Pemikiran Ekonomi pada Masa Rasulullah
A. Kebijakan awal pemerintahan Islam di Madinah
1. Mendirikan masjid sebagai forum ummat Islam (Islamic Center) 2. Menetapkan pasar sebagai sentral pembangunan negara
3. Merehabilitasi kaum Muhajirin melalui ukhuwah dengan kaum Anshar 4. Menyusun konstitusi negara, yang menyatakan kedaulatan Madinah
sebagai negara; di dalamnya ditegaskan:
@ Hak dan kewajiban setiap warga negara, baik muslim maupun non muslim
@ Tanggungjawab setiap warga negara
@ Sistem pertahanan
5. Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara, berdasarkan nilai-nilai Al-Qur’an, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan
@ Menghapus riba
@ Larangan najasy
@ Larangan bai’ ba’dh ‘ala ba’dh
@ Larangan talaqqi ar rukban / talaqqi al jalab
@ Larangan ihtikar dan iktinaz
@ Kerja sama muzara’ah
B. Kebijakan Fiskal
1. Sistem ekonomi, berdasarkan prinsip-prinsip Al Qur’an a. Tauhid
b. Khilafah
c. Kepemilikan tidak mutlak
d. Kekayaan harus diputar, tidak boleh ditimbun e. Larangan eksploitasi (larangan riba)
f. Distribusi kekayaan/ekonomi melalui sistem warisan (wasiat) g. Distribusi ekonomi melalui sedekah
2. Keuangan dan pajak
a. Sumber pendapatan negara 1). Dari kaum muslim
a). Zakat (fithri dan mal) f). Nawaib
b). ‘Ushr (5% - 10%) g). Amwal fadhilah c). ‘Ushr (2%) h). Khums
d). Wakaf e). Sedekah
2). Dari non-muslim a). Kharaj
b). Jizyah
c). ‘Ushr (bea cukai perdagangan = 5%)
3). Umum
a). Ghanimah b). Fai
c). Tebusan tawanan perang non muslim
d). Pinjaman untuk pembebasan kaum muslimin e). Hadiah
b. Pengeluaran negara
Primer Sekunder
• Pembiayaan pertahanan
• Pendistribusian zakat dan ‘ushr
• Gaji bagi imam, mu’adzin, guru, pejabat dll.
• Pembayaran upah sukarelawan
• Pembayaran utang negara
• Bantuan untuk musafir
• Bantuan untuk yang belajar agama
• Hiburan para tamu/delegasi
• Hadiah untuk pemerintah neg.
lain
• Pembebasan budak
• Pembayaran denda bagi yang terbunuh tanpa sengaja
• Pembayaran utang muslim miskin yang meninggal
• Tunjangan untung kerabat Rasul
• Tunjangan untuk orang miskin
• Pengeluaran untuk kebut. rumah tangga Rasul (dalam jumlah
minim)
• Persediaan untuk kebut. darurat
C. Institusi Keuangan Negara
Baitul Mal (abad ke-7H)
→ sebagai tempat penyimpanan seluruh aset negara sebelum didistribusikan, kecuali yang berupa ternak
KEPEMILIKAN (Ownership)
• Pengertian
Kepemilikan adalah hak yang dimiliki manusia terhadap aset/harta/ barang yang diizinkan bagi seseorang untuk
memanfaatkan dan mengalokasikan tanpa batas hingga terdapat alasan yang melarangnya (Abdul Salam al Abadi)
Tanpa batas dalam pengertian ini tidak berarti, bahwa manusia memiliki hak mutlak untuk menggunakan barang dalam
kepemilikannya menurut selera pribadi, melainkan harus sesuai dengan ketentuan syara’, karena kepemilikan harta pada
esensinya hanya titipan dari Allah dan bersifat sementara.
Ketentuan yang membatasi kepemilikan seseorang bertujuan memberikan perlindungan agar tidak terjadi persoalan mendasar:
1. Penguasaan harta secara berlebihan dan tidak terbatas.
2. Kemiskinan dan efek negatifnya, baik dalam skala individu maupun sosial.
• Pembagian Kepemilikan 1. Kepemilikan umum 2. Kepemilikan khusus Ad.1
Kepemilikan umum mengandung makna ketentuan syar’i yang terkandung pada suatu barang atau kegunaan yang menuntut adanya kesempatan seluruh manusia secara umum atau salah seorang di antara mereka untuk memanfaatkan.
