i oleh:
Yusuf Setiawan Al-Qusyairi NIM 170503035
JURUSAN PARIWISATA SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2021
ii
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi
oleh:
Yusuf Setiawan Al-Qusyairi NIM 170503035
JURUSAN PARIWISATA SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2021
iii
iv
vi
vii MOTTO
“Apa yang tidak ingin dilakukan orang lain terhadap Anda, Jangan lakukan kepada orang lain”
(Confucius)
viii
1. Untuk kedua orang tuaku yang aku cintai dan sayangi. Bapakku Busairi dan Ibukku Setiawati, yang telah sama-sama berjuang untuk membesarkan ku, memotivasi ku, mendokan ku dan memberikan fasilitas pendidikan kepada anak-anaknya. Terimakasih
2. Untuk Adik-Adikku, Rizky Ahmad Qusyairi dan Faras Putri Astari. Yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya.
3. Untuk guru-guruku dan dosen-dosenku tercinta, terimakasih sudah memberikan sekian banyak ilmu dan pengetahuan sebagai bekal kehidupan di dunia dan akhirat.
4. Untuk sahabat-sahabatku di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), sebagai wadah tempatku berproses, bertemu dengan orang- orang baru, belajar hal-hal baru dan belajar banyak hal sehigga wawassanku bertambah. Terimakasih banyak sahabat-sahabat.
5. Untuk Kampusku yang Aku banggakan, UIN Mataram 4 tahun bersama sehingga banyak sekali kisah yang didapatkan namun sulit untuk ku tulis dalam kata-kata.
ix
Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah terselesaikan di waktu yang tepat.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi Program sarjana Jurusan Parwisata Syariah Fakutas Ekonomi dan Bisnis Islam di Universitas Islam Negeri Mataram. Dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, semangat dan dukungan yang tidak terbatas dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Abah Dr. Muhammad Yusup, M.Si selaku dosen pembiming I dan Bapak Muhammad Johari, M.S.I selaku dosen pembimbing II penulis, yang telah memberikan bimbingan dengan ikhlas, memberikan motivasi, dan semangat dalam menyusun skripsi ini.
2. Abah Drs. Ma’ruf, SH., M.Ag, selaku ketua jurusan Pariwisata Syariah yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.
4. Bapak Dr. H. Mutawalli, M.Ag, selaku rektor UIN Mataram.
5. Bapak/Ibu dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam terutama Bapak/Ibu dosen di prodi Pariwisata Syariah, yang telah memberikan ilmu dengan tulus dan
x
mendoakan penulis untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
7. Seluruh sahabat, rekan, dan teman-teman seperjuanganku.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya terdapat kekurangan baik dalam isi hingga penyusunannya, sehigga penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhir kalam, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi pembaca yang budiman.
Praya Timur, 2 Februari 2021 Penulis,
Yusuf Setiawan Al-Qusyairi
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ... v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
ABSTRAK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat ... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 7
E. Telaah Pustaka ... 8
F. Kerangka Teori... 15
G. Metode Penelitian... 24
H. Sistematika Pembahasan ... 33
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN A. Gambaran Umum Desa Setanggor ... 34
1. Keadaan georafis ... 35
2. Keadaan penduduk ... 36
3. Keadaan ekonomi ... 39
xii
1. Keterlibatan masyarakat lokal dalam mengontrol, manajemen dan pembangunan ... 41 2. Mendukung usaha masyarakat lokal ... 44 3. Pemberdayaan sumber daya manusia dan distribusi keuntungan ... 45 C. Faktor Pendukung dan Penghambat Manajemen Community Based
Tourism (CBT) ... 47 1. Faktor pendukung ... 47 2. Faktor penghambat ... 49 BAB III PEMBAHASAN
A. Analisis Bentuk Manajemen Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor ... 51 B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Manajemen Community
Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor ... 55 BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 58 B. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii Oleh:
Yusuf Setiawan Al-Qusyairi NIM. 170503035
ABSTRAK
Manajemen merupakan seni atau cara untuk mengelola dan mengatur suatu tempat atau organisasi untuk mencapai tujuan. Community Based Tourism / CBT adalah ssebuah konsep pariwisata yang berbasis masyarakat dengan memperhatikan prinsip budaya lokal, pendapatan masyarakat dan pembangunan pariwisata.
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk dari manajemen Community Based Tourism (CBT) di desa wisata Setanggor.
Kedua mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dari manajemen Community Based Tourism (CBT) di desa wisata Setanggor. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peneliti menggunkan metodologi penelitian kualitatif. Selanjutnya untuk memperoleh data penelitian, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini adalah pertama bentuk manajemen community based tourism yaitu keterlibatan masyarakat dalam mengontrol, memanajemen dan pembangunan parwisata. Kedua memberikan keuntungan bagi usaha-usaha masyarakat lokal, ketiga pemberdayaan SDM untuk menopang desa wisata. Faktor pendukung dari manajemen CBT adalah: keaktifan pokdarwis, penetapan anggota pokdarwis sesuai dengan bidang keahlian, memiliki hubungan baik dengan pemerintah. Faktor penhambat dari CBT yaitu: Status sosial dalam pokdarwis, sistem birokrasi yang tidak efisien, dan kurangnya kesadaran kolekttif pokdarwis.
Kata Kunci: Pengelolaan, Community Based Tourism (CBT), Desa Wisata
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu dari sekian banyak sektor yang digunakan untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mengelola lingkungan. Karena pariwisata sebagai industri dengan memperhatikan aspek ekonomi sosial dan lingkungan.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasililtas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah.1 Peran masyarakat sangat penting dalam upaya pengembangan wisata, terutama masyarakat lokal. Pariwisata berbasis masyarakat / community based tourism (CBT) merupakan konsep pengelolaan kepariwisataan dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi mereka dengan tetap menjaga kualitas lingkungan, serta melindungi kehidupan sosial dan budayanya.2
Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi yang sampai saat ini masih menjadikan pariwisata sebagai skala prioritas sehingga dapat ditemukan di setiap kabupaten/kota tempat-tempat wisata
1Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
2 Dimas Kurnia Purmada, Wilopo dan Luchman Hakim “Pengelolaan Desa Wisata Dalam Perspektif Community Based Tourism (Sudi Kasus Desa Wisata Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang, Vol.
32 No. 2 Maret 2016., hlm 16.
yang berbasis masyarakat. Kabupaten Lombok Tengah merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki pesona alam yang indah, masyarakat dengan budaya yang masih kental, dan adat istiadat turun temurun masih terus dijaga.
