• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mencintaimu dalam Do'a

N/A
N/A
Dina Thowila Rofiah

Academic year: 2024

Membagikan "Mencintaimu dalam Do'a"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Mencintaimu dalam Do’a Dina Thowila

Rofiah

Di gubuk kecil yang reyot di tengah kebun, duduklah ibu dan anak yang tengah memisahkan daun pisang dari tangkainya menggunakan pisau berukuran sedang. Anak itu bernama Nadin.

Di tengah keheningan yang tercipta karena sama-sama fokus mengerjakan pekerjaannya, Nadin berkata pada sang ibu.

"Ibu, aku menyukai anak Pak Yai." ucap Nadin tak mengalihkan fokusnya pada daun pisang.

"Jangan nak, Pak Yai seorang terpandang di desa."

Sudah Nadin duga, sang ibu akan menjawab demikian.

Pak Yai merupakan sebutan dari masyarakat Tratas Mujur untuk Ali Asrof, seorang pemilik pondok pesantren di desa Tratas Mujur. Pantas ibunda Nadin berkata demikian, karena ia merasa strata sosialnya tak sepadan. Nadin hanya seorang santriwati miskin yang tiap Jum'at membantu ibunya membuat jajanan pasar untuk dijual. Seperti saat ini, Nadin membantu ibunya memisahkan daun pisang dari pelepahnya untuk dibuat aneka jajanan yang terbungkus dari daun pisang.

Suatu hari di pondok pesantren Al-Ashorof milik Pak Yai, diadakan acara pelantikan serah terima jabatan di aula pondok pesantren. Para santri dan santriwati berbondong-bondong menuju aula untuk menyaksikan Gus Azzam yang merupakan putra pertama Pak Yai dilantik menjadi pemimpin pondok pesantren. Ketika melihat Gus Azzam dilantik di depan banyak orang, Nadin merasakan getaran aneh yang terjadi dalam hatinya. Mata hitam legam yang bening disertai lentiknya bulu mata dan wajah putih bersih menenangkan disertai senyum tipis yang manis semanis kurma.

Rupa itu semakin tampan ketika sinar putih benderang menyorot wajahnya.

Jadi seperti ini rasanya jatuh cinta? Apakah orang-orang juga merasakan hal yang sama ketika jatuh cinta dengan orang terkasih mereka?

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, di mana acara pelantikan selesai dan para santri dan santriwati kembali ke asrama masing- masing. Ruang aula pun menjadi sepi. Hanya tersisa beberapa santri dan santriwati yang sedang menjalankan piket. Termasuk Nadin di dalamnya. Mereka saling membagi tugas. Ada yang menggulung karpet, menyapu lantai, mengumpulkan bungkus makanan yang berserakan lalu membuangnya ke

(2)

tanah yang sengaja digali membentuk lubang persegi untuk tempat pembuangan sampah, menggulung kabel mikrofon, serta mengembalikan alat rebana ke tempat semestinya. Mereka cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya agar dapat segera kembali ke asrama untuk segera tidur agar esok tidak terlambat bangun subuh.

Pukul setengah satu dini hari, Nadin beserta teman-teman seasramanya keluar dari aula dan berjalan menuju asrama usai menyelesaikan pekerjaannya. Di tengah perjalanan saat melewati kantor kepemimpinan yang merupakan ruang Pak Yai, Nadin tak sengaja mendengar suara Gus Azzam dari dalam ruangan itu. Nadin pun memutuskan untuk menghentikan langkahnya.

"Teman-teman duluan saja." ucapnya.

Entah bisikan setan mana, Nadin menjadi sangat ingin tahu semua tentang Gus Azzam. Seperti kali ini, Nadin menguping pembicaraan Pak Yai dan Gus Azzam dari balik pintu.

Setelah mendengar perbincangan Pak Yai dan Gus Azzam, Nadin sulit tertidur di kamar asramanya hingga pukul setengah tiga pagi. Ia tak menyangka ada seorang anak belum genap 17 tahun menanggung beban seberat itu. Pak Yai mengidap penyakit kanker darah stadium akhir dan kemungkinan umurnya tidak lama lagi. Itulah alasan Pak Yai menyerahkan kepemimpinannya kepada Gus Azzam di umur yang masih belasan tahun.

Pak Yai bilang, "Azzam, sebelum abi meninggal, kamu harus banyak menguasai teknik kepemimpinan." Pak Yai juga mengatakan bahwa mulai besok jadwal Azzam akan padat. Azzam akan belajar mengenai teknik perencanaan, pengelolaan, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, serta berbagai teknik kepemimpinan lainnya.

