• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)i PERAN GURU FIQIH DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH SISWA KELAS VIII A MTs FATHURRAHMAN JERINGO KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh : LALU AHMAD RAMLI NIM

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "(1)i PERAN GURU FIQIH DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH SISWA KELAS VIII A MTs FATHURRAHMAN JERINGO KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh : LALU AHMAD RAMLI NIM"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERAN GURU FIQIH DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH SISWA KELAS VIII A MTs FATHURRAHMAN

JERINGO KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN

2016/2017

Oleh :

LALU AHMAD RAMLI NIM. 15.1.13.1.121

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

2017

(2)

ii

PERAN GURU FIQIH DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH SISWA KELAS VIII A MTs FATHURRAHMAN

JERINGO KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN

2016/2017

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh :

LALU AHMAD RAMLI NIM. 15.1.13.1.121

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

2017

(3)

iii

(4)

iv

(5)

vi

(6)

vii MOTTO:

ِةَﻼ َﺻ ْﻦِﻣ ُﻞ َﻀْﻓَا ِﺔَ ﺎَﻤَﺠْﻟا ُةَﻼ َﺻ ًﺔَ َرَد َﻦْ ِ ْﴩِﻋو ٍﻊْﺒ َﺴِ ِّﺬَﻔْﻟا

Artinya: Shalat berjamaah lebih afdhal (utama) daripada shalat sendirian dengan tingkat keafdhalan 27 derajat.1

1Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2015), h.238.

(7)

viii PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua malaikatku di kehidupan dunia, yang senantiasa mengalirkan kasih dan sayangnya kepadaku tanpa pernah mengenal lelah dan putus asa, yakni ibundaku tercinta “Rasimah” dan ayahandaku tercinta “Lalu Sahrim” serta adikku tersayang

“Baiq Rãihatul Jannah”. Kalianlah sumber motivasi tiada henti dalam kehidupan yang sedang kujalani. Terimakasih dan pengabdianku akan mengiringi langkahku untuk kalian, dan semoga jasa kalian tercatat sebagai amal yang akan senantiasa mengalir untuk kalian. Amin ya robbal ‘alamin.

(8)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, dan hidayah-Nyalah skripsi yang berjudul “Peran Guru Fiqih dalam Membina Kedisiplinan Shalat Berjamaah Siswa Kelas VIII A MTs.

Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa peneliti layangkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah diberikan perintah shalat oleh Allah SWT melalui sebuah peristiwa yang kita kenal dengan pristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Dalam penyelesaian penelitian skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan andil yang sangat berarti, karena itu peneliti menyampaikan terimakasih dan rasa hormat kepada:

1. Bapak Dr. Ismail Thoib, M.pd selaku pembimbing I dan Bapak Drs. H.

Lukman Hakim, M. Pd selaku pembimbing II, yang secara ikhlas memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Maimun, M. Pd dan Bapak M. Taisir, M. Ag. selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibunda Dr. Hj. Nurul Yakin, M.Pd. Selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram.

4. Bapak Dr. H. Mutawali, M. Ag. Selaku Rektor UIN Mataram.

5. Kepada semua dosen yang ada di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram yang telah membagikan ilmu, nasihat, dan bimbingan selama menuntut ilmu di UIN Mataram, dan terimakasih kepada semua staf jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah banyak membantu dari sejak pertama kali menginjakkan kaki dijurusan pendidikan agama islam sampai akhirnya menyelesaikan pendidikan dikampus UIN Mataram.

(9)

x

6. Kepada Bapak H. Ishak, S.Pd.I selaku Kepala Madrasah MTs Fathurrahman Jeringo, Guru-guru di MTs Fathurrahman jeringo dan staf di MTs Fathurrahman Jeringo. terimakasih penulis sampaikan atas sumbangsihnya selama penelitian dilaksanakan telah banyak memberikan dukungan dan bantuan guna terselesaikannya penelitian ini.

7. Semua rekan Mahasiswa (Kelas C “Kelas Regular” dan Kelas B “Konsentrasi Fiqih” Angkatan 2013), terimakasih atas kebersamaan yang tak tergantikan dan tak terlupakan.

Peneliti sangat menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam penelitian karya ilmiah sederhana ini, baik dari sisi penulisan, tata bahasa, dan banyak hal lainnya. maka dari itu peneliti menerima dengan lapang dada jika kelak ada masukan dari pembaca yang bertujuan untuk perbaikan skripsi atau penyempurnaan selanjutnya.

Hal terakhir yang ingin peneliti sampaikan adalah permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas kesalahan yang pernah terlintas dari diri peneliti, karena maaf tersebut bisa memudahkan peneliti dalam menjalani langkah selanjutnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan selama menjalani kehidupan.

Mataram, 20 Mei 2017.

Peneliti

(10)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEBIMBING ... iii

NOTA DINAS ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 8

E. Telaah Pustaka ... 9

F. Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Umum Tentang Peran Guru ... 12

a. Pengertian Peran ... 12

b. Pengertian Guru ... 13

c. Pesyaratan Seorang Guru ... 15

d. Tugas Seorang Guru ... 16

e. Tanggung jawab Seorang Guru ... 16

2. Tinjauan Umum Tentang Kedisiplinan ... 17

a. Pengertian Kedisiplinan ... 17

b. Macam-macam Disiplin ... 19

(11)

xii

c. Cara Menanamkan Kedisiplinan ... 20

d. Manfaat Disiplin ... 24

3. Tinjuan Umum Tentang Shalat Berjama’ah ... 25

a. Pengertian Shalat Berjama’ah ... 25

b. Hukum Shalat Berjama’ah ... 25

c. Hikmah Shalat Berjama’ah ... 26

G. Metode penelitian ... 27

1. Pendekatan Penelitian ... 27

2. Kehadiran Peneliti ... 28

3. Lokasi Peneltian ... 29

4. Sumber Data ... 29

5. Prosedur Pengumpulan Data ... 30

6. Analisis Data ... 33

7. Keabsahan Data ... 35

H. Sistematika Pembahsan ... 36

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ... 38

A. Gambaran Umum MTs Fathurrahman Jeringo ... 38

1. Sejarah Berdirinya MTs Fathuurahman Jeringo ... 38

2. Profil MTs Fathurrahman Jeringo ... 40

3. Letak geografis MTs Fathurrahman Jeringo ... 42

4. Keadaan guru dan pegawai MTs Fathurrahman Jeringo ... 43

5. Keadaan siswa MTs Fathurrahman Jeringo ... 45

6. Data sarana dan prasarana MTs Fathurrahman Jeringo ... 47

7. Data Organisasi MTs Fathurrahman Jeringo ... 49

B. Peran Guru Fiqih Sebagai Pembmbing dalam Membina Kedisilinan Shalat Berjama’ah siswa Kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo ... 51

1. Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih di dalam Kelas ... 51

2. Himbauan Shalat Berjama’ah ... 53

3. Pendampingna Shalat Berjama’ah ... 54

(12)

xiii

C. Strategi yang digunakan Guru Fiqih Sebagai Pembimbing Dalam Membina Kedisiplinan Shalat Berjama’ah Siswa Kelas VIII A

MTs Fathurrahman Jeringo ... 56

1. Penerapan Metode Pembiasaan ... 56

2. Melalui Bimbingan Khusus ... 58

3. Pemberian Sanksi atau Hukuman ... 59

BAB III PEMBAHASAN ... 61

A. Peran Guru Fiqih Sebagai Pembimbing dalam Membina Kedisiplinan Shalat Berjama’ah siswa Kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo ... 61

1. Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih di dalam Kelas ... 62

2. Hmbuan Shalat Berjma’ah ... 63

3. Pendampingan Shalat Berjama’ah ... 64

B. Strategi yang digunakan Guru Fiqih Sebagai Pembimbing Dalam Membina Kedisiplinan Shalat Berjama’ah Siswa Kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo ... 65

1. Penerapan Metode Pembiasaan ... 65

2. Melalui bimbingan Khusus ... 66

3. Pemberian Sanksi atau Hukuman ... 67

BAB IV PENUTUP ... 69

A. KESIMPULAN ... 69

B. SARAN ... 69

DAFTAR RUJUKAN ... 71

LAMPIRAN-LAPIRAN ... 74

(13)

xiv

DAFTAR TABEL

Table 1 Data Guru dan Pegawai di MTs Fathurrahman Jeringo ... 44

Table 2 Data Siswa di MTs Fathurrahman Jeringo ... 46

Table 3 Data Sarana dan Prasarana di MTs Fathurrahman Jeringo ... 47

Table 4 Struktur Organisasi di MTs Fathurrahman Jeringo ... 50

(14)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kegiatan Do’a Bersama ... 80 Gambar 2 Kegiatan Guru di Kelas ... 80 Gambar 4 Kegiatan Wawancara dengan Guru Fiqih di MTs Fathurrahman Jeringo ... 80 Gambar 6 Kegiatan Wawancara dengan Sisawa ... 81 Gambar 7 Data Guru di MTs Fathurrahman Jeringo ... 81

(15)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Surat Keterangan Observasi Awal ... 75

Lampiran Sertifikat Ujian Seminar Proposal ... 76

Surat Permohonan Izin Penelitian ... 77

Surat Izin Penelitian ... 78

Surat Keterangan Penelitian ... 79

(16)

xvii

PERAN GURU FIQIH DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH SISWA KELAS VIII A MTS. FATHURRAHMAN

JERINGO KECAMATAN GUNUG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN

2016/2017

LALU AHMAD RAMLI 15.1.13.1.121

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana peran guru fiqih dalam membina kedisiplinan shalat berjamaah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunug Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017, adapun peran guru yang diteliti dalam penelitian ini adalah peran guru sebagi pembimbing dan tidak lebih luas dari itu. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan jenis kualitatif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitan ini dilakukan pada siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunug Sari Kabupaten Lombok Barat yang berjumlah 38 orang siswa yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 21 orang siswa perempuan.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, metode wawancara dan metode dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini melalui redusksi data, penyajian data, dan verifikasi.

Berdasarkan hasil analisis data tersebut, ditemukan bahwa: aktivitas yang dilakoni oleh guru fiqih terutama sebagai seorang pembimbing di MTs Fathurrahman Jeringo dalam membina keidisiplinan siswa berupa: pelaksanaan pembelajaran fiqih di kelas, himbauan shalat berjama’ah, dan pendampingan shalat berjama’ah. Sedangkan strategi yang digunakan guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjam’aah siswa melalui penerapan metode pembiasaan, melalui bimbingan khusus, dan pemberian sanksi atau hukuman.

Key word: Peran Guru, Kedisiplinan, Shalat Berjama’ah.

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian meniggal tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah SWT hidup di dunia untuk beribadah. Ibadah adalah

“mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, dan beramal sesuai dengan izin dari pembuat syariat”.2 Pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an surah adz-dzariyat, 51: 56 dimana Allah SWT berfirman:















“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Q.S. Adh-Dzariyat : 56).3

Berdasarkan ayat tersebut, jelas bahwa Allah SWT menciptakan jin dan manusia hanya untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Bentuk pengabdian seorang hamba kepada penciptanya adalah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Salah satu bentuk pengabdian tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan ibadah shalat yang diperintahkan oleh Allah SWT

.

2 Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah: Refleksi Ketundukan Hmba Allah Kepada Al-Khaliq Perspektif Al-Quran dan As-Sunnah, (Bandung : Pustaka Seti, 2009), h.61.

3Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro,2007), h.523.

(18)

Shalat merupakan salah satu ibadah yang wajib dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin baik dilakukan sendirian ataupun dilaksanakan secara berjama’ah. Namun pelaksanaan shalat secara berjama’ah lebih dianjurkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut:

َﺻ ِﷲ َل ْﻮ ُﺳَر نٔ َﺮَ ُﲻ ِﻦْا ِﻦَﻋ ُﷲ ﲆ

َ َﻠ ْﯿ ِﻪ َو َﺳ َﲅ َلﺎَﻗ ٌﻞ َﻀْﻓَا ِﺔَ ﺎَﻤَﺠْﻟا ُةﻼ َﺻ : َﻼ َﺻ ْﻦِﻣ

ِة

ًﺔَ َرَد َﻦْ ِ ْﴩِﻋَو ٍﻊْﺒ َﺴِ ِّﺬَﻔْﻟا )

ﻖﻔ ﻣ ﻪﯿﻠ (

“Dari Ibnu ‘Umar r.a bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Shalat jamaah itu lebih utama da ri pada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”.4

Melihat pentingnya ibadah shalat dilaksanakan secar berjama’ah maka ibadah shalat secara berjama’ah sangat perlu dibina pada anak sejak dini agar kelak ketika mereka dewasa tidak lagi merasa canggung untuk melaksanakan shalat secara berjama’ah dan berusaha untuk selalu melaksanakannya dengan penuh disiplin, sebagai kewajiban manusia kepada Tuhan-Nya. Disiplin yang dimaksudkan disini adalah “kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapapun”.5 Oleh karena itu perlu adanya pembinaan pada diri seorang anak. Pembinaan akan terjadi melalui pengalaman dan kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua dimulai dari kebiasaan hidup yang ditiru dari orang tuanya dan mendapat latihan-latihan untuk itu.

