• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PAJAK DALAM PEMANFAATAN TAX

N/A
N/A
Siti Ropiah

Academic year: 2024

Membagikan "MANAJEMEN PAJAK DALAM PEMANFAATAN TAX "

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MANAJEMEN PAJAK DALAM PEMANFAATAN TAX INCENTIVE

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perpajakan Dosen : Rini Susiani, S.E,. M.Ak., Ak., C.A.

Disusun Oleh : Kelompok III

Reffy Bernadi Herliyan (231531007)

Suryaman (231531008)

Siti Ropiah (231531009)

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI PROGRAM STUDI PASCASARJANA

UNIVERSITAS WIDYATAMA

2023/2024

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Manajemen Perpajakan. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA. selaku dosen pengajar mata kuliah Manajemen Perpajakan yang telah memberikan kami kesempatan untuk memaparkan dan membuat makalah mengenai Manajemen Pajak dalam Pemanfaatan Tax Incentive.

Selaku penyusun makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terkhusus bagi rekan kelas kami dalam hal memberikan informasi dan wawasan terkait Manajemen Pajak dalam Pemanfaatan Tax Incentive. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan tidak terlepas dari ketidaksempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami harapkan demi menyempurnakan makalah ini di masa mendatang.

Bandung, Desember 2023

Penulis

(3)

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 2

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 Insentif Pajak ... 3

2.2 Fasilitas Pajak atas Industri Tertentu dan Wilayah Tertentu ... 4

2.2.1 Tax Holiday ... 4

2.2.2 Fasilitas PPh untuk WP Badan yang Berlaku Umum ... 7

2.2.3 Fasilitas Pajak untuk WP Badan yang Berlaku Khusus ... 7

2.3 Fasilitas PPN dan Bea Masuk ... 13

2.3.1 Fasilitas Pembebasan PPN untuk BKP Tertentu Bersifat Strategis yang Impor dan Penyerahannya Mendapat Pembebasan PPN ... 13

2.3.2 Fasilitas PPN untuk Industri di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)... 22

2.3.3 Fasilitas PPN dan Kepabeanan untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) ... 22

2.3.4 Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan Kepabeanan untuk Pengusaha di Kawasan Berikat dan Pengusaha Kawasan Berikat ... 23

2.4 Strategi Pemanfaatan Seluruh Fasilitas Perpajakan ... 24

BAB III KESIMPULAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.001 pulau.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sember daya alam yang melimpah namun sayangnya sumber daya tersebut masih belum bisa dimanfaatkan dengan baik disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dimiliki, seperti teknologi, sumber daya modal dan sumber daya manusia yang kurang memadai. Selain itu, masalah yang dihadapi Indonesia sebagai negara berkembang yang mempunyai wilayah yang sangat luas adalah ketidakmerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, diperlukan investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri guna membantu pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perkembangan investasi di Indonesia ini terus mengalami peningkatan.

Pemerintah Indonesia sendiri sudah melakukan upaya dalam meningkatkan investor di Indonesia, salah satunya tercantum dalam pasal 31A Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pemberian fasilitas pajak kepada investor yang melakukan penenaman modal dibidang usaha tertentu dan di daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional yang diperjelas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2016 tentang fasilitas atau insentif Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di bidang usaha tertentu yang ditandatangani oleh Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia pada 15 April 2016. Insentif ini diberikan dalam rangka percepatan penciptaan lapangan kerja lewat peningkatan investasi industri padat karya, yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Di dalam peraturan perpajakan Indonesia Tax Incentive disebut dengan fasilitas pajak, secara umum dapat diartikan sebagai kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal perpajakan.

(5)

2 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan fasilitas PPh atas industri dan wilayah tertentu?