Kabupaten Lombok Tengah mempunyai kawasan strategis yang disebut Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika sebagai super prioritas. Objek wisata yang terkenal di Kabupaten Lombok Tengah adalah pantai Kuta, pantai Tanjung An, pantai Seger, Desa Wisata Sade, Desa Wisata Ende, Desa Wisata Setanggor, Air Terjun Benang Kelambu dan Air Terjun Benang Setokel. Dalam kaitannya dengan desa wisata di Kabupaten Lombok Tengah, sesuai dengan SK Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat 99 Desa Wisata yang tersebar dan menjadi fokus dikembangkan selama 5 tahun di setiap Kabupaten/Kota, ditetapkan 16 Desa di Lombok Tengah yaitu Desa Sukarara, Desa Marong, Desa Mertak, Desa Lantan, Desa Kuta, Desa Labulia, Desa Bonjeruk, Desa Sepakek, Desa Selong Belanak, Desa Mekar Sari, Desa Karang Sidemen, Desa Rembitan, Desa Aik Berik, Desa Tanak Beak, Desa Penujak dan Desa Sengkol.3
Adapun beberapa desa di Kabupaten Lombok Tengah yang tidak termasuk dalam SK Gubernur NTB tersebut bukan menjadi halangan untuk tidak mengembangan potensi yang dimliki oleh desa tersebut. Salah satunya desa wisata Setanggor yang merupakan Desa dengan potensi pariwisata yang baik, dibutuhkan pengelolaan yang baik (good corporate governance) untuk
3 SK Gubernur Nusa Tenggara Barat No. 050.13-366 Tahun 2019
pariwisata keberlanjutan (sustainable tourism). Terbentuknya pariwisata berbasis pada masyarakat di Desa Setanggor tentunya tidak terlepas dari semangat gotong royong seluruh elemen masyarakat yang terlibat untuk menjaga kelestarian budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Adat dan budaya setempat dijadikan sebagai asset penting untuk kemajuan desanya. Corak kebudayaan dan tradisi yang diwariskan secara turun- temurun merupakan objek wisata unggulannya, selain itu beberapa modifikasi yang dibentuk untuk menunjang wisata di daerah tersebut.
Beberapa corak kebudayaan dan tradisi yang terdapat di Desa Wisata Setanggor tidak jauh beda dengan desa-desa yang ada di pulau Lombok karena berasal dari suku yang sama yaitu suku Sasaq.
Terdapat beberapa tradisi budaya yang terdapat di sana adalah tari-tarian, Nyenseq (menenun), ritual pernikahan adat Sasaq, pembacaan lontar, hingga pagelaran alat musik tradisional berupa gendang beleq (gamelan) dan drama dari Desa Setanggor ini sudah terkenal dan diundang untuk pentas diberbagai desa yang ada di pulau Lombok.4 Selain itu, wisatawan yang datang berkunjung bisa mendapatkan layanan berupa cara bercocok tanam di area persawahan dan membaca al-Qur’an di pinggir sawah sebagai daya tarik tambahannya.
Secara umum desa wisata dikelola oleh pemerintah desa Setanggor dan secara khusus dikelola melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), beberapa masyarakat yang tergabung di sana berperan aktif meningkatkan
4 Busaini, Baiq Handayani Rinuastuti, Feriyadin, dkk “Peran Pemuda Dalam Membangun Citra Pariwisata Halal di Desa Setanggor”, Jurnal Magister Manajemen Universitas Mataram, Vol.
9 No. 3 September 2020., hlm. 299.
kualitas pelayanan dan pengembangan objek wisata maupun sumber daya manusia. Kelompok Sadar Wisata Sekartije, merupakan nama Pokdarwis Desa Setanggor yang memiliki peran sangat besar dalam upaya peningkatan pelayanan terhadap tamu atau pengunjung yang datang untuk rekreasi baik itu wisatawan lokal atau wisatawan manca negara.5
Secara konseptual, prinsip dasar kepariwisataan berbasis masyarakat adalah menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama melalui pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiataan kepariwisataan, sehingga manfaat kepariwisataan sebesar-besarnya diprioritaskan keperuntukannya bagi masyarakat.6 Fenomena kepariwisataan yang selalu menjadi fokus pembahasan selama ini adalah dampak postifnya terhadap peningkatan ekonomi. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia juga merupakan faktor penting untuk menjaga kelestarian budaya dan kearifan lokal. Selanjutnya, masyarakat Desa Setanggor yang masih kental memegang erat budaya dan kearifan lokal maka perlu untuk ditanamkan mindset atau pola pikir terhadap kebudayaan yang mereka punya. Mengingat di era globalisasi sekarang pergeseran nilai budaya dan tata cara hidup yang dinamis.
5 Mahrup, Wawancara, Setanggor, 17 Desember 2020.
6 Neno Rizkianto dan Topowijono, “Penerapan Konsep Community Based Tourism Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Berkelanjutan (Studi Pada Desa Wisata Bangun, Kecamatan Mujungan, Kabupaten Trenggalek)”, Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang, Vol.
58 No. 2 Mei 2018., hlm. 21.
Kendala utama pengembangan desa wisata ada pada aspek pelayanan, jaringan, dan pemasaran.7 Kendala-kendala tersebut juga menjadi tantangan bagi pengelola Desa Wisata Setanggor. Desa wisata rintisan dan berkembang untuk mencapai desa wisata maju diperlukan peningkatan keterampilan masyarakat desa dengan gerakan sadar wisata (sapta pesona dan pelayanan prima), eksplorasi potensi produk unggulan melalui pendidikan dan pelatihan pariwisata berbasis masyarakat.8
Namun, kesadaran kolektif masyarakat Desa Setanggor masih belum terbentuk, sehingga penting untuk merubah mindset atau cara pandang masyarakat terhadap pariwisata dengan melibatkannya dalam pengelolaan.
Keterlibatan mereka di dunia Desa Wisata akan memberikan pengaruh besar bagi desa wisata tersebut. Desa Wisata Setanggor walaupun memiliki kekayaan seni dan budaya terbukti dengan adanya kelompok gamelan, seni tari dan drama, itulah yang menjadi modal utama desa tersebut untuk menjadi Desa Wisata akan tetapi hanya beberapa masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan. Padahal masyarakat lokal juga harus berperan dalam pengambilan keputusan dan pengambilan keuntungan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “MANAJEMEN COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) DI DESA WISATA SETANGGOR KECAMATAN PRAYA BARAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH”.
7 Unggul Priyadi, Pariwisata Syariah Prospek dan Perkembangan, (Yogyakarta: Unit Penerbit Dan Percetakan, 2016), hlm. 133.
