• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Mata Kuliah: Manajemen Operasi LAPORAN HASIL PENELITIAN - UNUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Mata Kuliah: Manajemen Operasi LAPORAN HASIL PENELITIAN - UNUD"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA EVALUASI PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

PADA CV. GARUDA BALI DI GIANYAR

TIM PENELITI Drs. Kastawan Mandala, MM

I Nyoman Nurcaya, SE.,MM Drs. Gede Merta Sudiartha, MM Drs. I Gusti Salit Ketut Netra, MM Anak Agung Gede Suarjaya, SE., MM

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2014

(2)

i

Mata Kuliah: Manajemen Operasi

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA EVALUASI PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

PADA CV. GARUDA BALI DI GIANYAR

TIM PENELITI Drs. Kastawan Mandala, MM

I Nyoman Nurcaya, SE.,MM Drs. Gede Merta Sudiartha, MM Drs. I Gusti Salit Ketut Netra, MM Anak Agung Gede Suarjaya, SE., MM

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2014

(3)

ii

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rakhmatNya, kami dapat menyelesaikan kegiatan penelitian yang berjudul “Evaluasi Penerapan Total Kualitas Manajemen (TQM) pada CV. Garuda Bali di Gianyar”.

Kegiatan Penelitian ini terselenggara atas kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat Universitas Udayana dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dosen dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian. Pada kesempatan ini ijinkanlah kami untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., M.S, Dekan Fakultas Eknomi dan Bisnis Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan dorongan dalam melaksanakan penelitian ini.

2. Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE., M.Si, Ketua Jurusan Manajemen FEB Unud beserta staff yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian ini.

3. Teman-teman tim peneliti yang telah membantu dan bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dalam mengolah data dan menginterpretasikan hasil penelitian ini.

4. Adik-adik mahasiswa yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini di lapangan.

Mudah-mudahan laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan hasil penelitian ini. Saran dan kritik sangat kami harapkanuntuk penyempurnaan penelitian ini dan penelitian lebih lanjut di kemudian hari.

Denpasar, Desember 2014

Tim peneliti

(5)

iv DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II STUDI PUSTAKA ... 11

2.1. Pengertian Total Quality Management (TQM ... 11

2.2 Peran Kepemimpinan dalam penerapan TQM ... 11

2.3 Budaya Perusahaan (Company Culture... 15

2.4 Perbaikan Berkelanjutan (continuous improvement ... 15

2.5 Benchmarking ... 16

2.6 Penerapan TQM pada Karyawan ... 16

2.7 Pemberdayaan karyawan (Employee Empowerment ... 20

2.8 Keterlibatan Aktif Karyawan (Employee Involvement ... 22

2.9 Pelatihan Karyawan (Employee Training ... 23

2.10. Kualitas Produk (Product Quality ... 25

2.11 Manajemen Pemasok... 26

2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 27

2.13 Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN. ... 30

3.1 Rancangan Penelitian ... 30

3.2 Lokasi Penelitian ... 30

3.3 Objek Penelitian ... 30

3.4Identifikasi Variabel ... 30

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 31

3.6 Jenis dan Sumber data ... 34

3.7 Penentuan Populasi dan Sampel ... 35

3.8 Metode pengumpulan data ... 35

3.9 Teknik Analisis Data ... 36

(6)

v

BAB IV PEMBAHASAN ... 42

4.1 Gambaran Umum CV. Garuda Bali ... 42

4.2 Uji Instrumen Penelitian ... 43

4.3 Deskripsi Data Penelitian ... 46

4.4.Model Pengukuran (Measurement Model ... 50

4.5. Pengaruh Variabel Strategis, Taktis dan Operasiona thd Kualitas Produk .. 52

BAB V PENUTUP ... 60

5.1. Simpulan ... 60

5.2. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

(7)

vi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1.1 Produk kurang sempurna (imperfection product)

pada CV. Garuda Bali tahun 2012 (dalam persentase) ... 6

3.1 Tabel 3.1. Nilai Validitas Variabel ... 37

4.1 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian untuk Variabel Strategi ... 44

4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian untuk Variabel Taktis ... 44

4.3 RekapitulasiHasilUji Validitas InstrumenPenelitian untukVariabelOperasional... 45

4.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian untuk Variabel Kualitas Produk ... 45

4.5 Rekapitulasi Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 46

4.6 Penilaian Responden terhadap Variabel Strategis ... 47

4.7 Penilaian Responden terhadap Variabel Taktis ... 48

4.8 Penilaian Responden terhadap Variabel Operasional ... 49

4.9 Penilaian Responden terhadap Variabel Kualitas Produk ... 49

4.10. Nilai Validitas Model Strategis ... 50

4.11. Nilai Validitas Model Taktis ... 51

4.12 Nilai Validitas Model Operasional ... 51

4.13 Nilai Validitas Model Kualitas Produk ... 52

4.14Uji Kolmogorov-Smirnov ... 54

(8)

vii ABSTRAK

Di Era globalhanya perusahaan yang mampu menghasilkan kualitas barang atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pelanggan yang dapat memenangkan persaingan. Manajemen mutu terpadu (total quality management) merupakan suatu strategi yang sangat tepat dalam upaya perusahaan untuk mencapai kinerja perusahaan yang sekelas dunia (world class performance).

CV. Garuda Bali telah menerapkan TQM, namun masih dijumpai produk cacat atau kurang sempurna (imperfection)sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis signifikansi pengaruh konstruk Strategis (kepemimpinan, budaya organisasi, perbaikan berkelanjutan, benchmarking, kualitas sasaran dan kebijakan),menganalisis signifikansi pengaruh konstruk Taktis (tim pembangunan dan pemecahan masalah, pemberdayaan karyawan, keterlibatan dan pelatihan, penggunaan teknologi informasi, manajemen pemasok) sertamenganalisis signifikansi pengaruh konstruk Operasional (desain barang dan jasa, pengawasan proses, orientasi konsumen ) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV.

Garuda Bali.

Penentuan sample dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan tujuan atau target tertentu.Berdasarkan analisis regresi yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan: Konstruk Strategis, Taktis dan Operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kualitas produk yang dihasilkan. Artinya, semakin baik konstruk strategis, Taktis dan Operasional dijalankan perusahaan maka semakin baik juga kualitas produk yang dihasilkan oleh CV. Garuda Bali.

Kata kunci: Total Quality Management (TQM), konstruk Strategis, Taktis, dan Operasional

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Era global suatu negara tidak bisa lagi membatasi maupun menghambat serbuan masuknya produk-produk dari luar yang mengakibatkan persaingan menjadi semakin tajam. Dalam keadaan seperti itu hanya perusahaan yang mampu menghasilkan kualitas barang atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pelanggan yang dapat memenangkan persaingan. Oleh karena itu mutu merupakan salah satu kebijaksanaan penting perusahaan dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan melebihi atau paling tidak sama dengan produk pesaing.

Mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan (Juran, 2008). Sedangkan menurut Crosby (2007) mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yg disyaratkan/distandarkan. Standar mutu meliputi bahan baku, proses, produk jadi.

Demikian pula Deming (2010), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar/konsumen. Dari ketiga definisi tersebut terdapat beberapa persamaan, yaitu mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan dan mutu merupakan kondisi yang selalu berubah.

Salah satu ilmu yang berorientasi pada kualitas dan merancang ulang sistem organisasi dalam mencapai tujuannya adalah Total Quality Management (TQM).

Manajemen mutu terpadu (total quality management) merupakan suatu strategi yang sangat tepat dalam upaya perusahaan untuk mencapai kinerja perusahaan yang

(10)

2

sekelas dunia (world class performance) yang biasanya menggunakan strategi Just In Time (JIT). TQM menandakan terjadinya perubahan paradigma tentang bagaimana menyusun suatu organisasi dan mengelola segala sesuatu yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan tugas serta lingkungan organisasi tersebut. TQM merupakan seperangkat prinsip manajemen yang memfokuskan pada peningkatan kualitas sebagai kekuatan pendorong dalam semua bidang fungsional pada seluruh tingkat organisasi. James (1996) menyatakan bahwa penerapan menyeluruh dapat dilihat dari beberapa indikator seperti adanya pasar yang mendunia, pemberdayaan dan keterlibatan karyawan secara aktif, adanya tim kerja, responsif, orientasi pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan terhadap kualitas, serta kualitas menjadi tanggung jawab seluruh komponen dalam perusahaan (Warnock, 1996). Anderson (1994) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan dan kelangsungan hidup perusahaan dapat dicapai melalui perbaikan proses, produk, pelayanan, dan juga seluruh karyawan secara berkelanjutan (Continuous Improvement).

