MEMBENTUK KARAKTER QUR’ANI PADA ANAK USIA DINI
A. Pendahuluan
Usia dini merupakan periode emas tumbuh kembang anak. Orangtua merupakan role model bagi pendidikan karakter anak diusia dini. Selama ini, seringkali para orang tua mendefinisikan kecerdasan anak dengan memiliki kemampuan intelektual (intelligence quotient) tinggi, padahal kecerdasan yang sesungguhnya bukan hanya bertumpu pada kecerdasan intelektual ansich.
Kecerdasan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, kecerdasan intelektal (intelligence quotient), kecerdasan emosional (emotional quotient) dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Untuk membentuk generasi yang paripurna kecerdasannya sebagaimana harapan Islam, mutlak diperlukan keseimbangan di antara ketiganya. Dengan demikian, orangtua selain memperhatikan kecerdasan intelektual, juga harus memperhatikan kecerdasan emosional dan spiritual untuk membentuk karakter islami si anak sejak usia dini.
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup bagi orang-orang bertakwa (hudan li al- muttaqin), memberikan solusi kepada para orangtua tentang cara membentuk karakter qur’ani pada anak usia dini. Tujuan dari tulisan ini adalah mengungkapkan pandangan al-Qur’an tentang cara, langkah dan proses pembentukan karakter pada anak usia dini.
Tulisan ini diperlukan agar masyarakat memperoleh referensi yang dapat memberi pencerahan tentang pembentukan karakter qur’ani pada anak usia dini menurut al-Qur’an. Manfaat lainnya dapat dirasakan dengan mengambil ibrah (pelajaran) berdasarkan konsepsi al-Qur’an tentang cara, langkah dan proses pembentukan karakter qur’ani pada anak usia dini. Untuk menghasilkan tulisan sebagaimana diharapkan, maka penulis menggunakan metode integratif-induktif dengan menggabungkan perspektif al-Qur’an dengan temuan-temuan psikologi, saintifik dan neorosains melalui kajian tematik.
B. Definisi Karakter Qur’ani dan Anak Usia Dini 1. Karakter Qur’ani
Karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan atau watak.1 Di dalam tesaurus bahasa Indonesia, karakter dapat dikatakan kepribadian (personality).2 Kepribadian dalam Islam disebut juga dengan term ةيصخشلا. Syakhshiyat berasal dari kata صخششش yang berarti pribadi. Kata syakhshiyat diberi ي nisbat dan menjadi kata benda buatan (يعانص ردصم), sehingga berarti kepribadian.3
Kepribadian dalam Islam adalah suatu corak studi mengenai citra dan keunikan tingkahlaku manusia berdasarkan pendekatan psikologis yang diasumsikan dari nilai-nilai universalitas Islam yang bertujuan untuk meningkatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dalam relasinya dengan alam, sesamanya dan pada sang khalik.4
Para psikolog juga memandang kepribadian sebagai struktur dan proses psikologis yang tetap, menyusun pengalaman-pengalaman individu serta membentuk berbagai tindakan dan respons individu terhadap lingkungan tempat hidup.5 Dalam masa pertumbuhannya, kepribadian bersifat dinamis, berubah-ubah dikarenakan pengaruh lingkungan, pengalaman hidup, atau pendidikan.
Kepribadian tidak terjadi secara serta merta, tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang.6
Menurut teori kepribadian Islam, manusia terbagi ke dalam tiga komponen utama, yaitu: 1) kepribadian muthmainnah; 2) kepribadian lawwamah; 3) kepribadian amarah. Allah berfirman:
1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 682.
2 Tim Redaksi, Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 386.
3 Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, (Jakarta:
Darul Falah, 1999), hal. 127.
4 Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam… hal. 133.
5 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 359.
6 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 186.
ٌقِبا َششس ْمُهْنِمَو ٌد ِششصَتْقُم ْمُهْنِمَو ِه ِششسْفَنِل ٌمِلاششَظ ْمُهْنِمَف ...