Kini setiap sore, selepas ngaji kitab Arba'in Nawawi, Nadin mengintip Gus Azzam belajar kepemimpinan dengan seorang guru yang disewa Pak Yai melalui lubang horizontal jendela kayu bercat coklat tua. Nadin melakukan itu, hanya untuk memastikan keadaan Gus Azzam. Apakah ia baik-baik saja? Tidak kelelahan? Atau mengalami kesulitan? Jika ia baik- baik saja, Nadin akan mengucap banyak-banyak syukur kepada Allah.

Namun jika ia kelelahan atau mengalami kesulitan, Nadin akan meminta kepada-Nya untuk menghapus rasa lelahnya dan mengganti menjadi semangat serta membantu kesulitannya. Karena hanya itu yang bisa Nadin lakukan, mencintai dalam do'a.

"Kamu ngapain di sini?"

(3)

Deg. Siapa orang yang bertanya sambil menepuk pundak Nadin? Tidak sanggup Nadin membalikkan badan untuk melihatnya. Dalam hati, Nadin merapalkan do'a. Berharap itu Alisha, teman satu kamar Nadin di asrama.

Jikalau benar, maka ia akan membekap mulut Alisha untuk tidak memberitahu hal ini kepada siapa pun. Lalu bagaimana jika itu pengawas pondok pesantren? Bisa mati Nadin.

Nadin memberanikan diri melihat ke belakang sambil menutup matanya rapat-rapat, lalu membukanya perlahan-lahan. Namun sepertinya keberuntungan belum berpihak pada Nadin sore ini, orang yang menepuknya adalah pengawas pondok pesantren. Ya Allah ... hukuman macam apa yang telah terpikir pengawas pondok pesantren untuk Nadin karena tertangkap basah melihat dan mendengar pembicaraan putra pak kiai dengan gurunya secara sengaja?

Hanya memerlukan waktu 3 hari bagi pengurus pondok pesantren untuk memindahkan Nadin ke pondok pesantren Al-Ashorof cabang yang letaknya di desa Adiluhung, bersebelahan dengan desa Tratas Mujur.

Perpindahan itu Nadin terima sebagai hukuman dari pengawas pondok pesantren. Alasan pengawas pondok pesantren memilih hukuman itu, agar Nadin tidak bisa melihat Gus Azzam lagi, sekalipun tak sengaja. "Ya Allah jika ini ujian dari-Mu, maka akan ku buktikan bahwa aku tetap mencintainya.

Namun, jika ini hukuman karena melanggar firman-Mu mengenai pandangan mata, maka ampuni aku ya Allah." do'a Nadin dalam hati.

Kini, tak setiap hari Nadin bisa melihat dan mengetahui kabar Gus Azzam. Nadin akan melihatnya, hanya ketika Gus Azzam berkunjung ke pondok pesantren cabang. Mengetahui kabarnya, hanya ketika Alisha menginfokan. Karena hanya Alisha yang bisa Nadin andalkan saat ini.

Selain karena teman dekat, Alisha juga mengetahui hal ini, alasan di balik Nadin dipindahkan. Hanya ibu, Alisha, pengawas, dan pengurus pondok pesantren yang mengetahui. Karena memang begitu seharusnya sistem pondok pesantren, tidak menyebarkan aib. Alisha akan menginfokan kabar Gus Azzam kepada Nadin di hari Jum'at, karena hari Jum'at merupakan hari libur pondok pesantren Al-Ashorof dan sebagian santri dan santriwati yang rumahnya dekat, akan pulang di hari Jum'at. Namun, tidak setiap Jum'at Alisha menyampaikan kabar Gus Azzam kepada Nadin, karena Alisha tidak memantaunya seperti Nadin. Yang Alisha tahu, yang memang semua orang juga mengetahui. Seperti, Gus Azzam tidak masuk ngaji atau sekolah aliyah karena sakit, atau Gus Azzam mendapat apresiasi dari ustadzah pengajar tartil karena ia bisa melafalkannya dengan sempurna.

(4)

Sudah pukul 07.45, namun kelas Nadin di sekolah aliyahnya sekarang, yaitu pondok pesantren Al-Ashorof cabang, masih ramai, belum kedatangan guru. Ada yang mengerjakan pekerjaan rumah, mengobrol, bermain kertas yang dilipat menjadi berbagai bentuk, tidur, makan, dan sholawatan. Nadin melihat ke arah pintu kelas yang tidak ditutup, sepertinya kelas seberang juga tak ada guru. Kelas sebelah kanan dan kiri juga terdengar ramai. Nadin bertanya-tanya dalam hati, mengapa para guru tidak masuk kelas hari ini? Apa sedang ada rapat besar di ruang guru? Saat lamunannya telah hanyut, Nadin dikagetkan oleh pengumuman yang terdengar dari pelantang suara.

"Dimohon kepada para siswa tsanawiyah dan aliyah untuk segera merapat dan berbaris di lapangan depan."

"Dimohon kepada para siswa tsanawiyah dan aliyah untuk segera merapat dan berbaris di lapangan depan."

