

Kelembapan tanah selama pengamatan bervariasi pada kisaran 38,50−100%

dengan rerata sebesar 83,66%. Rerata kelembapan tanah selama beberapa waktu sebelum panen dari 12 kali pengamatan bervariasi bergantung pada perlakuannya. Pengukuran kelembapan tanah yang dilakukan semakin lama sebelum panen menghasilkan rerata kelembapan tanah yang semakin tinggi. Kandungan air yang paling tinggi dalam nira menyebabkan kuantitas nira ditentukan oleh jumlah air yang terkandung dalam batang tebu. Korelasi positif telah ditunjukkan antara jumlah air yang terkandung dalam jaringan tanaman berkorelasi positif dengan jumlah air dalam tanah. Kuantitas air dalam tanah dicerminkan oleh kelembapan tanah, di mana semakin tinggi kuantitas air dalam tanah semakin lembap kondisi tanah tersebut.

Terkait dengan kondisi cekaman air pada tanaman tebu, menunjukkan bahwa kondisi cekaman air sangat mempengaruhi nilai produktivitas terjadi pada penanaman tebu. Ketersediaan air pada Isaat hari tidak hujan dihitung berdasarkan kadar air tanah hari sebelumnya yang berasal dari penambahan air hujan (Peff) dan pengurangan air karena proses evapotranspirasi. Kadar air yang melebihi nilai kapasitas lapang (FC) atau dalam kondisi jenuh (Sat), mengalami perkolasi ke lapisan tanah lebih bawah selama waktu tertentu. Jumlah air tanah yang diserap oleh tumbuhan kemudian digunakan untuk fotosintesis dan menghasilkan pertambahan biomassa (CB) yang disimpan di bagian tertentu. Pertambahan biomassa bervariasi setiap hari tergantung pada proses fotosintesis yang terjadi dan ketersediaan air

Iklim

Pertumbuhan optimal tebu pada daerah tropis dan sub tropis sampai batas garis isoterm 20°C, antara 19° LU – 35°LS dengan memerhatikan kesediaan irigasi. Curah hujan idel berkisar 200 mm per bulan selama 5 sampai 6 bulan pertama. Lingkungan dengan suhu optimum 24-34°C dan penyinaran minimal 12- 14 jam setiap hari untuk mendukung pembentukan sukrosa pada tebu. Sedangkan kecepatan angin 10 km/jam cocok untuk tebu, tetapi tebu rentan roboh saat kondisi angin kencang. Faktor produksi tebu juga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi suhu. Pembentukan sukrosa optimal terjadi pada siang hari dengan suhu 30oC. Sukrosa yang terbentuk akan disimpan di batang pada malam hari (suhu rendah).

(17)

Perubahan iklim ditengarai sebagai salah satu faktor penyebab kegagalan swasembada gula pada tahun 2014. Faktor iklim adalah faktor yang tidak bisa dimanipulasi, sehingga iklim merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan pada budidaya tebu pada tanah grumusol. Tanaman tebu bisa tumbuh dengan curah hujan berkisar antara 1.000-1.300 mm per tahun. Curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan berkisar 200 mm per bulan selama 5-6 bulan. Tanaman tebu dapat tumbuh pada suhu 24- 34 derajat celcius dengan 13 perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10 derajat celcius. Pembentukan sukrosa pada tebu dapat terjadi secara optimal pada suhu 30 derajat celcius di siang hari. Selain itu tanaman tebu juga membutuhkan sinar matahari setiap harinya minimal 12-14 jam setiap harinya. Sedangkan kondisi angin yang cocok untuk tanaman tebu adalah 10km/jam. Apabila kondisi angin melebihi 10 km/jam maka dapat menyebabkan tanaman tebu roboh (Citra, 2022).

2.4 Fase Pertumbuhan Pemilihan Indukan Tebu (Saccharum officinarum)

Bibit tebu dibudidayakan melalui beberapa tingkat kebun bibit yaitu berturut-turut dari kebun bibit pokok (KBP), kebun bibit nenek (KBN), kebun bibit induk (KBI), dan kebun bibit datar (KBD). KBP merupakan kebun bibit tingkat I yang menyediakan bibit bagi KBN. Bahan tanam untuk KBP merupakan varietas introduksi yang sudah lolos seleksi, misalnya varietas unggul yang dilepas oleh P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia). Penanaman KBP disentralisir di suatu tempat agar dapat terjaga kemurniannya.

Kebun bibit nenek (KBN) merupakan kebun bibit tingkat II yang menyediakan bahan tanam bagi KBI. Kebun bibit ini diusahakan oleh institusi penelitian secara tersentralisir untuk menjaga kemurnian dan kesehatannya.

Kebun bibit induk (KBI) merupakan kebun bibit tingkat III yang menyediakan bahan tanam bagi KBD. Luasan KBI yang lebih besar daripada KBP dan KBN mengharuskan KBI diselenggarakan di lokasi yang tersebar. Varietas yang ditanam pada KBI harus sudah mencerminkan komposisi jenis pada tanaman tebu giling yang akan datang.

Kebun bibit datar (KBD) merupakan kebun bibit tingkat IV yang menyediakan bahan tanaman bagi kebun tebu giling (KTG). Lokasi KBD hendaknya sedekat mungkin

(18)

dengan lokasi yang akan dijadikan KTG. Varietas yang ditanam di KBD hendaknya antara 1-3 jenis saja untuk mempermudah menjaga kesehatan kemurnian jenisnya.

Bulan tanam di KBP, KBN, KBI, KBD dan KTG disesuaikan dengan sifat kemasakan varietas tebu yang ditanam. Bulan dan waktu tanam yang optimal berdasarkan sifat kemasakan varietas tebu yang ditanam di masing-masing kebun. Melalui proses seleksi bertingkat yang dilakukan dari satu tingkat kebun bibit ketingkat berikutnya, diharapkan bibit yang akan ditanam di kebun tebu giling (KTG) memiliki kualitas yang baik. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur 6-7 bulan, tidak tercampur dengan varietas lain, bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik.

Keberhasilan pemenuhan kebutuhan bibit untuk KTG, harus diatur komposisi antara KBD dengan KTG sebanyak 1:5, artinya dari setiap 1 ha KBD dapat dihasilkan bibit tebu untuk 5 ha KTG.

Standar kebun bibit yang harus dipenuhi untuk Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun Bibit Datar (KBD):

1. Tingkat kemurnian varietas untuk KBP dan KBN harus 100%, sedangkan untuk KBI

> 98% dan KBD > 95%.

2. Bebas dari luka api, penyakit blendok, pokkah bung, mosaik dan lainlain. Toleransi gejala serangan < 5%.

3. Gejala serangan penggerek batang < 2% dan gejala serangan hama lainnya < 5%. 4.

Lokasi kebun bibit dipinggir jalan, lahan subur, pengairan terjamin dan bebas dari genangan.