4 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah …, h.238.

5 Asy Mas’udi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: PT Tiga Serangkai, 2000), h. 88.

(19)

Seorang individu pertama kali dalam kehidupannya memperoleh pendidikan di lingkungan keluarganya. Pendidikan yang diterima di dalam keluarga merupakan dasar dari pendidikan, kemudian dilanjutkan di sekolah dan masyarakat. Karena pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Pendidikan selanjutnya berlangsung di lingkungan sekolah, karena sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga yang mempunyai peranan penting dalam mendidik dan membimbing manusia kearah kedewasaan. Dalam konsepsi Islam, fungsi utama sekolah adalah

“sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah, dan syariat, demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah SWT serta sikap mengesakan Allah SWT dan mengembangkan segala bakat atau potensi manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia terhindar dari berbagai penyimpangan”.6

Walaupun sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, namun disadari bahwa sekolah adalah tempat yang sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina seseorang untuk menghadapi masa depannya. Pada lingkungan sekolah hendaknya setiap individu dapat berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Ketika seorang anak sudah memasuki dunia sekolah, maka tanggung jawab pendidikan selanjutnya ditanggung oleh guru. Tugas guru dan para pengelola pendidikan bukan hanya sekedar mentransfer ilmu

6Abdurrahman An Nahlawani, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 152.

(20)

pengetahuan kepada siswa, akan tetapi gurupun memiliki tugas sbagai seorang pembimbing. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Sebab guru adalah “salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan”.7 Oleh karena itu, guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini “guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang transfer of knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang transfer of values dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar”.8

Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai “pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks”.9

Kaitannya dengan peran guru fiqih sebagai pembimbing di MTs Fathurrahman Jeringo dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A sudah dilaksanakan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ust.

Zainuddin selaku guru fiqih di MTs Fathurrahman Jeringo, beliau

7 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Rajawali Pers, 1992 ), Cet. IV, h. 123.

8 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h.55.

9 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h.237.

(21)

mengatakan bahwa “peran sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa telah dilaksanakan, salah satu bentuknya adalah dengan pendampingan shalat berjama’ah. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mendisiplinkan siswa-siswi dalam pelaksanaan shalat berjama’ah.10

Berdasarkan observasi awal pada 12 Oktober 2016 bahwa shalat dzuhur dilaksanakan secara berjama’ah, dan dari 38 jumlah keseluruhan kelas VIII A akan tetapi kelas VIII A yang mengikuti shalat dzuhur berjama’ah hanya 35 orang saja, sedangkan 3 orang yang lain tidak mengikuti shalat dzuhur berjama’ah di masjid. Peneliti mengamati setelah pembelajaran di kelas selesai, semua siswa keluar kelas dan menuju ke masjid, Namun yang mengikuti pelaksanaan shalat dzuhur berjamaah dari kelas VIII A hanya 35 orang saja, sedangkan 3 orang siswa malah diam-diam pulang dan tidak mengikuti shalat dzuhur berjama’ah di masjid.11

Berdasarkan latar belakang dan realita tersebut di atas, lebih lanjut Ust Zainuddin selaku guru fiqih pada tanggal 12 Oktober mengatakan bahwa,

“siswa di MTs Fathurrahman Jeringo dalam kedisiplinan mematuhi aturan shalat berjama’ah masih pasif. Sehingga pelanggaran terhadap aturan dan tata tertib mengenai shalat berjama’ah masih sering ditemukan ada yang menentang. Tentu saja, semua itu membutuhkan metode ataupun strategi pencegahan dan penanggulangganya, dan di sinilah pentingnya peran guru

10 Zainuddin, (Guru Fiqih), MTs Fathurrahman Jeringo, Wawancara, 12 Oktober, 2016.

11 Observasi, 12 Oktober 2016.

(22)

fiqih sebagai pembimbing dalam membimbing siswa-siswi agar disiplin menjalankan shalat secara berjama’ah.12

Mengingat pentingnya peran guru dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peran Guru Fiqih Dalam Membina Kedisiplinan Shalat Berjama’ah Siswa Kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Tahun Pelajaran 2016/2017”.

Penelitian yang berjudul peran guru fiqih dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo ini hanya sebatas penelitian mengenai peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam pembinaan kedisiplinan shalat berjama’ah siswa dalam lingkup madrasah.

Dengan demikian peneliti hanya meneliti peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa yang berada di madrasah saja yaitu shalat dzuhur berjama’ah.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017?

2. Strategi apa sajakah yang digunakan guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs

11 Zainuddin, (Guru Fiqih), MTs Fathurrahman Jeringo, Wawancara, 12 Oktober, 2016.

(23)

Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017.

b. Untuk mengetahui strategi yang digunakan guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Secara Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kajian mengenai peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa.

2. Sebagai tambahan khazanah keilmuan di bidang peningkatan kualitas pendidikan Islam, khususnya tentang peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa.

(24)

b. Secara Praktis

1. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk mengambil kebijakan dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa di madrasah, khususnya di MTs Fathurrahman Jeringo.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk menemukan strategi yang lebih baik dalam membimbing siswa sehingga mampu membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tolok ukur seberapa dalam pengetahuan dan wawasan peneliti terkait peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa di MTs Fathurrahman Jeringo.

4. Bagi Siswa

Penelitan ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk lebih disiplin lagi dalam melaksanakan shalat berjama’ah.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai yang menggambarkan arah penelitian yang dilakuakan peneliti, sehingga dengannya dapat memberikan batasan-batasan yang dapat menggambarkan fokus penelitian.

Dengan demikian berdasarkan fokus penelitian sebagaimana dikemukakan

(25)

sebelumnya, maka ruang lingkup penelitian ini menekankan pada peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo, dan strategi yang digunakan guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs Fathurrahman Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. Alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut adalah: pertama, madrasah tersebut adalah madrasah satu-satunya di Desa Jeringo. Kedua, di madrasah tersebut sudah menerapkan bimbingan untuk mendisiplinkan siswa dalam menjalankn ibadah shalat berjama’ah yang salah satu bentuknya adalah dengan pendampingan shalat berjama’ah. akan tetapi siswa belum sepenuhnya disiplin dalam melaksanakan shalat berjama’ah, karena masih ditemukan siswa-siswi yang tidak disiplin dalam melaksanakan shalat berjama’ah. Hal ini terbukti dengan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang siswa-siswi lakukan, seperti 3 siswa kelas VIII A yang diam-diam pulang dan tidak mengikuti shalat berjama’ah di masjid.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka dilakukan terutama untuk menjelaskan posisi penelitian di antara sejumlah penelitian lainya yang memiliki topik senafas. Arah dari

(26)

telaah pustaka adalah untuk menegaskan kebaruan, orisinalitas, dan urgensi penelitian yang dilakukan bagi pengembangan atau paling tidak memperkuat keilmuan terkait.