Andrea Chiarini (2011), menyatakan bahwa Japanese total quality control ( JTQC), Total quality management (TQM), Deming’s system of profound knowledge, Business process reengineering (BPR), Lean thinking and Six Sigma are quality and operations improvement systems seluruhnya berorientasi terhadap perbaikan proses. Lebih lanjut menyatakan, secara umum mereka telah menerapkan beberapa faktor dengan hasil seperti; continuous improvement, customer satisfaction, people and management involvemen to mention a few.

Nonetheless, the systems also present different and important characteristics due

(11)

3

to their different origins and the historic path of implementation inside companies.

Salaheldin dalam Evangelos (2009) meneliti 139 small- and medium-sized enterprises (SMEs) atau Usaha Kecil Menengah (UKM) pada sektor industri di Qatar. Data dianalisis menggunakan penerapan TQM dengan critical success factors tiga tingkat. Pertama, faktor strategis (kepemimpinan, budaya organisasi, perbaikan berkelanjutan, benchmarking, kualitas sasaran dan kebijakan). Kedua, faktor taktis (tim pembangunan dan pemecahan masalah, pemberdayaan karyawan, keterlibatan dan pelatihan, penggunaan teknologi informasi, manajemen pemasok). Ketiga, faktor operasional (desain barang dan jasa, pengawasan proses, orientasi konsumen, nilai tambah sumberdaya dalam proses) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh substansial dalam

implementasi TQM pada kinerja operasional (operasi internal dalam hal biaya dan penurunan pemborosan, memperbaiki kualitas produk, fleksibilitas, pengiriman, dan produktivitas) dan kinerja organisasi (pertumbuhan penerimaan, laba bersih, rasio laba terhadap penerimaan dan perputaran aset, investasi dalam penelitian dan pengembangan, pengembangan produk baru, pengembangan dan orientasi pasar).

Penemuan ini juga mengkonfirmasi hubungan signifikan antara kinerja operasional dan organisasional UKM dan peran utama daripada faktor strategis dalam menyukseskan implementasi TQM didalam UKM.

CV. Garuda Bali sebagai salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang usaha handicraft dan telah mempunyai pasar dunia. Perusahaan ini berlokasi di jalan Raya Mas Ubud Gianyar, telah memulai usahanya sejak tahun 1972. Selain sebagai produsen barang-barang handicraft, juga melakukan

(12)

4

aktivitas eksportir, packaging, dan shipping (usaha cargo) untuk barang-barang kerajinan tangan (handicraft) khas Bali.

Pemasaran produk perusahaan ini, lebih dari 90 persen untuk pasar luar negeri, sedangkan 10 persen untuk pasar domestik. Pasar domestik dipasarkan melalui retailer di berbagai lokasi di Pulau Jawa, terutama di Jakarta. Dari 90 persen pasar luar negeri: 70 persen dipasarkan di AS, 30 persen sisanya ke Eropa, seperti Jerman, Swedia, Belanda, Perancis, Inggris, dan pasar Australia. Hingga kini pengiriman produk handicraft telah mampu mencapai lebih dari 2000 m3 per tahun suatu jumlah yang cukup besar.

Sebagai sebuah perusahaan manufaktur yang berorientasi ekspor, CV.

Garuda Bali memiliki departemen pengendalian mutu (Quality Controll Department) tersendiri yang telah mampu melaksanakan pengendalian kualitas misalnya di dalam mengukur kelembaban kayu yang digunakan dengan standar internasional yaitu sebesar 14 persen, standar warna cat. Di samping itu, CV.

Garuda Bali juga memiliki departemen penelitian dan pengembangan produk (Research&Development) yang berfungsi untuk memantau perkembangan minat atau selera pasar di luar neger dan menciptakan produk sesuai dengan keinginan konsumen.

Creech (1995) mengatakan bahwa penerapan TQM yang sukses harus mempunyai empat kriteria yaitu pertama, harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya, termasuk dalam seiap proses dan produk; Kedua, harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat untuk membawa kualitas pada cara karyawan diperlakukan, diikutsertakan dan diberi inspirasi; ketiga, harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang

(13)

5

memberikan wewenang pada semua tingkat terutama digaris depan (karyawan) sehingga antusias keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan. Keempat, harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi. Dengan demikian, peran karyawan atas kualitas produk amatlah penting terutama karyawan bagian produksi yang berada di garis depan pada proses produksi. Blackburn dan Rosen (1993) mengatakan bahwa kesuksesan dalam integrasi antara manajemen sumber daya manusia dan penerapan TQM adalah adanya penurunan biaya, peningkatan reabilitas produk, kepuasan konsumen lebih besar, dan siklus pengembangan produk yang lebih pendek.

CV. Garuda Bali telah menerapkan TQM, namun masih dijumpai produk cacat atau kurang sempurna (imperfection). Disamping itu, juga terdapat sejumlah produk yang masih bisa diproses ulang (rework) dan produk rusak atau dibuang (scrap/waste). Dari hasil wawancara dengan kepala departemen pengendalian mutu, suatu produk diklasifikasikan kurang sempurna (imperfection) apabila produk tersebut: 1) size tidak sesuai dengan order yang telah disepakati, baik ukuran ketebalan maupun panjang atau lebar daripada material, 2) kelembaban khusus kayu tidak sesuai dengan standar international, yaitu 14%

sehingga nampak pada produk jadi berupa jamur atau produknya melengkung, 3) warna tidak sesuai dengan order yang disepakati, 4) ornamen (motif ukiran) tidak sesuai dengan order, 5) produk jadi tidak sesuai dengan desain buyer, 6) terdapat kesalahan dalam proses pengerjaan sehingga membuat produk cacat, seperti kesalahan dalam mengecat, memahat dan 7) keterlambatan dalam pengerjaan dan pengiriman ke buyer. Produk diklasifikasikan kedalam proses ulang (rework)

(14)

6

apabila produk imperfection tersebut kesalahannya masih bisa ditolerir atau masih bisa di perbaiki. Sedangkan produk yang diklasifikasikan kedalam produk scrap/waste adalah produk yang mempunyai tingkat kesalahan fatal, misalnya pecah, cat nya rusak, produk cacat yang tidak lagi bisa diperbaiki maupun dijadikan produk lain.

Ahire, Golhar dan Waller (1996) mengatakan bahwa rework dan scrap sering digunakan untuk mengukur kualitas proses produksi, dan keduanya sangat mempengaruhi biaya produksi. Imperfection yang terjadi di CV. Garuda Bali pada tahun 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Produk kurang sempurna (imperfection product) pada CV. Garuda Bali tahun 2012 (dalam persentase)

Ukuran (size) Kelembaban kayu

Pewarnaan rnamen esain roses elivery

TW 1 0,07 2,03 3,06 4,5 1,02 0,05 2,01

TW 2 0,05 2,72 3,28 4,7 1,05 0,06 2,02

TW 3 1,07 2,03 3,57 4,9 1,37 0,28 2,35

TW 4 1,09 2,77 4,56 5,01 1,76 0,72 3,63

Sumber : CV. Garuda Bali-Departemen Pengendalian Mutu, 2014

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa terdapat produk imperfection hampir diseluruh tahapan proses produksi yang cenderung meningkat setiap triwulan.

Ukuran (size) sering mengalami kesalahan ketika melakukan pemotongan kayu, buyer akan komplain jika terdapat perbedaan walaupun hanya sedikit saja (sekian milimeter), kelembaban kayu paling sering terjadi pada bulan-bulan basah seperti Desember sampai Februari disetiap tahunnya. Pewarnaan terjadi kesalahan karena mencocokkan standar warna (kumpulan kertas berwarna dari perusahaan cat) dengan phisik cat dalam kenyataan dan bisa juga karena pengaruh cahaya.