Standar kualitas bibit dari varietas unggul yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1. Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan tidak kering.

2. Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan.

3. Diameter batang lebih dari 2 cm dan tidak mengkerut atau mengering.

4. Mata tunas yang dipakai bibit masih dorman, segar dan tidak rusak.

5. Bebas dari penyakit pembuluh.

Kebun Benih Tebu adalah kebun yang diselenggarakan untuk mendapatkan benih tebu yang murni, sehat dan bermutu. Benih tebu dapat berasal dari perbanyakan konvensional atau mikropropagasi. Penyelenggaraannya dikerjakan secara berjenjang mulai dari Kebun Benih Penjenis (KBS), Kebun Benih Dasar (KBD), Kebun Benih Pokok

(19)

(KBP), dan Kebun Benih Sebar (KBR). Sedangkan perbanyakan mikropropagasi jenjangnya dimulai dari Kebun Generasi 0 (G0), Kebun Generasi 1 (G1), Kebun Generasi 2 (G2), dan Kebun Generasi 3 (G3).

Kebun Benih Penjenis (KBS) / Kebun Benih Generasi 0 (G0) : Kebun pembenihan awal yang menghasilkan Benih Dasar (BD) atau Benih Generasi 1 (G1) untuk perbanyakan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal BD atau G1 yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga penyelenggara pemuliaan.

Kebun Benih Dasar (KBD) / Kebun Benih Generasi 1 (G1) : Kebun pembenihan untuk menyediakan bahan tanam bagi Kebun Benih Pokok (KBP) atau Kebun Benih Generasi 2 (G2), yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal yang diselenggarakan oleh pabrik gula dan produsen benih tebu di bawah pengawasan lembaga sertifikasi benih.

Kebun Benih Pokok (KBP) / Kebun Benih Generasi 2 (G2) : Kebun pembenihan untuk menyediakan bahan tanam bagi Kebun Benih Sebar (KBR) atau Kebun Benih Generasi 3 (G3), yang diselenggarakan oleh pabrik gula dan produsen benih tebu di bawah pengawasan lembaga sertifikasi benih.

Kebun Benih Sebar (KBR) / Kebun Benih Generasi 3 (G3) : Kebun pembenihan untuk menyediakan bahan tanam bagi Kebun Tebu Giling, yang diselenggarakan oleh pabrik gula dan produsen benih tebu di bawah pengawasan lembaga sertifikasi benih (Singh, 2019).

2.5 Fase Pertumbuhan Tebu (Saccharum officinarum)

Tahap dari siklus pertumbuhan tanaman yaitu, meliputi Fase germinasi, degradasi, perpanjangan, dan pematangan. Tanaman tebu atau (Saccharum officinarum L.) memiliki lima fase pertumbuhan yaitu fase perkecambahan, fase pertunasan, fase pertumbuhan batang, fase kemasakan, dan fase pasca panen.

1. Perkecambahan

Fase perkecambahan (tebu umur 0 sampai 1 bulan setelah kepras) berlangsung sejak 2 sampai 3 minggu atau paling lambat minggu ke 5 setelah tebang. Fase perkecambahan dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya kesehatan mata tunas, cadangan makanan, kelembaban dan suhu tanah, aerasi tanah, serta varietas yang digunakan.

2. Pertunasan

(20)

Pertunasan (tebu umur 1 sampai 3 bulan setelah kepras) pada fase ratoon memiliki dinamika pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan tebu pertama. Tunas keprasan muncul saat tebu berumur 40 hingga 120 hari setelah tebang sampai 3-4 bulan (bergantung pada varietasnya). Faktor yang berperan adalah jenis varietas yang digunakan, lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban, jarak tanam serta faktor pemupukan. Munculnya tunas terjadi dari batang sekunder dan tersier. Hal ini membuat populasi keprasan lebih besar dibandingkan dengan tanaman aslinya. Dalam periode pertunasan ini sedapat mungkin digunakan untuk upaya yang memacu pertumbuhan tanaman, seperti pemupukan. Pemupukan untuk ratoon umumnya diberikan 10-15% lebih tinggi dari tanaman pertama.

3. Pemanjangan batang

Tahap pemanjangan batang (tebu umur 3 sampai 9 bulan setelah kepras) sangat cepat terjadi pada 3 hingga 9 bulan pada tanaman umur 12 bulan. Produksi daun juga meningkat pesat pada tahap ini. Dalam lingkungan yang tepat, 8 pertambahan jumlah ruas terjadi sekitar 4-5 ruas per bulan. Suhu 30°C dengan kelembaban 80% merupakan kondisi optimal selama fase ini. Fase pemanjangan batang juga menjadi fase krusial, dimana potensi kematian tunas besar. Kematian tunas terjadi disebabkan karena adanya naungan tajuk tebu, serangan penggerek pucuk, persaingan hara serta kondisi lingkungan (ketersediaan air tanah).

4. Pemasakan

Fase pemasakan (tebu umur 10 sampai 12 bulan setelah kepras) disebut juga fase generatif maksimal yang umumnya dimulai pada umur 10 sampai 12 bulan setelah kepras.

Selama tahap ini, pertumbuhan vegetatif ditekan karena sintesis dan akumulasi gula sederhana akan diubah menjadi sukrosa. Hasil sukrosa akan disimpan pada batang mulai dari ruas paling bawah. Tahap pematangan ditandai dengan melambatnya pertumbuhan vegetatif (bagian batang yang pendek dan kecil) hingga ditandai dengan keluarnya bunga pada kondisi tertentu, dengan pertumbuhan tajuk berwarna kuning kehijauan atau kecoklatan, terdapat bercak coklat hingga pada kondisi tertentu ditandau munculnya bunga. Kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme sukrosa, diantaranya kelembaban tanah, lama penyinaran (fototropisme), dan pemerian unsur hara tertentu dalam bentuk pemupukan daun (foliar application).

5. Panen

(21)

Masa panen tebu (tebu umur 12 sampai 14 bulan setelah kepras) berlangsung saat memasuki usia 10-14 bulan setelah penebangan tebu sebelumnya. Kreteria tebu panen ditandai dengan nilai brix pada bawah dan atas batang tebu sama atau memiliki selisih kurang dari 2. Hasil tebu keprasan umumnya lebih rendah namun cenderung stabil hingga periode ke empat. Rawat ratoon merupakan metode budidaya tebu keprasan yang dilakukan secara intensif. Indikator yang diperhatikan dalam budidaya rawat ratoon adalah karakteristik jumlah dan diameter batang, daya hidup mata tunas, persebaran akar dan akumulasi biomassa dapat menjadi indikator kultivar yang baik dalam budidaya ratoon. Secara ekonomis rawat ratoon memiliki produktifitas yang setara atau bahkan mengungguli hasil tebu pertaman. Tebu ratoon juga lebih toleran pada kondisi kering.