2. Bagaimana ketentuan fasilitas PPN dan bea masuk?

3. Bagaimana strategi untuk memanfaatkan seluruh fasilitas perpajakan yang ada?

1.3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:

1. Mengetahui ketentuan fasilitas PPh atas industri dan wilayah tertentu 2. Mengetahui ektentuan fasilitas PPN dan bea masuk

3. Mengetahui strategi pemanfaatan fasilitas perpajakan

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Insentif Pajak

Terdapat beberapa pendapat terkait pengertian dari insentif pajak. Insentif pajak menurut Black Law Dictionary adalah “A governmental enticement, through a tax benefit, to engage in a particular activity, such as the contribution of money or property to qualified charity”. Sedangkan menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) adalah “FDI incentives may be defined as any measurable advantages accorded to specific enterprises or categories of enterprises by (or at the direction of) a Government, in order to encourage them to behave in a certain manner. They include measures specifically designed either to increase the rate of return of a particular FDI undertaking, or to reduce (or redistribute) its costs or risks.”

Berdasarkan dua definisi insentif pajak dapat ditemukan kesamaan, yaitu insentif pajak merupakan sebuah fasilitas yang diberikan kepada investor agar tertarik dalam menanamkan modalnya disuatu negara. Dapat disimpulkan pula bahwa insentif pajak merupakan alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk memengaruhi perilaku investor dalam menentukan kegiatan bisnisnya. Menurut Spitz, umumnya terdapat empat macam insentif pajak, antara lain:

1. Pengecualian dari pengenaan pajak

Insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari pengenaan pajak merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Jenis insentif ini memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh pemerintah. Namun diperlukan kehati-hatian dalam mempertimbangkan pemberian insentif ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah sampai berapa lama pembebasan pajak ini diberikan dan sampai berapa lama investasi dapat memberikan hasil. Contoh dari jenis insentif ini adalah tax holiday atau tax exemption.

2. Pengurangan dasar pengenaan pajak

Jenis insentif ini biasanya diberikan dalam bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak. Pada umumnya biaya yang dapat menjadi pengurang boleh dikurangkan lebih dari nilai yang seharusnya. Jenis insentif ini misalnya

(7)

4

dapat ditemui dalam bentuk double deduction, investment allowances, dan loss carry forwards.

3. Pengurangan tarif pajak

Insentif ini yaitu berupa pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang diatur oleh pemerintah. Insentif ini paling sering ditemui dalam pajak penghasilan. Misalnya pengurangan tarif corporate income tax atau tarif witholding tax.

4. Penangguhan pajak

Jenis insentif yang terakhir menurut Spitz adalah penangguhan pajak. Jenis insentif ini pada umumnya diberikan kepada wajib pajak sehingga pembayar pajak dapat menunda pembayaran pajak hingga suatu waktu tertentu.

2.2 Fasilitas Pajak atas Industri Tertentu dan Wilayah Tertentu 2.2.1 Tax Holiday

Pada tanggal 15 Agustus 2011, Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Pembebasan Pajak (tax holiday) ini diluncurkan dengan tujuan untuk menarik dana investasi jangka panjang ke Indonesia, khususnya investasi baru yang ditanamkan dalam kelompok industri pionir di Indonesia, sehingga diharapkan dapat mendukung percepatan pertumbuhan industri pionir dimaksud. Dalam konteks tax holiday, industri pionir didefinisikan sebagai industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Industri pionir tersebut mencakup industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, industri permesinan, industri di bidang sumberdaya terbarukan, dan/atau industri peralatan komunikasi.

Wajib pajak yang dapat diberikan fasilitas Tax Holiday (Per 31 Agustus 2019) adalah wajib pajak badan baru yang memenuhi 4 (empat) kriteria. Pertama, wajib pajak badan tersebut bergerak dalam industri pionir. Kedua, wajib pajak badan tersebut

(8)

5

mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (Seratus Miliar rupiah). Ketiga, wajib pajak badan tersebut menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal yang tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal dimaksud. Keempat, wajib pajak badan tersebut harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sebelum PMK Tax Holiday mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya PMK Tax Holiday ini. Mengingat PMK Tax Holiday dinyatakan berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 15 Agustus 2011, maka wajib pajak yang dapat diberikan fasilitas Tax Holiday ini adalah wajib pajak badan yang memperoleh pengesahan status hukum sejak atau setelah tanggal 15 Agustus 2010.