Kepemilikan umum ini dapat disamakan pengertiannya dengan kepemilikan negara, yaitu nilai kegunaan yang berkaitan dengan semua kewajiban negara kepada rakyatnya, termasuk bagi non muslim (Al Khailani)
Kepemilikan umum atau kepemilikan negara ini kegunaan barang diperuntukkan bagi semua orang dan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
• Tujuan Kepemilikan Umum
1. Pelayanan yang mempunyai fungsi sosial
Peruntukan ini terkait, baik dengan kebutuhan primer maupun kebutuhan lain semua manusia. Islam sangat memperhatikan pelayanan umum ini, sebagaimana Rasulullah menegaskan: “kaum muslimin
bersekutu dalam 3 barang, yaitu: air, rumput dan api”.
2. Jaminan pendapatan negara
3. Pengembangan dan penyediaan semua jenis pekerjaan produktif bagi masyarakat yang membutuhkan
4. Kerjasama antar negara untuk mewujudkan kemakmuran bersama
5. Investasi
• Sumber-sumber kepemilikan umum 1. Wakaf
2. Proteksi (perlindungan) pemerintah 3. Kebutuhan pokok (sumber daya alam) 4. Barang-barang tambang
5. Pantai, laut, padang pasir, gunung dan tanah mati 6. Ash Shawafi
7. Istana dan bangunan (bersejarah)
• Pengelolaan Kepemilikan Umum 1. ...
2. ...
3. ...
4. dst.
NB.
• Slide kelima ini sebagai tugas individu (tidak dikumpul)
• Silakan diisi beberapa bentuk atau model pengelolaan dari kepemilikan umum.
• Kepemilikan khusus
Adalah ketentuan syar’i yang diberlakukan untuk memberikan hak bagi manusia atau seseorang dalam kepemilikan benda atau manfaat serta hak untuk membelanjakannya tanpa ada sesuatu yang melarang.
Dengan kata lain, kepemilikan semacam ini dimaksudkan agar manusia memiliki hak atas harta, hasil usaha, hak pemanfaatan dan hak
membelanjakannya sesuai dengan fungsinya tanpa meninggalkan aturan pokok dalam ekonomi Islam.
• Tujuan kepemilikan khusus
1. Meningkatkan kerja sama internasional melalui kerjasama antar individu dan kelompok non pemerintah
2. Merealisasikan kebaikan, kemakmuran dan kemanfaatan umum melalui persaingan sehat antar produsen
3. Memenuhi kebutuhan fitrah manusia akan harta untuk memenuhi kebutuhan dharuriy, hajiy dan tahsiniy sesuai dengan ketentuan syara’.
• Jenis-jenis kepemilikan khusus 1. Kepemilikan pribadi
2. Kepemilikan perserikatan (organisasi) 3. Kepemilikan kelompok
• Sebab-sebab kepemilikan pribadi 1. Bekerja
2. Berusaha menguasai barang-barang mubah/halal 3. Perpindahan kepemilikan tanpa transaksi
4. Perpindahan kepemilikan dengan sebab transaksi tijarah
• Batasan dalam kepemilikan khusus
1. Dalam mendapatkannya dilakukan dengan jalan legal
2. Tidak membahayakan atau menimbulkan mudharat bagi orang atau kelompok, baik dalam proses
kepemilikan, pengalokasian dan pemanfaatan barang.
3. Tetap menjaga kepentingan umum (dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi)
4. Alokasi kepemilikan secara tepat.
• Kewajiban dalam kepemilikan khusus
1. Memberikan kepada orang yang berada dalam tanggungannya.
2. Memberikan kepada yang berhak melalui zakat 3. Memberikan kepada yang berhak dengan jalan
selain zakat
A. Produksi
1. Pengertian
→ Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda sehingga
lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
→ Produksi adalah proses mengubah sumber-sumber dasar ke dalam barang jadi atau proses input
diolah menjadi output.
Proses dalam produksi tersebut harus sesuai dengan prinsip- prinsip produksi dalam Islam.
2. Motivasi Produksi dalam Islam
a. Produksi merupakan pelaksanaan fungsi manusia sebagai khalifah.
→ QS. 2 (30)
Salah satu fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi dan pembawa rahmat lil ‘alamin, sebagai pengelola sumber- sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sementara sumber-sumber
daya tersebut adalah amanah Allah yang diberikan kepada manusia agar dimanfaatkan untuk kesejahteraan.