8 Azhar Amir, Taufan Daniarta Sukarno, dan Fauzi Rahmawati, “Identifikasi Status dan Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat”, Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Vol. 4 No. 2 Juni 2020., hlm. 95.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk manajemen Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat manajemen Community Based Tourism (CBT) dalam pengelolaan Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Mengetahui pelaksanaan Community Based Tourism (CBT) sebagai konsep pengelolaan Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
b. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari penerapan Community Based Touris (CBT) sebagai konsep pengelolaan Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
2. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, pengelola Desa Wisata dan terkhusus bagi pembaca untuk memperkaya dan menambah wawasan. Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menjadi sumber rujukan bagi peneliti berikutnya yang akan meneliti dengan masalah yang sama.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan konsep terhadap masyarakat atau pengelola Desa Wisata untuk tetap melestarikan Desa Wisata yang berbasis pada masyarakat lokal.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan untuk lebih memfokuskan pengelolaan Desa Wisata dengan konsep Community Based Tourism (CBT).
c. Manfaat Akademis
Penelitian ini secara akademis dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan secara umum dan untuk menambah referensi bahan bacaan pada perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam uapaya menghindari pembahsan yang keluar dari dari fokus penelitian. Maka dalam ruang lingkup penelitian ini peneliti lebih fokus
untuk membahas tentang Pengelolaan Desa Wisata Dengan Konsep Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Adapun masalahnya sebagai berikut: Manajemen Community Based Tourism (CBT) sebagai konsep pengelolaan dan faktor pendukung dan penghambat dari penerapan Communtiy Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
2. Setting Penelitian
Peneliti memilih lokasi penelitian di Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Alasan peneliti memilih lokasi di Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah sebagai tempat penelitian adalah bahwa di Desa ini merupakan salah satu Desa Wisata yang sedang mengembangkan kelestarian alam dan budaya melalui pariwisata. Keterlibatan akan masyarakat di Desa ini menjadi faktor penting untuk pengelolaan Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti fenomena yang terjadi di Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka adalah penelusuran terhadap studi atau karya-karya terdahulu yang terkait untuk menghindari duplikasi, plagiasi, repetisi, serta menjamin keabsahan dan keaslian penelitian yang dilakukan.
Adapun penelitian yang dianggap berkaitan dengan masalah penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh:
1. Busaini dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Peran Pemuda Dalam Membangun Citra Pariwisata Halal di Desa Setanggor”. Universitas Mataram, Program Magister Manajemen, 2020.
Bahwa pembahasan mengenai pengelolaan Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah yang terdapat di jurnal tersebut memaparkan, berdasarkan temuan dalam studi ini, terdapat beberapa peran yang dilakukan pemuda/pengelola dalam rangka membangun Desa Setanggor menjadi Desa Wisata Halal yakni, kesadaran pemuda untuk menjaga kebersihan lingkungan hingga mengajak masyarakat terlibat aktif untuk menjaga kenyamanan bagi wisatawan.
Pemuda berperan aktif dalam mengembangkan desa wisata Setanggor, para pemuda juga bersedia mengeluarkan iuran untuk pembuatan papan informasi Desa Wisata Setanggor. Pemuda berperan aktif mendukung dan menggerakkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan hari besar keagamaan, pemuda berperan aktif menjaga kelangsungan budaya dalam bentuk berpartisipasi aktif diacara ritual pernikahan pemuda desa dengan semangat gotong-royong.
Para pemuda masih menjaga aturan adat (awiq-awiq desa) bahwa pemuda laki-laki dan perempuan sakral untuk bersama-sama pada malam hari sampai jam-jam tertentu. Para pemuda juga terlibat aktif sebagai
personil tim gamelan desa dan sudah mempunyai kelompok tersendiri sebagai pendukung paket wisata yang sudah disiapkan. Para pemuda yang bekerja sebagai guide di desa wisata Setanggor selalu memberikan permakluman/himbauan kepada para wisatawan bahwa setiap wisatawan yang berkunjung harus memakai pakaian yang menutup aurat atau tidak menggunakan pakaian yang mini.
Dalam hal apabila wisatawan yang sedang berkegiatan berkeliling desa dan waktu sholat sudah tiba, para guide lokal bertugas mengingatkan dan menghentikan kegiatan wisatawan untuk menunaikan sholat. Para pemuda yang perperan sebagai pengelola homestay diharuskan bersikap jujur, ramah, dan selalu mengedepankan etika dalam melayani para wisatawan. Para pemuda lokal sebagai masyarakat tuan rumah menunjukan pelayanan keramah-tamahan Muslim kepada tamu yang seagama maupun tamu yang berbeda agama sesuai kearifan lokal Islami yang diyakini.9
Terdapat persamaan dan perbedaan dari jurnal tersebut dengan peneliti, persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang keterlibatan masayrakat lokal dalam mengelola Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
Perbedaan dari jurnal di atas adalah penelitan tersebut hanya fokus membahas peranan pemuda untuk membangun citra Desa Wisata Halal
9 Busaini, Baiq Handayani Rinuastuti, Feriyadin, dkk “Peran Pemuda Dalam Membangun Citra Pariwisata Halal di Desa Setanggor”, Jurnal Magister Manajemen Universitas Mataram, Vol.
9 No. 3 September 2020., hlm. 303.
sedangkan peneliti membahas Pengelolaan Desa Wisata di Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
2. Vidya Yanti Utami, dalam jurnalnya yang berjudul “Dinamika Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada Desa Wisata Halal Setanggor: Kepercayaan, Jaringan Sosial dan Norma”. Sekolah Tinggi Ilmu Adminstrasi Mataram, 2020.
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat dalam jurnal tersebut bahwa pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat Desa Setanggor, antara lain membuka cara pandang masyarakat Desa Setanggor dari yang berfikir bahwa Desa Setanggor tidak memiliki potensi apapun menjadi yakin bahwa Desa Setanggor memang layak untuk dijadikan suatu desa wisata.
Meluruskan ketakutan masyarakat akan dampak negatif dari suatu kegiatan pariwisata yang mana semuanya bisa diminimalisir dengan konsep wisata halal. Memberikan pembinaan terkait cara mengelola sebuah desa wisata. Mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan potensi-potensi desanya yang memang sudah ada.
Melakukan pemberdayaan kepada masyarakat yang terlibat di objek desa wisata dalam melayani wisatawan yang datang ke Desa Wisata Halal Setanggor. Memberikan pembelajaran bahasa Inggris kepada masyarakat Desa Setanggor yang terlibat dalam aktivitas Desa Wisata Halal Setanggor agar bisa berinteraksi dengan berbagai wisatawan baik
domestik dan mancanegara untuk menunjang pelayanan menjadi lebih baik.10
Terdapat persamaan dan perbedaan dari jurnal yang ditulis oleh Vidya Yanti Utami di atas, persamaannya adalah sama-sama membahas tentang potensi yang dimiliki oleh Desa Setanggor untuk dijadikan sebagai Desa Wisata. Dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar dari masyarakat untuk desanya.
Adapun letak perbedaan dari jurnal yang ditulis oleh Vidya Yanti Utami tersebut hanya membahas tentang dinamika sosial yang terjadi di Desa Setanggor dan potensi Desa tersebut dikemas dalam bentuk Desa Wisata Halal. Sedangkan peneliti meneliti tentang Konsep Community Based Tourism (CBT) Di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
3. Muh. Zaini, dalam tesisnya yang berjudul “Pengembangan Pariwisata Halal Berbasis Masyarakat Untuk Meningkatkan Kesejahteraan, Studi Kasus pada Desa Wisata Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat”. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2019.