"Dimohon kepada para siswa tsanawiyah dan aliyah untuk segera merapat dan berbaris di lapangan depan."

Para siswa dan siswi pun berhamburan keluar kelas.

Setelah semua berkumpul dan membentuk barisan, kepala sekolah MA pondok pesantren Al-Ashorof mengumumkan sebuah berita yang mengiris hati.

"Inna lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un. Pimpinan kita, K.H. Ali Asrof telah berpulang. Di lapangan ini, ibu kumpulkan kalian untuk berdo'a bersama buat Pak Yai."

Tes. satu tetes air bening lolos dari mata Nadin.

"Terima kasih Pak Yai atas perjuanganmu di alam fana ini. Kini, saatnya kau beristirahat di tempat ternyaman di sisi-Nya. Semoga Allah meridai. Aku juga berdo'a untuk putramu, agar diberi hati yang tegar dan tak tumbang menjalani hari tanpamu." do’a Nadin dalam hati.

Setelah upacara mendo'akan Pak Yai, para santri dan santriwati pondok pesantren Al-Ashorof cabang, berkunjung ke pondok pesantren Al- Ashorof pusat untuk takziah. Kini di tempat peristirahatan terakhir Pak Yai, Nadin melihat wajah sembab Gus Azzam. Menyesakkan rasanya sampai menembus relung hati. Melihat guru dimakamkan saja sudah mengiris hati, apalagi jika guru itu merupakan orang paling berarti untuk orang yang dicintainya? Tak sanggup Nadin melihat 2 hal itu. Maka, sesekali ia mendongakkan wajah untuk menahan air matanya agar tak jatuh.

(5)

Waktu sholat zuhur pun tiba, para santri dan santriwati bergegas menuju masjid untuk menunaikan kewajiban seorang muslim. Selepas sholat, Nadin berdo'a untuk waktu yang lama hingga tak terasa masjid menjadi sepi. Usai berdo'a di tengah Nadin melipat mukenanya, ia mendengar suara tangis sesenggukan dari balik tirai hijau pemisah shaf pria dan wanita. Nadin mengenal suara itu. Itu suara Gus Azzam. Sebelumnya Nadin pernah mendengarnya ketika Gus Azzam mengalami kesulitan belajar kepemimpinan dan ia menangis seorang diri di kantor kepemimpinan.

Nadin memberanikan diri membuka tirai hijau itu. Di belakang Gus Azzam, ia berkata.

"Ikut berduka atas kepergian abimu. Semoga dia mendapat surga- Nya. Tak apa menangis hari ini. Esok kau harus kembali kuat, bahkan lebih kuat. Aku percaya kau bisa memegang amanah abimu dengan baik, bahkan sangat baik. Aku percaya kamu bisa. Aku akan tetap mendo'akanmu. Maaf, aku mencintaimu, Gus." ucap Nadin sambil menunduk tak berani memandang Gus Azzam meski hanya sekadar punggungnya.

Setelah mengatakan itu, Nadin cepat-cepat keluar dari masjid. Ia berharap Gus Azzam tak melihat sosoknya saat ia berujar tadi. Gus Azzam tertegun mendengarnya. Untuk beberapa saat, ia bingung harus bereaksi seperti apa dan akhirnya yang bisa ia lakukan hanya membalikkan badan untuk melihat perempuan yang telah berkata padanya. Namun, ia terlambat. Perempuan itu sudah lenyap meninggalkannya.

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat adat Lampung Pepadun di Desa Buyut Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah menganut sistem kekerabatan patrilineal dimana anak laki-laki penerus

Solusi yang kedua adalah saya akan memisahkan anak tersebut dari murid yang lainnya.. Solusi yang ketiga adalah saya membuat

( Hibiscus tiliaceus L). Gambar 2.3 Pangkal Daun Bertoreh Bangun Jantung 11 3) Bagian yang terlebar terdapat di atas tengah-tengah helaian daun.. Dalam hal demikian kemungkinan

tipe 2 : daun majenruk beranak daun 2, tangkai anak daun pendek (Gb.2)i Bentuk ini terdapat pada perlakuan dengon 15 Kr&d, ada 3 tanaman dan perlakuan dengan 20 Krad, ada

Berdasarkan judul penelitian “Tantangan Digitalisasi Pendidikan Bagi Orang Tua Dan Anak Di Tengah Pandemi Covid-19 Di Desa Bendanpete” maka variabel yang terdapat di

Penulis, menambah wawasan khususnya tentang pendidikan anak di Desa Rambung Sialang Tengah Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai.. Orang tua, memberikan pemahaman

Siti Purwati, Abdi Desa di Deplongan, Jawa Tengah, senantiasa mengunjungi para sepuh sambil mengajak anak-anak asuhnya yang juga merupakan siswa asuh Beasiswa Ehipassiko

Tradisi Berbahasa Pola Asuh Anak Balita di Desa Plumbungan,Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Program Studi Sastra