Imperfection pada Ornamen paling sering terjadi kesalahan ketika order harus

(15)

7

dikerjakan dengan tangan (hand made) dimana buyer menginginkan agar ornamen benar-benar harus sesuai dengan yang ada di photo, sehingga jika terjadi perbedaan sedikit saja maka produk tersebut akan ditolak. Demikian pula dengan desain dan proses betul-betul memerlukan ketelitian. Pengiriman (delivery) sering terjadi yang disebabkan bisa karena keterlambatan pengerjaan dan bisa juga faktor teknis lainnya.

Dari imperfection product yang terjadi sebagian masih bisa diperbaiki (rework) rata-rata 87 persen dan 13 persen merupakan produk scrap. Kendatipun produk yang diproduksi oleh CV. Garuda Bali masih bisa dikerjakan ulang namun itu berarti bahwa pengendalian kualitas masih perlu dipelajari untuk kemudian ditindak lanjuti agar tingkat kesalahan bisa dieleminir .

Menurut hasil wawancara dengan bagian pengendalian mutu pada pengamatan awal, faktor operasional (desain produk, pengawasan produk dalam proses, penanganan persediaan bahan baku, dan inspeksi), faktor sumber daya manusia, mesin dan peralatan merupakan penyebab terjadinya kesalahan kualitas produk.

Faktor sumber daya manusia disebabkan karena karyawan produksi belum memahami kualitas, infrastruktur atau peralatan pendukung yang diperlukan untuk mengatasi masalah kualitas belum tersedia dengan baik. Keterlibatan aktif pihak manajer dengan karyawan masih kurang dalam hal membahas masalah kualitas. Pelatihan karyawan belum berjalan dengan baik.

(Su et al. 2008) melakukan penelitian terhadap 151 perusahaan manufaktur dan jasa yang bersertifikat ISO 9001 di Cina. Hasil penelitian menyatakan bahwa manajemen kualitas (antara lain seperti konsumen, training karyawan, leadership dan komitmen top manajemen, Tim kualitas lintas fungsi, keterlibatan karyawan,

(16)

8

perbaikan berkelanjutan, inovasi, kualitas informasi, pengukuran kinerja dan pengawasan kualitas statistikal) mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (pertumbuhan penjualan, pangsa pasar, dan pertumbuhan pangsa pasar) secara langsung. Tetapi mempunyai suatu pengaruh secara tidak langsung pada kinerja bisnis dimediasi oleh kualitas kinerja ( seperti; produk rusak, kualitas produk, daya tahan, keandalan serta pengantaran tepat waktu) dan kinerja R&D (tingkat kesalahan desain, waktu penelitian dan pengembangan, kompetensi dan biaya).

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu dimana faktor operasional (desain produk, pengawasan produk dalam proses, penanganan persediaan bahan baku, mesin dan peralatan), dan faktor sumber daya manusia dikatakan sebagai penyebab terjadinya kesalahan kualitas. Melihat fenomena yang terjadi di CV.

Garuda Bali menimbulkan suatu dugaan kuat akan adanya pengaruh penerapan TQM terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh CV. Garuda Bali di Gianyar Bali, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana signifikansi pengaruh konstruk Strategis (kepemimpinan, budaya organisasi, perbaikan berkelanjutan, benchmarking, kualitas sasaran dan kebijakan) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV. Garuda Bali.

2. Bagaimana signifikansi pengaruh konstruk Taktis (tim pembangunan dan pemecahan masalah, pemberdayaan karyawan, keterlibatan dan pelatihan, penggunaan teknologi informasi, manajemen pemasok) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV. Garuda Bali.

(17)

9

3. Bagaimana signifikansi pengaruh konstruk Operasional (desain barang dan jasa, pengawasan proses, orientasi konsumen ) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV. Garuda Bali.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis signifikansi pengaruh konstruk Strategis (kepemimpinan, budaya organisasi, perbaikan berkelanjutan, benchmarking, kualitas sasaran dan kebijakan) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV. Garuda Bali.

2. Menganalisis signifikansi pengaruh konstruk Taktis (tim pembangunan dan pemecahan masalah, pemberdayaan karyawan, keterlibatan dan pelatihan, penggunaan teknologi informasi, manajemen pemasok) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV. Garuda Bali.

3. Menganalisis signifikansi pengaruh konstruk Operasional (desain barang dan jasa, pengawasan proses, orientasi konsumen ) terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan CV. Garuda Bali.

1.4. Kegunaan penelitian

1. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam menerapkan total quality management (TQM) yang lebih tepat dan efektif, terutama pada manajemen operasional yang meliputi desain produk, proses produksi hingga pengawasan. Disamping itu, manajemen sumber daya manusia dalam arti luas, baik dari faktor pemberdayaan, keterlibatan aktif, maupun pelatihan karyawan.

(18)

10

2. Sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut bagi perusahaan dalam menentukan strategi-strategi penerapan TQM yang lebih baik sehingga pencapaian menjadi eksportir kelas dunia segera dapat terwujud.

3. Sebagai bahan dan masukan yang dapat menstimulir bagi peneliti- peneliti mendatang untuk melanjutkan mengingat model penelitian ini masih sangat jarang digunakan.

(19)

11

BAB II.

STUDI PUSTAKA

2.1 Pengertian Total Quality Management (TQM)

Penerapan Total Quality Management (TQM) telah banyak dilakukan perusahaan terutama mereka yang peduli akan kualitas dan kelangsungan hidup perusahaannya. Beberapa konsep penerapan TQM juga banyak disajikan baik oleh praktisi maupun akademisi, termasuk hasil riset Ahire, Golhar, dan Waller (1999) yang telah menyajikan suatu konsep penerapan TQM dengan beberapa konstruknya yang akan dijadikan dasar dalam penelitian ini. Mereka telah melakukan eksplorasi, pengembangan konstruk dan juga generasi hipotesis dari bangunan teori TQM yang membandingkan dan menyelaraskan riset mereka dengan pengukuran manajemen kualitas yang dikembangkan oleh Flynn, Schroeder, dan Sakakibara(1989). Konstruk- konstruk TQM ini hampir sama dengan elemen-elemen TQM yang dikemukakan oleh Goetsch dan Davis (1997), termasuk elemen pemberdayaan karyawan, keterlibatan aktif karyawan, dan pelatihan karyawan, serta kualitas, hanya saja untuk pemberdayaan dan keterlibatan aktif karyawan tidak disajikan sendiri-sendiri, begitu juga dengan pelatihan yang digabungkan dalam satu elemen dengan pendidikan.

2.2 Peran Kepemimpinan dalam penerapan TQM

Tinjauan literatur tentang TQM menunjukkan bahwa ada kebingungan antara istilah komitmen manajemen dan kepemimpinan manajerial. Dalam beberapa literatur, komitmen dan kepemimpinan digunakan secara sinonim (Crosby,

(20)

12

1994; Dean dan Evans, 1994), sementara yang lain berpendapat bahwa ruang lingkup kepemimpinan melampaui lingkup komitmen (González dan Guillen, 2002; Perles, 2002).

Menurut González dan Guillen (2002), manajer berkomitmen menggunakan kekuasaan mereka untuk melaksanakan proses, tetapi hal ini tidak berarti bahwa mereka adalah pemimpin dari proses. Dengan menggunakan kekuasaan formal mereka, manajer berkomitmen memimpin proses dengan memfasilitasi alokasi sumber daya dan mendukung pencapaian TQM.

Bagaimanapun juga , kepemimpinan melampaui batas kekuasaan formal. Pemimpin menciptakan sebuah lingkungan baru di organisasi dengan pengaruh antar-pribadi mereka, yang melibatkan orang lain dalam menciptakan perubahan.

Beberapa penulis dalam literatur TQM telah menunjukkan bahwa para pemimpin mampu mempengaruhi perasaan pengikut mereka untuk memprovokasi kreativitas, mengembangkan tim terpadu, menentukan dan mengkomunikasikan visi bersama, dan menghasilkan kompromi (Goetsch dan Davis, 1995; Guillen dan González, 2001). Menurut Perles (2002), implementasi lengkap dari semua prinsip-prinsip TQM tidak mungkin tanpa partisipasi dari para pemimpin yang mempunyai kapasitas untuk mempengaruhi dan memobilisasi yang semuanya bertumpu pada kompetensi kepemimpinan.