Fasilitas yang diberikan dalam kebijakan Tax Holiday ini mencakup pembebasan pajak penghasilan badan untuk jangka waktu 5 (lima) hingga 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tahun pajak dimulainya produksi komersial dimulai dari pengurangan 100% dari jumlah PPh badan terutang untuk investasi baru minimum 500M, Pengurangan 50% dari jumlah PPh badan terutang untuk investasi baru minimum 100M - 500M, Jangka 5 tahun pajak untuk investasi baru 500M – 1 T, Jangka 7 tahun pajak untuk investasi baru 1 T – 5 T, Jangka 10 tahun pajak untuk investasi baru 5M – 15 T, Jangka 15 tahun pajak untuk investasi baru 15M – 30 T dan Jangka 20 tahun pajak untuk investasi minimum 30 T . Setelah periode pemberian fasilitas Tax Holiday tersebut, perusahaan yang memenuhi syarat masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan fasilitas tambahan berupa pengurangan tarif pajak penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) selama 2 (dua) tahun berikutnya. Disamping itu, dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memperpanjang periode pemberian fasilitas Tax Holiday tersebut.

Untuk memperoleh fasilitas Tax Holiday tersebut, wajib pajak dapat menyampaikan permohonan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penyampaian usulan tersebut harus disertai dengan uraian penelitian mengenai ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi, perkiraan

(9)

6

penyerapan tenaga kerja domestik, kajian mengenai pemenuhan kriteria sebagai Industri pionir, rencana tahapan alih teknologi yang jelas dan konkret, serta adanya ketentuan mengenai tax sparing di negara domisili.

Tax sparing adalah pengakuan pemberian fasilitas pembebasan dan pengurangan yang didapatkan dari Indonesia dalam penghitungan Pajak Penghasilan di negara domisili sebesar fasilitas yang diberikan.Setelah melalui beberapa penilaian awal, usulan dimaksud akan dikirimkan kepada Komite Verifikasi untuk diperiksa lebih lanjut. Komite Verifikasi terdiri dari perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ministry Keuangan, Departemen Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jika disetujui oleh Komite, Menteri Keuangan akan mengeluarkan Surat Keputusan untuk memberikan tax holiday kepada investor.

Sebagaimana sering dikemukakan dalam pembahasan literatur terkait, keberadaan Tax Holiday memang selalu melibatkan trade-off antara potensi penerimaan negara yang dapat dihasilkan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh negara. Meskipun dalam jangka pendek biaya merupakan satu hal yang sudah pasti bagi negara, namun seiring dengan meningkatnya volume investasi asing di Indonesia yang dapat dijaring, disertai lapangan kerja yang mampu diciptakannya, maka pemberian fasilitas Tax Holiday ini diyakini dapat menunjang pertumbuhan perekonomian jangka panjang Indonesia.

Namun demikian, fasilitas Tax Holiday itu sendiri tidak akan mampu menjadi satu-satunya motor penggerak transformasi ekonomi yang dicita-citakan Indonesia.

Keberadaannya pada prinsipnya merupakan pelengkap bagi kebijakan menarik investasi permanen lainnya, yang secara bersama-sama, ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Prioritas utama bagi Indonesia dalam hal ini adalah reformasi kebijakan di bidang infrastruktur, yang diupayakan melalui kombinasi antara pengeluaran Pemerintah dan skema Public Private Partnership (PPP) sepanjang dimungkinkan, dengan tujuan untuk menekan biaya investasi di Indonesia. Dengan komposisi seluruh kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia meyakini bahwa masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan oleh investor di Indonesia melalui ketersediaan berbagai kemudahan perpajakan ini serta upaya peningkatan iklim usaha lainnya yang selama ini diupayakan oleh Pemerintah Indonesia.

(10)

7

2.2.2 Fasilitas PPh untuk WP Badan yang Berlaku Umum

Fasilitas PPh untuk Wajib Pajak Badan yang berlaku umum yaitu berupa pengurangan tariff sebesar 50% dari tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”) memberikan fasilitas sebagai berikut “Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atau Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Fasilitas pengurangan tarif 50% dari tarif Pasal 17 UU PPh ini berlaku umum untuk seluruh Wajib Pajak Badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto kurang dari atau sampai dengan Rp 50.000.000.000 setahun dengan syarat atas peredaran bruto tersebut tidak dikenakan PPh Final dan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000.