1. Jaelani (151091084) pada tahun 2013/2014 yang berjudul “Urgensi shalat berjama’ah bagi Siswa Kelas XI SMAN 1 Kediri Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 20113/2014”.13

Mencermati judul penelitian di atas dengan variabel yang terdapat di dalamnya ditemukan adanya kesamaan ketika mengkaji shalat berjama’ah.

Dengan adanya kesamaan variable ini, maka ditemukan adanya kesamaan kajian teori yang melandasi pembebahasaan terkait dengan shalat berjama’ah siswa.

Di samping persamaan, berdasarkan analisis judul ditemukan pula perbedaan anatara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan peneliti, dimana sisi bedanya terletak pada sasaran penelitian dimana pada penelitian sebelumnya menekankan pada urgensi shalat berjama’ah siswa, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti menekankan pada peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa.

Perbedaan berikutnya terletak pada objek penelitian, dimana penelitian sebelumnya menjadikan siswa kelas XI SMAN 1 Kediri sebagai objek penelitiannya, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti menjadikan siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo sebagai objek penelitian.

13 Jaelani, Urgensi Shalat Berjama’ah bagi Siswa Kelas XI SMAN 1 Kediri Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014, (Mataram : IAIN Mataram, 2014).

(27)

2. Zain Nahawan Fajri (08470016) pada tahun 2013/2014 yang berjudul

“Motivasi guru fiqih dalam meningkatkan kegiatan Sholat berjama’ah di MTSN Jatimulyo Kulon Progo Yogyakarta”.14

Pada penelitian ini persamaannya sama-sama menggunakan pendekatan kualitaatif dan sama-sama menekankan kegiatan shalat berjama’ah siswa. Dengan kesamaan tersebut akan memungkinkan terjadinya kesamaan pada kerangka teoritik yang diambil.

Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian. lokasi penelitian juga merupakan salah satu perbedaan mendasar antara penelitian di atas dengan penelitian ini. Lokasi Penelitian pada judul skripsi di atas menggunakan X MTSN Jatimulyo Kulon Progo Yogyakarta sebagai lokasi penelitian, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan MTs Fathurrahman Jeringo sebagai lokasi penelitian. Pada penelitian tersebut juga menekankan pada guru fiqih sebagai motifator sedangkan pada penelitian ini peneliti menekankan pada peran guru fiqih sebagai pembimbing.

3. Mahsin (151091010) pada tahun 2012/2013 yang berjudul “Pengaruh Penerapan Ibadah Shalat Terhadap Kedisiplinan Belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas IV di MI Nurul Mujahidin Penimbung kecamatan gunungsari tahun pelajaran 2012/2013”.15

14 Zain Nahawan Fajri, Motivasi guru fiqih dalam meningkatkan kegiatan Sholat berjama’ah di MTSN Jatimulyo Kulon Progo Yogyakarta tahun pelajaran 2013/2014, (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2014).

15 Mahsin, Pengaruh Penerapan Ibadah Shalat Terhadap Kedisiplinan Belajar siswa pada Mata Pelajaran Fiqih kelas IV di MI Nurul Mujahidin Penimbung Kecamatan Gunungsari, (Mataram : IAIN Mataram, 2013).

(28)

Mencermati judul penelitian di atas dengan variabel yang terdapat di dalamnya ditemukan adanya kesamaan ketika mengkaji tentang kedisiplinan. Dengan adanya kesamaan tersebut, akan memungkinkan terjadinya kesamaan pada kerangka teoritik tentang keisiplinan.

Sedangkan perbedaannya terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Selain itu, perbedaannya juga terletak pada sasaran penelitian, dimana pada penelitian sebelumnya menekankan pada kedisiplinan belajr siswa, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti menekankan pada kedisiplinan shalat berjama’ah siswa. Perbedaan selanjutnya terletak pada objek penelitian, dimana penelitian sebelumnya menjadikan siswa kelas IV di MI Penimbung sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti menjadikan siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo sebagai objek penelitian.

F. Kerangka Teori

1. Tinjaun Umum Tentang Peran Guru a. Pengertian Peran

Peran adalah “posisi atau kedudukan seseorang”.16 Guru selaku pengelola kegiatan siswa sangat diharapkan perannya menjadi pembimbing dan pembantu para siswa, bukan hanya ketika mereka berada dalam kelas saja melainkan ketika mereka berada di luar kelas,

16 Santoso, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan,2006), h. 389.

(29)

khususnya ketika mereka masih berada di lingkungan sekolah. Dalam hal ini guru berperan menjadi pembimbing perlu mengaktualisasikan (mewujudkan) kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: “1) membimbing kegiatan belajar mengajar; 2) membimbing pengalaman belajar para siswa”.17

b. Pengertian Guru

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tantang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan guru adalah: “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.18

Selanjutnya menurut Hadari Nawawi sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, guru adalah:

Orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah. Secara khusus lagi ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak mencapai kedewasaan masing-masing.19

Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau karena interaksi antara guru dan murid dalam proses kegiatan belajar mengajar saja, akan tetapi faktor guru beserta segala aspek kepribadiannya juga banyak mempengaruhi tingkat

17Muhibbih Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 181.

18UU No. 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 3.

19 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam …Ibid, h.58.

(30)

kemajuan dan keberhasilan murid dalam belajar. Guru adalah “salah satu faktor pendidikan yang memiliki peran yang paling strategis, sebab dialah penentu kejadiannya proses belajar mengajar”.20

Jadi dari beberapa definisi mengenai guru yang telah di paparkan di atas, maka dapat di pahami bahwasannya guru merupakan seseorang yang senantiasa menyampaikan berbagai informasi kepada peserta didik setiap saat tanpa memiliki rasa lelah dan bosan dalam rangka mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik. Selain menyampaikan materi di depan kelas, guru juga mempunyi tanggung jawab untuk mengembangkan perilku dan kepribadian peserta didik.

Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia. Sebagai pendidik, tugas guru mengajar pada jenjang pendidikan. Sedangkan sebagai pengganti orang tua di sekolah, tugas guru di sekolah merupakan perlimpahan tanggung jawab dari orang tua kepada siswa sebagai kelanjutan dari keluarga. Selain menyampaikan materi di kelas, guru juga dituntut memberikan motivasi, nasehat, bimbingan kejalan yang lurus dengan sabar dan lembut. Seorang guru merupakan figure seorang pembimbing yang setiap perkataan akan menjadi panutan bagi siswa.

20Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2004), h. 75.

(31)

c. Persyaratan Seorang Guru

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 dinyatakan bahwa:

Guru Wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional/ lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 10 dalam bab yang sama bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.21

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 telah diatur bahwa untuk menjadi seorang pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan yakni:

1) Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sepoerti yang sudah dijelaskan diatas.

2) Sehat jasmani dan rohani, serta

3) Memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan oendidikan nasional.22

Sementara itu bagi guru agama, di samping harus memenuhi syarat-syarat berdasarkan Undang-Undang juga harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Direktur Direktorat Pendidikan Agama sebagai berikut:

1) Memiliki pribadi mukmin, muslim, dan muhsin

2) Taat untuk menjalankan agama (menjalankan syariat Islam, dapat memeberikan contoh dan teladan yang baik bagi siswanya).

3) Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih saying kepada siswanya dan ikhlas jiwanya

4) Mengetahui dasar-dasar Ilmu Pengatahuan tentang keguruan, terutama diktatik dan metodik

21 Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru, (Bandung: Yrama Widya, 2008), h.122.

22 Mansur Muslich, Sertifikasi Guru Mrenuju Profesionalisme Pendidik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 87.

(32)

5) Menguasai ilmu penetahuan agama

6) Tidak mempunyai cacat rohaniyah dan jasmaniyah dalam dirinya.23 d. Tugas Seorang Guru

Menurut Peters dalam Nana Sudjana mengatakan ada 3 tugas guru dan tanggung jawab guru yakni:

1) Guru sebagai pengajar

Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas merencanakan dan melaksanakan pengajaran.

2) Guru sebagai pembimbing

Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas, member bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang diahadapinya.

3) Guru sebagai administrator

Guru merupakan jalinan antara keterlaksanaan bidang pengajaran dan keterlaksanaan pada umumnya. 24

e. Tanggung Jawab Seorang Guru

Masalah utama pekerjaan profesi guru adalah implikasi dan konsekuensi terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Amstrong dalam artikel membumikan pendidikan membagi tanggung jawab guru menjadi lima kategori, yaitu :

1) tanggung jawab dalam pengajaran;

2) tanggung jawab dalam memberikan bimbingan;

3) tanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum;

4) tanggung jawab dalam menegembangkan profesi; dan 5) tanggung jawab dalam hubungan dengan masyarakat. 25

Sedemikian penting tugas menjadi sehingga guru dipandang sebagai sebuah profesi yang paling kompleks terlebih lagi guru agama

23 Zuhairini dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 36.

24 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Sinar Baru Al- Gensindo, 2000 ), h. 15.

25 Membumikan Pendidikan.blogspot.com/2014/05/tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran.html. diakses pada 3 Oktober 2016, pukul 15.00.

(33)

dalam masalah ini bukan hanya untuk membina pribadi anak juga harus menanamkan nilai agama kepada siswanya.

2. Tinjauan Umum Tentang Kedisiplinan a. Pengertian kedisiplinan

Kata kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Konsep disiplin berkaitan erat dengan tata tertib, aturan atau norma dalam kehidupan bersama yang melibatkan orang banyak. Dengan demikian disiplin berkaitan dengan siswa di sekolah adalah dapat dilihat dari ketaatan dan kepatuhan siswa terhadap aturan dan tata tertib di sekolah. Secara sederhana, disiplin diartikan sebagai “suatu ketaatan terhadap suatu kondisi sesuai dengan waktu, tempat, dan aturannya”.26 Artinya, segala sesuatu tindakan harus sesuai pada waktu, pada tempat, dan aturan yang telah ditetapkan. Bila dapat memenuhi ketiga dimensi tersebut di atas, maka seseorang sudah dapat dikategorikan memiliki disiplin.

Arti disiplin menurut Novan Ady Wiyani juga bila di lihat dari segi bahasa adalah “tata tertib dan ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan atau tata tertib”.27 Kata disiplin sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Latin, yaitu “disciplina” dan “discipulus” yang berarti perintah dan peserta didik”.28 Arti disiplin menurut Asy Mas’udi adalah “kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib

26Yusuf Suit dan Almasdi, Aspek Sikap Mental Dalam Managemen Sumberdaya Manusia, (Bogor:Ghia Indonesia, 2006), h.118.

27Novan Ady Wiyani, Manajemen Kelas “Teori dan aplikasi untuk menciptakan Kelas yang Kondusif ”, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h.159.

28Ibid,..h.159.

(34)

dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapapun”.29

Ali Imron mengutip pendapat para ahli mengenai pengertian disiplin. Menurut The Liang Gie, disiplin adalah “suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati”. 30

Sementara Good’s dalam Dectoinary of Education pada Novan Ady Wiyani mengartikan disiplin sebagai berikut:

1) Proses atau hasil pengamatan atau pengendalian keinginan, motivasi,atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yag lebih efektif.

2) Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif, dan diarahkan sendiri walaupun menghadapi hambatan.

3) Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter denga hukuman dan hadiah

4) Pengekangan dorongan dengan cara yang tidak nyaman bahkan menyakitkan.31

Jadi kedisiplinan atau ketekunan adalah alat untuk mengontrol manusia menjadi lebih baik agar tercapainya tujuan dengan menaati aturan-aturan yang di buat sendiri maupun aturan-aturan yang ada dalam sebuah lembaga atau sekolah. Maka dengan ketekunan seorang siswa akan dapat meraih apa yang diharapkannya.

29Asy Mas’udi, Pendidikan Pancasila dan… Ibid, h.88.

30 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 172.

31Novan Ady Wiyani, Manajemen Kelas... Ibid, h. 159-160.

(35)

b. Macam-macam Disiplin

Dalam buku Novan yang berjudul “Manajemen Kelas (teori dan aplikasi untuk menciptakan kelas yang kondusif), membagi disiplin ini menjadi tiga konsep;

1) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian;

Menurut konsep ini peserta didik dikatakan memiliki kedisiplinan yang tinggi jika mau duduk tenang sambil memperhatikan penjelasan guru saat sedang mengajar. Peserta didik diharuskan mengiyakan saja terhadap apa yang dikehendaki guru serta tidak boleh membantah. Dengan demikian, guru dapat dengan bebas memberikan tekanan kepada peserta didiknya agar peserta didik takut dan terpaksa mengikuti apa yang diinginkan oleh guru.

2) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive;

Menurut konsep ini, peserta didik harus diberikan kebebasan seluas-luasnya di dalam kelas. Tata tertib atau aturan-aturan di kelas dilonggarkan dan tidak perlu mengingat peserta didik.