Untuk mengimplementasikan kelompok prinsip, manajer diperlukan Keterlibatan bersama dengan usaha orang lain dalam organisasi (March dan Simon, 1958). Pengaruh kepemimpinan untuk menerapkan kedua kelompok

(21)

13

Prinsip-prinsip ini penting karena total keterlibatan semua karyawan diorganisasi diperlukan untuk mencapai lengkap (sistem TQM dengan semua prinsip sepenuhnya dikerahkan), dalam (implementasi TQM yang melampaui perubahan pengaturan formal dan menembus perasaan dan nilai-nilai) dan berkelanjutan (Implementasi TQM, yang berlangsung lama) pelaksanaan TQM (Ciampa, 1992; Kanji, 1996; González dan Guillen, 2002). Untuk keberhasilan pelaksanaan TQM, khusus jenis kompetensi kepemimpinan diperlukan; kompetensi tersebut memiliki besar berdampak tidak hanya pada perubahan organisasi formal tetapi juga pada modifikasi perilaku dan pada perubahan sikap masyarakat (Perles, 2002).

Das et al. (2008) mengusulkan beberapa instrumen yang dipergunakan untuk mengukur tingkat dan kualitas dalam mengimplementasikan TQM pada industri manufaktur di Thailand.

Prinsip pelaksanaan dan satu konstruk untuk prinsip hasil TQM:

(1) komitmen manajemen puncak;

(2) manajemen mutu pemasok;

(3) perbaikan terus-menerus;

(4) inovasi produk;

(5) benchmarking;

(6) keterlibatan karyawan;

(7) reward dan pengakuan;

(8) pendidikan dan pelatihan;

(9) fokus pelanggan; dan (10) kualitas produk.

(22)

14

Dalam studi ini, pelaksanaan sembilan konstruk TQM dan kualitas produk sebagai konstruk hasil TQM telah digunakan untuk mengukur sejauh mana TQM telah dilaksaanakan dalam industri manufaktur di Thailand. Kualitas produk telah diambil sebagai hasil operasional penerapan TQM (Das et al., 2008), sebagai salah satu tujuan dari upaya kualitas dalam industri manufaktur yaitu meningkatkan kualitas produk, dan produk-produk berkualitas tinggi yang memberikan keuntungan kompetitif kepada perusahaan dalam jangka panjang.

Dhafr et al., (2006), meneliti tentang Peran kompetensi kepemimpinan untuk menerapkan prinsip-prinsip TQM telah menunjukkan bahwa manajemen kepemimpinan adalah penting untuk keberhasilan setiap usaha terhadap perubahan filosofi operasional perusahaan. Tanpa kepemimpinan dari manajemen puncak, perilaku orang-orang dalam perusahaan tidak mungkin terjadi perubahan (Sumukadas, 2006).

Pengaruh kepemimpinan manajemen puncak memiliki efek pada atribut kualitas lainnya (brah dan Lim, 2006). Pemimpin yang kompeten memahami pentingnya komitmen mereka terhadap upaya kualitas dan mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk perbaikan program kualitas (Karuppusami dan Gandhinathan, 2006). Mereka tanpa henti mengejar keunggulan yang mengambil bentuk dalam berbagai aspek terkait dengan pelaksanaan TQM, seperti: orientasi kepada pelanggan dan hasil, keterlibatan pemasok, manajemen proses dan produk, dan penggunaan pembelajaran dan perbaikan terus-menerus (Mele dan Colurcio, 2006).

(23)

15

Karuppusami dan Gandhinathan(2006) mendefinisikan keunggulan sebagai praktik yang luar biasa dalam mengelola organisasi dan pencapaian hasil. Fokus pada keunggulan dianggap elemen yang memberikan arah pedoman dalam mengadopsi semua prinsip-prinsip yang menjadi ciri TQM (Lee, 2002).

Dalam sebuah perusahaan, di mana manajemen puncak memiliki tingkat yang lebih tinggi dari kompetensi kepemimpinan, tingkat yang lebih tinggi didalam pelaksanaan prinsip-prinsip sembilan TQM (komitmen manajemen puncak, kualitas pemasok manajemen, perbaikan terus-menerus, inovasi produk, benchmarking, Keterlibatan karyawan, penghargaan dan pengakuan, pendidikan dan pelatihan, dan fokus pelanggan).

2.3 Budaya Perusahaan (Company Culture)

Jackson (2010:71) adalah suatu pola khusus dari asumsi-asumsi, nilai-nilai dan norma-norma bersama yang membentuk aktivita-aktivitas, bahasa, simbol-simbol, dan acara-acara sosialisasi pegawai dalam perusahaan. Asumsi, nilai, dan norma menjadi dasar bagi sebuah budaya, tapi tidak bisa diamati secara langsung. Dasar tersebut hanya bisa disimpulkan dari elemen-elemen budaya yang lebih mudah dilihat seperti: aktivitas, bahasa, simbol, dan acara sosialisasi. Seperti kepribadian, budaya perusahaan akan mempengaruhi cara-cara pegawai bersikap ketika tidak ada orang memerintahkan apa yang harus mereka lakukan.

2.4 Perbaikan Berkelanjutan (continuous improvement)

(24)

16

Total quality management (TQM) sangat penting karena keputusan kualitas mempengaruhi setiap keputusan yang dibuat oleh manajer operasi. TQM membutuhkan perbaikan yang terus menerus yang tidak pernah berhenti meliputi;

orang, peralatan, pemasok, bahan, dan prosedur. Dasar filosofi ini adalah bahwa setiap aspek operasi dapat diperbaiki. Hal ini dilakukan untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah terutama selera pelanggan.

Walter Shewhart dalam Jay Heyzer and Barry Render (2007:257) mengembangkan sebuah model lingkaran yang dikenal sebagai PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang menurutnya adalah suatu perbaikan secara terus menerus.

Kemudian W. Edwards Deming mengambil konsep ini ke Jepang pada masa kerjanya setelah perang dunia II.

Gambar 1: Siklus PDCA

2.5 Benchmarking

Patokan (benchmarking) adalah salah satu isi program TQM. Pengenaan patokan meliputi pemilihan produk standar, jasa, biaya atau kebiasaan yang mewakili suatu kinerja terbaik dari proses atau aktivitas yang serupa dengan proses. Idenya adalah untuk mengembangkan suatu target yang akan dicapai, untuk itu membuat sebuah standar yang dapat dibandingkan dengan kinerja.

Pla

Do Check

Action

(25)

17 2.6 Penerapan TQM pada Karyawan

Berbagai riset telah banyak dilakukan dan berbagai rekomendasi tentang preskripsi peningkatan kualitas, seperti perencanaan kualitas produk, manajemen kepemimpinan, fokus pelanggan, dan pengendalian kualitas lantai pabrik. Juga berbagai studi kasus tentang kesuksesan penerapan TQM pada berbagai industri, seperti otomotif, tekstil, kimia, dan perbankan, yang telah menyajikan elemen-elemen kunci strategi manajemen kualitas, namun preskripsinya tidak dapat dikembangkan.

Riset empiris yang dilakukan oleh Ahire and Waller (1996) membandingkan keterlibatan aktif karyawan lantai pabrik terhadap penerapan manajemen kualitas pada perusahaan Jepang yang beroperasi di United State dengan perusahaan U.S sendiri dan juga riset-riset empiris lainnya yang memfokuskan pada hubungan antara variasi elemen manajemen kualitas dan kinerja. Seperti dalam riset Schroeder, Sakakibara, Flynn (1992) yang membandingkan strategi manajemen kualitas perusahaan Jepang di U.S dengan perusahaan U.S sendiri, belum mengidentifikasikan dan memvalidasi konstruk-konstruk manajemen kualitas dan belum menganalisis hubungan antara berbagai konstruknya.