→ QS. 2 (29)
b. Berproduksi merupakan ibadah
→ ada dasar atau nash, baik Al- Qur’an maupun Sunnah.
: QS. An- Naba’: 11, QS. 7: 10 dll.
c. Produksi merupakan sarana pencapaian kehidupan akhirat
3. Tujuan Produksi
a. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin
b. Merealisasikan kecukupan kebutuhan individu dan keluarga
c. Mengeksplorasi, mengembangkan serta
memanfaatkan sumber-sumber ekonomi (produksi)
M. Nejatullah Shiddiqi → tujuan produksi dalam Islam adalah:
1. Memenuhi kebutuhan diri secara wajar 2. Memenuhi kebutuhan masyarakat
3. Kebutuhan masa depan
4. Kebutuhan generasi yang akan datang
5. Pelayanan terhadap masyarakat (melalui kegiatan sosial dan infak fi sabilillah)
4. Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam a. Motivasi berdasarkan keimanan b. Berasaskan manfaat dan maslahat c. Mengoptimalkan kemampuan akal d. Keseimbangan (tawazun)
e. Menghindari praktik produksi yang haram f. Optimis
5. Bidang-bidang Produksi a. Perdagangan (tijarah)
b. Pertanian dan perkebunan (zira’ah) c. Industri (shina’ah)
6. Faktor-faktor Produksi a. Asset/modal
b. Manusia (human resources) c. Manajemen
B. KONSUMSI 1. Pengertian
→ Konsumsi = permintaan (Mannan)
→ Konsumsi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup.
→ Konsumsi ialah suatu aktivitas atau kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
→ Perilaku konsumsi adalah aktivitas seseorang dalam hubungannya dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan dan pengevaluasian produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan.
Read: QS. 2 (172), QS. 5 (4,)
2. Tujuan Konsumsi
a. Untuk mewujudkan tanggungjawab individu terhadap kemakmuran dan kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat.
b. Untuk mewujudkan tanggungjawab (bagi negara) terhadap warga negara yang miskin dan terlantar.
c. Untuk meminimalisasi tindakan yang melanggar dalam pemenuhan kebutuhan.
4. Prinsip-prinsip Konsumsi Muslim a. Prinsip umum
1). Memperhatikan tujuan konsumsi
Tidak hanya untuk mendapatkan kepuasan dari pemanfaatan barang konsumsi, akan tetapi
aktivitas konsumsi tidak bisa dilepaskan dalam kerangka ibadah.
2). Memperhatikan kaidah “halalan thayyiban”
b. Prinsip kualitas-kuantitas
1). Sederhana (tidak mewah) 2). Tidak berlebihan (ishraf) 3). Tidak boros (tabdzir)
4). Kesesuaian antara pendapatan dan pengeluaran
c. Prinsip prioritas
1). Konsumsi untuk nafkah diri, keluarga dan kerabat 2). Konsumsi untuk dibelanjakan di jalan Allah (zakat,
shadaqah dll.)
d. Prinsip moralitas (etika) 3. Klasifikasi kebutuhan
a. Kebutuhan primer (dharuri) b. Kebutuhan sekunder (hajji) c. Kebutuhan tersier (tahsini)
C. DISTRIBUSI
@ Pemasaran
→ promosi
→ persaingan
→ kemungkinan monopoli
@ Transaksi
→ kerjasama
→ jual beli, sewa menyewa, gadai dll.
Prinsip-prinsip
@ dilarang menipu
@ dilarang melakukan akad illegal
@ dilarang mencegat barang sebelum sampai pasar
@ dilarang menimbun barang
@ dilarang monopoli perdagangan
M. Anas Zarqa’ prinsip-prinsip distribusi:
@ Pemenuhan kebutuhan bagi semua makhluk
@ Menmbulkan efek positif bagi pemberi
@ Mewujudkan kebaikan bagi semua orang, baik kaya maupun miskin
@ Mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan
@ Memberikan harapan lebih baik kepada orang lain
Distribusi kekayaan
@ zakat
@ infak
@ shadaqah
@ instrumen lain: ghanimah, fai, jizyah, kharaj
Aktivitas Ekonomi
Produksi
Konsums Distribus i
i
PASAR DAN HARGA KESEIMBANGAN
I. Definisi Pasar
adalah tempat bertemu antara penjual dan pembeli yang saling mengadakan transaksi jual beli (definisi secara sempit)
Pasar sebagai tempat, yakni tempat bertemunya produsen (penjual) dengan konsumen (pembeli).