:رطاف) ...ِهّللا ِنْذِإِب ِتاَرْيَخْلاِب 32
(
Artinya: …Maka di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, ada pula yang tengah-tengah. Dan ada pula yang terlebih dahulu berbuat kebajikan dengan izin Allah... (Q.S. Fathir(35):32)
Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang didominasi oleh daya kalbu yang dibantu oleh daya akal dan daya nafsu. Bantuan daya akal lebih banyak daripada bantuan daya nafsu. Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang didominasi oleh daya akal yang dibantu oleh daya kalbu dan nafsu. Bantuan daya kalbu sama kuatnya dengan bantuan daya nafsu. Sedangkan kepribadian amarah adalah kepribadian yang didominasi oleh daya nafsu yang dibantu oleh daya akal dan kalbu. Bantuan daya akal lebih kuat dari pada bantuan daya kalbu.
Tiga potensi kejiwaan tersebut merupakan sub-sistem fitrah manusia yang dapat membentuk kepribadian secara bergantian atau bersamaan mendominasi tingkah lakunya
Adapun kata qur’ani berasal dari kata Qur’an. KBBI mengartikan kata qur’ani sebagai sifat atau bersangkut paut dengan qur’an.7 Jadi, yang dimaksud karakter qur’ani pada tulisan ini adalah kepribadian (tingkah laku) seseorang yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an.
2. Anak Usia Dini
Anak usia dini terdiri atas tiga kata: anak, usia dan dini. Kata anak menurut etimologi adalah keturunan yang kedua atau manusia yang masih kecil,8 kata usia berarti umur,9 dan kata dini berarti pagi sekali dan sebelum waktunya.10 Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi
7 Tim Redaksi, Kamus Besar …, hal. 1241.
8 Tim Redaksi, Kamus Besar …, hal. 57.
9 Tim Redaksi, Kamus Besar…, hal. 1600.
10 Tim Redaksi, Kamus Besar…, hal. 356.
motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.11
Anak usia dini dalam bahasa Arab disebut يبششص dan لفط. Secara etimologi, shabiyun berarti anak kecil12 dan thiflun berarti bayi.13 Anak usia dini dalam al-Qur’an sebagaimana firman Allah dalam surat Maryam ayat 12-13:
ْنِم اششًناَنَحَو .اّيِبَص َمْكُحْلا ُهاَنْيَتآَو ٍةّوُقِب َباَتِكْلا ِذُخ ىَيْحَي اَي :ميرم) .اّيِقَت َناَكَو ًةاَكَزَو اّنُدَل 12
- 13 (
Artinya: Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya selagi dia masih kanak- kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa. (Q.S. Maryam[19]:12- 13)
Menurut al-Thabari, ayat tersebut menjelaskan tentang perintah Allah kepada Yahya ibn Zakaria, untuk mempelajari Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dengan sungguh-sungguh, kemudian Allah memberikan pemahaman kepada Yahya tentang kitab Taurat, hikmah, cinta (mahabbah), dan menyucikannya saat usia kanak-kanak.14 Pendapat al-Thabari tersebut, sejalan dengan sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu:
هنارششصني وأ هنادوهي هاوبأف ةرطفلا ىلع دلوي دولوم لك هناسجمي وأ (ملسمو يراخب هاور) .
Artinya: Setiap manusia yang lahir, dalam keadaan fitrah (suci), maka ayahnya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari).
11 Depdiknas, Kurikulum Hasil Belajar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Depdiknas, 2002), hal. .3-4.
12 A.W Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:Pustaka Progesif, 1997), hal. 763.
13 A.W Munawir, Kamus al-Munawir..., hal. 856.
14 Al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Takwil al-Qur’an, Juz 18, (Muassah al-Risalah, t.th), hal. 155.
Di dalam ayat lain, anak adalah sosok yang belum memiliki pengetahuan sebelum diterapkannya proses pembelajaran. Allah berfirman:
َلَو ِءا َششسّنلا ِتاَرْوششَع ىَلَع اوُرششَهْظَي ْمَل َنيِذّلا ِلْفّطلا ِوَأ...