Riset empiris Malcolm-Baldrige Award dalam Ahire, Golhar, dan Waller (1999) telah mengembangkan dan memvalidasi konstruk-konstruk manajemen kualitas, terdiri dari 12 konstruk yang mengacu pada kriteria, yaitu komitmen manajemen puncak, fokus pelanggan, manajemen kualitas pemasok, manajemen kualitas perancangan, pembandingan berpola,

(26)

18

pemanfaatan SPC (statistical process control), pemanfaatan informasi kualitas internal, pemberdayaan karyawan, keterlibatan aktif karyawan, pelatihan karyawan, kualitas produk, dan kinerja pemasok, dan menginvestigasi hubungan antara masing-masing strategi manajemen kualitas. Namun demikian, uji hipotesis terhadap hubungan kausal antara konstruk penerapan TQM dan konstruk kualitas produk belum disajikan secara jelas. Begitu pula yang riset dilakukan oleh Silos (1999). Dalam risetnya, hanya menyajikan keterlibatan aktif karyawan (bagian dari konstruk TQM) dalam suatu tim untuk mengatasi masalah yang dibandingkan dengan intervensi manajemen tradisional dalam mengatasi masalah. Silos menemukan adanya hubungan yang positif antara keterlibatan aktif karyawan dan pemecahan masalah, namun belum melakukan suatu kalkulasi data dari suatu signifikansi uji statistik atas risetnya.

Hasil riset yang dilakukan Ahire, Golhar, dan Waller menemukan hal-hal sebagai berikut :

1. Dari hasil uji Goodness of Fit Index (GFI) masing-masing konstruk, tidak terdapat bukti kalau tidak terdapat undimensionalitas.

2. Dari hasil analisis reliabilitas, yang diukur dengan koefisien Alpha dari Cronbach (α) yang harus sama atau lebih dari 0,70 dan dibantu dengan koefisien Wert-Linn-Joreskog (ρc) yang harus sama atau lebih dar 0,50, didapatkan bahwa semua konstruk reliabel sejak dari penggunaan alat ukur awal, kecuali konstruk keterlibatan aktif karyawan yang semula mempunyai 8 skala menjadi 3 skala. Perubahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan validitas konten yang lebih tinggi.

(27)

19

3. Dari analisis validitas konvergen, yang diukur dengan menggunakan koefisien delta Bentler-onett yang harus sama atau lebih dari 0,90, didapatkan bahwa semua konstruk mempunyai validitas konvergen yang tinggi, terutama pada konstruk keterlibatan aktif karyawan setelah disesuaikan, kecuali konstruk manajemen kualitas perancangan yang masih di bawah 0,90, yaitu sebesar 0,87.

4. Dari hasil analisis validitas diskriminan, yang diukur dengan mengukr tingkatan hubungan masing-masing konstruk melali uji beda chi-square yang menghasilkan bahwa perbedaan chi-square signifikan pada tingkat p≤0,01.

Dengan demikian disimpulkan bahwa antara 12 konstruk yang diuji benar- benar terpisah.

5. Dari hasil analisis validitas kriteria, yang diukur dengan mengestimasi korelasi antar konstruk dengan kualitas produk melalui program LISREL 7, dihasilkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan dari semua konstruk terhadap kualitas produk. Dengan demikian terdapat validitas kriteria yang baik pada model-model ini.

Dari hasil riset tersebut, terlihat bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan pada tingkat signifikan p<0,01 antara konstruk penerapan TQM dengan konstruk kualitas produk. Namun demikian, seperti yang telah dikemukakan pada rumusan masalah, bahwa ketiga konstruk penerapan TQM pada karyawan diduga mempunyai pengaruh yang lebih signifikan dan positif terhadap konstruk kualitas produk mengingat bahwa karyawanlah yang terlibat langsung dalam proses produksi, maka dalam penelitian ini, akan

(28)

20

dilakukan uji hipotesis atas pengaruh konstruk penerapan TQM pada karyawan, yaitu konstruk pemberdayaan karyawan, keterlibatan aktif karyawan, dan pelatihan karyawan terhadap konstruk kualitas produk melalui suatu uji statistik dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM) program AMOS 4.0 untuk menguji signifikansi pengaruhnya. Penggunaan alat analisis ini juga menjadi pembeda dengan penggunaan alat analisis yang telah dilakukan Ahire, Golhar, dan Waller (1999), yaitu menggunakan LISREL 7. Unit analisis pun berbeda, Ahire, Golhar, dan Waller menggunakan unit analisis perusahaan sebanyak 371 perusahaan, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan unit analisis individual, yaitu karyawan secara langsung sebanyak 100 karyawan produksi. Begitu pula dengan skala untuk setiap variasi dari konstruk, Ahire, Golhar, dan Waller menggunakan skala Likert, 1 sampai dengan 7, sedangkan dalam penelitian ini digunakan skala likert yang lebih besar, yaitu 1 sampai dengan 10. Dengan demikian terdapat modifikasi definisi operasional masing-masing konstruk (variabel) untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian, walaupun bukan merupakan perubahan yang mendasar. Beberapa uraian tentang keempat konstruk mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh Ahire, Golhar, dan Waller akan diuraikan berikut ini.

2.7 Pemberdayaan karyawan (Employee Empowerment)

Forrester (2000) mengatakan bahwa pemberdayaan karyawan adalah suatu gagasan menarik yang menawarkan suatu harapan pada organisasi untuk lebih fokus, enerjik, dan kerja kreatif dari karyawan. Pemberdayaan karyawan

(29)

21

digunakan sebagai suatu strategi yang efektif oleh berbagai perusahaan seperti Toyota dan Ford. Fokus pada kualitas membutuhkan pemberdayaan karyawan produksi untuk memeriksa kerja mereka sendiri dan menghentikan produksi bilamana proses yang berjalan tidak terkendali. Pemberdayaan karyawan merupakan suatu aspek yang esensial untuk memperbaiki proses pengendalian kualitas.

Menurut Everett dan Sohal dalam Ahire, Golhar, dan Waller (1999), pemberdayaan selain dapat meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan ekuitas diantara subordinat, juga dapat meningkatkan partisipasi karyawan. Pemberdayaan bukan hanya melimpahkan tanggung jawab keputusan kualitas pada karyawan, tetapi juga memerlukan penyediaan kerangka kerja pendukung, seperti berbagai sumber daya penting dan pendukung teknis, untuk membantu karyawan dalam mengambil keputusan.

Spencer dalam Korukonda and Rajkumar (1999) mengatakan bahwa karyawan diberdayakan untuk mengambil keputusan, membangun kerjasama, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas dalam sistem yang dibentuk manajemen. Pemberdayaan karyawan juga dianggap memudahkan dalam pengendalian pribadi karyawan, kebebasan berpikir dan kreatif dalam mengatasi masalah melalui keterampilan yang dimiliki. Hampir sama halnya dengan pendapat Harari yang mengatakan bahwa pemberdayaan dilakukan untuk menciptakan kebebasan pada karyawan berinisiatif dan berekreasi dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

(30)

22

Konsep pemberdayaan karyawan dianggap sebagai faktor krusial total quality dalam tiga landasan. Pertama, sebagai aspek instrumen, pemberdayaan meliputi penyediaan informasi dan keahlian yang lebih baik serta pendelegasian kewenangan pada tingkat karyawan non manajemen sehingga mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan kinerja yang lebih baik; kedua, sebagai pembanding antara pengontrolan sendiri karyawan dengan pengontrolan manajemen; dan ketiga, pemberdayaan karyawan menghasilkan kepuasan karyawan, yang diperlukan dalam pemenuhan kepuasan pelanggan dan perbaikan berkelanjutan.

Terdapat lima variasi dari konstruk pemberdayaan karyawan yang telah diujiAhire, Golhar, dan Walleryaitu :

1. Karyawan bertanggung jawab untuk memeriksa kualitas pekerjaannya.

2. Karyawan didorong untuk menyelesaikan masalah kualitas yang mereka temukan.

3. Karyawan diberikan sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan masalah kualitas yang dihadapi.

4. Bantuan teknis yang tersedia bagi karyawan untuk memecahkan masalah kualitas yang dihadapi.

5. Infrastruktur pendukung (jaringan kerja pemecahan masalah) yang tersedia untuk mengatasi masalah kualitas yang dihadapi karyawan.