Peserta didik dibiarkan berbuat apa saja sepanjang itu menurutnya baik. Dengan demikian, konsep permissive ini berlawanan dengan konsep otoritarian.

3) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali atau kebebasan yang bertanggungjawab; disiplin demikian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berbuat apa saja, tetapi konsekuensinya dari perbuatan itu haruslah ia tanggung. Konsep ini merupakan konvergensi dari konsep otorotarian dan permissive. Menurut konsep kebebasan aman terkendali, peserta didik memanglah diberikan kebebasan, tetapi peserta didik tidak diperbolehkan menyalahgunakan kebebasan tersebut karena tidak ada kebebasan yang mutlak di dunia ini, termasuk di Negara liberal sekalipun. Ada batas-batas tertentu yang harus diikuti oleh seorang dalam rangka kehidupan bermasyarakat termasuk juga kehidupan bermasyarakat dalam setting kelas.32

Kedisiplinan mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Berkualitas atau tidaknya siswa sangat dipengaruhi oleh faktor yang paling pokok yaitu kedisiplinan, disamping faktor lingkungan, baik keluarga, sekolah, kedisiplinan serta bakat siswa itu

32 Ibid., h. 160-161.

(36)

sendri. Jika sekolah tidak berhasil menegakkan disiplin, maka tidak dapat dibayangkan alumni-alumni siswa seperti apa yang nantinya akan dihasilkan oleh sekolah tersebut.

c. Cara Menanamkan Kedisiplinan

Menurut Singgih D. Gunarsa dalam bukunya yang berjudul

Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” bahwa ada beberapa cara dalam menanamkan disiplin, yaitu:

1) Cara otoriter

Pada cara ini orang tua menentukan aturan-aturan dan batasan- batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan orang tua, ia akan diancam dan dihukum. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak lebih merasa takut kalau tidak melakukan dan bukan karena kesadaran apalagi dengan senang hati melakukan. Orang tua menentukan tanpa memperhitungkan keadaan anak, tanpa menyelami keinginan dan sifat-sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Anak harus patuh dan menurut saja semua peraturan dan kebijaksanaan orang tua. Sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus dilakukan karena hanya dengan sikap demikian anak menjadi penurut. Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam, akan menjadikan anak “patuh”

dihadapan orangtua, tetapi di belakangnya ia akan memperlihatkan reaksi-reaksi misalnya menentang atau melawan karena anak merasa “dipaksa”. Reaksi menentang dan melawan bisa ditampilkan dalam tingkahlaku-tingkahlaku yang melanggar norma-norma dan yang menimbulkan persoalan dan kesulitan baik pada dirinya maupun lingkungan rumahnya, sekolah dan pergaulannya. Cara otoriter memang bisa diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin, tetapi hanya bisa pada hal- hal tertentu atau ketika sianak berada dalam tahap perkembangan dini yang masih sulit menyerap pengertian-pengertian. Cara otoriter masih bisa dilakukan asal memperhatikan bahwa dengan cara tersebut anak merasa terhindar, aman dan tidak menyebabkan anak ketakutan, kecewa, menderita sakit karena dihukum fisik.

Cara otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak.

Inisiatif dan aktivitas-aktivitasnya menajadi “tumpul”. Secara umum kepribadiannya lemah, demikian pula kepercayaan dirinya.

(37)

2) Cara bebas

Orang tua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan tingkahlakunya. Hanya pada hal-hal yang dianggapnya sudah “keterlaluan” orang tua baru bertindak. Pada cara bebas ini pengawasan menjadi longgar. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Pada umumnya keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua orang tuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang sebaik-baiknya. Orang tua merasa sudah mempercayakan masalah pendidikan anak kepada orang lain yang bisa mengasuh khusus atau bisa pula anggota keluarga yang tinggal di rumah. Orang tua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi, menegur, dan mungkin memarahi. Orang tua tidak biasa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab dan merasa bahwa anak harus tahu sendiri.

3) Cara demokratis

Cara ini memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, anak dan orang tua.

Keinginan dan pendapat anak diperhatikan dan kalau sesuai dengan norma-norma pada orang tua, maka disetujui untuk dilakukan.

Sebaliknya kalau keinginan dan pendapatnya tidak sesuai, kepada anak diterangkan secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan perbuatannya, kalau baik perlu dibiasakan dan kalau tidak baik hendaknya tidak diperlihatkan lagi. Dengan cara demokratis ini pada anak tumbuh rasa tanggung jawab untuk memperlihatkan sesuatu tingkah laku dan selanjutnya memupuk kepercayaan dirinya. Ia mampu bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada pada dirinya untuk memperoleh kepuasan dan menyesuaikan diri dan kalau tingkah lakunya tidak berkenan bagi orang lain ia mampu menunda dan menghargai tuntutan pada lingkungannya sebagai sesuatu yang memang bisa berbeda dengan norma pribadinya. 33

Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa dalam menanamkan perilaku disiplin terhadap anak itu dilakukan melalui cara yang pertama melalui cara otoriter yaitu cara ini digunakan orang tua dalam menentukan aturan-aturan yang harus

33 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), h. 82

(38)

dipatuhi dan dituruti oleh anak, anak harus patuh sesuai dengan aturan orang tuanya, kalau anak tidak mau patuh terhadap aturan orang tuanya anak akan mendapat hukuman dan ancaman dari orang tuanya.

Dengan demikian anak merasa takut bila tidak melakukan aturan dari orang tuanya. Orang tua memberikan sikap keras terhadap anak diharapkan anak menjadi penurut, orang tua dalam membuat aturan- aturan itu tanpa melihat keadaan dan keinginan anaknya. Dengan cara otoriter yang dilakukan orang tua mengakibatkan anak mempunyai sikap menentang atau melawan karena anak merasa dipaksa melakukan aturan tersebut. Cara yang kedua dalam menanamkan disiplin terhadap anak dengan cara bebas, orang tua memberi kebebasan pada anak dalam berperilaku. Anak bebas mengatur dan menentukan sendiri apa yang menurutnya baik dilakukan. Pengawasan orang tua terhadap anak menjadi longgar, hanya pada perilaku yang keterlaluan orang tua baru bertindak. Hal seperti ini dikarenakan orang tua lebih menyibukkan diri dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu dalam mengawasi dan mendidik anaknya. Cara yang ketiga dalam menanamkan disiplin terhadap anak dengan cara demokratis, orang tua menghargai dan memperhatikan kebebasan anak disamping memberikan kebebasan anak namun orang tua memberi bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak antara anak dan orangtua. Orang tua menghargai pendapat dan keinginan anaknya, kalau sesuai dengan norma-norma orang tuanya maka pendapat dan

(39)

keinginan anaknya disetujui untuk dilakukan. Tetapi kalau pendapat dan keinginan anaknya tidak berkenan di hati orang tuanya dan tidak sesuai norma- norma orang tuanya, anak diberikan pengertian dan diterangkan secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan akan perbuatan dan keinginannya itu, kalau baik bisa dilakukan dan kalau tidak baik hendaknya tidak dilakukan lagi.

