MASA KEJAYAAN BANI ABBASYIAH
Makalah Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Tugas Pada Mata Pelajaran Sejarah Peradaban Islam Dosen Pengampu: Abdullah, S.Sos.,M.Sos..
Disusun Oleh:
Muhammad Faizal Kuncoro (410124029) Siti Aulianisa Arimbi (410124047) Saskia Fathana Mahulette (410124046)
Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Sorong 2025
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, makalah berjudul "Masa Perkembangan Bani Abbasiyah" ini dapat kami selesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang diampu oleh Bapak Abdullah, S.Sos.,M.Sos.
Makalah ini membahas salah satu periode penting dalam sejarah Islam, yaitu masa kejayaan Dinasti Bani Abbasiyah yang dikenal sebagai era kemajuan di bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan bagi kami selaku penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa mendatang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Sorong, 28 Mei 2025
Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 750 M oleh Abu al-Abbas al-Saffah setelah menggulingkan Dinasti Umayyah. Dinasti ini berkuasa hingga tahun 1258 M, ketika Baghdad ditaklukkan oleh bangsa Mongol. Selama masa pemerintahannya, Dinasti Abbasiyah dikenal sebagai periode keemasan Islam, dengan kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan, budaya, dan ekonomi. Lembaga seperti Baitul Hikmah di Baghdad menjadi pusat penerjemahan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, konflik internal dan serangan eksternal akhirnya menyebabkan kemunduran dan kejatuhan dinasti ini (Ryan et al., 2025).
Setelah berkuasa, Abbasiyah membangun sistem pemerintahan yang mendorong integrasi budaya serta kemajuan intelektual (Anjelina & Azzaki, 2024) Mereka mendirikan institusi seperti Baitul Hikmah di Baghdad sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang filsafat, kedokteran, matematika, dan astronomi. Kondisi sosial- politik yang terbuka dan beragam pada masa ini memungkinkan lahirnya masa kejayaan peradaban Islam. Dengan kebijakan yang lebih inklusif dan menghargai berbagai latar belakang etnis serta pemikiran, Abbasiyah mampu menciptakan stabilitas dan kemajuan yang melampaui periode sebelumnya (Rafiq, 2022).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses terbentuknya Dinasti Bani Abbasiyah serta perkembangan awal kekuasaannya?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong utama kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah?
3. Sejauh mana masa kejayaan Bani Abbasiyah memberikan pengaruh terhadap perkembangan peradaban Islam dan dunia secara umum?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menguraikan secara historis proses berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah dan tahapan perkembangan awal pemerintahannya.
2. Mengkaji berbagai aspek yang mendorong kemajuan politik, ekonomi, dan budaya pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah.
3. Menjelaskan kontribusi serta pengaruh masa perkembangan Bani Abbasiyah terhadap peradaban Islam dan pengaruhnya di kancah global.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Singkat Bani Abbasyiah
Dinasti Abbasiyah resmi berdiri pada tahun 750 Masehi setelah Abu al-Abbas as-Saffah berhasil menjatuhkan Dinasti Umayyah (Qatrunnada, 2023). Klaim kekuasaan Abbasiyah diperkuat oleh hubungan darah dengan Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW (Nabilah, 2023), yang memberikan legitimasi kuat di mata umat Islam, terutama kalangan yang merasa terpinggirkan. Sebelum transisi kekuasaan ini terjadi, umat Islam mengalami tekanan sosial dan politik, karena pemerintahan Umayyah dituding bersikap eksklusif terhadap bangsa Arab dan mendiskriminasi kaum mawali—yakni umat Islam non- Arab seperti orang Persia dan Kurdi(Dirhamzah, 2020). Ketimpangan inilah yang memicu keresahan luas, terutama di daerah Khurasan yang kelak menjadi pusat pergerakan revolusioner Abbasiyah (pati, 2022).
Perlawanan terhadap Dinasti Umayyah dirancang secara sistematis dan tersembunyi melalui jaringan yang dikenal sebagai Da’wah Abbasiyah. Gerakan ini dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani, seorang tokoh militer dan politik yang memiliki pengaruh besar. Ia memainkan peran sentral dalam menyusun strategi revolusi serta menggerakkan dukungan dari berbagai kalangan, khususnya kelompok Syiah dan kaum mawali (Muslim non-Arab) yang menuntut pemerataan kekuasaan dan keadilan sosial. Abu Muslim tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga memanfaatkan komunikasi politik yang efektif untuk membangun legitimasi dan memperluas dukungan publik di tengah kondisi sosial yang penuh ketegangan ( Sarifudin, 2024)
Kemitraan strategis dengan kaum Syiah dan mawali memberikan kekuatan religius sekaligus politik bagi gerakan Abbasiyah, memperkuat klaim mereka sebagai alternatif sah atas kepemimpinan Umayyah. Ketidakpuasan masyarakat terhadap praktik diskriminatif dan korupsi di kalangan elit Umayyah semakin memperkuat dukungan terhadap gerakan ini (Zaitun, 2024).
Momentum penting terjadi pada tahun 750 M dalam Pertempuran Sungai Zab, ketika pasukan Abbasiyah yang dipimpin Abu al-Abbas al-Saffah berhasil mengalahkan tentara Umayyah yang dipimpin Khalifah Marwan II. Kemenangan ini menjadi akhir dari kekuasaan Umayyah dan membuka jalan bagi Abu al-Abbas untuk diangkat sebagai khalifah pertama dari Dinasti Abbasiyah. Tak lama kemudian, pusat pemerintahan berpindah dari Kufah ke Baghdad pada masa Khalifah al-Manshur, menandai dimulainya babak baru dalam sejarah kekhalifahan Islam (Zakiyah, 2024).
2.2 Masa Perkembangan Bani Abbasyiah A. Pusat Pemerintahan dan Ibu Kota
Pada tahun 762 M, Khalifah Abu Ja'far al-Mansur memindahkan ibu kota pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Keputusan ini didasarkan pada posisi strategis Baghdad yang dekat dengan Iran (Persia), pusat kekuatan Dinasti Abbasiyah,
serta letaknya di tepi Sungai Tigris dan jalur perdagangan utama. Selain itu, pemindahan ini dipengaruhi oleh tuntutan kelompok mawali Persia untuk mengurangi dominasi Arab dan menjauh dari pengaruh Dinasti Umayyah yang sebelumnya berkuasa di Damaskus. Sebelum Baghdad (Ningsih, Pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad, 2021).
pusat pemerintahan Abbasiyah berada di Al-Hasyimiyah dekat Kufah.