ىَلِإ اوششُبوُتَو ّنِهِتَنيِز ْنِم َنيِفْخُي اَم َمَلْعُيِل ّنِهِلُجْر َأِب َنْبِرْضَي :رونلا) َنوُحِلْفُت ْمُكّلَعَل َنوُنِمْؤُمْلا َهّيَأ اًعيِمَج ِهّللا 31
(
Artinya: … atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung. (Q.S. An-Nur[24]:31)
Secara esensial, ayat tersebut menjelaskan tentang perintah Allah kepada perempuan-perempuan beriman agar menjaga pandangannya, kemaluannya dan auratnya, kecuali kepada mahramnya dan anak-anak. Meskipun redaksi ayat tersebut menjelaskan tentang perintah menjaga pandangan, kemaluan dan aurat wanita, namun penulis menemukan makna kata thiflun secara tersirat yang menjelaskan makna bahwa anak-anak belum memiliki pengetahuan, khususnya tentang aurat.
Dengan demikian, anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Adapun yang dimaksud dengan karakter qur’ani pada anak usia dini adalah upaya dalam mewujudkan kepribadian anak-anak sejak usia sedini sesuai tuntunan al-Qur’an.
C. Cara Membentuk Karakter Qur’ani pada Anak Usia Dini
Psikologi perkembangan anak usia dini sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh. Untuk membentuk karakter qur’ani
pada anak usia dini, orangtua mutlak memperhatikan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual Ary Ginanjar Agustian juga menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen kecerdasan yang dituntut al-Qur’an untuk membentuk karakter qur’ani pada anak usia dini, yaitu membangun kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual (spiritual quotient).15
1. Membangun Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan reaksi mental dan fisik yang dijalankan secara cepat, gampang, sempurna dan dapat diukur dengan prestasi.
Dalam psikologi modern, kecerdasan intelektual dapat diketahui oleh manusia secara empirik atau rasional melalui tahapan tes akademik.16 Kecerdasan intelektual dalam al-Qur’an adalah kecerdasan untuk mengetahui sesuatu yang bersifat umum. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 31:
َلاششَقَف ِةَكِئ َلَمْلا ىَلَع ْمُهَضَرَع ّمُث اَهّلُك َءاَمْسَ ْلا َمَدآ َمّلَعَو :ةرقبلا) َنيِقِداَص ْمُتْنُك ْنِإ ِء َلُؤَه ِءاَمْس َأِب يِنوُئِبْنَأ 31
(
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada malaikat lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kamu orang yang benar. (QS. Al-Baqarah(2):31).
Menurut al-Qurthubi, ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi Allah swt potensi untuk mengetahui. Pada ayat tersebut, kata allama mengandung arti memberi tahu atau memberi pengetahuan.17
Di dalam ilmu kedokteran, proses penyimpanan informasi dan belajar berada di otak manusia. Informasi yang diterima melalui reseptor sensorik akan disandikan di otak oleh sensory thalamus. Bagian otak lainnya, yaitu sensory cortex akan menganalisa, menghubungkan dan menerjemahkan setiap informasi yang diterima dengan dibantu oleh amygdale, lalu akan mengkonsolidasikan
15 Seminar ESQ di Garuda Teater Banda Aceh, tanggal 08 Mei 2010 s/d 09 Mei 2010.
16 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 138.
17 Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, juz 1, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1964), hal. 279.
dengan informasi yang sudah pernah tersimpan sebelumnya di hippocampus.18 Ingatan yang serumit apapun jika pernah tersimpan sebelumnya di hippocampus, dapat dipanggil kembali dengan melibatkan lebih dari satu reseptor sensorik.19
Berdasarkan penjelasan teori di atas, kecerdasan intelektual yang Allah ilhamkan kepada Nabi Adam berdasar dari penginderaan (reseptor sensorik) dan bagian otak akan menganalisa, menghungkan dan menerjemahkan seluruh ilham tersebut berdasar fungsinya. Firman Allah di atas dapat dijadikan landasan utama bagi para orang tua untuk mengajarkan anak-anaknya kecerdasan inteklektual.