Namun, pola ratoon akan mengalami penurunan tajam 9 terhadap pertumbuhan dan hasil apabila dilakukan berulang dalam periode yang sangat lama (Prasetya dkk., 2022).

2.6 Hama dan Penyakit Tebu (Saccharum officinarum)

Pengendalian hama dan penyakit dapat mencegah meluasnya serangan hama dan penyakit pada areal pertanaman tebu. Pencegahan meluasnya hama dan penyakit dapat meningkatkan produktivitas. Beberapa hama dan penyakit utama tanaman tebu adalah:

Hama

1. Penggerek Pucuk (Triporyza vinella F)

Penggerek pucuk menyerang tanaman tebu umur 2 minggu sampai umur tebang.

Gejala serangan ini berupa lubang-lubang melintang pada helai daun yang sudah mengembang. Serangan penggerek pucuk pada tanaman yang belum beruas dapat menyebabkan kematian, sedangkan serangan pada tanaman yang beruas akan menyebabkan tumbuhnya siwilan sehinggga rendemen menurun. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan memakai insektisida Carbofuran atau Petrofur yang terserap jaringan tanaman tebu dan bersifat sistemik dengan dosis 25 kg/ha ditebarkan ditanah.

2. Uret (Lepidieta stigma F)

Hama uret berupa larva kumbang terutama dari familia Melolonthidae dan Rutelidae yang bentuk tubuhnya mem-bengkok menyerupai huruf U. Uret menyerang perakaran dengan memakan akar sehinga tanaman tebu menunjukkan gejala seperti kekeringan. Jenis uret yang menyerang tebu di Indonesia antara lain Leucopholis rorida, Psilophis sp. dan Pachnessa nicobarica. Pengendalian Foto: Saefudin dan Sunaryo Budidaya dan Pasca Panen TEBU 25 pertanaman tebu. Pencegahan meluasnya hama dan

(22)

penyakit dapat meningkatkan produktivitas. Beberapa hama dan penyakit utama tanaman tebu adalah: dilakukan secara mekanis atau khemis dengan menangkap kumbang pada sore/malam hari dengan perangkap lampu biasanya dilakukan pada bulan Oktober- Desember. Disamping itu dapat pula dengan melakukan pengolahan tanah untuk membunuh larva uret atau menggunakan insektisida carbofuran 3G.

3. Penggerek Batang

Ada beberapa jenis penggerek batang yang menyerang tanaman tebu antara lain penggerek batang bergaris (Proceras sacchariphagus Boyer), penggerek batang berkilat (Chilotraea auricilia Dudg), penggerek batang abuabu (Eucosma schista-ceana Sn), penggerek batang kuning (Chilotraea infuscatella Sn), dan penggerek batang jambon (Sesamia inferens Walk). Diantara hama penggerek batang tersebut penggerek batang bergaris merupakan penggerek batang yang paling penting yang hampir selalu ditemukan di semua kebun tebu.

Serangan penggerek batang pada tanaman tebu muda berumur 3-5 bulan atau kurang dapat menyebabkan kematian tanaman karena titik tumbuhnya mati. Sedang serangan pada tanaman tua menyebabkan kerusakan ruasruas batang dan pertumbuhan ruas diatasnya terganggu, sehingga batang menjadi pendek, berat batang turun dan rendemen gula menjadi turun pula. Tingkat serangan hama ini dapat mencapai 25%.

Pengendalian umumnya dilakukan dengan penyemprot-an insektisida antara lain dengan penyemprotan Pestona/ Natural BVR. Beberapa cara pengendalian lain yang dilakukan yaitu secara biologis dengan menggunakan parasitoid telur Trichogramma sp.

dan lalat jatiroto (Diatraeophaga striatalis). Secara mekanis dengan rogesan. Kultur teknis dengan menggunakan varietas tahan yaitu PS 46, 56,57 dan M442-51. Atau secara terpadu dengan memadukan 2 atau lebih cara-cara pengendalian tersebut.

Penyakit

1. Penyakit mosaik

Disebabkan oleh virus dengan gejala serangan pada daun terdapat noda-noda atau garis-garis berwarna hijau muda, hijau tua, kuning atau klorosis yang sejajar dengan berkas-berkas pembuluh kayu. Gejala ini nampak jelas pada helaian daun muda.

Penyebaran penyakit dibantu oleh serangga vektor yaitu kutu daun tanaman jagung, Rhopalosiphun maidis. Pengendalian dilakukan dengan menanam jenis tebu yang tahan,

(23)

menghindari infeksi dengan menggunakan bibit sehat, dan pembersihan lingkungan kebun tebu.

2. Penyakit busuk akar

Disebabkan oleh cendawan Pythium sp. Penyakit ini banyak terjadi pada lahan yang drainasenya kurang sempurna. Akibat serangan maka akar tebu menjadi busuk sehingga tanaman menjadi mati dan tampak layu. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menanam varietas tahan dan dengan memperbaiki drainase lahan.

3. Penyakit blendok

Disebabkan oleh bakteri Xanthomonas albilineans dengan gejala serangan timbulnya klorosis pada daun yang mengikuti alur pembuluh. Jalur klorosis ini lama-lama menjadi kering. Penyakit blendok terlihat kira-kira 6 minggu hingga 2 bulan setelah tanam. Jika daun terserang berat, seluruh daun bergaris-garis hijau dan putih. Penularan penyakit terjadi melalui bibit yang berpenyakit blendok atau melalui pisau pemotong bibit. Pengendalian dengan menanam varietas tahan penyakit, penggunaan bibit sehat dan serta mencegah penularan dengan menggunakan desinfektan larutan lysol 15% untuk pisau pemotong bibit.

4. Penyakit Pokkahbung

Disebabkan oleh cendawan Gibberella moniliformis. Gejala serangan berupa bintik-bintik klorosis pada daun terutama pangkal daun, seringkali disertai cacat bentuk sehingga daun-daun tidak dapat membuka sempurna, ruasruas bengkok dan sedikit gepeng. Akibat serangan pucuk tanaman tebu putus karena busuk. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan dengan 2 sendok makan Natural GLIO+2 sendok makan gula pasir pada daundaunan muda setiap minggu, pengembusan dengan tepung kapur tembaga (1;4:5) atau dengan menanam varietas tahan (Subiyakto, 2019).