Pembangunan Baghdad dimulai pada 762 M dengan konsep kota melingkar bernama Madinat al-Salam yang dirancang untuk meningkatkan stabilitas politik, keamanan, dan efisiensi administrasi pemerintahan. Pemindahan ibu kota ke Baghdad juga bertujuan menjaga kestabilan negara dan memanfaatkan lokasi strategis yang dekat dengan bekas ibu kota Persia, Ctesiphon. Kota ini kemudian berkembang pesat sebagai pusat peradaban Islam, khususnya dalam ilmu pengetahuan (Fahmi, 2024).
Pemilihan Baghdad didasarkan pada pertimbangan politik, sosial, keamanan, dan geografis karena kota-kota lain seperti Damaskus masih banyak dihuni lawan politik Abbasiyah, terutama sisa Dinasti Umayyah. Posisi Baghdad yang subur dan berada di jalur perdagangan utama menjadi keuntungan tersendiri, sekaligus memenuhi tuntutan kelompok Persia yang berperan penting dalam berdirinya Dinasti Abbasiyah dan mengurangi dominasi Arab (Fahmi, 2024). Setelah ibu kota dipindahkan, Baghdad berkembang pesat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Di bawah pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid, didirikanlah Bait al-Hikmah, sebuah institusi riset dan penerjemahan yang menarik para ilmuwan dari berbagai wilayah. Di tempat ini, karya-karya ilmiah dari Yunani, Persia, dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga mendorong kemajuan besar di bidang sains, matematika, astronomi, dan kedokteran (Laili, 2019).
B. Peran Baghdad Sebagai Pusat Politik, Ekonomi dan Kebudayaan a. Bidang Politik
Baghdad didirikan oleh Khalifah Abu Ja'far al-Mansur pada tahun 762 M dan sejak awal telah dirancang sebagai pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah.
Letaknya yang strategis di tepian Sungai Tigris memberikan keuntungan geografis dalam mengendalikan wilayah kekuasaan yang sangat luas (Sarifudin, 2024).
Pemindahan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad bukan hanya bersifat geografis, tetapi juga menunjukkan transformasi politik ke arah pemerintahan yang lebih inklusif dan multietnis, terutama dengan masuknya elemen Persia ke dalam sistem birokrasi (Abdullah & Roza, 2024). Di kota ini, pemerintahan Abbasiyah mengembangkan struktur politik yang kompleks, mulai dari pengangkatan pejabat tinggi seperti wazir hingga pembentukan sistem administrasi yang rapi untuk mengatur urusan kenegaraan seperti perpajakan, perundang-undangan, militer, dan hubungan diplomatik (Awwal et al., 2024) .
Namun, seiring berjalannya waktu, dominasi politik Baghdad mengalami kemunduran akibat tekanan dari dalam dan luar. Berdirinya dinasti-dinasti otonom seperti Thahiriyah, Saffariyah, dan Samanid menandai pelemahan otoritas pusat yang
sebelumnya terpusat di Baghdad (Al Farouqy, 2021). Selain itu, masuknya pengaruh militer dari kekuatan eksternal seperti Dinasti Buwaih dan Seljuk memperburuk kondisi tersebut, hingga posisi khalifah bergeser menjadi sekadar simbol kekuasaan spiritual tanpa kendali politik yang nyata (Hamdani, 2018) . Meski secara administratif tidak lagi dominan, Baghdad tetap mempertahankan statusnya sebagai lambang persatuan umat Islam hingga akhirnya dihancurkan oleh serangan Mongol pada 1258 M. Warisan sistem politik yang dibangun di kota ini tetap berpengaruh terhadap pola pemerintahan dalam peradaban Islam pada masa-masa selanjutnya (Ummah, 2019)
b. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Abbasiyah, Baghdad menjelma menjadi pusat ekonomi terpenting di dunia Islam. Letak geografisnya yang strategis di sepanjang Sungai Tigris menjadikan kota ini sebagai jalur utama perdagangan internasional, yang menghubungkan kawasan Timur dan Barat melalui jaringan niaga seperti Jalur Sutra.
Baghdad menjadi tempat transit dan distribusi komoditas bernilai tinggi seperti rempah- rempah, sutra, dan logam mulia. Pemerintah Abbasiyah pun mendorong pertumbuhan ekonomi dengan membangun infrastruktur pendukung seperti jalan dan saluran irigasi, serta membentuk lembaga keuangan seperti Baitul Mal yang berfungsi mengelola pemasukan negara dari sumber-sumber seperti zakat, kharaj, dan jizyah. Selain itu, praktik keuangan seperti penukaran uang dan pengelolaan investasi dilakukan oleh para profesional keuangan yang dikenal sebagai naqid dan sarraf.(Ridwanto & Siradjuddin, 2023).
Di bidang produksi, pemerintah Abbasiyah turut mendorong kemajuan sektor pertanian melalui revitalisasi sistem pengairan dan pengembangan teknik bercocok tanam yang lebih efisien. Selain itu, industri lokal seperti tekstil, keramik, dan barang- barang kerajinan mengalami pertumbuhan pesat. Pemerintah turut mengatur distribusi ekonomi melalui pengawasan pasar untuk menghindari praktik kecurangan seperti monopoli dan penimbunan barang. Kebijakan ini menciptakan iklim ekonomi yang stabil dan adil, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan rakyat Baghdad, tetapi juga mendukung tumbuhnya kegiatan intelektual dan kebudayaan di kota tersebut (Anjelina & Azzaki, 2024).
c. Bidang Kebudayaan
Baghdad, yang didirikan oleh Khalifah Abu Ja'far al-Mansur pada tahun 762 M, tumbuh menjadi pusat kebudayaan terkemuka selama masa Dinasti Abbasiyah.
Kota ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga menjadi tempat berkembangnya ilmu pengetahuan dan budaya Islam secara luas. Salah satu institusi penting yang ada di Baghdad adalah Baitul Hikmah, yang berperan sebagai perpustakaan besar, pusat penerjemahan karya-karya ilmiah dari berbagai peradaban, serta lembaga penelitian. Melalui kegiatan penerjemahan dan pengkajian ilmu, Baghdad berhasil memperkaya perbendaharaan ilmu pengetahuan
Islam dan menjadikannya simbol kemajuan intelektual pada zamanny (Kusumastuti et al., 2025).
Selain sebagai pusat ilmu pengetahuan, Baghdad juga menjadi pusat seni dan sastra. Kota ini melahirkan banyak penyair, penulis, dan seniman yang karya- karyanya memengaruhi peradaban Islam secara luas. Arsitektur kota yang megah, dengan bangunan-bangunan indah dan taman-taman yang asri, mencerminkan kemajuan budaya yang dicapai. Festival-festival budaya dan diskusi ilmiah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Baghdad, menunjukkan tingginya apresiasi terhadap seni dan ilmu (Ibrahim, 2022)
C. Sistem Politik dan Pemerintahan
A. Sistem Pemerintahan Abbasyiah
Kekhalifahan Abbasiyah menerapkan sistem monarki absolut, di mana khalifah memegang peran utama sebagai penguasa tertinggi dalam bidang politik, agama, dan militer. Khalifah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan kebijakan serta melaksanakan hukum Islam yang menjadi dasar legitimasi pemerintahannya. Untuk menjalankan pemerintahan secara efektif, dibentuklah struktur birokrasi yang terdiri dari pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang perpajakan, militer, dan penegakan hukum.