Kecerdasan intelektual yang dituntut oleh al-Qur’an, antara lain: ilmu biologi (Q.S. Ali Imran: 27), ilmu fisika (Q.S. An-Nur: 35), ilmu matematika (Q.s. An- Nisa’: 11-12), dsb.
2. Membangun Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang menuntut manusia agar dapat mengembangkan kemampuan emosional. Kemampuan emosional itu meliputi sadar akan keadaan emosi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan menyatakan perasaan kepada orang lain.20 Hal ini sesuai firman Allah dalam surat al-Qalam ayat 4:
ٍ ميِظَع ٍقُلُخ ىَلَعَل َكّنِإَو
Artinya: Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang baik. (Q.S. Al-Qalam[68]:4)
Menurut al-Maturidi, akhlak Nabi Muhammad adalah al-Qur’an, beliau adalah sosok pemaaf, menyeru kebajikan, memotivasi keburukan dengan kebaikan. Segala sifat beliau merupakan sifat al-Qur’an.21 Al-Maturidi mengutip hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah, yaitu:
18 A. C. Guyton, Textbook of Medical Physiology, edisi 11, (Philadelphia: Elsevier, 2010), hal. 458.
19 A. C. Guyton, Textbook of Medical Physiology,… hal. 492.
20 Al-Tridhonanto, Melejitkan Kecerdasa Emosi (EQ) Buah Hati, (Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2009), hal-2-5.
21 Al-Muturidi, Tafsir al-Maturidi, Juz 10, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah, 1426 H), hal. 136.
.نآرقلا هقلخ ناك (يراخب هاور)
Artinya: Akhlak (Muhammad) adalah al-Qur’an. (H.R Bukhari)
Di dalam ranah kesehatan, kecerdasan emosional berada di area asosiasi limbik. Area asosiasi limbik berperan dalam pembentukan tingkah laku, emosi, menyiapkan area otak lain dalam melakukan aksi berpikir positif dan memotivasi ke arah yang lebih baik.22 Berpikir positif mampu mendorong dan menciptakan kondisi lingkungannya untuk saling percaya, saling mendukung, sikap yang terbuka dan kooperatif. Hasilnya adalah aliansi cerdas yang akan menciptakan performa puncak. Dia-lah raja dari pikirannya sendiri.23
Pendidikan akhlak dan berpikir positif yang ditanam oleh orang tua pada anak akan tersimpan di dalam otak anak di area asosiasi limbik. Saat anak memasuki fase selanjutnya (remaja), anak-anak mulai terbiasa dengan akhlak terpuji dan mampu menerapkannya secara langsung tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Pendidikan akhlak yang dapat diterapkan oleh orang tua pada anak meliputi: berpikir positif (Q.S. An-Nisa’: 79), bertutur kata yang mulia dan benar (An-Nisa’: 9, Isra’: 23, dll), lemah lembut, memaafkan sesama (Q.S. Ali Imran 159), dsb.
3. Membangun Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan yang menfasilitasi suatu dialog antara akal dan emosi, antara pikiran dan tubuh, menyediakan titik tumpu bagi pertumbuhan dan perubahan, menyediakan pusat pemberi makna yang aktif dan menyatu bagi diri.24
22 A. C. Guyton, Textbook of Medical Physiology, …
23 Ary GinanjarAgustian, Emotional Spiritual Quotient: The ESQ Way 165, (Jakarta:
Arga, 2005), hal. 78.
24 Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, cet. I, (Bandung,: Alfabeta, 2005), hal.216.