2.7 Jenis – Jenis Tebu (Saccharum officinarum)

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman penting yang telah lama dibudidayakan untuk menghasilkan gula. Terdapat berbagai jenis tebu dengan karakteristik yang berbeda-beda, seperti warna batang, ukuran, kadar gula, dan masa tanam. Berikut adalah beberapa jenis tebu yang umum dijumpai:

1. Tebu Hitam

Tebu hitam adalah varietas tebu yang memiliki warna batang lebih gelap atau bahkan kehitaman dibandingkan dengan tebu pada umumnya. Tebu hitam sering dikaitkan

(24)

dengan kandungan gula yang lebih tinggi dan rasa yang lebih khas, serta memiliki beberapa manfaat yang membedakannya dari tebu biasa. Berikut adalah beberapa informasi terkait tebu hitam. Tebu hitam memiliki batang berwarna lebih gelap, sering kali coklat kehitaman atau bahkan hampir hitam. Ini memberi ciri khas yang membedakannya dari tebu jenis lainnya yang biasanya berwarna hijau atau kekuningan.

2. Tebu Kuning Cina

Tebu kuning Cina adalah salah satu varietas tebu yang dikenal memiliki batang berwarna kekuningan atau kemerahan. Varietas ini memiliki ciri khas tersendiri dan banyak digunakan di beberapa wilayah, terutama di Asia, sebagai bahan baku untuk produk gula atau sirup, serta memiliki potensi di bidang pertanian dan industri. Berikut adalah informasi mengenai tebu kuning Cina. Batang tebu kuning Cina memiliki warna kekuningan atau kemerahan, yang membedakannya dari tebu biasa yang lebih hijau. Ini memberi nama "kuning" pada varietas ini.Tebu kuning Cina memiliki kandungan gula yang cukup tinggi, meskipun tidak setinggi beberapa varietas lainnya. Namun, tebu ini masih banyak dibudidayakan karena kemampuan adaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi lingkungan.Gula yang dihasilkan dari tebu kuning Cina cenderung memiliki rasa yang lebih alami dan kurang tajam dibandingkan dengan gula dari varietas tebu lainnya.

Berdasarkan Warna Batang 3. Tebu Gula Berastagi

Tebu Gula Berastagi merupakan salah satu varietas tebu yang dikenal di Indonesia, khususnya di daerah Berastagi, Sumatera Utara. Varietas ini memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya menonjol dalam produksi gula tebu, baik untuk konsumsi langsung maupun pengolahan lebih lanjut. Tebu Gula Berastagi berasal dari daerah Berastagi, yang terkenal dengan iklim yang sejuk dan tanah subur di dataran tinggi Karo, Sumatera Utara. Kondisi iklim di daerah ini memberikan keunggulan bagi pertumbuhan tebu dengan kualitas yang lebih baik. Tebu ini memiliki batang yang cukup tebal, dengan warna batang yang merah lebih terang dan agak. Varietas ini cenderung menghasilkan batang yang lebih panjang dan berisi banyak air, sehingga memiliki kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Tebu Gula Berastagi dikenal memiliki kandungan gula yang tinggi.

4. Tebu Hibrida

Keragaman karakter merupakan determinan utama penyebaran plasma nutfah dalam memperbaiki spesies tanaman sehingga dapat mengeksploitasi galur yang beragam secara genetik sebagai tetua pada percobaan. Dan keragaman genetik yang luas dianggap

(25)

sebagai sumber daya genetik tanaman yang penting untuk memperluas gen dalam program pemuliaan. Nilai keragaman total tersebut didapatkan dari masing-masing komponen utama yaitu PC1 memberikan kontribusi 14,58% dan nilai eigenvalue 2,48 karakter yang berkontribusi terhadap keragaman yaitu karakter lebar mata akar dan wax ring, PC2 memberikan kontribusi 11,38%, PC3 memberikan kontribusi 10,66% dan nilai eigenvalue 1,81 karakter yang berkontribusi yaitu berat batang. PC4 memberikan kontribusi 9,18% dan nilai eigenvalue 1,56 karakter yang berkontribusi terhadap keragaman yaitu kedalaman retak pertumbuhan, PC5 memberikan kontribusi 7,99%, PC6 memberikan kontribusi 7,29% dan nilai eigenvalue 1,24 karakter yang berkontribusi terhadap keragaman yaitu lapisan lilin pelepah, PC7 memberikan kontribusi 6,54%, dan PC8 memberikan kontribusi 5,90%. Karakter yang berkontribusi terhadap keragaman yang dominan berkaitan dengan karakter morfologi seperti bentuk mata tunas, bentuk ruas, dan tepi daun (Fikri dan Jaelani, 2024).

- Tebu Merah: Memiliki batang berwarna merah atau merah kecoklatan. Kadar gulanya cukup tinggi dan sering digunakan untuk produksi gula.

- Tebu Kuning: Batangnya berwarna kuning cerah. Jenis ini memiliki rasa yang manis dan sering dikonsumsi langsung sebagai buah.

- Tebu Hijau: Batangnya berwarna hijau. Jenis ini memiliki kadar serat yang tinggi dan

- Tebu Hitam: Batangnya berwarna hitam atau ungu tua. Jenis ini memiliki rasa yang khas dan sering digunakan untuk membuat minuman tradisional.

Berdasarkan Masa Tanam

- Tebu Genjah: Merupakan varietas tebu yang memiliki masa tanam relatif singkat, biasanya sekitar 8-10 bulan.

- Tebu Sedang: Memiliki masa tanam yang lebih panjang dibandingkan tebu genjah, sekitar 10-12 bulan.

- Tebu Dalam: Merupakan varietas tebu yang memiliki masa tanam paling panjang, lebih dari 12 bulan (Hariri dan Irsyam, 2019).

2.8 Proses Pemanenan Tebu (Saccharum officinarum)

Pengaturan panen dimaksudkan agar tebu dapat dipungut secara efisien dan dapat diolah dalam keadaan optimum. Melalui pengaturan panen, penyediaan tebu di pabrik akan dapat berkesinambungan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas pabrik

(26)

sehingga pengolahan menjadi efisien. Kegiatan panen termasuk dalam tanggung jawab petani, karena petani harus menyerahkan tebu hasil panennya ditimbangan pabrik. Akan tetapi pada pelaksanaannya umumnya petani menyerahkan pelaksanaan panen kepada pabrik yang akan menggiling tebunya atau kepada KUD. Pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Mei sampai September dimana pada musim kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat rendemen tertinggi. Penggiliran panen tebu mempertimbangkan tingkat kemasakan tebu dan kemudahan transportasi dari areal tebu ke pabrik. Kegiatan pemanenan meliputi estimasi produksi tebu, analisis tingkat kemasakan dan tebang angkut.

A. Estimasi Produksi Tebu

Estimasi produksi tebu diperlukan untuk dapat merencanakan lamanya hari giling yang diperlukan, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan serta jumlah bahan pembantu yang harus disediakan. Estimasi produksi tebu dilakukan dua kali yaitu pada bulan Desember dan Februari. Estimasi dilakukan dengan mengambil sampel tebu dan menghitungnya dengan rumus:

P = jbtpk x jkha x tbt x b-bt P = Produksi tebu per hektar

jbtpk = Jumlah batang tebu per meter kairan jkha = Jumlah kairan per hektar

tbt = Tinggi batang, diukur sampai titik patah ( 30 cm dari pucuk) Bbt = Bobot batang per m (diperoleh dari data tahun sebelumnya) B. Analisis Kemasakan Tebu

Analisis kemasakan tebu dilakukan untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga tebu yang akan diolah dalam keadaan optimum. Analisis ini dilakukan secara periodik setiap 2 minggu sejak tanaman berusia 8 bulan dengan cara menggiling sampel tebu digilingan kecil di laboratorium.