2.2.3 Fasilitas Pajak untuk WP Badan yang Berlaku Khusus 2.2.3.1 Fasilitas PPh untuk WP Badan Perseroan Terbuka

Fasilitas pengurangan tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Pasal 17 ayat (1) b UU PPh untuk WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Berdasarkan Pasal 17 ayat (2b) UU PPh menyatakan “Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”.

(11)

8

Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 17 ayat (2b) UU PPh adalah PP Nomor 55 Tahun 2022 Pasal 65 ayat (1) yang menyatakan bahwa

Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64:

a. Berbentuk Perseroan Terbuka

b. Dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling rendah 40%; dan

c. Memenuhi persyaratan tertentu

Dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.”

Selanjutnya dalam Pasal 64 ayat (2) disebutkan bahwa “Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak;

b. Masing-masing pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh;

c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta dalam huruf a dan huruf b harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu 1 Tahun Pajak; dan

d. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta dalam huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan oleh Wajib Pajak Perseroan Terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak”.

2.2.3.2 Fasilitas PPh untuk WP Badan Industri dan Wilayah Tertentu

Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan. Berdasarkan Pasal 31A UU PPh bentuk fasilitas tersebut antara lain:

a. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan;

b. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;

c. Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun; dan

(12)

9

d. Pengenaan pajak penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjnajian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.

Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 dalam Pasal 2 ayat (1), “Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Usaha Utama, baik Penanaman Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, di:

a. Bidang-bidang Usaha Tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;

dan/atau

b. Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran, II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini,

dan memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.”

Selanjutnya pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa “Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berupa:

a. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun;

b. penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:

1. untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud:

a) bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50%

(lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;

(13)

10

b) bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan. Metode garis lurus sebesar 25%

(dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);

c) bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tariff penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen);

d) bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen);

e) bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10%

(sepuluh persen);

f) bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun, dengan tarif ppenyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen).

2. untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tidak berwujud

a) Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;

b) Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);

c) Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas

(14)

11

koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25%o (dua puluh lima persen);

d) Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen).

c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar l0%

(sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan

d. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. tambahan 1 (satu) tahun untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan Wajib Pajak;

2. tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat;

3. tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pada bidang energi baru dan terbarukan; dan

4. tambahan 1 (satu) tahun apabila mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah);

(15)

12

5. tambahan 1 (satu) tahun apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua);

6. tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun:

a) tambahan 1 (satu) tahun apabila menambah paling sedikit 300 (tiga ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut; atau

b) tambahan 2 (satu) tahun apabila menambah paling sedikit 600 (enam ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut; atau

7. tambahan 2 (dua) tahun apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah penanaman modal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau

8. tambahan 2 (dua) tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30%

(tiga puluh persen) dari nilai total penjualan suatu tahun pajak, untuk Penanaman Modal pada bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat.”

Selanjutnya pada Pasal 3 ayat (4) dijelaskan bahwa “Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan sejak:

a. saat mulai berproduksi komersial, untuk pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;

b. diterbitkan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, untuk:

1) penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tidak berwujud sebagaimana dimaksud apda ayat (1) huruf b;

2) pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian

(16)

13

penghindaran pajak berganda yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;

3) tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 dan angka 2;

c. keputusan penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian, untuk tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8.”

2.2.3.3 Fasilitas Pajak untuk Industri di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Fasilits ini diberikan kepada Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha industri di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus. Untuk saat ini, kawasan yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah KEK Bitung, KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, dan KEK Morotai. Bentuk fasilitasnya antara lain pengurangan atau pembebasan PPh dan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Terpadu dan sudah mengalami perubahan menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja).