Selain itu, administrasi negara juga melibatkan berbagai kelompok masyarakat, termasuk bangsa non-Arab seperti Persia dan Turki, yang turut berperan aktif dalam pemerintahan. Hal ini mencerminkan sifat inklusif dan multikultural dalam pemerintahan Abbasiyah (Maulidyfil’ard et al., 2023).
Selain itu, sistem pemerintahan Abbasiyah juga dibangun dengan adanya lembaga penting seperti Baitul Mal yang mengelola keuangan negara dan qadi yang menjalankan fungsi peradilan berdasarkan hukum Islam.
Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh khalifah, seperti pembangunan infrastruktur serta dukungan terhadap kemajuan intelektual dan ekonomi, memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan peradaban Islam di Baghdad pada periode 750 hingga 1258 Masehi (Muhammad, 2024).
B. Peran Khalifah dan Birokrasi
Kekhalifahan Abbasiyah mengadopsi sistem monarki absolut di mana khalifah memegang kekuasaan tertinggi dalam bidang politik, agama, dan militer. Khalifah bertugas menentukan kebijakan negara, memastikan pelaksanaan hukum Islam, serta memimpin pasukan dalam menjaga dan memperluas wilayah kekhalifahan. Selain itu, khalifah juga berfungsi sebagai simbol persatuan umat Islam serta penjaga legitimasi pemerintahan yang diterima oleh rakyat. Pada masa kepemimpinan Khalifah al-Mansur, didirikan kota Baghdad sebagai ibu kota baru yang kemudian berkembang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia Islam (Muhammad, 2024).
Dalam menjalankan tugasnya, khalifah didukung oleh birokrasi yang tersusun secara sistematis. Para pejabat birokrasi bertanggung jawab mengelola administrasi negara, termasuk pengumpulan pajak, urusan militer, pengelolaan keuangan negara melalui lembaga Baitul Mal, serta penegakan hukum oleh para qadi. Struktur birokrasi yang efektif ini memungkinkan pemerintahan Abbasiyah berfungsi dengan baik dan menjaga stabilitas politik serta ekonomi di wilayah kekuasaannya. Selain itu, struktur pemerintahan Abbasiyah meliputi posisi wazir sebagai kepala administrasi dan gubernur yang mengawasi wilayah-wilayah kekhalifahan secara regional (setiadi, 2025).
C. Kebijakan Politik Dalam Memperkuat Kekuasaan
Untuk memperkuat kekuasaan politiknya, khalifah Abbasiyah menerapkan sejumlah kebijakan strategis. Salah satu yang paling menonjol adalah pemindahan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad pada masa Khalifah al- Mansur. Langkah ini tidak hanya bersifat geografis, tetapi juga simbolik, karena Baghdad dibangun sebagai pusat pemerintahan baru yang strategis secara ekonomi dan budaya. Dengan memindahkan pusat kekuasaan, Abbasiyah berhasil melepaskan diri dari dominasi pengaruh Umayyah serta membangun legitimasi politik yang lebih kuat (Muhammad, 2024).
Selain itu, Abbasiyah memperkuat struktur birokrasi negara dengan mengangkat pejabat-pejabat yang loyal, termasuk dari kalangan non-Arab seperti Persia. Hal ini menciptakan birokrasi yang lebih inklusif dan efisien.
Kekhalifahan juga menjalin aliansi politik melalui perkawinan dan diplomasi untuk menjaga stabilitas internal serta memperluas pengaruhnya di wilayah lain.
Khalifah juga mendirikan lembaga peradilan yang berfungsi sebagai alat kontrol hukum negara agar tetap berada dalam kendali pemerintahan pusat (Maulidyfil’ard et al., 2023).
D. Kebudayaan Dan Peradaban
a) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah (750–1258 M), ilmu pengetahuan mengalami perkembangan luar biasa, ditandai dengan berdirinya lembaga seperti Baitul Hikmah di Baghdad yang berperan penting dalam kegiatan penerjemahan karya-karya asing ke dalam bahasa Arab. Lembaga ini menjadi pusat ilmu pengetahuan yang menghimpun dan mengembangkan pemikiran dari peradaban Yunani, Persia, dan India, terutama dalam bidang kedokteran, matematika, astronomi, dan filsafat (Rizky, 2024). Gerakan ini tidak hanya sekadar penerjemahan, tetapi juga mendorong munculnya karya- karya orisinal oleh tokoh-tokoh seperti Al-Khwarizmi dan Ibnu Sina (Jayana &
Siswanto, 2022).
Selain ilmu pengetahuan, sistem pendidikan pada era Abbasiyah juga mengalami transformasi besar dengan munculnya berbagai lembaga seperti
kuttab (sekolah dasar), masjid (pusat pendidikan agama), dan madrasah sebagai institusi formal. Di lembaga-lembaga ini, metode pengajaran yang digunakan sangat bervariasi, mulai dari ceramah, diskusi, hingga praktik langsung, yang menunjukkan pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Sistem pendidikan tersebut juga menunjukkan adanya perhatian terhadap keterkaitan antara ilmu agama dan ilmu umum, yang secara tidak langsung memperkuat pondasi peradaban Islam (Irwansyah, 2023).
b) Seni,Arsitektur, dan Sastra Pada Masa Abbasyiah
Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, seni dan kebudayaan Islam mengalami perkembangan yang luar biasa pesat. Kaligrafi Arab menjadi bentuk seni yang paling menonjol karena penggunaannya dalam penulisan Al-Qur’an dan hiasan masjid. Selain kaligrafi, seni hias geometris dan floral juga berkembang, menggambarkan keindahan melalui pola-pola abstrak khas Islam.
Unsur seni ini banyak dijumpai dalam manuskrip dan arsitektur bangunan keagamaan. Perkembangan tersebut mencerminkan tingginya apresiasi terhadap seni rupa yang tidak melanggar prinsip ajaran Islam (Ningsih, Perkembangan Seni dan Budaya pada Masa Daulah Abbasiyah, 2023).