Berdasarkan kesimpulan dari tesis tersbut bahwa strategi pengembangan pariwisata halal berbasis masyarakat di Desa Sembalun Lawang, yaitu: Pertama pengembangan produk atau objek destinasi
10 Vidya Yanti Utami, “Dinamika Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada Desa Wisata Halal Setanggor: Kepercayaan, Jaringan Sosial dan Norma”, Jurnal Administrasi Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mataram, Vol. 10 No. 1 2020., hlm. 37.
wisata, Kedua meningkatkan promosi melalui media internet. Ketiga menertibkan regulasi sesuai dengan prinsip syariah yang berlaku bagi para wisatawan (Awik-Awik), keempat melengkapi sarana dan pra- sarana, meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan pelayanan dan menyiapkan akomodasi.11
Terdapat relevansi antara penelitian ini dengan tesis tersebut, bahwa untuk peningkatan kualitas desa wisata dengan perlu adanya fasilitas sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan pengembangan produk wisatanya. Perbedaan dari peneliti bahwa pariwisata berbasis masyarakat berarti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan objek wisata.
4. Masriana, dalam skripsinya yang berjudul “Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism), di Pantai Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur”. Uinversitas Muhammadiyah Makassar, 2019.
Berdasarkan kesimpulan dari skripsi di atas bahwa mengikut sertakan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dalam pengembangan pariwisata, adanya kepastian masyarakat lokal menerima manfaat dari kegiatan pariwisata, menjamin sustainabilitas lingkungan, memelihara karakter budaya lokal yang unik.12
11 Muh. Zaini, “Pengembangan Pariwisata Halal Berbasis Masyarakat Untuk Meningkatkan Kesejahteraan”, (Tesis, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2019), hlm. 158-159.
12 Masriana, “Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) di Pantai Ide Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur”. (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar, 2019), hlm. 99-100.
Terdapat kesamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Masriana dengan peneliti, yaitu tentang keikut sertaan anggota dalam pengembangan desa wisata dan menjamin masyarakat dalam penerimaan manfaat. Adapaun perbedaan dari penelitian tersebut yaitu keterlibatan masyarakat dalam memanajemen, mengontrol dan pembangunan pariwisata.
5. Septiana Hindayanti, dalam skripsinya yang berjudul “Community Based Tourism (CBT) Pada Wisata Religi Sunan Bonang Dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat Kelurahan Kutorejo Kabupaten Tuban, 2020.
Kesimpulan dari skripsi yang disusun oleh Septiana Hindayanti di atas bahwa konsep community based tourism di wisata religi Sunan Bonang memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat karena diberikan kesempatan untuk membuka usaha-usaha yang meningkatkan pendapatan.13
Persamaan penelitian yang telah dilakukan oleh Septiana Hindayanti dengan peneliti adalah membahas tentang konsep community based tourism yang memberikan dampak kepada masyarakat lokal. Adapun perbedaannya adalah community based tourism sebagai konsep keterlibatan di seluruh bidang-bidang yang ada bukan hanya di bidang ekonomi.
13 Septiana Hindayanti, “Community Based Tourism (CBT) Pada Wisata Religi Sunan Bonang Dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat Kelurahan Kutorejo Kabupaten Tuba”, (Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2020), hlm. 122.
F. Kerangka Teori
1. Pengelolaan Pariwisata
Pengelolaan berasal dari kata kelola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengendalikan; menyelenggarakan (permintaan dsb);
menjalankan; mengurus (perusahaan dsb); menangani (proyek dsb).
Pengelolaan adalah proses, perbuatan, dan cara mengelola.14 Pengelolaan adalah proses mengendalikan organisasi dan sejenisnya atau lingkungan untuk mencapai tujuan.
Secara etimologis, pariwisata berasal dari bahasa Sanskerta, terdiri dari dua suku kata “Pari” dan “Wisata”. “Pari” berarti banyak, berkali- kali, berputar-putar, lengkap (ingat kata paripurna). “Wisata” berarti perjalanan, berpergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata “Travel”
dalam bahasa Inggris.15 Dalam Undang-Undang R.I No. 10 tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah.
Pengelolaan pariwisata adalah proses pengendalian kegaitan wisata yang dilakukan oleh pengelola objek wisata dengan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang menjamin mutu untuk mencapai tujuan.
14 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus BesarBahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), hlm. 967.
15 Sarbini Mbah Ben, “Filsafat Pariwisata Sebuah Kajian Filsafat Praktis”, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2018), hlm. 105.
Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencangkup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga kembali ke negara asalnya yang melibatkan berbagai hal seperti;
transportasi, penginapan restoran, pemandu wisata dan lain-lain.16 Adapun unsur-unsur pariwisata antara lain:
a. Daya Tarik Pariwisata (Attractions)
Kegiatan wisata dimulai dari pergerakan wisatawan dari Daerah Asal Wisatawan (DAW) menuju ke Daerah Tujuan Wisata (DTW), dengan demikian unsur daya tarik wisata merupakan salah satu unsur yang membentuk dan menentukan suatu daerah menjadi destinasi pariwisata.
Setiap destinasi pariwisata memiliki daya tarik berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki suatu daerah. Jenis daya tarik wisata adalah 1) daya tarik wisata alam, 2) daya tarik wisata budaya dan 3) daya tarik wisata buatan. Atraksi bisa berupa keindahan dan keunikan alam, budaya masyarakat setempat, peninggalan bangunan sejarah serta atraksi buatan seperti sarana permainan hiburan.17
b. Fasilitas dan Jasa Pelayanan Wisata (Amenities)
Sebagai upaya memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan selama berada di tempat objek wisata perlu disediakan fasilitas yang memadai. Minimal untuk memenuhi kebutuhan
16 Isdarmanto, “Dasar-Dasar Kepariwisataan dan Pengelolaan Destinasi Pariwisata”, (Yogyakarta: Gerbang Media Aksara, 2017), hlm. 13.
17 Ibid.., hlm.15.
wisatawan, seperti toilet, Tourist Information Centre (TIC), tempat ibadah, tempat parkir dan kebutuhan lainnya. Amenities atau amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi.18
Namun, tidak semua jenis fasilitas bagi wisatawan itu harus terpenuhi di kawasan wisata, karena harus disesuaikan dengan jenis objek wisata tersebut. Seperti Desa Wisata, sebaiknya tidak harus disediakan restoran atau bangunan hotel yang berbintang, karena wisatawan bisa diarahkan ke warung-warung warga untuk makan dan homestay untuk menginap.
c. Aksesibilitas (Accessibility)
Aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk mencapai lokasi destinasi. Dalam perjalanan wisata aksesibilitas merupakan unsur yang tidak bisa diabaikan, karena erat kaitannya dengan faktor kunjungan wisatawan. Yang dimaksud dengan aksesibilitas di sini adalah bukan hanya sebatas transportasi saja akan tetapi semua aspek yang memperlancar perjalanan wisatawan.
d. Kelembagaan (Ancillary)
Adanya lembaga pariwisata, membuat wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW karena merasakan keamanan (protection of tourism) dan terlindungi.19 Kelembagaan tidak jauh beda dengan pengelola objek wisata. Mengelola destinasi wisata akan
18 Ibid.., hlm. 15.
19 Unggul Priyadi, “Pariwisata Syariah Prospek dan Perkembangan”, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN 2016), hlm. 45.
memberikan dampak positif bagi semua pihak terkhusus bagi wisatawan.