2.8 Keterlibatan Aktif Karyawan (Employee Involvement)

Silos (1999) mengatakan bahwa keterlibatan aktif karyawan adalah suatu sistem yang mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam memperbaiki bisnis dengan menggunakan kemampuan kreasi mereka dalam memberikan

(31)

23

saran-saran perbaikan dan dengan membagi keahlian mereka mengenai area kerja di sekitar mereka. Dumond (1995) menemukan bahwa banyak organisasi yang sukses di U.S. yang mempertahankan suatu program perbaikan kualitas secara efektif melalui karyawan dan juga staf manajemen yang harus terlibat pada setiap levelnya.

Menurut Roberts dan Sergesketter dalam Silos (1999), kesuksesan penerapan sistem keterlibatan aktif karyawan memerlukan transformasi kultur yang berlku dalam organisasi, yang sering timbul masalah-masalah potensial pada struktur organisasi. Memang sulit untuk merubah gaya manajamen top-down menjadi gaya manajemen partisipasi terpadu. Dari hasil observasi yang dilakukan didapatkan bahwa keterlibatan aktif karyawan telah dapat meningkatkan kualitas, pengambilan keputusan yang produktif metode kerja yang lebih efisien, meningkatkan keamanan, dan karyawan lebih dapat mengingat pekerjaannya.

Seperti yang dikatakan Oliver dalam Ahire, Golhar, dan Waller (1999) bahwa keterlibatan aktif karyawan mempunyai dampak yang positif pada komitmen karyawan akan kualitas. Penggunaan tim-tim peningkatan kualitas lintas fungsi dan lingkungan kualitas, dibarengi dengan suatu landasan kerja dengan sistem evaluasi dan ganjaran yang tepat untuk proyek-proyek peningkatan kualitas, secara signifikan telah terbukti memperbaiki kualitas. Tim-tim lintas fungsi ini terlibat bersama-sama dalam pengambilan keputusan, mencoba menemukan solusi yang menguntungkan masing-masing yang terlibat, dan berbagi tanggung jawab. Hal penting lainnya adalah komunikasi antara manajer dan karyawan lapis bawah yang terjalin dengan baik, sehingga suara

(32)

24

karyawan dapat didengar dan dimungkinkan sebagai masukan bagi manajer untuk memperbaiki proses yang sedang berjalan. Dari hasil studi Dumond ditemukan bahwa kesuksesan organisasi dalam menjalankan program perbaikan kualitas secara efektif adalah adanya keterlibatan aktif dari karyawan maupun manajemen. Oleh karena itu dorongan, pengawasan, dan ganjaran atas keterlibatan aktif karyawan harus dikembangkan oleh organisasi melalui sistem formal. Sebaliknya, penurunan tingkat dan kualitas keterlibatan aktif karyawan akan menimbulkan ketidakpuasan pekerja.

2.9 Pelatihan Karyawan (Employee Training)

Pemberdayaan dan keterlibatan aktif karyawan tidak akan berjalan efektif kecuali karyawan tersebut telah menjalani pelatihan formal yang sistematik dalam manajemen kualitas. Pelatihan karyawan merupakan faktor terpenting dalam menjamin kualitas produk jika dibandingkan sistem manajemen kualitas dan teknik moderen lainnya. Perusahaan yang ingin mendapatkan keunggulan yang menyeluruh dari sistem manajemen kualitas dan teknologinya, harus memberikan pelatihan yang tepat dan membutuhkan komitmen dari manajemen puncak.

Para karyawan hanya dapat mengerti arti hubungan kualitas, jika mereka telah dilatih dalam konsep-konsep kualitas dan cara penggunaan alat-alat.

Seperti dalam konsep metode manajemen Deming dalam Anderson and Schroeder (1994) butir ke-6, perlunya pengadaan pelatihan kerja untuk mengembangkan keterampilan dan memperkaya intelektual. Ahire, Golhar, dan Waller (1999)mengatakan bahwa hal terpenting yang harus dipahami

(33)

25

perusahaan dalam melihat biaya-biaya pelatihan adalah menganggap itu semua sebagai suatu investasi. Ketersediaan sumber daya yang cukup sangat menunjang pelaksanaan pelatihan. Begitu juga dengan partisipasi berbagai tingkat karyawan dan manajer dalam pelatihan bukan hanya untuk meningkatkan kualitas dalam waktu singkat, tetapi juga untuk menghilangkan jarak antara masing-masing tingkatan, ini akan menolong partisipasi karyawan selanjutnya.

Pelatihan terbaru dalam konsep-konsep kualitas akan membangkitkan partisipasi karyawan dengan memperkuat pengetahuan kualitas pada praktek yang sesungguhnya. Hasil studi Dumond (1995), menggambarkan bahwa pelatihan berperan penting dalam perbaikan kualitas. Seperti yang dikatakan Bakka (1998) bahwa kualitas berada dalam tangan setiap karyawan. Sistem manajemen kualitas dan teknologi hanya merupakan alat untuk mencapainya.

Untuk mencapai pengontrolan kualitas yang menyeluruh, perusahaan harus memberikan karyawan ilmu pengetahuan yang penting, keahlian dan motivasi, serta penjelasan-penjelasan bahwa setiap aktivitas yang mereka kerjakan akan berdampak pada kualitas produk yang mereka hasilkan, sehingga karyawan dapat menggunakan sistem manajemen kualitas dan teknologi sebagai alat untuk mewujudkan kualitas produk. Dukungan aktif manajer juga diperlukan dalam pelatihan karyawan, baik dalam pelatihan secara langsung, maupun penyediaan sumber daya yang cukup.

2.10. Kualitas Produk (Product Quality)

(34)

26

Kualitas atau mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen (Juran : 2001).

Sedangkan Crosby (2003) mutu adalah conformant to requirement yaitu sesuai dengan yang standarkan atau diisyaratkan. Jay Heyzer and Barry Render (2007:253) memberikan definisi mutu (quality) adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar. Walaupun demikian, sebagian orang percaya bahwa definisi kualitas terbagi atas beberapa kategori. Beberapa definisi adalah yang berbasis pengguna. Mereka mengajukan bahwa “kualitas bergantung pemirsa”. Orang pemasaran menyukai pendekatan ini, dan juga pelanggan. Bagi mereka, kualitas yang lebih tinggi, berarti kinerja yang lebih baik, fitur yang lebih baik. Menurut Garvin dalam Ahire, Golhar, dan Waller (1996) terdapat 8 dimensi kualitas dalam mengukur variasi kualitas produk, yaitu:

1. Kinerja produk, yang merupakan karakteristik operasi produk.

2. Fitur, yang merupakan ciri-ciri dan keistimewaan produk.

3. Kesesuaian, yang merupakan tingkat kesesuaian produk terhadap desain dan karakteristik operasi yang biasanya mengacu pada standar kualitas tertentu.

4. Kehandalan, yang merupakan kemungkinan produk tersebut dapat digunakan melebihi dari batas waktu tertentu penggunaannya.

5. Durabilitas, yang merupakan daya tahan produk.

6. Pelayanan, yang merupakan kecepatan, kebaikan, dan kompetensi pelayanan perbaikan.

7. Astetik, yang merupakan keindahan produk yang terlihat, terasa, terdengar.

(35)

27

8. Penerimaan kualitas, yang merupakan persepsi pelanggan atas kualitas produk berdasarkan reputasi perusahaan.

Dari kedelapan variasi tersebut, Ahire, Golhar, dan Waller (1996) hanya menggunakan 4 dimensi, yaitu kinerja, kehandalan, kesesuaian, dan daya tahan produk, untuk menyesuaikan dengan obyek penelitiannya pada industri otomotif.

Dalam penelitian ini, walaupun obyek penelitiannya berbeda, yaitu pada industri handicraft,dimensi yang telah diuji Ahire, Golhar, dan Waller (1996) juga dapat digunakan, karena dinilai masih relevan untuk digunakan

2.11 Manajemen Pemasok

Manajemen Rantai pasokan (supply chain management) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup pembelian dan outsourcing ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan pemasok dengan distributor.