Pasar sebagai interaksi permintaan dan penawaran, yakni pasar sebagai aktivitas transaksi jual beli.
Pasar sebagai sekelompok masyarakat yang memiliki kebutuhan (terhadap barang dan jasa) dan daya beli (kemampuan untuk
membeli).
Dalam pasar tercakup di dalamnya perilaku pasar, yakni perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh pelaku pasar atau pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa.
▪ Skema
Pasar
Produ sen
Harga
Konsu men Harga
II. Etika Perilaku Pasar
▪ Ibnu Taimiyah dalam “Majmu’ Fatawa” menjelaskan, bahwa etika perilaku pasar merupakan prinsip-prinsip pasar yang efisien, antara lain:
1. Larangan curang dan penipuan
Dalam hadits dijelaskan, bahwa Rasulullah pernah melewati wadah (di pasar) yang berisi makanan, kemudian beliau memasukkan tangan ke dalamnya, ternyata jari-jari beliau menyentuh sesuatu yang
basah; kemudian beliau bertanya: “Apakah ini wahai pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab:
“Terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau
mengatakan: “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar daapt dilihat orang lain. Barang siapa yang mencurangi kami, maka ia bukan golongan kami.”
(HR. Muslim)
▪ Bentuk-bentuk kecurangan:
@ Menyembunyikan cacat barang
@ Mengurangi timbangan/ukuran
@ Menginformasikan kualitas barang yang tidak sesuai
@ Dll.
2. Larangan akad-akad illegal
@ Akad yang mengandung riba, baik riba nasi’ah maupun riba fadhl
@ Akad yang mengandung judi
@ Akad yang mengandung gharar
@ Akad mulamasah
@ Akad munabadzah
@ Akad najasy
@ Akad dengan objek barang najis
@ Akad terpaksa (kecuali dalam keadaan tertentu)
3. Larangan mencegat barang sebelum sampai pasar Ibnu Taimiyah menekankan larangan tersebut kepada
produsen yang mencegat pedagang di pinggir kota dengan pertimbangan mendapatkan keuntungan dari ketidaktahuan pedagang mengenai harga pasar.
Akibat pencegatan:
@ menimbulkan kesenjangan pendapatan, terutama antara penduduk desa dan kota (terkait dengan komoditas
tertentu).
@ daya beli masyarakat desa akan
berkurang terhadap produksi masyarakat kota, yang pada akhirnya masyarakat desa akan mengalami perlambatan peningkatan kesejahteraan ekonomi dibandingkan penduduk kota.
@ barang menjadi jarang/langka di pasaran
@ harga melonjak, tidak saja harga barang yang ditimbun melainkan juga barang-barang selainnya.
4. Larangan menimbun barang (ihtikar)
Menimbun adalah tindakan dengan sengaja membeli bahan makanan/komoditas yang dibutuhkan manusia dalam secara besar-besaran, untuk kemudian
menahannya dan menjualnya kembali pada saat harga naik.
Rasulullah bersabda: “ia yang menimbun adalah orang yang berdosa.” (HR. Muslim)
“Barang siapa mempengaruhi harga bahan makanan kaum muslimin sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk melemparkannya ke dalam tempat yang bessar di neraka nanti di hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Akibat penimbunan:
@ barang menjadi jarang/langka di pasaran
@ harga melonjak, tidak saja harga barang yang ditimbun melainkan juga barang-barang selainnya
@ tingkat konsumsi masyarakat menurun
@ tingkat produksi berkurang
▪ Objek ihtikar
Apakah hanya terbatas pada bahan makanan pokok ? Ada beberapa pendapat:
Pertama, ihtikar hanya khusus pada makanan pokok (madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali).
Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab:
“Barang siapa yang menimbun makanan pokok kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan kepadanya penyakit kusta dan perdagangannya akan bangkrut.” (HR. Ibnu Majah)
Imam an Nawawi:
“Menurut para ulama hikmah diharamkan menimbun adalah untuk tidak menyulitkan khalayak manusia. Seseorang yang memiliki makanan pokok dalam jumlah besar, sedangkan orang-orang berada dalam musim sulit dan sangat butuh makanan pokok, maka pemilik makanan yang berlebih tersebut boleh dipaksa pihak yang berwenang untuk menjualnya agar kesulitan orang banyak dapat teratasi.