Kecerdasan spiritual pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshal. Wolf Singer ahli saraf Austria menunjukkan ada proses saraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi makna dalam pengalaman hidup manusia. Suatu jaringan saraf yang secara literal mengikat pengalaman secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebanarnya terdapat terdapat value manusia tertinggi (the ultimate meaning).25
Kecerdasan spiritual dalam al-Qur’an adalah kecerdasan menganalisis fenomena hukum alam sebagai tanda kebesaran Allah swt. Hal ini termaktub dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 164:
ِراششَهّنلاَو ِلششْيّللا ِف َلِتْخاَو ِضْر َ ْلاَو ِتاَواَمّسلا ِقْلَخ يِف ّنِإ
َلَزششْنَأ اششَمَو َساّنلا ُعَفْنَي اَمِب ِرْحَبْلا يِف يِرْجَت يِتّلا ِكْلُفْلاَو
ّثَبَو اَهِتْوَم َدْعَب َضْرَ ْلا ِهِب اَيْح َأَف ٍءاَم ْنِم ِءاَمّسلا َنِم ُهّللا
ِرّخ َششسُمْلا ِباَح ّششسلاَو ِحاششَيّرلا ِفيِر ْششصَتَو ٍةّباَد ّلُك ْنِم اَهيِف :ةرششقبلا) .َنوششُلِقْعَي ٍمْوششَقِل ٍتاششَي َل ِضْرَ ْلاَو ِءاَم ّششسلا َنْيَب 164 (
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu, Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan di bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Q.S Al-Baqarah[2]:164)
Menurut Muhammad Rasyid al-Husaini, ayat tersebut menjelaskan tentang sebagian tanda-tanda penciptaan Allah (al-ayatun al-kauniyah) dan rahmat-Nya yang maha luas, sedangkan pada ayat sebelumnya menjelaskan dali-dalil keesaan- Nya (al-dilalah ‘ala wahdaniyyah), bertujuan agar manusia memikirkan dan
25 Ary GinanjarAgustian, Emotional … hal. 44.
segala ciptaan-Nya. Barang siapa yang patuh, mereka adalah pemenang dan barang siapa menentang-Nya, mereka adalah orang-orang yang rugi.26
Al-Ghazali berpendapat bahwa hati diciptakan untuk memperoleh kebahagian di akhirat. Kebahagiaan hati sangat tergantung pada pengetahuan (ma’rifah) kepada Allah. Mengetahui Allah sangat tergantung pada perenungan terhadap ciptaan-Nya. Pengetahuan tentang ciptaan Allah hanya dapat di peroleh melalui bantuan panca indra.27 Dengan demikian, indra harus bersumber dari hati (qalb). Anak usia dini tidak akan memperoleh daya persepsi tanpa hati (qalb), terutama persepsi spiritual. Daya persepsi anak usia dini akan terwujud jika terjadi interelasi antara daya-daya qalbiyah dengan daya-daya indra.
Untuk mewujudkan interelasi antara ketiga komponen kecerdasan tersebut, orang tua harus dapat menjadi panutan (uswatun) bagi anak. Sebab, orangtua memiliki peran yang sangat penting bagi masa depan anaknya. Keterlibatan peran orangtua bisa bersifat genetik dan non-genetik. Secara genetik, beberapa sifat yang dipunyai anak cenderung diperoleh dari sifat-sifat orangtuanya. Secara non genetik beberapa perilaku anak dipengaruhi oleh sikap orangtua
Di samping itu, belajar sambil bermain juga dapat meningkatkan koneksi tiap-tiap neuron yang ada di otak, sedangkan kebosanan dapat memberi efek negatif pada sel otak anak.28 Meningkatkan koneksi neuron yang ada pada otak anak diperlukan kreatifitas dan inovasi dari orangtua, sehingga proses pembelajaran akan berpengaruh pada prestasi anak dan menyenangkan (enjoyful learning, EQ), menantang atau problematis (problematical learning, IQ), dan bermakna (meaningful learning, SQ).
Dengan pembelajaran seperti ini, anak usia dini akan selalu senang dan tertantang untuk belajar (learning to know, learning to do, aspek IQ), (learning to live together, aspek EQ) dan (learning to be, aspek SQ), serta selalu memperbaiki
26 Al-Husaini, Tafsir al-Manar, Juz 2, (Mishr: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al- Kitab, 1990), hal. 47.