Sampel tebu diambil sebanyak 15-20 batang dari rumpun tebu yang berada minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir. Nira tebu yang didapat dari sampel tebu yang digiling di laboratorium diukur persen brix, pol dan purity nya. Metode analisis kemasakan adalah sebagai berikut:

1) Setelah akar dan daun tebu sampel dipotong, rata-rata berat dan panjang batang tebu sampel dihitung.

(27)

2) Setiap batang dipotong menjadi 3 sama besar sehingga didapat bagian batang bawah, tengah dan atas. Setiap bagian batang ditimbang dan dihitung perbandingan beratnya, kemudian dibelah menjadi dua.

3) Belahan batang tebu dari setiap bagian batang digiling untuk mengetahui hasil nira dari bagian batang bawah, tengah dan atas. Nira yang dihasilkan ditimbang untuk diketahui daya perah gilingan

4) Dari nira yang dihasilkan dihitung nilai brix dengan memakai alat Brix Weger, nilai pol dengan memakai alat Polarimeter dan rendemen setiap bagian batang.

5) Nilai faktor kemasakan dihitung dengan rumus:

RB - RA

FK = --- x 100 RB

RB = rendemen batang bawah RA = rendemen batang atas

FK = faktor kemasakan, dimana jika:

FK = 100 berarti tebu masih muda Budidaya dan Pasca Panen TEBU 33 FK = 50 berarti tebu setengah masak

FK = 0 berarti tebu sudah masak

Data yang diperoleh digunakan untuk memetakan tingkat kemasakkan tebu pada peta lokasi tebu sebagai informasi lokasi tebu yang sudah layak untuk dipanen. Namun demikian prioritas penebangan tidak hanya mempertimbangkan tingkat kemasakan tebu tapi juga mempertimbangkan jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi, kesehatan tanaman dan ketersediaan tenaga kerja.

C. Tebang Angkut

Penebangan tebu haruslah memenuhi standar kebersihan yaitu kotoran seperti daun tebu kering, tanah dan lainnya tidak boleh lebih besar dari 5%. Untuk tanaman tebu yang hendak dikepras, tebu di sisakan didalam tanah sebatas permukaan tanah asli agar dapat tumbuh tunas. Bagian pucuk tanaman tebu dibuang karena bagian ini kaya dengan kandungan asam amino tetapi miskin kandungan gula. Tebu tunas juga dibuang karena kaya kandungan asam organis, gula reduksi dan asam amino akan tetapi miskin kandungan gula. Penebangan tebu dapat dilakukan dengan sistem tebu hijau yaitu penebangan yang dilakukan tanpa ada perlakuan sebelumnya, atau dengan sistem tebu

(28)

bakar yaitu penebangan tebu dengan dilakukan pembakaran sebelumnya untuk mengurangi sampah yang tidak perlu dan memudahkan penebangan. Sistem penebangan tebu yang dilakukan di Jawa biasanya memakai sistem tebu hijau, sementara di luar Jawa umumnya ..., terutama di Lampung, memakai sistem tebu bakar.

Teknik penebangan tebu dapat dilakukan secara bundled cane (tebu ikat), loose cane (tebu urai) atau chopped cane (tebu cacah). Pada penebangan tebu dengan teknik bundled cane penebangan dan pemuatan tebu kedalam truk dilakukan secara manual yang dilakukan dari pukul 5 pagi hingga 10 malam. Truk yang digunakan biasanya truk dengan kapasitas angkut 6-8 ton atau 10-12 ton. Truk dimasukkan kedalam areal tanaman tebu.

Lintasan truk tidak boleh memotong barisan tebu yang ada. Muatan tebu kemudian dibongkar di Cane Yard yaitu tempat penampungan tebu sebelum giling.

Pada penebangan tebu dengan teknik loose cane, penebangan tebu dilakukan secara manual sedangkan pemuatan tebu keatas truk dilakukan dengan memakai mesin grab loader. Penebangan tebu dengan teknik ini dilakukan per 12 baris yang dikerjakan oleh 2 orang. Tebu hasil tebangan diletakkan pada baris ke 6 atau 7, sedangkan sampah yang ada diletakkan pada baris ke 1 dan 12. Muatan tebu kemudian dibongkar di Cane Yard yaitu tempat penampungan tebu sebelum giling.

Pada penebangan tebu dengan teknik chopped cane, penebangan tebu dilakukan dengan memakai mesin pemanen tebu (cane harvvester). Hasil penebangan tebu dengan teknik ini berupa potongan tebu dengan panjang 20-30 cm. Teknik ini dapat dilakukan pada lahan tebu yang bersih dari sisa tunggul, tidak banyak gulma, tanah dalam keadaan kering, kodisi tebu tidak banyak roboh dan petak tebang dalam kondisi utuh sekitar 8 ha.

D. Perhitungan Rendemen

Hasil perhitungan rendemen dengan sampel tebu untuk analisis tingkat kemasakan disebut sebagai rendemen sampel. Dua metode perhitungan rendemen lain adalah perhitungan rendemen sementara (RS) dan perhitungan rendemen efektif (RE).

Perhitungan rendemen sementara didapat dari nira hasil perahan tebu pertama di pabrik yang dianalisis di laboratorium. Tujuan perhitungan rendemen sementara untuk menentukan bagi hasil gula bagi petani secara cepat. Nilai rendemen sementara didapat dari perkalian antara faktor rendemen (FR) dengan nilai nira (NN). Nilai nira didapat dari:

NN = nilai Pol – 0,4 (nilai Brix – Nilai Pol)

(29)

Nilai Brix adalah persentase bahan kering larut yang ada dalam nira terhadap berat tebu, sedangkan nilai Pol bagian gula dari Brix yang dipersentasekan terhadap berat tebu.

Faktor rendemen didapat dari:

Kadar nira NPB-T PSHK WR

FR = --- x --- x --- x --- 100 100 100 Kadar nira = jumlah nira yang didapat

NPB-T = nilai peneraan brix total

PSHK = perbandingan setara hasil kemurnian WR = winter rendemen

Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata karena perhitungan rendemen ini memakai nilai berat gula yang telah dihasilkan. Perhitungan rendemen efektif didapat dari jumlah berat gula yang dihasilkan dibagi jumlah berat tebu yang digiling dikalikan 100%.