2.3 Fasilitas PPN dan Bea Masuk

2.3.1 Fasilitas Pembebasan PPN untuk BKP Tertentu Bersifat Strategis yang Impor dan Penyerahannya Mendapat Pembebasan PPN

Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean, BKP/JKP tertentu yang impor & penyerahannya mendapat pembebasan PPN adalah sebagai berikut:

(1) Barang Kena Pajak tertentu yang atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

a. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional dan vaksin dalam rangka penanggulangan COVID-19;

(17)

14

b. Buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama; dan

c. Barang Kena Pajak yang diterima oleh kementrian, badan, atau lembaga yang menangani bencana pada pemerintah pusat atau daerah dalam penanganan bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.

(2) Buku pelajaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. buku pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem perbukuan; dan

b. buku umum yang mengandung unsur pendidikan.

(3) Ketentuan kriteria mengenai kriteria dan/atau batasan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri

Selanjutnya, Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

a. Jasa konstruksi yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan pembangunan tempat yang hanya untuk keperluan ibadah;

b. Jasa konstruksi yang diserahkan oleh kontraktor untuk pembangunan bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana dan biayanya berasal dari:

1. Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN);

2. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD); dan/atau 3. Sumbangan; dan

c. Jasa Kena Pajak selain jasa konstruksi yang diterima oleh kementrian, badan, atau lembaga yang menangani bencana pada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam penanganan bencana alam atau non alam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.

(18)

15

Selanjutnya BKP tertentu yang bersifat strategis yang impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

a. Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang mau pun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan barang kena pajak oleh barang kena pajak tersebut, termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan terintegrasi, tidak termasuk suku cadang.

b. Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan pemerintah ini.

c. Jangan dan kulit mentah yang tidak dimasak.

d. Ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian

e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan

f. Pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan.

g. Pakan ikan yang memenuhi persyaratan umum dan khusus dalam impor pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

h. Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternah dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakal dan pelengkap paka yang kriteria dan atau perinciannya diatur dengan peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

i. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan / atau dalam bentuk perak batangan

j. senjata, amunisi, helm anti peluru dan jacket atau rompi anti peluru, kendaraan darat khusus, radar dan suku cadangnya, yang diimpor oleh :

(19)

16

1) Kementrian atau Lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara

2) lembaga pemerintah nonkementrian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian NKRI dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan precursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alcohol; atau 3) Pihak lain yang ditunjuk oleh kementrian atau Lembaga pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam angka 1 atau angka 2 untuk melakukan impor tersebut.

k. Komponen atau bahan yang belum di buat di dalam negri, yang diimpor oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementrian atau Lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf j angka 1 atau angka 2, yang digunakan dalam pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar dan suku cadangnya yang akan diserahkan kepada :

1) Kementrian, atau Lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau kemanan negara

2) Lembaga pemerintah non kementrian yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian NKRI dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan precursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alcohol.

l. Senjata, amunisi, peralatan militer, dan perlengkapan militer milik negara lain yang diimpor oleh tantara nasional Indonesia dalam rangka kegiatan militer sebagai bagian dari kerjasama militer berupa latihan militer bersama.

m. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, dan foto udara wilayah NKRI yang dilakukan untuk mendukung pertahanan nasional, yang diimpor oleh : 1) kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pertahanan 2) Tantara nasional Indonesia

(20)

17

3) Pihak yang ditunjuk oleh kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pertahanan atau tantara nasional Indonesia

n. Kendaran dinas khusus kepresidenan yang diimpor oleh lebaga kepresidenan atau pihak yang ditunjuk oleh lembaga kepresidenan untuk melakukan impor, yang diberikan pembebasan Bea masuk.

o. Barang untuk keperluan museum, kebun Binatang, dan tempat lains emacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam, yang diberikan pembebasan bea masuk:

p. Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan yangsangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

q. Gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;

r. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambol langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:

1) Minyak mentah (crude oil);

2) Gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;

3) Panas bumi

4) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, zeolite, basal, trakhit, dan belerang, yang Batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan

5) Bijih besi, bijih timah, bijig emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;

s. Liquified natural gas dan compressed natural gas

t. Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum, yang diberikan pembebasan bea masuk;

(21)

18

u. Obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan bea masuk, dan

v. Bahan terpai manusia, pengelompokan darah dan penjenisan jaringan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan bea masuk.