Menurut Ali Imron terdapat tiga macam teknik alternatif pembinaan disiplin peserta didik, yaitu:

Pertama, dinamai dengan teknik external control adalah suatu teknik di mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Kedua, dinamainya dengan teknik inner control atau internal control. Teknik ini mengupayakan agar peserta didik dapat mendisiplinkan diri sendiri. Ketiga, adalah teknik cooperative control. Konsep teknik ini adalah antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin.34

Dengan demikian teknik-teknik alternatif pembinaan disiplin peserta didik dilakukan dengan cara: Pertama, Teknik disiplin peserta didik yang dikendalikan dari luar peserta didik, peserta didik terus menerus disuruh untuk disiplin. Apabila peserta didik tidak mau disiplin peserta didik diberi ancaman atau hukuman yang akan membuatnya takut dan apabila peserta didik mau disiplin dengan baik peserta didik diberi hadiah atau ganjaran. Kedua, Teknik disiplin peserta didik yang mengupayakan agar peserta didik dapat disiplin dengan dirinya sendirinya, peserta didik disadarkan akan pentingnya

34 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik… Ibid, h.174.

(40)

disiplin apabila peserta didik sadar ia akan berusaha mendisiplinkan diri sendiri. Ketiga, Teknik disiplin peserta didik antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin, guru dan peserta didik membuat perjanjian berupa aturan- aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama guru dan peserta didik.

d. Manfaat disiplin

Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian yang unggul, maka seseorang harus mempnyai disiplin. Sebagaimana Wardiman dalam Tu’u mengatakan “keunggulan-keunggulan tersebut baru dimiliki apabila dalam diri seseorang terdapat sikap dan perilaku disiplin”.35 Disiplin inilah yang mendorong adanya motivasi, daya saing, kemampuan dan sikap yang melahirkan tujuh ciri keunggulan salah satunya adalah sikap pencapaian prestasi dalan rangka persaingan.

Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan. Menyatakan disiplin itu penting karena alasan sebagai berikut:

1) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, peserta didik berhasil dalam belajarya. Sebaliknya pesera didik yang kerap kali melanggar peraturan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.

2) Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin memberi dukungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.

35Novan Ady Wiyani, Manajemen Kelas... Ibid, h.38.

(41)

3) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian anak-anak menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin.

4) Disiplin merupakan jalan bagi peserta didik untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Kesadaran akan pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang.36

3. Tinjauan Umum Tentang Shalat Berjama’ah a. Pengertian Shalat Berjama’ah

Menurut Sulaiman Rasjid shalat berjama’ah adalah ”shalat yang dilakukan secara bersama-sama (minimal dua orang) dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam, dan yang mengikuti dinamakan makmum”. 37

Dengan demikian shalat jama’ah yaitu shalat yang dikerjakan bersama-sama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang yaitu imam dan ma’mum, imam berdiri di depan dan ma’mum di belakangnya, ma’mum harus mengikuti setiap gerakan imam dan tidak di bolehkan mendahuluinya.

b. Hukum Shalat Berjama’ah

Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih Islam bahwa:

Sebagian ulama mengatakan shalat berjamaah itu adalah fardhu

‘ain (wajib‘ain), sebagian lagi berpendapat bahwa shalat berjamaah itu fardhu kifayah, sebagian lagi berpendapat sunat muakkad (sunat istimewa). Yang akhir inilah hukum yang lebih layak selain shalat jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini seperti tersebut di atas, berkata pengarang Nailul Authar:

36Ibid., h.39

37 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 106.

(42)

Pendapat seadil-adil dan sehampir-hampirnya pada yang betul ialah shalat berjamaah itu sunat muakad. Shalat lima waktu dengan barjamaah di masjid lebih baik daripada shalat berjamaah di rumah, kecuali shalat sunat, maka dirumah lebih baik. 38

c. Hikmah Shalat Berjama’ah

Shalat berjamaah lebih tinggi derajatnya dibandingkan shalat sendirian. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda :

َ َﺛ َﻨ ﺪ َﻋ ﺎ ْﺒ ُﺪ ْ ِﷲ ُﻦ ْﻮ ُﯾ ُﺳ َ ﻒ َﻗ َلﺎ َا ْ ِﱪ ْ َﻣ َ ٌ ِ ﺎ ْﻦ َﻋ َ ِﻓ ٍﻊ ْﻦ َﻋ ْﺒ َﻋ ِﺪ نٔ َﺮَ ُﲻ ِﻦْ ِﷲ

َﺻ ِﷲ َل ْﻮ ُﺳَر ُﷲ ﲆ

َﻠ ْﯿ َ َو ِﻪ َﺳ َﲅ َلﺎَﻗ ِﺔَ ﺎَﻤَﺠْﻟا ُةﻼ َﺻ : ُﻞ ُﻀْﻔَﺗ

َﻼ َﺻ ٍﻊْﺒ َﺴِ ِّﺬَﻔْﻟا َة

ًﺔَ َرَد َﻦْ ِ ْﴩِﻋَو )

ﻪﯿﻠ ﻖﻔ ﻣ (

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Shalat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”.39

Adapun keutamaan dua puluh tujuh derajat itu adalah karena shalat berjamaah mengandung dua puluh tujuh faedah, yaitu:

1) Menjawab azan serta niat berjamaah

2) Segera mengerjakannya untuk mengejar berjamaah 3) Pergi ke masjid dengan tenang

4) Masuk ke masjid merupakan dakwah 5) Shalat Tahiyyatul Masjid

6) Menunggu berjamaah 7) Disertai doa para malaikat 8) Kesaksiannya

9) Menjawab Iqamah

10) Dijauhkan dari godaan setan

11) Berdiri menunggu imam Takbiratul Ihram 12) Menyusul Takbiratul Ihram Imamnya 13) Meluruskan jajaran

14) Menutup tempat yang kosong

38 Ibid., h. 107.

39 Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Fathul Bari Juz 1, ( Baitul Ifkariddaulah : Riyadh, 2000), h.568.