Angka rendemen efektif inilah yang digunakan sebagai nilai resmi rendemen yang didapat (Andi, 2023).

2.9 Proses Pasca Panen Tebu (Saccharum officinarum)

Setelah tebu dipanen dari ladang, ia akan melalui serangkaian proses untuk diubah menjadi gula yang kita konsumsi sehari-hari. Berikut adalah tahapan-tahapannya:

Pengangkutan ke Pabrik:

Tebu yang sudah dipotong diangkut menggunakan truk atau kereta api khusus ke pabrik gula.

Penimbangan:

Sesampainya di pabrik, tebu ditimbang untuk mengetahui jumlah yang masuk.

Data ini penting untuk perhitungan produksi gula.

Penggilingan:

Batang tebu digiling untuk mengekstrak nira (cairan manis yang mengandung gula).Nira yang keluar dari penggilingan akan ditampung.

Pemurnian Nira:

Nira yang masih kotor dan mengandung zat-zat lain akan dimurnikan melalui beberapa tahap. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nira yang jernih dan siap diolah.

Penguapan:

Nira yang sudah dimurnikan mengandung banyak air. Proses penguapan dilakukan untuk mengurangi kadar air sehingga konsentrasi gula meningkat.

(30)

Pemasakan:

Nira pekat hasil penguapan dimasak dalam panci vakum. Proses ini menyebabkan terbentuknya kristal gula.

Kristalisasi:

Kristal gula yang terbentuk kemudian dipisahkan dari cairan induk (molases) melalui proses sentrifugasi.

Pengeringan:

Kristal gula yang masih basah dikeringkan untuk mengurangi kadar air.

Pengemasan:

Gula kristal yang sudah kering kemudian dikemas dalam berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan pasar (Sulaiman dkk., 2024).

(31)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan waktu

Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu dilaksanakan di lahan percobaan Sampali Jalan Dwikora Pasar VI Dusun XXV Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan Ketinggian ± 27 MDPL.

Praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu dilaksanakan pada hari Selasa, 17 Desember 2024 pada pukul 10.00-12.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu berikut ini adalah tanaman tebu (Saccharum officinarum), Pupuk NPK, dan top soil.

Alat yang dipergunakan dalam praktikum Budidaya Tanaman Kakao, Kelapa dan Tebu diantaranya cangkul, traktor, gembor, meteran, tali plastik, plang warna merah, hekter, dan spidol.

3.3 Metode Penelitian 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembukaan Lahan

Pembukaan lahan yang utama yaitu membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman atau gulma tanaman perdu yang dapat mengganggu tanaman kedepannya. Pembukaan lahan ini biasa di lakukan dengan menggunakan alat seperti cangkul. Dilakukannya ini supaya gulma yang ada di tanah hilang dan tidak menggangu unsur hara yang dibutuhkan tanaman yang nantinya kita tanam. Persiapan lahan dan pengolahan lahan merupakan kegiatan penting dalam mempersiapkan lahan sebelum ditanami dengan maksud agar lahan tersebut ideal bagi pertumbuhan tanaman serta mempermudah dalam proses selanjutnya, kegiatan ini dapat menentukan kualitas tempat tumbuh bagi tanaman pada areal tersebut.

3.4.2 Pengolahan Media Tanam

Media tanam terdiri dari tanah lapisan atas (top soil). Tahap selanjutnya adalah melakukan pembajakan tanah atau membolak balikkan tanah terlebih dahulu.

Pembajakan di lakukan dengan bantuan alat yaitu traktor bajak, tujuan dilakukannya

(32)

pembajakan yaitu dapat memperbaiki struktur tanah dengan alat tertentu sesuai yang dikehendaki oleh tanaman, menyediakan lahan yang siap untuk ditanami yang bebas dari hal-hal yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, untuk memudahkan perkembangan akar tanaman dan penyerapan unsur hara.

3.4.3 Pembuatan Bedengan

Pembuatan bedengan untuk penanaman tanaman tebu ini berbentuk persegi panjang dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter serta ketinggian bedengan yaitu 30 cm.

Pada proses pembuatan bedengan ini alat yang di gunakan yaitu meteran, tali pastik dan cangkul serta parang. Bedengan dibuat agar dapat mempermudah pada saat penanaman dan budidaya dan tidak terendam oleh banjir.

3.4.4 Penanaman

Penanaman tebu dilakukan dengan cara menanam potongan batang tebu ke dalam tanah. Setiap potongan batang harus ditanam pada kedalaman yang cukup untuk mendorong pertumbuhan akar yang baik. penanaman dilakukan dengan cara membenamkan batang dengan mata tunas menghadap ke atas pada kedalaman 2 cm sehingga bakal daun (plumula) akan berada 1 cm di bawah permukaan setelah ditutup dengan media tanam.

3.5 Pemeliharaan 3.5.1Penyiraman

Penyiraman pada tebu dilakukan maksimal sebanyak 2 kali setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari secara manual maupun dengan pipa penyiraman yang tersedia di lapangan. Setiap penyiraman bibit pada umumnya memerlukan 100-250 ml air. Apabila cuaca menunjukkan akan turun hujan maka penyiraman hanya dilakukan sebanyak 1 kali saja atau dengan mengurangi volume pemberian air. Air sangat di buthukan pada budidaya tanaman tebu pada masa vegetatif.

3.5.2 Pemupukan

Pemupukan tanaman harus diperhatikan didalam membudidyakan suatu tanaman, karena jika pemupukan dilakukan dengan cara yang tidak tepat maka dapat berdampak pada tanaman yang kurang baik bahkan dapat menyebabkan keracunan pada tanaman akan kelebihan dosis yang diberikan. Pemupukan tanaman dapat dilakukan dengan 5T yaitu, tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, tepat jenis, dan tepat tempat. Pemupukan secara

(33)

umum bertujuan menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan pertumbuhan yang baik dan hasil yang optimal.

3.5.3 Penyiangan

Penyingan dilakukan secara rutin untuk menghilangkan gulma yang tumbuh disekitar tanaman yang dibudidayakan. Pertumbuhan gulma disini sangat berpengaruh terhadap proses budidaya suatu tanaman karena dapat menjadi pesaing tanaman yang dibudidayakan dalam menyerap unsur hara didalam tanah. Persaingan unsur hara dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan baik, dimana secara umum gulma sangat tamak akan suatu unsur hara dibandingkan dengan tanaman yang dibudidayakan, hal lain juga dikarenakan gulma dapat menyebabkan tidak efisiennya kegiatan budidaya nantinya seperti menimbulkan ketidaknyamanan, mengganggu proses-proses pekerjaan, dan lain sebagainya. Maka dari itu perlu dilakukannya sanitasi atau penyiangan gulma.

3.5.4 Pengendalian OPT

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis dan kimawi.