Tanggapan:
Kata makanan pokok yang disebutkan dalam hadits tidak dapat dipahami, bahwa selain
makanan pokok boleh ditimbun, karena dalam ushul fikih hal ini disebut mafhum laqab; dan mafhum laqab ini tunjukan maknanya tidaklah kuat, sehingga objek ihtikar tidak terbatas,
apapun barang yang merupakan kepentingan umum.
Kedua, Objek ihtikar mutlak apapun jenis barangnya (madzhab Maliki).
Pendapat kedua ini dinilai lebih kuat, sesuai dengan hikmah pelarangan ihtikar, yakni tidak merugikan orang banyak. Untuk itu, maka apapun kebutuhan orang banyak tidak boleh ditimbun, seperti bahan bakar, bahan bangunan, dll.
5. Larangan monopoli
Monopoli perdagangan adalah perilaku produsen membuat komitmen untuk menjual bahan makanan atau barang-
barang lain kepada pihak-pihak tertentu saja; demikian juga melarang bagi produsen lain untuk menjual barang
tersebut.
III. Harga Keseimbangan dalam Islam
▪ Konsep Islam:
@ Harga ditentukan oleh keseimbangan antara permintaan dan penawaran.
@ Keseimbangan terjadi apabila antara penjual dan pembeli bersikap saling merelakan.
@ Kerelaan tersebut ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam mempertahankan kepentingannya atas barang tersebut.
@ Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual
untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli dan kemampuan pembeli untuk
mendapatkan harga tersebut dari penjual.
▪ Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap harga
Ibnu Taimiyah mencatat beberapa faktor:
@ Keinginan masyarakat atas suatu jenis barang.
@ Perubahan jumlah barang tergantung pada jumlah permintaan. Jika permintaan terhadap suatu jenis
barang meningkat maka harga akan naik, demikian juga sebaliknya.
@ Keadaan tersebut akan berpengaruh menguat atau melemahnya tingkat kebutuhan atas barang karena meluasnya jumlah dan ukuran dari kebutuhan.
@ Jenis pembayaran (uang ) yang digunakan dalam pembayaran, jika yang digunakan sudah umum
digunakan, maka harga akan lebih rendah daripada jika membayar dengan uang yang jarang ada di peredaran.
Intervensi pemerintah dalam penetapan harga
▪ Pada masa Rasululullah tidak pernah ada kebijakan penetapan harga, meskipun masyarakat menginginkan.
Hadits yang diriwatkan oleh Abu Hurairah:
“Ada seorang laki-laki datang lalu berkata: “Ya Rasulallah tetapkanlah harga ini, maka beliau menjawab: “tidak”, justru biarkanlah saja” kemudian beliau didatangi oleh laki-laki yang lain dan mengatakan: ya Rasulullah, tetapkanlah harga ini, maka beliau menjawab: “tidak”, tetapi Allah-lah yang berhak menurunkan dan menaikkan harga.”
Pada masa Rasul, harga terjadi secara alami, yakni ketika ada kesepakatan antara penjual dan pembeli.
▪ Pada masa Umar bin Khattab, beliau sebagai khalifah melakukan intervensi dalam penentuan harga, yakni dengan menentukan harga wajar. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak merugikan pedagang dan tidak pula memberatkan konsumen.
Intervensi yang lain, dengan menahan pelaku penimbunan, apabila kelangkaan barang disebabkan karena
penimbunan. Sedangkan pada saat kelangkaan barang, maka penguasa harus mengadakan pengadaan barang yang langka tersebut.
Dengan demikian selalu ada pengawasan (kontrol) dari penguasa.
▪ Ulama madzhab Hanbali dan Syafi’i menyatakan, bahwa pemerintah tidak mempunyai hak/wewenang untuk
menetapkan harga. Demikian juga Ibnu Qudamah sebagai salah seorang ulama madzhab Hanbali. Masyarakat memiliki kebebasan dalam menjual barang dengan harga yang mereka sepakati.
Dasar yang mereka pegangi adalah hadits tersebut di atas
▪ Adiwarman Karim, menyatakan kebolehan intervensi pemerintah dalam penetapan harga.
Alasan:
1. Intervensi harga menyangkut kepentingan masyarakat 2. Kalau tidak ada intervensi, maka produsen/penjual
menaikkan harga dengan cara ihtikar.
3. Pembeli biasanya mewakili kelompok masyarakat luas, sedangkan penjual mewakili kelompok masyarakat yang lebih kecil. Artinya, intervensi harga harus dilakukan
secara proporsional dengan melihat realitas tersebut.