(43)

15) Menjawan Imam ketika membaca “Sami’allahu Liman Hamidah”

16) Selamat dari lupa

17) Mengingatkan Imam yang lupa 18) Adanya kekhusyukan

19) Selamat dari sesuatu yang melalaikan 20) Memperbaiki gerak gerik shalatnya 21) Dikelilingi oleh malaikat

22) Memperhatikan bacaan Imam

23) Mempelajari rukun dan sunat-sunat shalat 24) Menyemarakkan syiar Islam

25) Menakutkan setan

26) Saling memberikan pertolongan dalam hal ibadah dan kepentingan lainnya

27) Menarik hati orang yang malas dan lain-lainnya lagi. Misalnya bersalam-salaman, menjawab salam Imam, saling mendoakan, menambah persaudaraan dan sebagainya.40

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan penelitian

Dalam setiap penelitian tentunya harus sudah terencana dengan baik, untuk itu diperlukan suatu pendekatan penelitian. karena pendekatan penelitian merupakan rencana tentang bagaimana mengumpulkan dan menganalisa data agar dapat dilaksanakan secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. penelitian Kualitatif adalah “suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia”.41 Sedangkan Bogdan dan Taylor dalam Hamid Darmadi mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan

“prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

40 Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul Mu’in, terj.

Anwar dkk. (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2006), h. 356.

41 Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Social Teori Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 287.

(44)

tertulis maupun lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati”.42 Adapun ciri-ciri pendekatan kualitatif menurut Lexy J. Moleong adalah:

a. Mempunyai latar alamiah

b. Manusia sebagai alat (instrumen) c. Metode Kualitatif

d. Analisa data secara induktif e. Teori dari dasar

f. Penelitian bersifat deskriptif

g. Lebih mementingkan proses daripada hasil h. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus i. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data j. Desain yang bersifat sementara

k. hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.43 2. Kehadiran Peneliti

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka dengan sendirinya kehadiraan peneliti sangat dibutuhkan, karena peneliti di lokasi berperan sebagai instrumen kunci, ia menjadi segalanya dalam keseluruhan penelitian dilapangan. Seperti yang dikemukakan oleh moleong bahwa: ”Kedudukan peneliti di dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitan”.44 Penelitian kualitatif menghendaki peneliti atau bantuan orang lain sebagai alat utama pengumpulan data. Kehadiran peneliti bukan ditujukan untuk mempengaruhi subyek penelitian, tetapi untuk mendapatkan data dan

42 Ibid.

43Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h.8-13.

44 Ibid. ,h. 168.

(45)

informasi yang akurat sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitiannya.

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan dijadikan tempat penelitian adalah di MTs. Fathurrahman Jeringo Desa Jeringo Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat.

Alasan mengapa peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut adalah: pertama, madrasah tersebut adalah madrasah satu- satunya di Desa Jeringo. Kedua, di madrasah tersebut sudah menerapkan bimbingan untuk mendisiplinkan siswa dalam menjalankn ibadah shalat berjama’ah yang salah satu bentuknya adalah dengan pendampingan shalat berjama’ah. akan tetapi siswa belum sepenuhnya disiplin dalam melaksanakan shalat berjama’ah, karena masih ditemukan siswa-siswi yang tidak disiplin dalam melaksanakan shalat berjama’ah. Hal ini terbukti dengan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang siswa-siswi lakukan, seperti 3 siswa kelas VIII A yang diam-diam pulang dan tidak mengikuti shalat berjama’ah di masjid.

4. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat ditemukannya data-data yang akan ditulis. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber utama. Disini yang menjadi sumber utama adalah guru fiqih, dan (2) data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau ketiga. Data ini dapat diperoleh dengan cara

(46)

mengumpulkan dokumen-dokumen atau informasi yang berkaitan dengan fokus yang diteliti, yaitu peran guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa, serta strategi yang dignakan guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa di MTs. Fathurrahman Jeringo.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif, maka pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu observasi, interview/wawancara, dan dokumentasi.

1. Metode Observasi

Observasi adalah “melakukan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki, baik itu pengamatan yang dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun situasi buatan yang sengaja diadakan”.45 Observasi ada dua macam: “(1) observasi partisipatif (langsung) yaitu peneliti terlibat langsung dan mengambil bagian dalam situasi dari orang-orang yang di observasi, (2) observasi non partisipatif (tidak langsung) yaitu peneliti tidak terlibat langsung dalam situasi yang di observasi, tetapi hanya sebagai penonton”.46

Dari dua jenis data observasi di atas, peneliti mengadopsi jenis yang kedua, yakni observasi non partisipan, yakni peneliti hadir di lokasi penelitian hanya sebatas untuk memperoleh data yang terkait dengan peran guru fiqih sebagai pembiming dalam membina kedisiplinan shalat

45 Ahmad Usman, Mari Belajar Meneliti, (Yogyakarta: Indonesia, 2008), h. 283.

46 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,(Bandung: Alfabeta, 2014), h. 227-228.

(47)

berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo, serta strategi yang digunakan guru fiqih sebagai pembimbing dalam membina kedisiplinan shalat berjama’ah siswa kelas VIII A MTs Fathurrahman Jeringo. Di samping menerapkan teknik observasi non partisipasi untuk mendapatkan data-data seperti tersebut di atas, juga diterapkan teknik observasi partisipan juga untuk mendapatkan data tentang letak geografis MTs Fathurrahman Jeringo.

2. Metode Wawancara

Metode wawancara atau interview adalah “proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan pihak yang bersangkutan”.47

Jenis-jenis wawancara menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong antara lain:

1) Wawancara oleh tim atau panel

Wawancara oleh tim berarti wawancara yang dilakukan tidak hanya oleh satu orang, tetapi oleh dua orang atau lebih terhadap orang yang diwaancarai, cara ini digunakan biasanya setelah mendapatkan persetujuan dari terwawancara, karena bisa saja pewawancara menghadapkan dua oraang atau lebih yang diwawancarai sekaligus, yang dalam hal ini disebut panel.

2) Wawancara tertutup dan wawancara terbuka (cover and overt interview)

Pada wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai.

Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara. Cara ini tidak sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanaya berpandangan terbuka.

Jadi, dalam penelitian kualitatif sebaiknya menggunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara itu.

47 Ibid., h.270.

Gambar

Gambar 1 Kegiatan Do’a Bersama
Gambar 2 Kegian Guru Fiqih didalam Kelas
Gambar 7 data guru MTs Fathurrahman Jeringo

Referensi

Dokumen terkait

If leave to appeal is granted, the appeal should be dismissed on its merits, or the matter referred back to the High Court to determine whether the applicant’s prior consent was

The results of document analysis have obtained the following results: Table I Recapitulation of Documents Accreditation Evaluation on Aspects of Standard Planning for PAUD Management