Dalam bidang arsitektur, masa Abbasiyah ditandai dengan munculnya desain bangunan monumental yang menggabungkan fungsi estetika dan spiritual. Salah satu contoh utamanya adalah Masjid Agung Samarra di Irak dengan menara spiralnya yang ikonik, mencerminkan inovasi arsitektural pada zamannya. Selain itu, kota Baghdad dirancang sebagai kota bundar dengan tata letak strategis dan simbolik. Di ranah sastra, banyak karya besar lahir dari para penulis dan penyair seperti Abu Nuwas dan Al-Jahiz, yang karyanya meliputi puisi, prosa ilmiah, dan cerita-cerita fiksi seperti Seribu Satu Malam (Ainur Riska Amalia, 2022).
c) Pengaruh Islam Dalam Dunia Intelektual dan Budaya
Islam telah memberikan sumbangan besar dalam kemajuan peradaban dunia, terutama pada masa kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah. Pada periode ini, para ilmuwan Muslim mengembangkan berbagai cabang ilmu seperti matematika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan kimia. Tokoh-tokoh seperti Al- Khwarizmi yang dikenal sebagai pelopor aljabar dan Ibnu Sina yang kontribusinya di bidang kedokteran menjadi rujukan penting selama berabad- abad menunjukkan bahwa Islam menjadi pusat inovasi ilmu pengetahuan.
Karya-karya mereka juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menyebar ke Eropa, memberikan kontribusi besar dalam membangkitkan era Renaisans di benua tersebut (Ulin, 2024).
Di bidang budaya, Islam memperkenalkan seni yang khas, terutama seni kaligrafi yang berkembang sebagai bentuk ekspresi keagamaan dan seni rupa.
Kaligrafi digunakan untuk menghiasi mushaf Al-Qur’an serta bangunan- bangunan penting seperti masjid dan istana dengan ornamen geometris dan pola
arabesque. Arsitektur Islam yang megah juga menjadi ciri khas, terlihat pada bangunan seperti Masjid Al-Haram dan Masjid Agung Córdoba. Selain itu, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan perpustakaan memainkan peranan penting dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral, membentuk masyarakat yang beradab dan berpengetahuan luas. Nilai-nilai etika seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang menjadi landasan dalam interaksi sosial masyarakat Muslim di berbagai wilayah (Yani, 2025).
Pengaruh Islam juga terlihat dalam sastra dan filsafat, di mana karya- karya sastra klasik lahir dan berkembang dengan menggabungkan unsur keagamaan dan kemanusiaan. Filsuf seperti Al-Farabi dan Al-Ghazali mengembangkan pemikiran yang menjembatani ilmu pengetahuan dan agama, yang memberikan dasar penting bagi pemikiran Islam dan Barat. Secara keseluruhan, Islam tidak hanya berperan sebagai agama, tetapi juga sebagai peradaban yang memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia, mulai dari ilmu pengetahuan hingga seni dan budaya (Santika, 2025).
E. Ekonomi dan Perdangan
Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat perdagangan internasional yang sangat penting karena letaknya yang strategis di persimpangan jalur perdagangan utama antara Asia, Afrika, dan Eropa. Kota ini menjadi tempat pertukaran berbagai barang bernilai tinggi seperti rempah- rempah, sutra, emas, dan barang mewah lainnya. Jalur Sutra yang menghubungkan wilayah Timur dan Barat melewati Baghdad, sehingga arus barang, pengetahuan, dan teknologi dapat bergerak dengan mudah antarperadaban. Keanekaragaman budaya dan etnis yang ada di Baghdad turut memperkaya kegiatan perdagangan dengan adanya pedagang dari berbagai latar belakang yang memperluas jaringan bisnis dan mempercepat penyebaran barang (Ningsih l. h., 2022)
Di sisi lain, sektor pertanian juga mengalami perkembangan yang signifikan. Pemerintah Abbasiyah mengembangkan sistem irigasi yang lebih modern serta menerapkan teknik pertanian baru yang dapat meningkatkan produktivitas hasil panen. Pengelolaan sumber daya alam yang efektif ini berkontribusi pada stabilitas pangan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, perkembangan di bidang keuangan terlihat dari munculnya sistem perbankan sederhana dengan penerapan akreditasi dan penggunaan cek (sakk) yang memudahkan transaksi perdagangan jarak jauh. Semua kemajuan di sektor perdagangan, pertanian, dan keuangan ini membuat masa Abbasiyah menjadi periode yang sangat makmur dan stabil secara ekonomi (Andriani et al., 2023).
F. Faktor Penyebab Kemajuan dan Tantangan a. Faktor Internal Dalam Perkembangan
1. Kebijakan Politik yang Terbuka dan Mendukung Intelektual Pemerintahan Abbasiyah dikenal karena membuka kesempatan kepada berbagai kelompok etnis dan golongan untuk berperan dalam sistem pemerintahan. Pendekatan ini menciptakan stabilitas sosial dan politik yang kuat. Salah satu bentuk dukungan penting dari dinasti ini terhadap dunia intelektual adalah pendirian lembaga seperti Baitul Hikmah oleh Khalifah Al-Ma’mun, yang menjadi pusat penelitian dan penerjemahan karya ilmiah klasik. Melalui kebijakan ini, pemerintahan Abbasiyah mampu menciptakan iklim yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya (Wangi, 2023).
2. Aktivitas Penerjemahan dan Integrasi Budaya
Gerakan penerjemahan mulai berkembang pesat sejak masa pemerintahan Khalifah al-Manshur dan mencapai puncaknya di era Khalifah Harun al-Rasyid serta al-Ma’mun. Pada masa ini, berdiri sebuah lembaga besar bernama Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad, yang berfungsi sebagai pusat penerjemahan sekaligus riset ilmiah. Banyak penerjemah yang berasal dari kalangan Kristen dan Persia turut berperan dalam menerjemahkan karya-karya penting di bidang filsafat, kedokteran, matematika, astronomi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya. Karya-karya para pemikir besar seperti Plato, Aristoteles, Galen, Euclid, serta ilmuwan dari India menjadi bagian penting dari khazanah ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam (Aris &
Dwi, 2023).
Gerakan penerjemahan ini bukan sekadar aktivitas memindahkan ilmu dari satu bahasa ke bahasa lain, melainkan juga proses integrasi dan adaptasi nilai-nilai budaya asing ke dalam peradaban Islam. Para ilmuwan Muslim tidak hanya sekadar menerjemahkan, tetapi juga melakukan kritik, pengembangan, bahkan menciptakan ilmu pengetahuan baru berdasarkan wawasan yang diperoleh. Dari sinilah lahir para cendekiawan besar seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina, yang karya-karyanya kemudian memberi pengaruh signifikan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa, khususnya pada masa Renaisans (Zinhom, 2024).