2. Desa Wisata
Desa wisata adalah wilayah dalam admininstratif desa yang memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas beserta kearifan lokal masyarakatnya yang mampu menciptakan kombinasi berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan.20
Desa wisata terbentuk melalui dua pendekatan, yaitu atas inisiasi dari masyarakat lokal (bottom-up) terbentuk atas dasar kesadaran masyarakat lokal yang ingin aktif mengembangkan potensi desa. Pendekatan selanjutnya yaitu inisiasi dari pemerintah atau instansi (top-down) merupakan inisiatif dari pemerintah atau instansi atas dasar dari penilaiannya karena potensi desa dan kesiapan masyarakatnya.
3. Community Based Tourism (CBT)
Adapun teori yang relevan dengan judul penelitian tersebut adalah Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat.
Community Based Tourism (CBT) artinya bahwa pariwisata dikelola dan dimiliki oleh masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat setempat
20 Neno Rizkianto dan Topowijono, “Penerapan Konsep Community Based Tourism Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Berkelanjutan (Studi Pada Desa Wisata Bangun, Kecamatan Mujungan, Kabupaten Trenggalek)”, Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang, Vol.
58 No. 2 Mei 2018, hlm. 23.
dengan memperhatikan tiga pilar utama (lingkungan, sosial, dan ekonomi).21
Partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan desa wisata terdiri dari dua maksud, yaitu pengambilan keputusan dan partisipasi mengambil keuntungan. Terbentuknya desa wisata yang berbasis masyarakat memberikan peluang kepada seluruh elemen masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di desanya serta mampu meningkatkan kesejahteraan.
Adapun prinsip pengelolaan Community Based Tourism (CBT).
Pertama, prinsip keikutsertaan anggota komunitas kedalam setiap kegiatan pariwisata. Kedua, prinsip menjaga lingkungan hidup. Ketiga, prinsip kelestarian budaya. Keempat, prinsip pemerataan pendapatan.
Teori Community Based Tourism (CBT) peneliti gunakan untuk mengetahui pengelolaan Desa Wisata Setanggor.
Kerangka teori penelitian akan memberi panduan pada peneliti dalam melakukan penelitiannya. Serta memperketat data-data yang diperoleh nantinya. Dalam penelitian ini yang berjudul “Manajemen Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah”, peneliti memaparkan secara skematik teoritis alur pemikiran berikut:
21 Rimsky K. Judisseno, “Branding Destinasi dan Promosi Pariwisata”, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019), hlm. 69.
Bagan 1.1
Kerangaka Pikir Penelitian Pengelolaan Desa Wisata Setanggor Dengan Konsep CBT
Bagan diatas merupakan gambaran dari kerangka penelitian yang akan digunakan peneliti sebagai acuan penelitian. Sehingga penjelasan mengenai bagan di atas memuat antara lain: Setiap desa yang ada pasti memiliki sejarah, kebudayaan dan keunikan tertentu yang disebut sebagai potensi desa. Jauh sebelum Desa Setanggor menjadi desa wisata, masyarakat desa sudah terlebih dahulu aktif mengembangkan dan melestarikan budaya Sasaq seperti tari-tarian, nyenseq (menenun), ritual pernikahan adat Sasaq, pembacaan lontar, hingga pagelaran alat musik tradisional berupa Gong (Gamelan) dan drama dari Desa Setanggor ini
Desa Setanggor
Daya Tarik Alam
Daya Tarik Budaya
Daya Tarik Buatan
Fasilitas Pendukung
Pemerintah Masyarakat
Desa Wisata Setanggor Pengunjung
Bottom-Up Top-Down
sudah terkenal dan diundang untuk pentas diberbagai desa yang ada di pulau Lombok.
Peran masyarakat dalam melestarikan budaya peninggalan leluhur inilah yang kemudian mendorong sosok perempuan bernama Ida Wahyuni bersama pemuda desa lainnya berjuang menggerakkan masyarakat setempat untuk mengembangkan budaya lokal yang ada menjadi daya tarik wisata yang akan disuguhkan kepada para wisatawan ketika berkunjung ke Desa Setanggor. Kehadiran pemuda dalam membangkitkan semangat masyarakat untuk tetap melestarikan budaya peninggalan juga diharapkan mampu menambahkan pendapatan keluarga melalui terbentuknya desa wisata.22
Prakarsa dari masyarakat tersbut yang kemudian dikenal sebagai gerakan Bottom-Up untuk dibentuknya Desa Wisata Setanggor.
Selanjutnya, pengelolaan difokuskan kepada atraksi yang ada di sana seperti, atraksi alam, atraksi budaya dan atraksi buatan. Atraksi alam di Desa Setanggor meliputi area persawahan yang dimana pengunjung atau wisatawan yang datang diarahkan ke area persawahan tersebut untuk menikmati pemandangan. Adapun atraksi budaya merupakan segala kesenian yang ada di Desa Setanggor yang disuguhkan kepada pengunjung baik itu berupa adat ataupun kesenian. Selanjutnya, atraksi buatan di kawasan Desa Wisata Setanggor seperti membaca al-Qur’an di area persawahan merupakan daya tarik tersendiri.
22 Busaini, Baiq Handayani Rinuastuti, Feriyadin, dkk “Peran Pemuda Dalam Membangun Citra Pariwisata Halal di Desa Setanggor”, Jurnal Magister Manajemen Universitas Mataram, Vol.
9, Nomor 3, September 2020, hlm. 299.
Teori yang relevan dengan permasalahan di atas adalah teori Community Based Tourism (CBT). CBT mulai diperkenalkan pada pertengahan 1990-an dengan motto “dari rakyat untuk rakyat”.23 Teori yang dipakai peneliti mengacu kepada teori yang dikembangkan oleh Nicole Hausler sekitar tahun 2000. Pemikiran Nicole Hausler tentang Community Based Tourism (CBT) ini memberikan sumbangsih yang luar biasa terhadap strategi dalam proses pengembangan pariwisata. Namun, berbeda dengan pandangan Hudson dan Timothy.
Pandangan Nicole Hausler, CBT merupakan suatu pendekatan pembanguan pariwisata yang lebih menekankan pada masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan yang demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal.
Teori Community Based Tourism (CBT) menurut pandangan Nicole Hausler bertumpu pada tiga jenis gagasan, yaitu:
a. Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan pada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata.