Jay Heyzer and Barry Render (2007: 4 bagian III), manajemen rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menentukan ; transportasi ke vendor, pemindahan uang secara kredit dan tunai, para pemasok, bank dan distributor, uang dan piutang pengusaha, pergudangan dan tingkat persediaan, pemenuhan pesanan, dan berbagi informasi ke pelanggan, prediksi dan produksi.

2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan telaah pustaka dapat diketahui adanya tiga konstruk penerapan TQM pada 3 critical success factors dan konstruk kualitas produk.

(36)

28

selanjutnya dikembangkan suatu model kerangka pemikiran teoritis.

Kerangka pemikiran teoritis ini akan digunakan sebagai acuan kerja dalam menganalisis data selanjutnya.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

H1

H3

2.13 Hipotesis

Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan dan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh: Salaheldin (2009) yang meneliti 139 small- and medium-sized enterprises (SMEs) atau Usaha Kecil Menengah (UKM) pada sektor industri di Qatar. Dalam penelitian ini data dianalisis menggunakan penerapan TQM dengan critical success factors tiga tingkat yang berpengaruh terhadap penerapan TQM. Penelitian yang lain dilakukan oleh Su et al. (2008) telah melakukan penelitian terhadap 151 perusahaan manufaktur dan jasa yang bersertifikat ISO 9001 di Cina. Penelitian juga

Kepemimpinan Budaya organisasi Perbaikan berkelanj Benchmarking Kualitas sasaran

Faktor Strategis

Kebijakan Develop &probsolvi Pemberdaya kary

Faktor Taktis

Kterlibat kary Tekno Informasi Manaj. Pemasok

Desain Produk Pengawasan proses

Faktor Operasion

H2

Orientasi Konsum

Nilai dlm proses

Kualitas Produk

Sikap Karyawan kehandalan

kesesuaian durabilitas

(37)

29

dilakukan oleh James (1996) menyatakan bahwa penerapan menyeluruh dapat dilihat dari beberapa indikator seperti adanya pasar yang mendunia, pemberdayaan dan keterlibatan karyawan secara aktif, adanya tim kerja, responsif, orientasi pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan terhadap kualitas, serta kualitas menjadi tanggung jawab seluruh komponen dalam perusahaan (Warnock, 1996).Anderson (1994) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan dan kelangsungan hidup perusahaan dapat dicapai melalui perbaikan proses, produk, pelayanan, dan juga seluruh karyawan secara berkelanjutan (Continuous Improvement). Das et al. (2008) mengusulkan beberapa instrumen yang dipergunakan untuk mengukur tingkat dan kualitas dalam mengimplementasikan TQM pada industri manufaktur di Thailand.

Maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1: konstruk strategis seperti; kepemimpinan, budaya organisasi, perbaikan berkelanjutan, benchmarking, kualitas sasaran dan kebijakan yang telah dilaksanakan CV. Garuda Bali secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan.

H2: konstruk taktis seperti tim pembangunan dan pemecahan masalah, pemberdayaan karyawan, keterlibatan dan pelatihan, penggunaan teknologi informasi, manajemen pemasok yang telah dilaksanakan CV. Garuda Bali secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan.

H3: konstruk operasional seperti; desain barang dan jasa, pengawasan proses, orientasi konsumen, nilai tambah sumberdaya dalam proses yang telah dilaksanakan CV. Garuda Bali secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap konstruk kualitas produk yang dihasilkan.

(38)

30

(39)

31 BAB III.

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada CV. Garuda Bali yang beralamat di jalan Raya Mas Ubud Gianyar. Lokasi ini dipilih karena perusahaan ini merupakan salah satu manufacturer yang berorientasi ekspor dan telah menerapkan TQM.

3.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Penerapan Total Quality Management (TQM) pada CV. Garuda Bali.

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Konstruk Strategis terdiri atas 5 variabel yaitu Pendahuluan

Jenis dan Sumber Data Populasi dan Sampel

Metode Pengumpulan Data

Teknik Analisis

(40)

32 1. Kepemimpinan (varstra 1) 2. Budaya organisasi (varstra 2) 3. Perbaikan berkelanjutan (varstra 3) 4. Benchmarking (varstra 4)

5. Kualitas sasaran dan kebijakan (varstra 5) 3.4.2 konstruk Taktis terdiri atas 5 variabel

1. Tim pembangunan dan pemecahan masalah (vartak1) 2. Pemberdayaan karyawan (vartak 2)

3. Keterlibatan dan pelatihan (vartak 3) 4. Penggunaan teknologi informasi (vartak4)

5. Manajemen pemasok (vartak 5)

3.4.3 konstruk Operasional terdiri atas 3 variabel 1. Desain barang dan jasa (varop 1)

2. Pengawasan proses (varop 2) 3. Orientasi konsumen (varop 3) 3.4.4 konstruk Kualitas Produk

1) Sikap karyawan atas kinerja yang dihasilkan (varkual1) 2) Kehandalan produk yang dihasilkan (varkual 2)

3) Kesesuaian produk yang dihasilkan dengan spesifikasi rekayasa (varkual 3)

4) Durabilitas (daya tahan) produk yang dihasilkan (varkual 4)

3.5 Definisi Operasional Variabel

(41)

33

Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan, di bawah ini akan disampaikan definisi operasional variabel-variabel sebagai berikut :

3.5.1 Konstruk Strategis diukur dengan menggunakan 5 variabel, yaitu : Kepemimpinan merupakan sikap karyawan atas pernyataan bahwa manajemen puncak mempunyai komitmen untuk mencapai keunggulan melalui kualitas produk yang dihasilkan, untuk itu diperlukan pengarahan perbaikan secara terus menerus (varstra 1); Budaya Organisasi yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa di dalam melaksanakan kegiatan operasional selalu bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang ada (varstra 2); Perbaikan berkelanjutan yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa didalam melaksanakan tugas selalu melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dikerjakan dan tetap berusaha mencari cara-cara operasional yang mengarah pada perbaikan kualitas (varstra 3);

Benchmarking yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa karyawan selalu membandingkan kualitas produk yang telah dicapai dengan produk yang dihasilkan oleh pesaing (varstra 4); Kualitas Sasaran dan Kebijakan yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa di dalam berproduksi selalu mengacu pada standar kualitas yang ditetapkan perusahaan dan kebijakan – kebijakan yang menyertainya (varstra 5).

3.5.2 Konstruk Taktis

Diukur dengan menggunakan 5 variabel, yaitu Tim Pembangunan dan Pemecahan Masalah adalah merupakan sikap karyawan atas pernyataan bahwa tim-tim lintas fungsi sering digunakan didalam memecahkan permasalahan kualitas (vartak1); Pemberdayaan karyawan sikap karyawan atas pernyataan

(42)

34

bahwa karyawan telah diberikan tanggung jawab memeriksa kualitas pekerjaannya, diberikan sumberdaya, bantuan teknis yang cukup untuk menyelesaikan masalah kualitas yang dihadapi (vartak 2); Keterlibatan dan Pelatihan yaitu pernyataan bahwa tim-tim lintas fungsi sering digunakan, semua saran karyawan telah diterima dan ditindaklanjuti dan sikap karyawan atas pernyataan bahwa sumber daya untuk pelatihan kualitas karyawan telah tersedia (vartak 3); Penggunaan teknologi informasi yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa sumberdaya teknologi informasi tersedia di perusahaan (vartak 4);

Manajemen Pemasok yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa masalah hubungan dengan pemasok telah ditangani dengan baik oleh perusaahaan (vartak 5).

3.5.3 Konstruk Operasional

Diukur dengan menggunakan 3 variabel : Desain Barang dan Jasa yaitu sikap karyawan terhadap pernyataan bahwa di perusahaan terdapat bagian yang khusus menangani masalah desain barang dan jasa (varop 1); Pengawasan Proses yaitu sikap karyawan atas pernyataan bahwa pengawasan terhadap keseluruhan proses produksi selalu dilakukan dengan baik (varop 2); Orientasi Konsumen merupakan sikap karyawan terhadap pernyataan bahwa didalam mendesain dan berproduksi barang selalu berorientasi pada keinginan dan kepuasan konsumen (varop 3).