Pengendalian mekanis dilakukan apabila serangan hama dan penyakit tidak begitu banyak serangannya. Tanaman tebu yang terserang hama, pengendalian dilakukan dengan pengaplikasian insektisida dengan merek dagang Regent50 EC.

(34)

BAB IV ISI

4.1 Tanaman Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L. ) telah dikenal sejak berabad-abad lalu oleh bangsa Persia, Cina, dan India, sebelum akhirnya menarik perhatian bangsa Eropa.

Sekitar tahun 400-an, tebu mulai ditemukan tumbuh di Pulau Jawa dan Sumatera, di mana imigran Cina mulai membudidayakannya secara komersial. Tebu adalah tanaman yang dapat ditanam dengan baik di daerah tropis dan subtropik. Di kawasan tropis, budidaya tebu berkembang pesat di negara-negara seperti Thailand, Filipina, Malaysia, India, dan Indonesia. Sementara itu, di daerah subtropik, penanaman tebu banyak ditemui di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Australia, dan Hawai. Di Indonesia, sentra perkebunan tebu terutama terletak di Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Tebu merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki manfaat yang tinggi. Selain tebu digunakan untuk memproduksi gula, tebu juga memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang bisa bemanfaat bagi manusia. Pada kulit tebu (Saccharum officinarum L.) mengandung sejumlah senyawa bioaktif yaitu fenolik, flavonoid, dan pitosterol tertinggi. Senyawa fenol adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang menempel pada cincin aromatik. Fenol merupakan golongan senyawa yang larut dalam air panas yang dapat menimbulkan rasa pahit dan sepat. Senyawa fenolik adalah senyawa yang digunakan secara luas sebagai antioksidan untuk mencegah penyakit jantung, mengurangi peradangan, menurunkan kejadian kanker dan diabetes (Pakaya, 2021).

Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan” (Kementerian Pertanian, 2019). Varietas tanaman mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tebu, meliputi perkecambahan, pertunasan, pemanjangan batang, dan pemasakan (Tyasmoro dkk., 2021). Perbedaan genetik antar varietas menyebabkan keragaman pertumbuhan tebu (Desalegn dkk., 2023; Madala dkk., 2023). Menurut Advinda (2019), genetik adalah

(35)

informasi yang terkandung pada nukleus dan sitoplasma sel tanaman, fungsinya untuk mengontrol aktivitas fisiologi dan biokimia.

Varietas Lokal Tebu

Varietas tebu dapat dibedakan :

1. Varietas genjah: mencapai masak optimal < 12 bulan.

2. Varietas sedang: mencapai masak optimal pd umur 12-14 bulan.

3. Varietas dalam: mencapai masak optimal pada umur > 14 bulan.

Dibawah ini akan dijelaskan tentang masing-masing varietas yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan makalah ini sebagai berikut:

a. Varietas PSCO 902

Tanaman tebu varietas PSCO 902 berasal dari persilangan POJ 2722 polycross tahun 1990. Varietas ini sesuai untuuk lahan sawah dan tegalan di Jawa. Sifat perkecambahan cepat serta pada awal pertunasan. Memiliki kerapatan batang dan diameter batang sedang. Pembungaan bersifat sporadis sampai sedang dengan menghasilkan rendemen 10,34±1,61 % pada lahan kering dan 10,88±1,65% pada lahan sawah.

b. Varietas PS 851

Varietas PS 851 merupakan asal persilangan dari antara PS 57 x B 37173 pada tahun 1985 dari nomor seleksi PS 85-21460. Varietas ini memiliki perkecambahan baik yang dimana pertumbuhan awal dan pertumbuhan tunas serempak, diameter sedang, dan berbunga jarang. Umur kemasakan pada awal tengah berkisar Juni-Agustus.Rendemen yang dihasilkan pada varietas ini cukup banyak sekitar kurang lebih 13%. Selain itu, varietas ini toleran terhadap serangan alami penggerek pucuk dan penggerek batang serta tahan terhadap mosaik dan blendok dan peka terhadap pokahbong.

c. Tebu Varietas Unggul Lokal Pringu 1201

Varietas baru PR 1201 merupakan klon unggul lokal masak awal yang menunjukkan produktivitas tinggi. varietas tebu unggul lokal Pringu 1201 yang merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Malang, PT PG Rajawali I, BRIN dan BBPPTP Surabaya. Varietas Pringu 1201 memiliki keunggulan potensi rendemen yang tinggi sebesar 11,96%, potensi produktivitas 1.069 Kuintal per Hektar, dan potensi produksi hablur gula sebanyak 127,5 kuintal per hektar.

d. Varietas Bululawang

(36)

Varietas ini merupakan hasil pemutihan varietas dan dilepas sebagai benih bina melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 322/Kpts/SR.120/5/2004. Varietas ini ditemukan pertama kali di wilayah Kecamatan Bululawang, Malang Selatan. Varietas ini lebih cocok pada lahan-lahan ringan (geluhan/liat berpasir) dengan sistem drainase yang baik dan pemupukan N yang cukup (Suryanto, 2019).

Potensi bobot tebu dari varietas ini sangat tinggi karena tunas-tunas baru (sogolan) pada varietas ini selalu tumbuh, sehingga apabila sogolan ikut dipanen maka akan menambah bobot tebu secara nyata. Hal ini sejalan dengan tren yang terjadi di petani saat ini, dimana mereka lebih memperhatikan bobot tebu dibanding komponen produktifitas lainnya seperti rendemen dan daya hablur.

Varietas Bululawang mempunyai tipe kemasakan tengah – lambat. Dengan semakin bertambahnya areal penanaman varietas Bululawang maka bahan baku (tebu giling) menumpuk pada pertengahan hingga akhir masa giling. Pada awal masa giling akan sulit didapatkan bahan baku tebu yang siap digiling, yaitu varietas tebu dengan tipe kemasakan awal atau awal – tengah.

Varietas Unggul

Varietas memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Variabilitas ini disebabkan oleh sifat genetik dan kemampuan adaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan. Sebab itu, para pembudidaya tebu perlu memahami dan mempertimbangkan karakteristik serta sifatsifat dalam pemilihan varietas tebu, seperti waktu kemasakan (awal, tengah, lambat), potensi hasil gula, bobot dan kualitas tebu, ketahanan terhadap kondisi lingkungan, respon pada pemupukan.

Sampai saat ini pusat Penelitian telah menghasilkan berbagai macam varietas unggul seperti PS851, PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921, Bululawang, PSCO902, PSJT941, Kidang Kencana, PS865, PS881, PS882 dan varietas Kentung yang merupakan varietas-varietas unggulan dengan kategori pengelompokan masak awal, masak tengah dan masak akhir sebagai salah satu penerapan manajemen pembibitan untuk menyelaraskan pelaksanaan penanaman dan panen.