23 Rimsky K. Judisseno, “Branding Destinasi dan Promosi Pariwisata”, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019), hlm. 69.
b. Masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan.
c. Menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratis dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.24 Adapun pandangan Hudson dan Timothy memaparkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based Tourism (CBT) merupakan pelibatan masyarakat dengan kepastian manfaat. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk dari kesiapan desa wisata untuk kemudian manfaat yang diadapatkan bisa didapatkan oleh masyarakat, baik itu manfaat ekonomi dan manfaat lingkungan.
Terdapat tiga prinsip pokok dalam strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang berbasis pada masyarakat atau Community Based Tourism (CBT) menurut Hudson dan Timothy, yaitu melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, terdapat kepastian masyarakat lokal menerima manfaat, dan pemberian edukasi tentang pariwisata kepada masyarakat lokal.25
Peneliti memilih Community Based Tourism (CBT) ini karena dalam penelitian bertujuan untuk memperoleh dan mengetahui Pengelolaan Desa Wisata Dengan Kosnep Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
24 Nicole Hausler, Training Manual For Community Based Tourism, (Zschortau-Germany:
InWent, 2003), hlm. 3.
25 Neno Rizkianto dan Topowijono, “Penerapan Konsep Community Based Tourism Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Berkelanjutan (Studi Pada Desa Wisata Bangun, Kecamatan Mujungan, Kabupaten Trenggalek)”, Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang, Vol. 58, Nomor. 2, Mei 2018, hlm. 23.
Pengelolaan dilakukan dan evaluasi oleh masyarakat dengan asas demokrasi.
Jadi, peneliti mengkaitkan judul dengan penggunaan teori konsep Community Based Tourism (CBT) adalah didasarkan pada judul penelitian yang mengangkat tentang: Manajemen Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah, dimana pada teori ini titik penekanannya pada bagaimana pengelolaan, desa wisata, dan partisipasi masyarakat.
G. Metode Penelitian
Secara umum metode penelitian didefinisikan sebagai suatu kegiatan ilmiah yang terencana, terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik praktis, maupun teoritis. Dikatakan sebagai ‘kegiatan ilmiah’ karena penelitian dengan aspek ilmu pengetahuan dan teori. ‘Terencana’ karena penelitian harus direncanakan dengan memperhatikan waktu, dana dan aksebilitas terhadap tempat dan data.26
1. Pendekatan Penelitian
Untuk menghasilkan penelitian yang sesuai, maka peneliti melakukan pendekatan penelitian. Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan Fenomenologi yang bermaksud untuk mengetahui suatu peristiwa tertentu yang terjadi dan berkaitan langsung dengan orang dalam situasi-situasi tertentu.
26 Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan keunggulannya, (Jakarta:
PT Grasindo, 2010), hlm. 5.
Pelaksanaan penelitian ini, peneliti melakukan beberapa tahapan- tahapan yaitu:
a. Tahap observasi, wawancara, dokumentasi, tahap pengumpulan data, serta tahap laporan hasil penelitian.
b. Tahap pemeriksaan data yang valid, bermaksud untuk menjamin validitas data yang diperoleh.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai instrument sekaligus sebagai pengumpul data sehingga keberadaannya di lokasi penelitian mutlak diperlukan.27 Kehadiran peneliti di lokasi penelitian perlu digambarkan secara eksplisit dalam laporan penelitian. Perlu juga dijelaskan apakah kehadiran peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh. Demikian pula, perlu dijelaskan apakah subjek atau informan mengetahui kehadiran peneliti dalam statusnya sebagai peneliti.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini karena Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah memiliki potensi wisata alam (area persawahan), budaya (kesenian tradisional dan budaya lokal) dan buatan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Sehingga, peneliti sangat
27 Tim Penysusn, Pedoman Penulisan Skripsi UIN Mataram 2020, (Mataram: UIN Mataram, 2020).
tertarik untuk melakukan penelitian di desa ini, yang dimana pariwisata di sini dikelola secara partisipatif dan aktiv oleh masyarakat lokal.
4. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date.
Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara diskusi terfokus (focus group discussion-FGD) dan penyebaran kuesioner.28
Adapaun dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi dan wawancara yang diperoleh dari kawasan Desa Wisata Setanggor, pengurus Pokdarwis Sekartije, tokoh masyarakat, Kepala Desa, Sekretaris Desa, pengunjung dan masyarakat.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua).
Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain.29
28 Sandu Siyoto dan Ali Sodik, “Dasar Metodologi Penelitian”, (Yogyakarta: Literasi MediaPublishing, 2015), hlm. 67
29 Ibid.., hlm. 68.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian perlu dipantau agar data yang diperoleh dapat terjaga tingkat validitas dan reliabiltasnya.30 Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang diperoleh penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi berperanserta dilakukan untuk mengamati objek penelitian, seperti tempat khusus suatu organisasi, sekelompok orang atau aktivitas suatu sekolah.31 Menurut Basrowi dan Suwandi, dalam konteks penelitian observasi diartikan sebagai cara-cara mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati tingkah laku individu atau kelompok yang diletiti secara langsung.32 Pelaksanaan observasi langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Observasi partisipan dan observasi nonpartisipan
Observasi partisipan merupakan teknik observasi yang dilakukan peneliti dengan cara terlibat langsung dengan kehidupan dan aktivitas orang-orang yang diamati. Berbeda dengan observasi partisipan, pada observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat secara langsung dengan kehidupan dan aktivitas
30 Ibid.., hlm. 75.
31 Salim dan Syahrum, “Metodologi Penelitian Kulalitatif: Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu Sosial, Keagamaan dan Pendidikan”, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2012), hlm. 114.
32 Rahmadi, “Pengantar Metodologi Penelitian”, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), hlm.
80.
orang diamatinya. Di sini peneliti bertindak sebagai pengamat independen dan menjaga jarak dengan objek pengamatannya.
2) Observasi sistematik dan observasi nonsistematik
Observasi sistematik yang disebut juga sebagai observasi terstruktur merupakan teknik pengamatan yang terlebih dahulu menentukan apa yang akan diamati secara sistematis. Artinya, wilayah dan ruang lingkup observasi telah dibatasi secara tegas sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Sebaliknya, observasi nonsistematik tidak menentukan atau mempersiapkan terlebih dahulu lingkup observasi yang akan dilakukannya.33
Dalam hal ini, peneliti menggunakan cara observasi partisipan dan observasi sistematik. Karena, peneliti ikut berperan terhadap obyek yang diamati serta terlibat langsung dengan obyek yang diteliti.
b. Wawancara
Menurut Bogdan dan Biglen wawancara ialah percakapan yang bertujuan, biasanaya anata dua orang (tetapi kadang-kadang lebih) yang diarahkan oleh salah seorang dengan maksud memperoleh keterangan.34 Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui pengajuan sejumlah pertanyaaan secara lisan kepada subjek yang diwawancarai.
33 Ibid.., hlm. 81.
34 Salim dan Syahrum, “Metodologi Penelitian Kulalitatif: Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu Sosial, Keagamaan dan Pendidikan”, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2012), hlm. 119.