Selain itu, gerakan penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiyah turut memperkuat budaya kosmopolitan di dunia Islam. Pertukaran intelektual dengan berbagai peradaban seperti Yunani, Persia, dan India menciptakan suasana yang terbuka, toleran, dan penuh inovasi. Hal ini juga menggeser pusat otoritas intelektual dari kalangan ulama agama ke filsuf dan ilmuwan, sehingga memperluas cakrawala pemikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam (Zinhom, 2024).
3. Komitmen terhadap Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Abbasiyah sangat mendorong kemajuan di bidang pendidikan dan keilmuan. Mereka mendirikan banyak lembaga pendidikan, seperti madrasah dan perpustakaan umum, serta memberikan dukungan finansial kepada para ilmuwan. Dukungan negara terhadap dunia pendidikan ini menjadi fondasi utama bagi kemajuan intelektual di berbagai bidang, termasuk filsafat, matematika, kedokteran, dan astronomi (Ryan et al., 2025).
4. Lahirnya Ilmuwan Terkemuka
Pada masa kekuasaan Abbasiyah, muncul banyak ilmuwan ternama yang jasanya diakui secara internasional, seperti Al- Khawarizmi dalam bidang matematika, Al-Razi di kedokteran, serta Al- Farabi di filsafat. Keberhasilan mereka tak lepas dari dukungan penuh pemerintah, khususnya kebijakan progresif para khalifah yang sangat mengutamakan pengembangan ilmu pengetahuan. Pemerintahan Abbasiyah mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad, sebuah pusat penelitian sekaligus perpustakaan dan lembaga penerjemahan karya- karya ilmiah dari berbagai peradaban ke dalam bahasa Arab. Selain itu, pemerintah menyediakan dana, penghargaan, serta insentif bagi para ilmuwan, juga membangun institusi pendidikan yang mendukung perkembangan berbagai disiplin ilmu (Imam, 2025). Kondisi ini memungkinkan Al-Khawarizmi untuk merumuskan konsep dasar aljabar dan algoritma yang menjadi fondasi matematika modern, serta memperkenalkan angka nol yang mengubah sistem perhitungan secara revolusioner (Ricky Rudiansyah, 2024)
Di bidang kedokteran, Al-Razi mengembangkan metode diagnosis klinis dan menghasilkan karya-karya yang menjadi rujukan utama di Eropa selama berabad-abad (Setiawan, 2017). Sedangkan Al- Farabi menggabungkan filosofi Yunani dengan pemikiran Islam, memberikan dampak besar terhadap perkembangan filsafat di dunia Islam maupun Barat (Ananda et al., 2022). Dukungan dari negara Abbasiyah terhadap ilmu pengetahuan ini tidak hanya mempercepat kemajuan dalam dunia Islam, tetapi juga menjadi landasan penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa pada masa Renaisans (Imam, 2025).\
5. Kemakmuran Ekonomi dan Stabilitas Sosial
Stabilitas politik yang dimiliki Dinasti Abbasiyah berdampak langsung pada kestabilan ekonomi. Dengan pengelolaan yang baik terhadap sumber daya dan perdagangan internasional, dinasti ini mampu menciptakan kemakmuran yang memungkinkan investasi besar di bidang pendidikan, infrastruktur, dan ilmu pengetahuan. Kondisi
ekonomi yang sehat ini menjadi pendukung penting bagi kejayaan intelektual dan budaya (Wangi, 2023).
b. Faktor Eksternal
1. Pengaruh Hubungan Diplomatik dan Perdagangan Internasional Posisi strategis Baghdad sebagai pusat perdagangan yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika sangat menguntungkan Dinasti Abbasiyah. Melalui hubungan diplomatik dengan berbagai kerajaan besar seperti Bizantium, China, dan India, Abbasiyah mendapat akses terhadap berbagai komoditas dan ilmu pengetahuan baru. Jaringan perdagangan yang luas ini berkontribusi pada kemakmuran ekonomi sekaligus memperkaya peradaban Abbasiyah dengan ide-ide dan teknologi dari luar (Ramadhani, 2025).
2. Pengaruh Budaya dan Ilmu Pengetahuan dari Peradaban Lain Interaksi dengan peradaban Persia, India, dan Yunani melalui perdagangan dan hubungan diplomatik membawa pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Abbasiyah.
Contohnya, sistem angka yang berasal dari India diadaptasi dan dikembangkan menjadi sistem angka Arab, sementara ilmu kedokteran dan astronomi dari Yunani dan India memberikan kontribusi penting bagi kemajuan intelektual di dunia Islam (Ahmad et al., 2023).
3. Tekanan dan Ancaman dari Kekaisaran Luar
Dinasti Abbasiyah tidak lepas dari berbagai tekanan eksternal seperti serangan Mongol, Bizantium, dan suku Turkik. Ancaman ini memaksa Abbasiyah untuk melakukan berbagai reformasi dalam bidang militer dan politik agar tetap bertahan. Situasi ini mempengaruhi dinamika sosial dan politik di dalam dinasti, sekaligus memperkuat kebutuhan akan adaptasi yang berkelanjutan (Abdullah & Roza, 2024).
4. Penyebaran Islam melalui Jalur Eksternal
Ekspansi wilayah Islam ke Afrika Utara, Spanyol, dan Asia Tengah membuka pintu bagi pengaruh budaya dan politik baru yang memperluas kekuasaan dan pengaruh Dinasti Abbasiyah. Penyebaran ini juga meningkatkan kemajuan ekonomi dan sosial sekaligus memperkuat posisi Abbasiyah sebagai pusat kekhalifahan dunia Islam (Sarifudin, 2024).
5. Pertukaran Teknologi dan Inovasi melalui Jalur Sutra
Jalur Sutra menjadi sarana utama pertukaran teknologi antara Dinasti Abbasiyah dan peradaban Asia, terutama China dan Asia Tengah.
Melalui jalur ini, teknologi seperti pembuatan kertas, alat navigasi, dan
berbagai inovasi lain masuk ke wilayah Abbasiyah, yang kemudian mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya (Fida, 2021) G. Hambatan dan Konflik Selama Masa Kejayaan
1) Persaingan Politik Internal
Selama masa kejayaannya, Dinasti Abbasiyah menghadapi banyak konflik internal terutama dalam hal perebutan kekuasaan di antara anggota keluarga khalifah dan pejabat tinggi. Persaingan ini kerap menyebabkan ketidakstabilan politik yang memengaruhi jalannya pemerintahan, serta memicu perpecahan di kalangan elit yang akhirnya melemahkan otoritas khalifah (Nasrul, 2023).
2) Pemberontakan di Wilayah Kekuasaan
Sejumlah daerah dalam wilayah kekuasaan Abbasiyah, seperti Khurasan, Mesir, dan Irak, pernah mengalami pemberontakan yang dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pusat. Pemberontakan ini menuntut otonomi yang lebih besar dan perubahan dalam pemerintahan, sehingga menjadi tantangan serius dalam menjaga kesatuan wilayah dan stabilitas politik (Masbiyanti et al., 2024).