3.5.4 Konstruk kualitas produk

Diukur dengan menggunakan 4 variabel, yaitu sikap karyawan atas kinerja yang dihasilkan (varkual1); kehandalan produk yang dihasilkan (varkual2); kesesuaian

(43)

35

produk yang dihasilkan dengan spesifikasi rekayasa atau ketetapan standar kualitas tertentu (varkual3); dan durabilitas (daya tahan) produk yang dihasilkan (varkual4).

3.6 Jenis dan Sumber data 3.6.1 Jenis data

1) Data kuantitatif, yaitu data yang dapat dihitung dan berupa angka- angka seperti data jumlah populasi, jumlah sample, jumlah kerusakan produk.

2) Data kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka-angka melainkan bersifat keterangan yang dapat memberikan gambaran terhadap permasalahan kualitas yang dibahas dalam penelitian ini.

3.6.2 Sumber data

1) Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh di lapangan dan untuk pertama kalinya dicatat dan diamati melalui penyebaran kuesioner.

2) Data skunder, yaitu data yang sudah dikumpulkan terlebih dahulu oleh pihak lain.

3.7 Penentuan Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasi penelitian diambil dari karyawan CV. Garuda Bali diseluruh tahapan proses produksi dari sejak bahan baku sampai menjadi produk

(44)

36

jadi dan kesalahan dalam pengiriman produk. Jumlah populasi yaitu sebesar 78 orang.

Penentuan sample dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan tujuan atau target tertentu. Kriteria sampelnya yaitu:

1) Responden adalah karyawan pada tingkat operator

2) Responden adalah karyawan minimal telah bekerja 2 tahun

3) Responden adalah karyawan yang direkomendasi untuk diwawancara oleh atasannya. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Rao (1996) sebagai berikut:

)2

( n 1

moe N

N +

= ……….(1)

Keterangan:

n = jumlah sampel N= jumlah populasi

moe=margin of error max, yaitu tingkat kesalahan maksimum yang dapat ditoleransi.

Berdasarkan rumus Rao dengan moe=0,05 didapat nilai n = 66. Jadi sampel dalam penelitian ini 66 orang

3.8 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi.

1) Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan karyawan atau pimpinan yang berhubungan dengan penelitian.

(45)

37

2) Observasi, pengumpulan data primer dengan cara mengamati orang- orang , tindakan-tindakan untuk memperoleh informasi tentang fenomena yang diteliti.

3.9 Teknik Analisis Data

3.9.1 Uji Instrumen Penelitian

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menguji instrumen penelitian, dimana instrumen yang digunakan dalam penelitian akan dapat berfungsi dengan baik apabila instrumen tersebut valid dan reliabel. Instrumen yang baik akan mampu mengumpulkan data yang benar – benar menggambarkan fenomena yang ada.

a) Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu data yang di dapatkan dari instrument yang dapat mengukur dari apa yang diukur misalkan pada suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Hasil penelitian yang valid apabila terdapat suatau kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada pada objek yang diteliti. (Ghozali, 2012: 52). Untuk mengukur variabel kepuasan nasabah jawaban responden dikatakan valid apabila item - item dalam kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur dalam kuesioner tersebut.

Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item yaitu mengkolerasi sekor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skorb butir.

(46)

38

Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat tersebut adalah r = 0,3. (Sugiyono, 2012:188)

b) Uji Reliabilitas

Instrument yang reliabel adalah instrument yang apabila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2012 : 173). Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan SPSS. Suatu variabel dikatakan reliabel apabila r alpha > r tabel. Menurut Sugiyono (2012:189) suatu instrument dikatakan reliabel apabila harga korelasi ( r )di atas 0,6 atau nilai alpha Cronbach ≥ 6.

c) Analisis faktor konfirmatori

Analisis Faktor digunakan untuk mengkonfirmasi teori apakah variabel terukur mampu menjelaskan variabel yang dibentuk (Utama, 2009:147). Nilai – nilai yang digunakan untuk menguji validitas dalam analisi faktor adalah seperti berikut:

Tabel 3.1. Nilai Validitas Variabel

Nilai Validitas Cut - Off - Value

KMO (Kaiser Meyer Olkin) ≥ 0,50

X2 (Chi Square) Diharapkan besar

Significance Probability < 0,05

Eigen Value >1,00

Varians kumulatif ≥ 60 %

Anti Image ≥ 0,50

Sumber : Utama, 2009: 150

(47)

39 3.9.2 Analisis regresi berganda

Analisis regresi berganda bertujuan untuk dapat melakukan prediksi , dimana memperkirakan nilai pengaruh dari variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y). Bentuk umumnya :

Y = b1X1 + b2X2 + b3X3 + e ……….…………(2) Dimana :

Y : Kualitas Produk (variabel terikat)

X1: Pemberdayaan Karyawan(variabel bebas) X2: Keterlibatan aktif karyawan (variabel bebas) X3: Pelatihan karyawan (variabel bebas)

b1: Koefisien regresi variabel Kualtias Produk

b2: Koefisien regresi variabel Keterlibatan aktif karyawan b2: Koefisien regresi variabel Pelatihan karyawan

e :error

a. Uji asumsi klasik 1) Uji multikolinearitas

Penelitian ini menggunakan alat uji regresi berganda, dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independennya.

Untuk menguji apakah terdapat korelasi diantara variabel bebas (independen) maka perlu melakukan Uji Multikoloniaritas. Dapat juga dilihat dari nilai tolerance ≤ 0,1 dan nilai variance Inflation Factor (VIF) ≥ 10 menunjukan terdapat gejala miltikoloniaritas (Suyana, 2012:106).

(48)

40 2) Uji heteroskedastisitas

Uji ini untuk melihat apakah dalam model regresi memiliki ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Hal ini dapat dilihat dari grafik plot dimana jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastiditas. Selai itu uji ini juga dapat menggunakan uji glejser jika variable independen signifikan secara statistik mempengaruhi variable dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. (Ghozali, 2012:139).

3) Uji normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable residual mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Kita dapat melihatnya dari normal probability plot apabila data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tersebut berdistribusi normal, selain itu juga dapat dilihat dari besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov yang signifikan (Ghozali, 2012:141).

b. Uji Ketepatan Model Regresi (Uji F)

Uji ketepatan model regresi atau uji F adalah uji pengaruh keseluruhan variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji ketepatan model regresi dapat dilakukan dengan menggunakan statistik F (Wirawan, 2002: 292).

1. Formulasi hipotesis

Ho : b1,b2,b3 = 0: tidak ada pengaruhsecara simultan terhadap variabel strategis, taktis dan operasional terhadap kualitas produk.

(49)

41

H1 : b1,b2,b3 > 0: ada pengaruhsecara simultan terhadap variabel strategis, taktis dan operasional terhadap kualitas produk.

.

2. Menentukan tingkat signifikansi α = 5% = 0,05

3. Kriteria pengujian Ho diterima jika sig. F ≥ 0,05 Ho ditolak jika sig. uji F < 0,05

4. Perhitungan

………(3) Analisis dibantu dengan software SPSS

5. Menarik kesimpulan.

2) Uji signifikansi pengaruh masing-masing variabel bebas (uji t) Tahap-tahap yang digunakan dalam uji t (Wirawan, 2002: 288) :

1. Formulasi hipotesis

Ho : βi = 0, variabel bebas i tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas produk.

H1 : βi > 0, variabel bebas i berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas produk.

2. Menentukan tingkat signifikansi α = 5 % atau 0.05

3. Kriteria Pengujian

Ho diterima jika sig. uji t ≥ 0,05

(50)

42 Ho ditolak jika sig. uji t < 0,05

4. Mencari t hitung

………. (4) Nilai t hitung dihitung dengan bantuan program SPSS.

5. Menarik kesimpulan

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran Teoritis
Tabel 3.1. Nilai Validitas Variabel
Tabel  4.2  Rekapitulasi  Hasil  Uji  Validitas  Instrumen  Penelitian  untuk  Variabel  Taktis
Tabel  4.1  Rekapitulasi  Hasil  Uji  Validitas  Instrumen  Penelitian  untuk  Variabel  Strategi
+7

Referensi

Dokumen terkait