Ada beberapa jenis wawancara yang dapat digunakan oleh peneliti, di anataranya adalah:
1) Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara (bahan pertanyaan) yang sudah dipersiapakan terlebih dahulu.
2) Wawancara tidak terstruktur adalah jenis wawancara yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman wawancara, tetapi dilakukan dengan dialog bebas dengan tetap berusaha menjaga dan mempertahankan fokus pembicaraan yang relevan dengan tujuan penelitian.
3) Wawancara mendalam adalah wawancara tidak berstruktur yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu lama bersama informan di lokasi penelitian.
4) Wawancara berbingkai adalah wawancara yang dilakuakan oleh peneliti terlebih dahulu menentukan atau membingkai arah pembicaraan agar tidak menyimpang dari topik penelitian dengan tetap menjaga keluwesan agar tidak terkesan kaku.35
Dalam hal ini peneleliti menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur, karena peneliti tidak menyusun konsep wawancara terlebih dahulu. Dengan menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur peneliti lebih felksibel melakukan wawancara bersama
35 Rahmadi, “Pengantar Metodologi Penelitian”, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), hlm.
75-76.
informan untuk mendalami permasalahan sehingga tidak terpaku pada pertanyaan-pertnyaan yang sudah dipersiapkan.
Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah Ketua Pokdarwis Sekartije, Sekretaris Desa, dan pengunjung. Sehingga melalui teknik wawancara ini peneliti dapat memperoleh data yang valid mengenai Pengelolaan Desa Wisata Dengan Konsep Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
c. Dokumentasi
Teknik dokumenter atau teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data penelitian melalui sejumlah dokumen (informasi yang didokumentasikan) berupa dokumen tertulis maupun dokumen terekam.36 Teknik dokumentasi ini merupakan pelengkap dari teknik pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara. Peneliti dapat memperoleh data melalui dokumen/arsip yang ada.
6. Teknik Analisis Data
Terdapat tiga tahapan dalam analysis data, yaitu: reduksi data, penyajian atau display data dan kesimpulan atau verifikasi.37
a. Reduksi data
Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
36 Ibid.., hlm. 85.
37 Sandu Siyoto dan Ali Sodik, “Dasar Metodologi Penelitian”, (Yogyakarta: Literasi MediaPublishing, 2015), hlm. 122.
dan membuang yang tidak perlu.38 Dengan ini peneliti memilah data yang diperoleh kemudian memilih data yang diperlukan, membuang yang tidak dibutuhkan dalam penelitian.
b. Penyajian atau display data
Menurut Miles dan Hubermen bahwa: Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.39
c. Kesimpulan atau verifikasi
Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang diperoleh. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan atau perbedaan.40
7. Pengecekan Keabsahan Data
Data diuji kebenarannya dengan enam cara:
a. Keikutsertaan yang lama b. Ketekunan pengamatan c. Melakukan triangulasi
d. Mendiskusikan dengan teman sejawat e. Kecukupan referensi
f. Analisis kasus negatif.41
38 Ibid.., hlm. 123.
39 Ibid.., hlm.123.
40 Ibid.., hlm. 124.
41 Salim dan Syahrum, “Metodologi Penelitian Kualitatif Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu Sosial, Keagamaan dan Pendidikan”, (Bandung: Citapustaka Media, 2012), hlm. 165.
Untuk menguji keabsahan data penelitian ini, peneliti menggunakan empat teknik dari enam teknik tersebut di atas:
a. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan merupakan cara untuk menemukan hal- hal pokok dari penelitian yang bersifat berkesinambungan. Pada tahap ini data hasil penelitian ditelaah secara rinci supaya penelitian dapat dipahami.
b. Tringulasi
Tringulasi yaitu informasi yang diperoleh dari beberapa sumber diperiksa silang dan antara data wawancara dengan data pengamatan dan dokumen.42
c. Mendiskusikan dengan teman sejawat
Merupakan teknik menguji keabsahan penelitian dengan melibatkan orang lain dengan cara diskusi yang tidak ikut serta dalam pengambilan data namun bisa memberikan masukan.
d. Kecukupan referensi
Keabsahan data hasil penelitian dapat didukung dengan memperbanyak referensi yang dapat menguji dan mengoreksi hasil penelitian. Referensi bisa berasal dari orang lain maupun dari data yang diperoleh selama penelitian berupa video, rekaman wawancara atau catatan-catatan selama penelitian berlangsung.
42 Ibid.., hlm. 166.
H. Sistematika Pembahasan BAB I. Pendahuluan
Merupakan bab yang terdiri dari beberapa sub Bab meliputi: Konteks Penelitian, Fokus Kajian, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup dan Setting Penelitian, Telaah Pustaka, Kerangka Teoritik, Metodologi Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
BAB II. Paparan Data Dan Temuan
Peneliti memaparkan tentang data dan temuan selama penelitian. Bab ini meliputi: paparan data dan temuan serta proses pengelolaan Desa Wisata Setanggor.
BAB III. Pemabahasan
Peneliti menguraikan bahasan tentang proses pengelolaan Desa Wisata Setanggor dengan konsep Community Based Tourism dan faktor pendukung dan penghambat dari penerapan Community Based Tourism di Desa Wisata Setanggor.
BAB IV. Penutup
Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalan bab ini, penulis membuat kesimpulan-kesimpulan atas masalah yang telah dibahas dan mengemukakan saran sebagai solusi dari permasalahan.
34 BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN A. Gambaran Umum Desa Wisata Setanggor
Desa Setanggor merupakan salah satu desa wisata yang berada di Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah. Desa ini di pimpin oleh seorang kepala desa yang bernama H. Kamaruddin. Desa Setanggor memiliki 14 dusun dengan jumlah 1.506 KK.
Tabel 2.1: Struktur organisasi pemerintah Desa Setanggor
Sumber: Data Desa Setanggor
KEPALA DESA H. KAMARUDDIN
SEKRETARIS GENAM
KAUR PERENCANA
AN
DERITAN
KAUR KEUANGAN
SUKRIAWAN
KAUR UMUM
ABDUL RAHMAN
SALEH KASI
PEMERINTA HAN
MOH.
JAMILUDIN
KASI KESEJAHTE
RAAN
AHMAD DINATA
KASI PELAYANAN
SUDIRMAN
KEPALA DUSUN BPD
1. Keadaan Geografis
Letak geografis suatu wilayah memaparkan tentang letak dan posisi, batas-batas wilayah tersebut sesuai dengan garis hukum. Jarak Desa dengan pusat pemerintahan Kecamatan sekitar 3 km, jarak Desa dengan pusat pemerintahan kabupaten sekitar 9 km dan jarak Desa dengan pusat pemerintah provinsi sekitar 27 km. Luas wilayah menurut penggunaan didominasi oleh persawahan/perkebunan, fasilitas umum dan peternakan.
Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah memiliki luas wilayah 651 Ha.