3) Ketegangan Antar Kelompok Etnis dan Agama
Keberagaman etnis dan agama di bawah kekuasaan Abbasiyah menimbulkan dinamika sosial yang kompleks. Ketegangan antara kelompok Arab, Persia, dan suku lainnya muncul dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hak politik dan ekonomi. Selain itu, perbedaan antara kelompok Sunni dan Syiah juga memicu konflik yang terkadang berujung pada kekerasan (Najib, 2020).
4) Ancaman dari Kekuatan Eksternal
Dinasti Abbasiyah juga dihadapkan pada tekanan dari luar, seperti serangan suku Turkik, Mongol, dan Bizantium. Ancaman ini memaksa Abbasiyah memperkuat sistem pertahanan dan militer serta melakukan upaya diplomasi untuk mengurangi risiko gangguan yang dapat melemahkan stabilitas politik dan ekonomi (Nurfazillah, 2020).
5) Krisis Administrasi dan Ekonomi
Semakin luasnya wilayah kekuasaan membuat Dinasti Abbasiyah kesulitan mengelola administrasi dan sumber daya ekonominya secara efektif. Masalah seperti korupsi, pemborosan anggaran, dan sistem pajak yang lemah menyebabkan krisis ekonomi, yang berdampak negatif pada kualitas pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama yang melemahkan kekuasaan Abbasiyah secara bertahap (Anjelina & Azzaki, 2024).
H. Penanganan Hambatan dan Konflik Yang Terjadi
1. Konsolidasi Kekuasaan untuk Meredakan Konflik Politik
Untuk mengatasi persaingan dalam lingkungan politik internal, para khalifah Abbasiyah mengambil langkah memperkuat posisi mereka melalui pembentukan aliansi dengan kelompok-kelompok berpengaruh dan memberikan jabatan penting kepada pendukung setia. Selain itu, mereka juga mengembangkan sistem birokrasi yang lebih terorganisir agar pemerintahan berjalan stabil tanpa gangguan persaingan yang merusak (Muhammad, 2024).
2. Pendekatan Militer dan Diplomasi dalam Menangani Pemberontakan
Pemberontakan di wilayah kekuasaan Abbasiyah direspons dengan kombinasi kekuatan militer dan negosiasi. Pasukan militer digunakan untuk mengendalikan situasi, sementara negosiasi dilakukan untuk meredam ketegangan dan terkadang memberikan otonomi terbatas sebagai bentuk kompromi agar pemberontakan tidak meluas (Masbiyanti et al., 2024).
3. Kebijakan Inklusif dan Toleransi untuk Mengelola Keragaman
Dalam menghadapi konflik antar kelompok etnis dan agama, Abbasiyah menerapkan kebijakan yang mengedepankan toleransi. Mereka memberikan ruang bagi berbagai kelompok untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan menjaga hak- hak minoritas. Langkah ini efektif menekan potensi konflik dan menciptakan kehidupan sosial yang lebih harmonis (Mikraj et al., 2025).
4. Penguatan Militer dan Diplomasi dalam Menghadapi Ancaman Luar
Abbasiyah memperkuat kekuatan militernya dengan modernisasi pasukan dan pembangunan benteng pertahanan. Mereka juga aktif menjalankan diplomasi dengan negara-negara tetangga dan suku-suku lain untuk membangun aliansi atau menjaga perdamaian, sehingga ancaman dari luar dapat diminimalisir dan posisi geopolitik tetap kokoh (Daulay, Haidar Putra, 2020).
5. Reformasi Administrasi dan Ekonomi untuk Memperbaiki Kondisi
Untuk menghadapi krisis administrasi dan ekonomi, Abbasiyah memperbaiki sistem birokrasi dengan meningkatkan pengawasan dan mengurangi korupsi di kalangan pejabat. Mereka juga mengembangkan infrastruktur ekonomi seperti irigasi dan pasar guna meningkatkan produksi dan perdagangan, sehingga kondisi ekonomi menjadi lebih stabil dan masyarakat pun sejahtera (Anjelina & Azzaki, 2024).
BAB III 3.1 Kesimpulan
Pada puncak kejayaannya, Dinasti Abbasiyah menjadikan Baghdad sebagai pusat intelektual dunia Islam, di mana aktivitas penerjemahan dan riset ilmiah berlangsung secara masif. Banyak penerjemah yang berasal dari komunitas Kristen dan Persia berperan penting dalam mengalihbahasakan karya-karya besar dari peradaban Yunani, India, dan Persia ke dalam bahasa Arab. Karya-karya ini meliputi bidang filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, dan ilmu pengetahuan alam. Para penerjemah tidak hanya menerjemahkan, tetapi juga mengkritisi dan mengembangkan pemikiran baru, sehingga mendorong lahirnya berbagai inovasi dalam sains dan teknologi. Gerakan penerjemahan ini memperkuat karakter kosmopolitan Baghdad, menciptakan iklim intelektual yang terbuka dan toleran. Dalam suasana seperti itu, peran ilmuwan dan filsuf menjadi sangat menonjol, bahkan mulai menggantikan dominasi ulama sebagai otoritas keilmuan. Kondisi ini memicu lonjakan kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya dalam dunia Islam, yang kelak memberikan pengaruh besar terhadap kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa, khususnya pada masa Renaisans.
Di sisi lain, keberhasilan Dinasti Abbasiyah juga ditopang oleh kemajuan dalam bidang ekonomi dan administrasi. Mereka mampu mengelola sumber daya alam secara efektif, membangun sistem perbankan yang efisien, dan menjaga stabilitas politik melalui kebijakan pemerintahan yang inklusif. Salah satu faktor penting dalam keberhasilan ini adalah keberadaan lembaga seperti Baitul Hikmah di Baghdad, yang tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian, tetapi juga sebagai simbol kemajuan ilmiah Islam.Tidak hanya terbatas pada ilmu pengetahuan, seni dan budaya pun mengalami perkembangan pesat. Kaligrafi, seni hias geometris, dan motif floral menjadi bagian penting dari identitas visual Islam pada masa itu. Semua pencapaian ini berlangsung di bawah naungan Dinasti Abbasiyah yang didirikan pada tahun 750 M oleh Abu al-Abbas as-Saffah setelah menggulingkan Dinasti Umayyah.
Gerakan penggulingan tersebut dipimpin oleh tokoh revolusioner seperti Abu Muslim al-Khurasani dan didukung oleh klaim kekerabatan dengan Nabi Muhammad SAW.