Barang Kena Pajak yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari PPN antara lain:

a. Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun proses menghasilkan Barang Kena Pajak oelh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas perolehannya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang.

b. Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini;

c. Jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;

d. Ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertanian;

e. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutana, peternakan, atau perikanan;

f. Pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan Kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;

g. Pakan ikan yang memenuhi persyaratan pendaftaran dan peredaran pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;

h. Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan bahan baku utama ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannta

(22)

19

diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapatkan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, kelautan dan perikanan;

i. Satuan rumah susun umum milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit/pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1) Luas untuk hunian paling sedikit 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2;

2) Pembangunannya mengacu kepada peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

3) Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan

4) batasan terkait harga jual satuan rumah susun umum milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh satuan rumah susun umum milik diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

j. rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja yang batasannya diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

k. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan;

l. listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) voltase ampere;

m. Air bersih;

n. senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diserahkan kepada:

1) kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau

2) lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan

(23)

20

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

o. komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf n angka 1 atau angka 2 untuk pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:

1) kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau

2) lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

p. peralatan berikrrt suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional, yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional lndonesia;

q. barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

r. gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;

s. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:

1) minyak mentah (crude oil);

2) gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;

3) panas bumi;

(24)

21

4) asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, Bips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, mafiner, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, znolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan

5) bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit; dan

t. liatified natural gas dan compressed natural gas.

Selanjutnya Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat startegis yang penyerahannya di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

1. jasa pelayanan kesehatan medis;

2. jasa pelayanan sosial;

3. jasa pengiriman surat dengan prangko;

4. jasa keuangan;

5. jasa asuransi;

6. jasa pendidikan;

7. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

8. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa;

9. angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri;

10. jasa tenaga kerja;

11. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

12. jasa pengiriman uang dengan wesel pos;

13. jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum; dan

14. jasa yang diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrograli, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.

(25)

22

2.3.2 Fasilitas PPN untuk Industri di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

Untuk saat ini kawasan yang sudah ditetapkan KAPET antara lain: KAPET Batulicin, KAPET Natuna, KAPET Biak, KAPET Samarinda, Sanga-Sanga dan Muara Jawa, dan Balikpapan, KAPET Sanggau, KAPET Manado-Bitung, KAPET Mbay, KAPET Pare-Pare, KAPET Seram, KAPET Bima, KAPET Batul, KAPET Buton, Kolaka dan Kendari, KAPET Daerah Aliran Sungai Kahayan, Kapuas, dan Barito, dan KAPET Sabang.

Berdasarkan PP Nomor 147 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perlakuan Perpajakan Di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya disebut PDKB di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:

a. Impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi;

b. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;

c. Pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;

d. Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

e. Pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;

f. Penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasill pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;

g. Peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.

2.3.3 Fasilitas PPN dan Kepabeanan untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)

Berdasarkan Bagian Ketiga mengenai Fasilitas Perpajakan PP Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas,

(26)

23

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam KPBPB dibebaskan dari pengenaan PPN 2. Pemasukan Barang Kena Pajak dan/atau barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB

dibebaskan dari pengenaan PPN dan/atau tidak dipungut PPh Pasal 22

3. Penyerahan Baranng Kena Pajak oleh pengusaha di KPBPB kepada pengusaha di KPBPB lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN

4. Penyerahan Barang Kena Pajak ke KPBPB oleh pengusaha Tempat Penimbunan Berikat atau Pelaku Usaha di KEK kepada pengusaha di KPBPB tidak dipungut PPN 5. Penyerahan Barang Kena Pajak ke KPBPB oleh pengusaha di tempat lain dalam

Daerah Pabean keapda pengusaha di KPBPB tidak dipungut PPN

2.3.4 Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan Kepabeanan untuk Pengusaha di Kawasan Berikat dan Pengusaha Kawasan Berikat

Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) dan (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013, menyatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas:

a. Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut;

b. Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat;

c. Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat;

d. Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang bahan baku untuk menghasilkan produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat;

e. Pemasukan hasil produksi yang berasal dari kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang bahan baku untuk menghasilkan hasil produksi tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata

(27)

24

akan digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor;atau

f. Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat.”