Desa Setanggor memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara: berbatasan dengan Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
b. Sebelah selatan: berbatasan dengan Desa Tanak Karang Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
c. Sebelah timur: berbatasan dengan Desa Bondir Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
d. Sebelah barat: berbatasan dengan Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah.
Desa Setanggor terdiri dari beberapa Dusun diantaranya:
1) Setanggor Timur 1 2) Setanggor Timur 2 3) Setanggor Timur 3 4) Rungkang
5) Mertaq Seni 6) Setanggor Barat 1 7) Setanggor Barat 2 8) Bilang Beke 9) Temopoh 10) Jalan Unde 11) Pondok Rejeng 12) Montong Waru 13) Montong Buwuh 14) Tiu Borok
Kondisi persawahan dan perkebunan yang mendominasi Desa ini memberikan suasana asri dan kesejukan sehinga kenyaman pengunjung terjamin untuk tinggal di Desa Setanggor. Dilihat di sisi lain juga yang mendorong Desa Setanggor sebagai Desa Wisata karena dikembangkan berbagai aktifitas kebudayaan dan kesenian.
2. Keadaan Penduduk a. Jumlah penduduk
Berdasarkan data pada tahun 2020 bahwa jumlah penduduk Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah terbilang sebanyak 4.050 jiwa dengan rincian laki-laki berjumlah 1.992 jiwa dan perempuan berjumlah 2.058 jiwa. Serta penduduk Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah terbagi menjadi 1.506 KK, dengan jumlah 1.275 KK laki-laki dan
231 KK Perempuan. Data tersebut tidak jauh selishnya dengan data tahun sebelumnya yakni berjumlah 1.506 KK.
Tabel 2.1: Data jumlah kepala keluarga Desa Setanggor Jumlah Keluarga
Jumlah KK
Laki-laki
KK
Perempuan Jumlah Total Jumlah
Kepala Keluarga Tahun 2020
1.275 KK 231 KK 1.506 KK
Jumlah Kepala Keluarga Tahun sebelumnya
1.246 KK 258 KK 1.504 KK
Persentase
Perkembangan 2.33 % -10.47 % Sumber : Data Desa Setanggor
Berdasarkan data Desa Setanggor pada tahun 2020 bahwa sebagian besar penduduk Desa Setanggor adalah agama Islam.
Adapun mata pencaharian penduduk Desa Setangggor didominasi oleh petani dan buruh tani. Selain dari pada itu beberapa penduduk berprofesi sebagai peternak dan disektor perkebunan, sehingga beberapa tempat peternakan tersebut dijadikan sebagai obyek wisata unggulan yaitu pembuatan pupuk.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk Desa Setanggor bisa dikatakan sangat baik karena berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2020, tingkat pendidikan pernduduk didominasi oleh tamat SLTA/sederajat dengan jumlah 1.591 orang dan tamat SLTP/sederajat yang berjumlah 574 orang.
Tabel 2.2 Data Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Setanggor Tingkat Pendidikan Penduduk
Jumlah penduduk yang buta aksara dan huruf latin 346 orang Jumlah penduduk usia 3-6 tahun yang masuk TK dan
Kelompok Bermain Anak 100 orang
Jumlah anak dan penduduk cacat fisik dan mental 23 orang Jumlah penduduk sedang SD/sederajat 320 orang Jumlah penduduk tamat SD/sederajat 329 orang Jumlah penduduk tidak tamat SD/sederajat 311 orang Jumlah penduduk sedang SLTP/sederajat 168 orang Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat 574 orang Jumlah penduduk sedang SLTA/sederajat 427 orang Jumlah penduduk tidak tamat SLTP/sederajat 237 orang Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat 1.591 orang
Jumlah penduduk tamat D-1 8 orang
Jumlah penduduk tamat D-2 27 orang
Jumlah penduduk tamat D-3 101 orang
Jumlah penduduk sedang S-1 8 orang
Jumlah penduduk tamat S-1 50 orang
JUMLAH 4.620 orang
Sumber : Data Desa Setanggor 3. Keadaan Ekonomi
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2020 bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Desa Setanggor sebesar 25,5 % dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 831. Mata pencaharian penduduk di Desa Setanggor
Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah didominasi oleh buruh tani dan pemilik usaha tani.
Tabel 2.3 Data Mata Pencaharian Penduduk di Desa Setanggor Struktur Mata Pencaharian Menurut Sektor Sektor Pertanian
Petani 0 orang
Buruh Tani 2064 orang
Pemilik Usaha Tani 982 orang
Sektor Peternakan
Peternakan Perorangan 4 orang
Buruh Usaha Peternakan 10 orang
Pemilik Usaha Peterakan 341 orang
Sektor Industri Menengah dan Besar
Karyawan Perusahaan Swasta 15 orang
Sektor Jasa
Pemilik Usaha Jasa Hiburan dan Pariwisata 1 orang Pemilik Usaha Hotel dan Penginapan Lainnya 3 orang Pemilik Usaha Warung, Rumah Makan dan Restourant 9 orang
Perawat Swasta 11 orang
Sumber : Data Desa Setanggor
Melalui data yang dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kemampuan penduduk Desa Setanggor untuk menunjang perekonomian Desa melalui kegiatan-kegiatan pariwisata sudah baik. Karena tingkat pendidikan penduduk dan tingkat kemampuan penduduk untuk jasa layanan wisata sudah mencukupi.
Desa Setanggor pada saat ini merupakan salah satu Desa di Kabupaten Lombok Tengah yang menjadi tempat rekreasi dan edukasi bagi masyarakat semua kalangan karena suasananya yang sejuk, tersedia
layanan pembuatan pupuk kompos dan tradisi-tradisi lokal yang masih dikembangkan.
4. Keadaan Pariwisata di Desa Setanggor
Obyek wisata dan fasilitas pendukung di Desa Setanggor tersebar di lima Dusun dengan potensi dan kearifan masyarakat lokal. Sejauh ini, Desa Setanggor merupakan salah satu Desa yang terkenal dengan kelestarian alam dan budaya melalui keterlibatannya di dunia pariwisata.
Terdapat tiga jenis wisata yang ditawarkan kepada wsiatawan:
a. Seni dan Budaya
Wisata Kesenian berada di Dusun Mertaq Seni dan Setanggor Timur. Adapun wisata kesenian ini dapat ditemukan beberapa kesenian dan kebudayaan menjadi daya tarik bagi pengunjung, yaitu: Seni tari tradisional, gamelan dan pembacaan lontar.
Galeri Tenun merupakan salah satu tempat wisata unggulan di Desa Setanggor yang berada di Dusun Setanggor Timur, Galeri Tenun adalah tempat para pengrajin tenun tradisional yang diberikan pemberdayaan dan difassilitasi oleh pengelola pariwisata Desa Setanggor.
b. Pertanian
Wisata pertanian merupakan obyek tujuan wisata yang berada di Dusun Setanggor Timur 1. Program yang ditawaran di program wisata pertanian ini adalah kegiatan bertani atau bercocok tanam