Pemerintahan Abbasiyah dikenal karena kebijakan terbuka mereka yang mendukung kemajuan intelektual, termasuk pembangunan institusi-institusi ilmiah yang mendorong inovasi. Masa ini, yang dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam, menandai periode kemajuan luar biasa di bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan ekonomi yang pengaruhnya menjangkau dunia internasional, bahkan berabad-abad kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, H., & Roza, E. (2024). Tinta Emas Peradaban Islam : Tonggak Sejarah Dinasti Abbasiyah di Baghdad. 8(750 M), 50948–50956.
Ahmad, Negara, H. R. P., & Wijayanti, H. N. (2023). Mengungkap Misteri Angka: Jejak Keterkaitan antaraMatematika dan Angka dalam Bahasa Arab. Jurnal Matluba: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Arab, 1(2), 186–197.
https://ejournal.iainh.ac.id/index.php/matluba/article/view/378
Ainur Riska Amalia. (2022). Sejarah Peradaban Islam : Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Pemerintahan Diinasti Bani Abbasiyah. Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan, 10(01), 53–64. https://doi.org/10.24252/rihlah.v10i01.38405
Al Farouqy, A. M. (2021). Peradaban Islam Pada Masa Dinasti-Dinasti Kecil Di Timur Baghdad. Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan, 9(1), 41–57.
https://doi.org/10.24252/rihlah.v9i1.18664
Ananda, T. K., Maulidina, N., Bagus, E. W., & Fahmy, A. F. R. (2022). Kontribusi Ilmuwan Muslim dalam Perkembangan Matematika. Santika : Seminar Nasional Tadris
Matematika , 109–115.
Andriani, D., Alhalimi, K., Fadilah, K., & Khalida, M. (2023). Perkembangan Sistem
Ekonomi Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(10), 9–18.
https://doi.org/10.5281/zenodo.10066904
Anjelina, J., & Azzaki, M. A. (2024). Kondisi Ekonomi Peradaban Islam dari Perspektif Kebudayaan Dinasti Abbasiyah.
Aris, S., & Dwi, W. N. (2023). Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa - Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah: Gerakan Penerjemahan, Perpustakaan Dan Observatorium. Baksooka, 2(1), 86–101.
Awwal, M. Al, Sanur, I. S., Ridha, M. R., & Rahman, A. (2024). Pendidikan Karakter pada Masa Kejayaan Islam di Baghdad.
Daulay, Haidar Putra, D. (2020). Jurnal Kajian Islam Kontemporer ( JURKAM ) Masa Keemasan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah Jurnal Kajian Islam Kontemporer ( JURKAM ). 1(2), 72–77.
https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jurkam/article/view/612
Dirhamzah. (2020). Perkembangan Politik dan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Bani Umayyah. Jurnal Al-Hikmah, 22(2), 80–96.
https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/18195 Fahmi, F. F. Al. (2024).
SEJARAHKEEMASANISLAM:DINASTIABBASIYAHDANKONTRIBUSINYA. 29–33.
Hamdani, A. (2018). Dinasti Dinasti Kecil Di Timur Baghdad. Dinasti Dinasti Kecil Di Timur Baghdad.
Ibrahim, A. (2022). Kota Baghdad Sebagai Pusat Peradaban Islam. Lentera, 3(1), 43–54.
Irwansyah. (2023). Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam Pada Zaman Dinasti Abbasiyah. Al-Fahim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5(1), 100–119.
https://doi.org/10.54396/alfahim.v5i1.555
Jayana, T. A., & Siswanto, S. (2022). Penjabaran Nilai-Nilai Pluralisme Perspektif
Nurcholish Madjid dalam Konteks Pendidikan Islam Multikultural. Tarbawiyah : Jurnal Ilmiah Pendidikan, 6(1), 1. https://doi.org/10.32332/tarbawiyah.v6i1.4864
Kusumastuti, D. A., Khobir, A., Islam, U., Abdurrahman, N. K. H., & Pekalongan, W.
(2025). Baitul Hikmah Pusat Keemasan Ilmu Pengetahuan Dinasti Abbasiyah.
Laili, H. (2019). Bayt Al-Hikmah: Sejarah Transmisi Ilmu Pengetahuan Antar Peradaban.
Edu Riligia, 3(2), 195–206.
Masbiyanti, M., Jannah, F., & Adyatama, M. F. (2024). Dinasti-Dinasti Kecil di Barat Baghdad: Peradaban Islam Saat Disintegrasi Desentralisasi Kekuasaan Bani Abbas.
Jurnal Pendidikan Tambusai, 8, 17658–17669.
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/14889
Maulidyfil’ard, A. I., Abdillah, I. M., Suwaryo, U., Rudiana, & Fitriani, D. (2023). Menilik Jejak Dinasti Abbasiyah dalam Perspektif Sejarah, Periodisasi, dan Sistem Pemerintahan yang Mewarnai Peradaban Islam. Jurnal Ilmiah Multidisipline, 1(12), 182–187.
https://doi.org/10.5281/zenodo.10430582
Mikraj, A. L., Fikri, F., Fahmi, A., Fadhillah, A., Pujiastuti, R., Pauji, A., & Pijar, M. (2025).
Islam dan Plurarisme Budaya ( Toleransi Beragama di Era Abbasiyah ) Universitas Islam Syekh Yusuf ; Indonesia. 5(June), 94–109.
Muhammad, D. (2024). Peran Pemerintahan Daulah Abbasiyah dalam Peradaban Islam di Baghdad (750-1258 M). Al-Ibrah : Jurnal Pendidikan Dan Keilmuan Islam, 9(1), 16–39.
https://doi.org/10.61815/alibrah.v9i1.361
Nurfazillah. (2020). Praktik Politik Dalam Sejarah Islam Era Dinasti-Dinasti Islam. Al- Ijtima`i: International Journal of Government and Social Science, 6(1), 43–62.
https://doi.org/10.22373/jai.v6i1.615
Rafiq, M. (2022). STRATEGI DAKWAH PADA MASA DINASTI ABBASIYAH (Pendekatan Komunikasi Politik, Sosial Budaya, Ekonomi Dan Ilmu Pengetahuan).
Hikmah, 16, 147–164. https://contoh-makalah2.blogspot.com/2018/09/strategi-dakwah- pada-masa-dinasti.html
Ramadhani, A. Z. (2025). ABBASIYAH : MENGGALI KEJAYAAN EKONOMI DAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM. 3, 110–116.
Ridwanto, R., & Siradjuddin, S. (2023). Pemikiran Ekonomi Islam Masa Daulah Abbasiyah.
Journal of Economics and Business UBS, 12(5), 2859–2872.
https://doi.org/10.52644/joeb.v12i5.516
Rizky, M. (2024). KONSEP PENDIDIKAN PADA MASA DINASTI ABBASIYAH DAN RELEVANSINYA DI ERA DIGITAL Muhammad Rizky PENDAHULUAN Lahirnya pendidikan dan pengajaran Islam dimulai sejak lahirnya agama Islam dan akan terus tumbuh , serta berkembang seiringnya perkembangan zaman . I. 7(2), 131–139.