2.4 Strategi Pemanfaatan Seluruh Fasilitas Perpajakan

Adapun strategi pemanfaatan atas seluruh fasilitas perpajakan antara lain:

1. Pahami seluruh peraturan terkait fasilitas perpajakan yang dapat dimanfaatkan

2. Memilih lokasi perusahaan atau melakukan penanaman modal di bidang usaha tertentu dan atau di bidang tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan.

3. Untuk perusahaan yang berorientasi pada ekspor barang kena pajak, manfaatkan fasilitas PPN yang diberikan di kawasan berikat. Dalam hal ini perusahaan harus menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB). Dengan demikian, atas ekspor BKP tersebut, PPN terutang sebesar 0%, sedangkan PPN Masukannya dapat dikreditkan sepenuhnya.

4. Untuk rencana awal pendirian perusahaan, sebaiknya memilih jenis industri atau usaha yang bisa meendapatkan fasilitas pembebasan pajak atau insentif pajak.

(28)

25 BAB III KESIMPULAN

Insentif pajak menurut Black Law Dictionary adalah “A governmental enticement, through a tax benefit, to engage in a particular activity, such as the contribution of money or property to qualified charity”.

Sedangkan menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) adalah “FDI incentives may be defined as any measurable advantages accorded to specific enterprises or categories of enterprises by (or at the direction of) a Government, in order to encourage them to behave in a certain manner. They include measures specifically designed either to increase the rate of return of a particular FDI undertaking, or to reduce (or redistribute) its costs or risks.”

Menurut Spitz, umumnya terdapat empat macam insentif pajak, antara lain:

1. Pengecualian dari pengenaan pajak

Insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari pengenaan pajak merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Jenis insentif ini memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh pemerintah.

Namun diperlukan kehati-hatian dalam mempertimbangkan pemberian insentif ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah sampai berapa lama pembebasan pajak ini diberikan dan sampai berapa lama investasi dapat memberikan hasil. Contoh dari jenis insentif ini adalah tax holiday atau tax exemption

2. Pengurangan dasar pengenaan pajak

Jenis insentif ini biasanya diberikan dalam bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak. Pada umumnya biaya yang dapat menjadi pengurang boleh dikurangkan lebih dari nilai yang seharusnya. Jenis insentif ini misalnya dapat ditemui dalam bentuk double deduction, investment allowances, dan loss carry forwards.

3. Pengurangan tarif pajak

Insentif ini yaitu berupa pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang diatur oleh pemerintah. Insentif ini paling sering ditemui dalam pajak penghasilan.

Misalnya pengurangan tarif corporate income tax atau tarif witholding tax.

(29)

26 4. Penangguhan pajak

Jenis insentif yang terakhir menurut Spitz adalah penangguhan pajak. Jenis insentif ini pada umumnya diberikan kepada wajib pajak sehingga pembayar pajak dapat menunda pembayaran pajak hingga suatu waktu tertentu.

Adapun jenis-jenis fasilitas pajak antara lain tax holiday, fasilitas pajak untuk WP Badan Umum dan berlaku khusus, serta fasilitas pajak PPN & Bea Masuk.

(30)

27

DAFTAR PUSTAKA

Booklet Seri PPN Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 76/PMK.011/2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.04/2009

Undang-Undang No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Direktorat Jendral Pajak, Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Dan Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah- Daerah Tertentu

Jafar Mohamad, Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal , 2014, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai. www.pajak.go.id

http://www.bcsoetta.net/v2/page/impor-fasilitas-pembebasan-bea masuk http://lipse.bpt.bogorkab.go.id/invest/fasilitas-pembebasan bea-masuk.php

Referensi

Dokumen terkait

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana

Undang-Undang Nomor 6s Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan STDD Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang

Undang – Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana terakhir. di ubah dengan Undang - Undang Nomor 36

bahwa berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun

bahwa sehubungan dengan perubahan Pasal 25 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17