Varietas PS 881 memiliki keunggulan yaitu varietas ini mampu tumbuh baik di lahan dengan drainase yang buruk atau lahan yang memiliki kelebihan air dan varietas ini juga termasuk dalam jenis yang mudah diklentek. Varietas PS 862 merupakan varietas yang mampu tumbuh baik pada lahan yang memiliki sifat tanah aluvial dan memiliki sifat

(37)

yang tahan pada serangan penggerek pucuk dan batang. Dan juga, varietas PS 862 toleran pada penyakit seperti blendok dan mosaik. Sedangkan varietas Bululawang memiliki keunggulan produksi tebu dan produksi hablur, memiliki potensi produksi hingga 94,3 ton per hektar dan hablur 6,9 ton per hektar. Varietas Bululawang juga tahan terhadap penyakit mosaik dan luka api yang umumnya menyerang tanaman tebu.

Kementerian Pertanian telah melepas varietas unggul tanaman tebu potensi hasil tinggi, seperti AAS Agribun, AMS Agribun, ASA Agribun dan CMG Agribun yang telah dikembangkan di beberapa wilayah Indonesia.

Berdasarkan keputusan sidang pelepasan varietas tanaman perkebunan semester II tahun 2022 yang dibacakan oleh Tim Penilai Varietas maka varietas unggul baru yang disetujui untuk dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai berikut:

1. Tebu calon varietas PSJT 97-55 disetujui dilepas dengan nama PSBM 971.

2. Tebu calon varietas PSJT 94-41 disetujui dilepas dengan nama PSNXI 943.

3. Tebu calon varietas PS 05-553 disetujui dilepas dengan nama PSNX 052.

4. Tebu calon varietas PS 09-1532 disetujui dilepas dengan nama PSKA 095.

5. Tebu calon varietas PS 06-166 disetujui dilepas dengan nama PSKA 062.

6. Tebu calon varietas PS 05-530 disetujui dilepas dengan nama PS Nusantara 053.

4.2 Produk Turunan Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan sumber utama gula di dunia. Selain digunakan untuk memproduksi gula, tebu juga menghasilkan berbagai produk turunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Beberapa produk turunan tebu yang penting dalam industri makanan, energi, dan lainnya adalah sebagai berikut:

Gula

Gula tebu adalah produk utama yang diperoleh dari tanaman tebu (Saccharum officinarum). Tebu mengandung sejumlah besar sukrosa dalam batangnya, yang diekstraksi untuk menghasilkan berbagai jenis gula. Proses pembuatan gula tebu dimulai dengan pemerasan batang tebu untuk memperoleh nira (cairan manis), yang kemudian dimurnikan dan diproses menjadi gula pasir, gula merah, atau produk turunan lainnya.

Gula tebu telah digunakan selama berabad-abad sebagai pemanis alami dalam makanan dan minuman, serta memiliki berbagai aplikasi dalam industri lainnya.Gula pasir adalah produk utama yang dihasilkan dari pengolahan tebu. Proses pembuatan gula melibatkan ekstraksi nira dari batang tebu, pemurnian, penguapan, dan kristalisasi. Gula pasir

(38)

digunakan secara luas dalam industri makanan dan minuman sebagai pemanis. Gula merah merupakan produk sampingan dari tebu yang lebih sedikit diproses. Gula ini lebih kaya akan rasa dan mengandung beberapa mineral, seperti kalsium dan zat besi. Biasanya digunakan dalam masakan tradisional dan minuman (Rahmawati dan Mulyani, 2020).

Ampas tebu

Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa hasil produksi dari batang tebu yang telah diambil niranya untuk dijadikan gula. Ampas tebu dapat disebut sebagai produk pendamping, karena ampas tebu bisanya sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik yang digunakan selama produksi pembuatan gula.

Ampas tebu memiliki kadar air sekitar 46-52%, kadar serat 43-52%, dan padatan terlarut sekitar 2-6%. Selain itu juga ampas tebu dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk serat partikel pembuatan papan, plastik, dan kertas serta untuk media budidaya pertumbuhan jamur merang. Ampas tebu juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan etanol dan bahan penyerap (absorben) zat warna.

Sirup Tebu

Sirup Tebu adalah hasil pengolahan nira tebu yang telah dimasak hingga mengental. Sirup ini mengandung kadar gula yang cukup tinggi dan memiliki rasa manis alami. Produk ini digunakan dalam industri makanan dan minuman, baik sebagai pemanis alami atau bahan baku dalam pembuatan produk lain seperti permen dan kue. Sirup tebu adalah cairan manis yang diperoleh dari perasan nira tebu. Proses pembuatannya dimulai dengan ekstraksi nira dari batang tebu, yang kemudian dipanaskan untuk menguapkan sebagian besar airnya, sehingga menghasilkan sirup tebu yang kental dan kaya akan rasa manis alami. Sirup ini kaya akan gula (terutama sukrosa), serta mengandung sejumlah mineral seperti kalium, kalsium, dan magnesium. Proses pertama adalah mengiris batang tebu dan memerasnya untuk mengambil nira atau cairan manis yang terkandung dalam tebu. Nira ini mengandung gula alami yang dapat difermentasi atau digunakan untuk produksi sirup. Nira yang telah diekstraksi kemudian dipanaskan dalam tangki besar untuk menguapkan sebagian besar kandungan airnya. Proses ini akan menghasilkan cairan yang semakin kental, yang akhirnya berubah menjadi sirup setelah penguapan air yang cukup. Sirup yang dihasilkan dari proses pemanasan mungkin masih mengandung kotoran atau zat-zat yang tidak diinginkan, sehingga proses pemurnian dilakukan dengan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi pupuk nitrogen dan jarak tanam terhadap pertumbuhan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.)

Skripsi berjudul: Identifikasi Gen Sucrose Transporter (SUT) Pada Daun dan Pelepah Tanaman Tebu ( Saccharum officinarum L.), telah diuji dan disahkan oleh Fakultas

Telah diungkapkan invensi mengenai proses induksi kalus tanaman tebu ( Saccharum officinarum L.) yang terdiri dari tahapan (a) Sterilisasi alat; (b) Pembuatan dan

Uji Pengendalian Penyakit Pokahbung (Fusarium moniliformae)Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) MenggunakanTrichoderma sp. indigenousSecara In Vitro dan In Vivo.

sendiri merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang memiliki ciri – ciri apabila batang dari tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tersebut dibelah maka

Penambahan ekstrak kering sari tebu (Saccharum officinarum L.) pada formula yang mengandung propilen glikol sebagai humektan/oklusif sintetik dapat menambah peningkatan efektifitas

Penelitian ini bertujuan untuk membukukan efek inhibitor perasan batang tebu (Saccharum officinarum, L) terhadap kerusakan sel hepatosit pada hepar tikus jantan galur wistar

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh berbagai media tanam terhadap pembibitan bud chip tanaman tebu (Saccharum Officinarum L.) varietas BL, di dapatkan