Ryan, T., Fhazlan, S., Waladi, R., Sahib, R. R., Ramli, S., Islam, P., Hikmah, B., &
Pengetahuan, I. (2025). Jurnal Integrasi Pengetahuan Disiplin Jurnal Integrasi Pengetahuan Disiplin. 6(1), 247–255.
Sarifudin, H. A. (2024). Transformasi Peradaban Dinasti Abbasiyah Perspektif Sejarah Kebudayaan Islam. 2024, 3(2), 98–112.
Setiawan, H. R. (2017). Kontribusi Al-Khawarizmi dalam Perkembangan Ilmu Astronomi.
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam Dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, 1(1), 68–76.
Ummah, M. S. (2019). Kondisi Kekuasaan Dinasti Abbasiyah Tahun 861-1250 M.
Sustainability (Switzerland), 11(1), 1–14.
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?
sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/
305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI Wangi, D. S. (2023). Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya). Tsaqofah Dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan Dan Sejarah Islam, 8(1), 13. https://doi.org/10.29300/ttjksi.v8i1.6751
Zaitun, A. (2024). Pengaruh Dinasti Abbasiyah Terhadap Kemajuan Peradaban Islam. Asas Wa Tandhim: Jurnal Hukum, Pendidikan Dan Sosial Keagamaan, 3(2), 113–124.
https://doi.org/10.47200/awtjhpsa.v3i2.2362
Zinhom, H. (2024). Translation in the Arab-Islamic History. An Avenue for the Culture of Tolerance and Knowledge Transfer Worldwide. SKASE Journal of Translation and Interpretation, 17(2), 104–124. https://doi.org/10.33542/JTI2024-2-7
Fida. (2021, 04 22). Lima Kota Besar di Jalur Sutra dalam Masa Kejayaan Islam. Diambil kembali dari hidayatullah.com:
https://hidayatullah.com/spesial/ragam/2021/04/22/206646/lima-kota-besar-di-jalur- sutra-dalam-masa-kejayaan-islam.html
Imam, D. (2025, 01 22). Al-Khawarizmi: Bapak Aljabar dan Jejaknya dalam Peradaban.
Diambil kembali dari is.uad.ac.id: https://is.uad.ac.id/al-khawarizmi-bapak-aljabar- dan-jejaknya-dalam-peradaban/
Nabilah, R. A. (2023, 12 25). Abbas bin Abdul Muthalib, Sahabat Sekaligus Paman Nabi.
Diambil kembali dari detikHikmah: https://www.detik.com/hikmah/kisah/d- 7106841/abbas-bin-abdul-muthalib-sahabat-sekaligus-paman-nabi
Najib, D. M. (2020, 09 04). Dinasti Abbasiyah, Pemerintahan Yang Berhasil Persatukan Sunni-Syiah Dan Arab-Non Arab. Diambil kembali dari /rmol.id:
https://rmol.id/read/2020/09/04/451005/dinasti-abbasiyah-pemerintahan-yang- berhasil-persatukan-sunni-syiah-dan-arab-non-arab
Nasrul, U. M. (2023, 08 10). Konflik Perebutan Kekuasaan di Era Dinasti Abbasiyah.
Diambil kembali dari /islamdigest.republika.:
https://islamdigest.republika.co.id/berita/rz6ar4451/konflik-perebutan-kekuasaan-di- era-dinasti-abbasiyah
Ningsih, l. h. (2022, 02 22). Kehidupan Ekonomi pada Masa Dinasti Abbasiyah. Diambil kembali dari kompas.com:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/22/150000879/kehidupan-ekonomi- pada-masa-dinasti-abbasiyah?utm_
Ningsih, W. L. (2021, 05 24). Pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/24/161528779/pemindahan-ibu-kota- pemerintahan-abbasiyah-dari-damaskus-ke-baghdad
Ningsih, W. L. (2023, 05 06). Perkembangan Seni dan Budaya pada Masa Daulah Abbasiyah. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/05/06/190000879/perkembangan-seni-dan- budaya-pada-masa-daulah-abbasiyah
pati, M. H. (2022, 03 22). Detik-Detik Menjelang Runtuhnya Daulah Umayyah dan Berdirinya Daulah Abbasiyah. Diambil kembali dari kalam.sindonews.com:
https://kalam.sindonews.com/read/719435/786/detik-detik-menjelang-runtuhnya- daulah-umayyah-dan-berdirinya-daulah-abbasiyah-1647860607
Qatrunnada, J. N. ( 2023, 12 03). Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah hingga Keruntuhannya.
Diambil kembali dari detikHikmah: https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d- 7069552/sejarah-berdirinya-bani-abbasiyah-hingga-keruntuhannya
Ricky Rudiansyah, M. A. (2024, 06 21). Sumbangsih Al-Khawarizmi dalam Matematika dan Astronomi. Diambil kembali dari student-activity.binus.: https://student-
activity.binus.ac.id/mt/2024/06/21/sumbangsih-al-khawarizmi-dalam-matematika- dan-astronomi/
Santika, T. (2025, 10 01). Kontribusi Peradaban Islam dalam Ilmu Pengetahuan dan Kehidupan Modern. Diambil kembali dari /readmore.id:
https://readmore.id/kontribusi-peradaban-islam/?utm_
setiadi, A. i. (2025, 04 28). 5 Abad Periodisasi Masa Pemerintahan dan Puncak Kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah. Diambil kembali dari eduhistoria.com:
https://www.eduhistoria.com/histori/88015040659/5-abad-periodisasi-masa- pemerintahan-dan-puncak-kejayaan-kekhalifahan-abbasiyah
Ulin, I. (2024, 02 19). Kontribusi Islam dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan. Diambil kembali dari islamikaonline.com: https://islamikaonline.com/kontribusi-islam-dalam- kemajuan-ilmu-pengetahuan/?utm_
Wangi, D. S. (2023). Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya). Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 8(1).
Yani, T. K. (2025, 04 09). Sejarah Kebudayaan Islam: Perkembangan dan Pengaruhnya.
Diambil kembali dari mediaindonesia.com:
https://mediaindonesia.com/humaniora/758503/sejarah-kebudayaan-islam- perkembangan-dan-pengaruhnya?utm_
Zakiyah, N. (2024, 01 25). Jatuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah dalam Pertempuran Zab.
Diambil kembali dari kaltim.tribunnews.com:
https://kaltim.tribunnews.com/2024/01/25/sejarah-25-januari-jatuhnya-kekhalifahan- bani-umayyah-dalam-pertempuran-zab