27 Al-Ghazali, Kimnya’u Sa’adah, (Beirut: al-Maktabah al-Syahbiah, t.th), hal.114.
28 E. Jensen, Rahasia Otak Cemerlang: Rangkaian Aktivitas Ringan untuk Melatih Kerja Otak, (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), hal. 505.
kualitas diri secara terus menerus, hingga akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri yang sesungguhnya (real achievement).
Kecerdasan spiritual sulit diperoleh tanpa kehadiran kecerdasan emosional, dan kecerdasan emosional tidak dapat diperoleh tanpa kecerdasan intelektual. Sinergi ketiga kecerdasan ini yang biasanya disebut multiple intelligences bertujuan untuk melahirkan pribadi utuh (al-insan al-kamil). Oleh karena itu, anak usia dini sebagai SDM di masa depan, internalisasi ketiga bentuk kecerdasan tersebut, tidak dapat ditawar lagi.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian terkait dengan pembentukan karakter qur’ani pada anak usia dini, dapat disimpulkan bahwa membentuk kepribadian anak sesuai tuntunan al-Qur’an harus dilandasi tiga komponen kecerdasan utama, yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Interelasi ketiga kecerdasan tersebut dapat mewujudkan anak sebagai sosok yang aktif, kreatif, inovatif, berakhlak mulia, sehingga saat memasuki fase remaja, anak mampu menciptakan kondisi lingkungannya untuk saling percaya, saling mendukung, sikap yang terbuka, kooperatif sesamanya dan membantunya menemukan makna hidup dan kebahagiaan.
Orang tua sebagai sekolah pertama (madrasatun al-ula) bagi anak-anaknya harus menerapkan metode belajar sambil bermain untuk meningkatkan koneksi neuron yang ada pada otak anak. Di samping itu, orang tua juga harus dapat menjadi teladan (uswah) bagi anak-anaknya. Sebab orang tua merupakan role model bagi pendidikan karakter anak, sehingga setiap gerak-gerik orangtua mampu mempengaruhi perilaku dan sifat anak. Jika perilaku orangtua positif dan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an, maka perilaku anak juga akan positif dan sesuai tuntunan al-Qur’an, begitupun sebaliknya.
E. Saran
Tulisan ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi belajar bagi orang tua dan pendidik anak usia dini di Aceh untuk membentuk karakter qur’ani. Oleh
karena itu, diharapkan kepada seluruh orang tua agar segera merubah paradigma berpikir bahwasanya tingkat kesuksesan anak hanya diukur melalui kecerdasan intelektual.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis.
Jakarta: Darul Falah, 1999.
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21, cet. I. Bandung: Alfabeta, 2005.
Al-Ghazali. Kimnya’u Sa’adah. Beirut: al-Maktabah al-Syahbiah, t.th.
Al-Husaini. Tafsir al-Manar, juz 2. Mesir: Al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1990.
Al-Maturidi. Tafsir al-Maturidi, Juz 10. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah, 1426 H.
Al-Qurthubi. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, juz 1. Kairo: Dar al-Kutub al- Mishriyah, 1964.
Al-Thabari. Jami’ al-Bayan fi Takwil al-Qur’an, Juz 18. Muassah al-Risalah, t.th.
Al-Tridhonanto. Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati. Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2009.
Ary GinanjarAgustian. Emotional Spiritual Quotient: The ESQ Way 165. Jakarta:
Arga, 2005.
Depdiknas. Kurikulum Hasil Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas, 2002.
Guyton, A. C. Textbook of Medical Physiology, edisi 11. Philadelphia: Elsevier, 2010.
Jensen, E. Rahasia Otak Cemerlang: Rangkaian Aktivitas Ringan untuk Melatih Kerja Otak. Jakarta: PT. Gramedia, 2009.
Muhammad Utsman Najati. Psikologi dalam al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Munawir, A.W. Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:
Pustaka Progesif, 1997.
Tim Redaksi. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Tim Redaksi. Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.